Lapis 8 (bag. 3)
semoga ga over dosis ama Damien ya... ^^
___
Tatapan wanita di hadapannya semakin tajam. Bibir penuh yang tadi cemberut kini tersenyum dengan sudut kanan yang naik. Menantang Damien untuk memenuhi kata-katanya. Namun, senyum itu pudar bersama jari Damien yang naik menyusuri blusnya.
Tubuh Eleanor menegang ketika tangan Damien sampai di tengkuk wanita itu. Tatapan mata kelam itu berpindah, dari mata Damien, ke bibir, lalu kembali ke mata. Eleanor mencoba mengendalikan diri. Kemenangan ada di lelaki.
Jari-jari Damien sudah berada di antara rambut Eleanor, mendorong perlahan kepala si wanita. Napas wanitanya semakin memendek, menyapu pipi Damien dengan cepat. Gigi putih menggigit bibir penuh Eleanor ketika mereka makin dekat.
Bunyi 'klik' dari bangku belakang Damien abaikan. Dia bahkan tidak memikirkan di mana mereka berdua.
"Berhasil!" pekik suara yang perlahan masuk ke telinga Damien, tapi tak sampai ke otaknya. "Abang!" mantra masih terjalin di antara mereka berdua. "Elanol!" teriak kembali terdengar, kali ini disertai dengan tendangan.
Tarikan napas cepat terdengar dari Eleanor sebelum menjauh, kesadaran kembali hinggap. Sedetik kemudian wanitanya tertawa.
"Kamu gila," derai tawa mengiringi ucapannya.
Damien berdecak, gemerincing tawa Eleanor mengobati kekecewaannya karena tidak berhasil mencicipi lagi bibir memabukkan si wanita. Sudah lama Eleanor tidak tertawa di depannya.
Mungkin lebih baik dia menyambar alkohol agar tidak gila.
***
Ela menyandarkan tubuhnya di tembok dengan gambar taman beserta bunga dan kupu-kupunya. Kaki jenjangnya saling silang di pergelangan. Dia duduk di lantai yang beralas karpet busa warna-warni. Di sekitarnya belasan anak kecil berlarian, melompat, meluncur, dan melakukan hal lain di arena bermain anak yang terletak di salah satu pusat perbelanjaan. Juna baru saja meluncur ke kolam bola, sekarang dia sedang menuju area panjat dinding.
"Jadi ini kencanmu?" Damien duduk di samping Ela dengan posisi yang sama, melambaikan tangannya pada Juna.
"Setelah ini, kami akan makan es krim, lalu membelikan Juna robot. Itu rencananya."
"Kamu membelikan hadiah untuk orang lain hari ini?" Kalimat Damien terlalu datar, Ela tidak bisa menebak maksudnya, sehingga hanya mengangguk. "Kamu yang seharusnya menerima hadiah hari ini."
Ela menghela napas. Kini, dia tahu betul yang Damien maksudkan. Ini hari ulang tahunnya. Ulang tahun yang sebenarnya. Bukan yang tertulis di kartu identitas dan dokumen lain.
Dokumen kelahiran Ela diubah ketika dia masuk ke sekolah dasar. Waktu itu dia terlalu muda untuk masuk ke jenjang pendidikan itu. Namun, semua keluarga Sastranegara berharap Ela bisa masuk di tahun yang sama dengan Damien. Purnomo juga tidak keberatan. Sehingga Ela menjadi sembilan bulan lebih tua. Tahun itu juga menjadi penanda bahwa Ela menjadi bayangan Damien. Seperti halnya Purnomo menjadi bayangan bagi Swastiko maupun Haryanto.
Semua pilihan pendidikan Ela mengikuti Damien. Mereka kembali satu sekolah ketika SMP. Dan ketika SMA? Ela harus menyisihkan keinginan untuk masuk jurusan boga di SMK. Memendam keinginan, dengan harapan bisa memperolehnya ketika kuliah.
Sayangnya, Purnomo menerima tawaran Haryanto untuk mengirim Ela ke Singapura, kembali menemani Damien. Bahkan setelah lulus kuliah pun, Ela masih menjadi orang kepercayaan Haryanto untuk bekerja bersama anaknya.
Hanya dua orang yang mengingat ulang tahun Ela yang sebenarnya. Pertama, Purnomo. Tapi ayah Ela bukanlah orang yang menikmati perayaan ulang tahun. Kedua, Damien yang menjadikannya ritual tahunan untuk mereka berdua. Ela ingin merayakan dengan orang lain, sayangnya Damien selalu menggagalkannya. Dia juga tidak pernah membicarakan perkara tanggal lahir ini dengan orang lain. Dia malas menjelaskan latar belakangnnya lalu mendapat pandangan aneh dari mereka.
"Selamat ulang tahun." Suara Damien terasa jauh.
"Aku tidak ingin hadiah darimu." Ela menutup matanya, menyandarkan kepala di dinding.
Ritual lain dari ulang tahun Ela adalah dia akan menolak hadiah Damien. Hadiah-hadiah yang membuatnya makin sesak. Namun, Damien tidak pernah benar-benar menanggapi penolakannya.
"Aku tetap akan memberikannya." Damien mengambil pergelangan tangan kanan, Ela makin merapatkan matanya.
"Damien," Ela nyaris memohon ketika membuka matanya. Ela sudah hapal betul kantong kain beledu warna merah dengan tinta emas yang dipegang dengan tangan kanan Damien. Cartier.
"Kamu selalu memakai yang ini." Pemilik mata dua warna itu memandang gelang emas putih yang melekat pas di pergelangan tangan Ela. Love Bracelet dari Cartier yang diberikan Damien ketika Ela genap delapan belas tahun. Damien juga gelang yang identik dan dipakai di tangan kiri.
Ela memakai gelang itu sebagai pengingat. Pengingat untuk tidak memakai hatinya ketika berurusan dengan pria. Pengingat agar dia tidak lagi terlalu lugu karena menganggap serius sebuah simbol.
"Aku suka karena ia sederhana. Aku gampang memasangkannya dengan yang lain," Ela beralasan. Dia tidak pernah bisa memberitahu yang sebenarnya.
"Jadi, kutebak, ini juga tidak akan menetap di sini." Cara Damien melingkarkan jarinya di pergelangan Ela, membuat Ela merasa apa yang tersimpan dalam kantong akan Damien anggap sebagai pengganti genggamannya.
Mereka tidak bicara. Ela meredam protesnya. Damien melepas kalung rantai yang selalu dipakainya. Kalung dengan bandul yang bisa membuka Love Bracelet saat akan memakai atau melepasnya.
Ela mendengkus ketika melihat apa yang Damien simpan di dalam kantong beledu. Love Bracelet keempatbelas, karena sejak gelang pertama, Damien selalu memberikan hadiah yang sama. Hanya saja, semakin lama, semakin banyak kilau yang menempel pada logam mulia yang menjadi kerangka utama.
Ela merasa sedang ditandai oleh Damien. Memakai gelang yang hanya dapat dibuka dengan sebuah kunci yang lelaki itu simpan di dekat jantungnya. Itu yang dia rasakan ketika mendapatkan gelang pertama.
Sayangnya gadis lugu itu tidak sepenuhnya hilang meski sudah empat belas tahun berlalu. Gadis lugu yang berusaha Ela buang dari dalam dirinya itu masih berharap dengan harapan yang nyaris punah, ketika Damien mempertemukan sela-sela jari mereka, dan gelang-gelang cinta itu saling beradu.
—-
Jadi, gmn kabar #teamaidan? Ada pendukung baru #teamdamien ?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top