Lapis 5 (bag. 2)

Ela berusaha membersihkan sisa-sisa tepung yang masih menempel di pakaiannya, tapi celana hitamnya tetap terlihat kelabu. Dia tak sempat menghilangkan semua partikel ketika Bi Itan menyerahkan nampan kepadanya lalu mendorong tubuh kurusnya menuju halaman belakang, tempat diselenggarakannya pesta.

Nenek Nyonya tersenyum padanya ketika dia sudah mendekati meja. Wanita enam puluh tahun dengan rambut yang semuanya telah putih mengambil nampan dari tangan Ela. Dalam diam, mereka menata makanan yang tadi dibawa Ela ke piring saji.

"Setelah ini, taruh celemekmu di dapur. Temani aku," Nenek Nyonya memberi instruksi dengan lembut dan Ela hanya mengangguk. Sudah menjadi kebiasaan bahwa Ela akan menemani wanita tua itu ketika anaknya bergaul dengan para tamu. Saat Ela mengangkat kepala untuk mengamati sekitar, Bu Haryanto I menatap tajam ke arahnya, membuat si gadis muda beringsut.

Lima menit kemudian Ela telah duduk di samping Nenek Nyonya, membaur di antara tamu. Sebelumnya dia tak pernah merasa salah tempat ketika menemani wanita tua itu, tapi setelah hardikan istri kedua Haryanto tadi, Ela ingin segera menyusut dan bergabung dengan Bi Itan.

Hadirnya sang ayah membuatnya sedikit nyaman. Purnomo, lelaki yang sepuluh tahun lebih muda dari Nenek Nyonya itu hadir dengan senyum lembutnya. Lelaki yang selalu merasa berhutang budi pada keluarga Sastranegara hingga memutuskan untuk mengabdikan hidupnya pada mereka dan membawa Ela turut serta dalam pengabdian tersebut.

Ayah Ela adalah orang kepercayaan Swastiko, kakek Damien. Ketika Swastiko meninggal, Purnomo tetap mendampingi pewarisnya, Haryanto, dengan penuh kesetiaan. Purnomo bertanggung jawab atas banyak hal dalam usaha Sastranegara. Sehingga kata 'pesuruh' yang tadi digunakan oleh sang nyonya tidak tepat untuk menggambarkan peran Purnomo dalam keluarga itu.

Suara tepuk tangan dari orang-orang di sekitarnya mengembalikan kesadaran Ela. Mengikuti pandangan semua orang di panggung, Ela menyaksikan Damien berjalan ke panggung kecil yang telah disiapkan. Ela selalu suka memandang Damien, apalagi setelah bocah itu mandi dan rambutnya masih basah. Seluruh teman di sekolahnya mengatakan jika Damien tampan. Namun, kata tampan hanyalah gambaran dangkal tentang bocah lelaki itu.

Di tangan kiri, Damien menggenggam saksofon, dan di tangan kanannya--jantung Ela sakit--adalah tangan dari gadis dengan kulit bersih, rambut terawat, dan gaun yang terlihat mahal. Ela memandang celananya yang kelabu karena noda tepung.

"Jauh-jauh dari Damien. Kamu bikin malu dia!" Hardikan itu terngiang.

***

"Bagaimana kabarmu?" Ela terkinjat, sebuah suara dari samping membuyarkan konsentrasinya yang sedang menyusun camilan di meja saji. Lelaki tua itu tersenyum, memperjelas kerut di wajahnya. Haryanto Sastranegara, lelaki yang hari ini berulang tahun ke-61 itu masih berdiri tegak di sampingnya. Tampil santai dengan celana panjang berwarna krem dan kemeja cokelat tua. Sisa-sisa ketampanannya di kala muda masih tergambar. Jika dia dan Indah pada akhirnya berpisah, Ela yakin, Haryanto masih bisa memikat wanita dengan mudah. Namun, tentu saja bukan karena rupanya, tapi harta dan sedikit manis katanya.

"Baik, Pak," jawab Ela sopan sambil menjabat tangan keriput Haryanto lalu menciumnya, kebiasaan.

Haryanto berdecak tidak suka, "Apa begitu cara memberikan ucapan selamat padaku?" tanyanya sambil membuka kedua tangan. Ela tersenyum lebih lebar lalu memeluk dan mencium kedua pipi pada sosok yang telah menjadi ayah kedua baginya.

"Selamat Ulang tahun, Pak. Semoga kali ini langgeng," bisik Ela dan Haryanto tertawa.

"Semoga."

Mereka kembali berhadapan. Haryanto memperhatikan penampilan Ela. Gaun lengan pendek dengan motif bunga matahari berwarna kuning menjadikannya terlihat sangat segar, sayang harus tertutupi celemek yang telah ternoda oleh adonan.

"Apa-apaan ini? Aku mengundangmu sebagai tamuku." Haryanto terlihat kesal, sama seperti anak lelakinya satu jam lalu.

"Saya tahu, terima kasih undangannya. Tapi saya juga ingin memberi hadiah untuk Bapak." Ela bergeser lalu tangannya memberi isyarat pada meja. Wajah cerah Haryanto berubah sendu. Kue talam sederhana yang Ela buat terhidang di meja. Tahun lalu, kue itu tak hadir karena tak ada yang berinisiatif membuatnya. "Saya tidak pernah memberi Bapak hadiah, jadi saya pikir...," ucap Ela menggantung. Meski telah setua ini, lelaki itu masih merindukan ibunya. Semua penghuni 'istana' ini merindukan 'ibu suri'-nya.

"Terima kasih," ujar Haryanto lembut, mengambil satu jajanan pasar dan menimangnya di tangan.

"Mama Juna yang meminta saya sebenarnya, jadi Anda juga harus berterimakasih pada istri Anda." Ela harus memberi kredit atas ide Indah. Lagipula dia menyukai wanita itu dan ingin agar pernikahan ini tak perlu berakhir. Demi Juna, agar tidak perlu menjalani beratnya perpisahan orang tua.

Seperti Damien.

"Selamat siang," suara lelaki yang selalu mengusik pikirannya terdengar, menggaung melalui pengeras suara. Para undangan menghentikan kegiatan. Damien telah berdiri di panggung, tampak segar dengan rambut yang masih basah. Di tangan kanannya tergenggam saksofon, dan di sebelah kirinya berdiri Juna. Bocah itu tersenyum, membuat semua yang memandangnya ikut tersenyum. "Terima kasih telah hadir di pesta sederhana ayah saya." Untuk sesaat Ela merasa Damien memandangnya dalam, baru kemudian dia sadari, pandangan itu untuk Haryanto yang berdiri di sebelahnya.

Sementara Damien mengucapkan sambutannya, Haryanto mengajak Ela untuk duduk di bangku yang telah disediakan, bergabung dengan Indah dan beberapa lingkaran terdekat keluarga Sastranegara. Kehadiran Ela menggantikan posisi ayahnya.

Pesta ulang tahun Haryanto adalah sebuah sarana pembuktian bagi orang-orang yang diundang. Pesta tertutup dengan undangan terbatas ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang terdekat keluarga Sastranegara. Hanya petinggi perusahaan yang telah memperoleh kepercayaan, kolega yang telah bekerjasama dengan lekat, juga teman-teman berkuasanya yang hadir. Tak jarang, pertemuan beberapa orang di acara ini menghasilkan proyek-proyek bisnis baru dengan nilai besar.

___

a/n: pengen curhat dikit..cerita Into You adalah proyek percobaan yang sedikit keluar dari zona nyamanku. Maju mundur untuk eksekusi cerita ini. Beberapa kali pengen berhenti. Jadi aku pengen tahu tanggapan pembaca budiman tentang cerita ini dannnnn...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top