Lapis 20 (1)
Tubuh itu hendak beringsut menjauh. Rasa bersalah terasa dari mata hitam yang tak mampu membalas tatapan Damien.
"Eleanor," panggil si lelaki setelah napasnya teratur. Tangan kanannya menahan kepala Eleanor, mempertemukan dahi dengan dahi. Damien ingin menanyakan apa yang terjadi. Tapi itu akan mengkhianati pinta sang wanita yang berharap melupakan bebannya.
"Jangan tanyakan sekarang," ujar Eleanor seperti tahu isi kepala Damien. Mata hitam itu akhirnya berani menatap, meski hanya sekilas sebelum kembali menunduk, menyembunyikan wajah memerah di balik rambut. "Aku tidak tahu, harus berterimakasih atau meminta maaf," lanjutnya mulai parau.
Tangan kiri Damien ikut terangkat, menangkup kepala wanitanya yang mulai bergetar. Apa pun yang terjadi selama akhir pekan kemarin pasti sangat besar sehingga membuat Eleanor yang selama ini selalu tenang menjadi goyah.
Bayangan wajah wanita itu yang keras kepala di halaman parkir panti jompo muncul di kepala Damien. Meskipun dia tidak menyukai ekspresi itu, tapi dia mampu menanggungnya. Wajah yang menunduk dengan air mata yang nyaris meleleh membuat dadanya lebih sesak.
"Terima kasih," ucapan itu terlepas dari bibir Damien sebelum dia sendiri menyadarinya. Segala perasaan yang selama ini coba dia sembunyikan mulai menyeruak ke permukaan. "Terima kasih," ulangnya seraya mengangkat wajah Eleanor yang menatapnya bingung. "Karena di antara semua pria, kamu memintaku."
Apa yang baru saja terjadi bukanlah hal yang Damien banggakan. Namun, dia ingin memberitahu wanitanya, bahwa Damien bisa diandalkan. Ujung jarinya menyapu pipi, dan bibir yang memerah itu kembali bergetar menahan tangis. Damien ingin menelan semua tangis itu, kesedihan itu lalu menyimpannya untuk diri sendiri, hingga yang tersisa dari wanitanya hanya bahagia atau pun ketegaran yang keras kepala.
Ujung bibirnya kembali meminta, Eleanor mengizinkan. Namun, ketika lidahnya meminta lebih, wanitanya menjauh. Menggeleng sebelum melepaskan tubuh mereka dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di ruang kerja Damien.
Lelaki itu menghela napas sebelum bangkit dan merapikan diri; keluar dari ruang kerjanya dan menuju dapur kering; memberi waktu pada Eleanor untuk menata diri tanpa rasa canggung. Dia juga butuh kopi karena tidak mungkin menenggak wiski sepagi ini.
--
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top