2. Laporan Kehilangan

Peraturan pertama:
Ganti kantung rempah-rempah di tepi jendela dan pintu setiap pagi. Jangan sampai ada tempat yang terlewat. Bila ada perubahan pada isi kantung setelah semalam berlalu, segera beritahu Lord Beverley.

~ 🥀🥀🥀 ~

Hal pertama yang disadari Amy di Emerald Hall adalah banyaknya cermin yang tersebar di rumah itu. Ada cermin di ruang tamu, koridor, ruang makan, tangga, bahkan di atas tempat tidur Amy. Mulanya, gadis itu risih. Bagaimana tidak, ke mana pun ia melangkah, ia seolah-olah sedang diawasi oleh refleksinya sendiri. Di malam hari, beberapa kali ia terkejut mengira seseorang telah menyusup dan memandanginya. Pernah sekali ia bertanya pada Lord Beverley tentang alasannya mengumpulkan cermin-cermin itu, tetapi lelaki itu hanya menjawab ala kadarnya. Cuma koleksi, demikian kata Lord Beverley.

Kemampuan berbohong Tuan lebih buruk daripada anak kecil, tetapi ya sudahlah, demikian tanggapan Amy. Tentu saja dalam hati, karena ia masih belum mau dipecat.

Selain masalah cermin itu, kehidupan di Emerald Hall cukup menyenangkan bagi Amy. Sebagai seorang lelaki bujangan yang tinggal sendirian, Lord Beverley tidak punya banyak pekerjaan rumah yang harus diurus. Memang, kadang-kadang Amy kesepian. Entah mengapa, Joanne dan Nyonya Collins sama-sama irit bicara. Mungkin karena Amy masih muda, dan kedua wanita itu sudah lebih dari tiga puluh lima tahun umurnya. Namun, gadis itu menemukan penghiburannya di pasar setempat, di mana ia sering kali diutus untuk berbelanja.

Di pagi itu, tanggal lima belas September 1886, lagi-lagi Amy mendapat tugas berbelanja. Ia kini sudah terbiasa dengan daftar belanja Nathaniel Beverley yang campur aduk tidak keruan. Selain bahan makanan, ada pula sejumlah besar bahan-bahan kimia yang tidak dipahami gadis itu, serta beragam rempah-rempah. Terhadap yang terakhir ini, Amy berpendapat bahwa pria itu adalah seorang penggemar aromaterapi. Setiap hari, selalu ia membuat kantong-kantong kecil bertali dari kain muslin berisi campuran rempah-rempah itu, yang kemudian digantungkan Amy di tepi setiap pintu dan jendela.

Hiruk-pikuk pasar segera menyambut kelima indra Amy. Bau amis ikan, apak karung-karung penyimpan gandum, harum rempah, dan wangi masakan silih berganti menghampiri hidungnya. Anak-anak kecil berpakaian kumal berlarian di sela-sela kios. Amy berjalan dengan keranjang di tangan kiri; tangan kanannya mengangkat rok agar tepinya tidak menyentuh ujung sepatu. Hujan kemarin telah membuat jalanan becek, dan ia tidak mau mengotori seragam pelayannya.

Segera Amy mengerjakan tugas secepat yang ia bisa. Ketika mendekati toko rempah-rempah, ia melihat keramaian tak jauh dari sana. Di tengah kerumunan orang itu, seorang ibu menangis dan berteriak-teriak. Beberapa orang mencoba menenangkan perempuan itu, tetapi gagal. Sebagian besar pengunjung lain hanya menonton, sambil berbisik-bisik dan mengerutkan kening pada satu sama lain.

"Tenang, Nyonya O'Neill. Sebentar lagi polisi datang." Tuan Rashid, pemilik toko rempah-rempah yang berdarah India, menghampiri wanita itu. Namun, seperti yang lain-lain, ucapannya pun tidak digubris. Baru setelah seorang petugas polisi muncul, wanita bernama lengkap Dorothy O'Neill itu menampakkan tanda-tanda kelegaan. Tanpa membuang waktu, ia segera menyerbu dan mengguncang-guncang lengan polisi itu.

"Aduh, Petugas, aku senang kau akhirnya datang. Tolong, anakku menghilang!" seru Nyonya O'Neill. Suaranya serak dan sengau, hasil menangis sepanjang waktu. "Cari dia, Petugas!"

"Tenanglah dulu, Nyonya!" Hardik polisi itu, cepat-cepat menyentakkan pegangan tangan Nyonya O'Neill. "Siapa nama anakmu? Sudah berapa lama sejak ia menghilang, dan ke mana anak itu sebelum menghilang?"

"Duncan O'Neill, sepuluh tahun. Tingginya sebahuku, wajahnya bulat, hidungnya pesek, rambutnya merah seperti rambut jagung. Ya, ya, kami sekeluarga memang semuanya berambut merah. Sepulang sekolah, ia bekerja di pabrik Worthington & Co. sebagai pengecat peralatan makan dari seng. Sifnya berakhir pukul sembilan malam. Seharusnya hari ini hari ulang tahunnya, tetapi ia ... ia .... Oh!" Wanita itu kembali menangis sesenggukan.

Sang polisi berhenti menulis, lalu menghela napas panjang dengan ekspresi terganggu. Amy mulai sebal pada sikap polisi itu yang sama sekali tidak bersimpati. Sementara itu, tanggapan tiap orang berbeda-beda. Ada yang diam-diam turut mencela sikap polisi itu, tetapi lebih banyak yang balik badan dan melanjutkan urusan masing-masing.

"Apa kau sudah bertanya pada teman-teman Duncan, Nyonya? Bisa jadi anak itu hanya bermain semalaman dengan kawannya," ujar polisi itu acuh. Kancing keperakan mengilap di atas perut buncitnya, sekaligus tampak hampir putus menahan seragamnya yang sesak. Amy berharap kancing itu putus sekalian, biar si polisi jadi malu di muka umum.

"Tidak, Petugas, kau tidak kenal anakku. Duncan anak yang baik. Ia selalu pulang tepat waktu, dan tidak pernah pergi tanpa memberitahuku. Barangkali ia celaka di perjalanan pulang, atau dihadang orang jahat. Setidaknya, selidiki ke mana ia pergi, dan beritahu ia supaya cepat pulang!" Nyonya O'Neill menggeleng keras. "Lakukan tugasmu sebagai polisi!"

"Baiklah, baiklah. Sudah cukup." Polisi itu menyela. Nada bicaranya masih sama skeptis seperti sebelumnya. "Mari ikut ke kantor untuk membuat laporan. Ingat, jangan membuat keributan di pasar ini atau menyebar rumor yang tidak benar, Nyonya, atau terpaksa aku harus menangkapmu atas tuduhan mengganggu ketenangan publik."

Diikuti Nyonya O'Neill yang masih terus terisak, polisi itu membelah kerumunan. Di sana-sini orang-orang berdecak dan geleng-geleng kepala. Sejenak Amy ragu harus berbuat apa. Akhirnya ia melangkah canggung menuju toko rempah-rempah Tuan Rashid, lalu menyerahkan kertas daftar belanjaan Lord Beverley.

"Bawang putih, biji mustard, dan bubuk jintan putih. Baiklah. Sachin, kemarilah!" Pria India bertubuh gempal itu berseru pada pemuda India telanjang dada yang sedang menata karung-karung rempah di bagian belakang toko. Beberapa saat lamanya Tuan Rashid memberikan instruksi dalam Bahasa Tamil pada pemuda itu. Amy hanya sekilas menangkap nama Lord Beverley disebut-sebut. Pemuda itu mengangguk, lalu pergi menimbang rempah.

Sementara menunggu, Amy mulai melamun. Ia tak bisa berhenti memikirkan Nyonya O'Neill. Kalau benar anaknya hilang, oh, kasihan sekali! Amy sering bertemu anak-anak yang terpisah dari orang tua mereka di panti asuhan. Anak-anak itu sangat sedih, dan terus-terusan menangis sepanjang malam. Barangkali anak Nyonya O'Neill sekarang sedang menangis ketakutan di suatu tempat asing, bersama orang-orang asing. Membayangkannya saja sudah membuat Amy ingin menangis.

"Nah, ini pesanan Tuan Beverley, Nona. Ada lagi yang kaubutuhkan?"
"Apa? Ah, tidak, terima kasih, Tuan Rashid," sahut Amy tak bersemangat. "Ngomong-ngomong, siapa perempuan tadi? Aku kasihan padanya."

"Ia Nyonya O'Neill, pemilik toko roti di blok sebelah. Suaminya seorang kelasi, jadi ia hanya tinggal bersama kedua anaknya. Sejak dulu, ia memang mudah panik. Selalu percaya penjahat ada di mana-mana. Aku pribadi yakin Duncan cuma minggat bersama teman-temannya saja. Bisa jadi mereka sekarang sedang berenang-renang di pantai, atau ramai-ramai menyusup ke tenda sirkus Ukraina di pinggiran kota." Sambil menghitung harga, Tuan Rashid bercerita.

"Jadi, tidak ada penjahat di sekitar sini, kan?"

"Antara ya dan tidak." Tuan Rashid memilin-milin ujung kumis tebalnya. "Akhir-akhir ini, ada desas-desus tentang orang asing berjaket panjang yang berkeliaran setelah toko-toko tutup. Mungkin maling, atau orang mesum. Siapa pun ia, sebaiknya kau tidak keluar malam-malam, Nona. Beritahu teman-teman pelayanmu juga. Semenjak daerah ini bertambah ramai, keadaannya makin berbahaya untuk gadis-gadis muda."

"Oh? Baiklah, aku akan berhati-hati, Tuan Rashid. Lagipula, Tuan Beverley tak suka aku keluar malam." Amy tersenyum.

Saat itu, Amy yakin ada keamanan di balik dinding-dinding Emerald Hall. Ia yakin tak ada penjahat yang berani meneror area Rathcliffe Valley yang terhormat. Ia tak tahu, tiga hari setelah percakapan itu, sebuah peristiwa akan memporak-porandakan keyakinannya, membuatnya ragu akan apa yang benar dan salah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top