15. Kejutan Dini Hari
Peraturan keempatbelas: Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan bisa berubah sewaktu-waktu bila keadaan mengharuskan. Pada keadaan darurat di mana Lord Beverley tidak bisa memberi perintah langsung, kau dipersilakan untuk melakukan penyesuaian yang kaurasa perlu.
~ 🥀🥀🥀 ~
Nathaniel Beverley tidak kunjung pulang sampai malam menjelang. Joanne sangat gelisah seperti induk ayam kehilangan anak. Hilang sudah segala sikap tenang dan profesionalnya. Sepanjang hari wanita itu mondar-mandir berkeliling rumah, bolak-balik keluar masuk masing-masing ruangan seolah-olah Lord Beverley bisa tiba-tiba muncul secara ajaib dalam salah satu di antaranya. Tidak tahu harus melakukan apa, tanpa suara Amy melanjutkan pekerjaannya yang biasa.
"Aku harus segera mengirim telegram pada Earl Beverley. Ah, tidak, masih terlalu dini untuk itu. Apa mungkin lebih baik lapor polisi, mengingat situasi di luar yang makin gawat? Tidak, tidak, kalau mereka dengar bahwa seorang pria berusia dua puluh lima tahun yang sehat walafiat telah pergi atas kemauan sendiri selama beberapa jam, dan bahwa aku hendak melaporkannya sebagai kasus orang hilang, orang-orang bodoh itu pasti akan tertawa. Astaga, tuan muda, sebenarnya ke mana kau ini?" gumam Joanne. Wanita itu kini duduk di samping jendela dapur sembari memijit-mijit kening.
"Apakah Lord Beverley belum pernah pergi tanpa kabar sebelumnya?" tanya Amy.
"Tidak pernah! Aku mengenal semua anak Earl Beverley. Semuanya membuat onar waktu remaja, kecuali tuan muda Nathaniel. Ini benar-benar di luar kebiasaannya. Tentu ia sudah dewasa sekarang, dan berhak mengatur hidupnya sendiri, tetapi aku benar-benar mengkhawatirkannya. Dokter Satterthwaite mungkin adalah satu-satunya sahabatnya. Kematian dokter itu pasti merupakan guncangan yang hebat, dan tidak seharusnya ia sendirian sekarang." ucap Joanne cemas. Meski Amy sudah berhasil membujuk wanita paruh baya itu duduk bersamanya di area pelayan, bukan berarti ia sudah menjadi tenang. Sebentar-sebentar ia berdiri dan mengecek jam besar di ruang makan utama, lalu mengintip ke pekarangan rumah.
"Kira-kira ke mana Lord Beverley pergi, ya?" Amy bertopang dagu. "Mungkinkah Lord Beverley punya tempat favorit untuk dikunjungi?"
"Andai kutahu, pasti aku takkan begini resah, Amy." Joanne menghela napas panjang. "Sejak kecil, tuan muda Nathaniel selalu jadi yang paling baik di antara anak-anak Earl Beverley. Pendiam, tak pernah bikin masalah, dan seringkali bersikap lebih matang dari usianya. Ambisius, tetapi tidak serampangan. Barangkali karena ia anak pertama, dan ia tahu suatu hari nanti ia harus jadi kepala keluarga dan pemimpin perusahaan. Kasihan, kurasa tuan muda Nathaniel tak pernah benar-benar bisa merasakan rasanya jadi anak-anak. Selalu ada pelajaran untuk dikejar, acara-acara untuk dihadiri, dan tugas-tugas untuk dikerjakan, tetapi ia tak punya siapa-siapa untuk bercerita. Ah, sejak kejadian itu, tuan Nathaniel jadi makin tertutup bahkan kepadaku."
"Hmm?" Amy mendongak, matanya penuh tanya.
"Ah! Maksudku soal kematian Emma. Itu nama pelayan yang bekerja di sini sebelum dirimu. Jujur saja, aku tidak tahu bagaimana tepatnya ia bisa jatuh dari jendela. Saat itu, rumah ini belum seperti sekarang. Pintu dan jendela dikunci jauh lebih malam, dan tidak ada kantong-kantong rempah bergelantungan. Pada pagi hari setelah malam naas itu, saat aku hendak membangunkan tuan muda, aku menemukannya duduk tegak di tempat tidur menghadap jendela. Pakaiannya masih sama dengan yang kulihat ia kenakan sebelum pergi tidur malam sebelumnya, putih bagaikan salju. Dengan tenang ia bangkit berdiri, memintaku untuk menghubungi orang tua Emma dan mengurus mayat gadis itu. Tuan muda tak pernah bilang apa-apa lagi. Sejak saat itu, aku tahu ada yang sengaja ia sembunyikan rapat-rapat."
"Minumlah dulu dan beristirahatlah, Joanne. Aku akan membuat teh." Amy berjalan menyeberangi dapur dan mengeluarkan sebuah kaleng dari lemari. Di situlah ia simpan daun teh hitam dari India, sisa teh terakhir yang dibelinya sebelum Tuan Rashid meninggalkan Ashfield. Masih ada tiga perempat kaleng. Amy tak berniat menghabiskannya cepat-cepat. Malah ia berencana untuk menyisakan sedikit kelak, sebagai kenang-kenangan akan pria India ramah itu. Namun, hari ini hari spesial, dan mereka sungguh membutuhkan teh yang pekat dan kental.
"Sudah malam sekali." Mata Joanne bergerak-gerak gelisah tatkala menerima cangkir teh. Uap panas naik mengepul, membentuk pita putih tipis di udara. "Aku belum mempersiapkan makan malam di rumah."
"Tidak apa-apa, Joanne. Pulanglah setelah minum teh. Aku akan berjaga, kalau-kalau Lord Beverley pulang malam ini." Amy mengangguk penuh kesungguhan. Ia tahu ibu Joanne, yang sudah hampir sembilan puluh tahun usianya, tinggal bersama wanita itu sejak enam bulan lalu. Tentu itu berarti Joanne tidak seharusnya lama-lama meninggalkan rumah, apalagi tanpa pemberitahuan sebelumnya.
"Kau sungguh tidak apa-apa sendirian?"
"Pasti!" sahut Amy mantap. "Tenang saja, Joanne, aku bukan anak kecil. Aku hidup sebatang kara sejak usia dua belas tahun, ingat? Aku akan baik-baik saja, sungguh."
"Baiklah, sampai besok. Ingat kata-kataku, waktu tuan muda pulang nanti, lakukan saja apa pun yang ia suruh, tetapi jangan biarkan ia membahayakan dirinya sendiri. Tuan Nathaniel mungkin tampak mengintimidasi, tetapi ia pemuda yang baik, Amy. Apa pun yang ia lakukan sekarang, aku yakin keadaanlah yang memaksanya berbuat demikian."
Amy mengangguk patuh. Setelah menghabiskan teh, Joanne beranjak pergi. Wanita paruh baya itu mengambil jaket wol dan syalnya dari balik pintu. Pakaian-pakaian serba tebal itu membungkus tubuhnya hingga ia tampak seperti boneka kain. Amy menyaksikannya berjalan, tubuh membungkuk melawan angin, sampai wanita itu hilang di ujung jalan. Kemudian, gadis delapan belas tahun itu kembali masuk ke rumah.
Pukul setengah satu dini hari, Amy tak tahan lagi. Betapa pun ia mencoba membuka mata, betapa pun banyaknya teh yang ia minum, kepalanya masih bolak-balik terkulai di atas meja. Malam itu hening dan dingin. Angin berembus melolong-lolong. Api di perapian bergemeretak. Kayunya hampir habis. Seragam pelayan masih lengkap melekat di tubuh Amy. Buku terakhir yang ia pinjam dari perpustakaan Lord Beverley tertelungkup di samping kepalanya. Gadis itu tak berani bersiap tidur. Cermin di dinding dapur memantulkan sosoknya yang berantakan dan lelah. Kepangannya longgar, rambut pirangnya mencuat-cuat seperti ijuk.
Aku penasaran apa yang Lord Beverley lakukan sekarang, pikir Amy. Jelas bahwa Joanne menyayangi pria itu seperti anak sendiri, tetapi bahkan wanita itu pun mengakui bahwa ia kesulitan memahami tingkah tuan mudanya. Dari reaksi Lord Beverley, Amy tidak yakin lelaki itu membunuh Dokter Satterthwaite. Lelaki itu tampak sungguh-sungguh terkejut mendengar berita kematiannya. Namun, kalau begitu, siapa pelakunya? Rahasia apa yang selama ini disembunyikan Lord Beverley dalam-dalam, seolah lelaki itu akan mati bila ia nekat bercerita pada orang lain?
Tiba-tiba, dentang bel bergema ke seluruh area pelayan. Amy terlonjak kaget. Itu bunyi bel yang tersambung dengan pintu depan! Masih dalam balutan gaun tidur, gadis itu berlari menghampiri pintu. Perapian sudah dimatikan, dan dinginnya udara malam menusuk sampai ke tulang. Amy lupa mengambil jaket. Namun, gadis itu terlalu tegang untuk merasakan dinginnya malam. Cepat-cepat ia buka pintu depan. Tepat di baliknya, berdiri sesosok lelaki jangkung berpakaian serba hitam, dengan kulit sepucat kertas. Petir menyambar-nyambar di langit, sinarnya memancar menerangi sosok misterius itu.
"Ah, Lord Beverley!" seru Amy kaget. Hampir-hampir ia tak mengenali sosok majikannya sendiri. Tersaruk-saruk pria itu melangkah masuk. Baju dan jaketnya kusut. Sebelah lensa kacamatanya retak. Tangan kanannya berpegangan pada dinding, sedang tangan kirinya mencengkeram bahu. Dari sela-sela jemari tangan kirinya mengalir darah. Cairan merah itu terus menetes, membentuk genangan-genangan kecil di atas karpet. Ketakutan terpancar dalam sorot matanya, laksana seekor kelinci yang lari dari buruan selaksa anjing greyhound. Walau napasnya terengah-engah, lelaki itu tak sekali pun memperlambat langkah.
"Cepat, tutup pintunya!" perintah Lord Beverley. "Jangan biarkan makhluk itu masuk!"
Yep, dengan dipublikasikannya chapter ini, berarti Part 1 secara resmi sudah selesai 😊
Minggu depan, kita akan bertemu dengan seorang tokoh baru. Kalau di Part 1 nuansanya lebih dominan horor-misteri, nuansa Part 2 akan lebih banyak berisi adegan aksi. Jadi, sampai jumpa minggu depan!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top