Chapter 1: Operation Leviathan

Operation Leviathan
Sgt. Major Yui Kobayashi
Red Area. Infection Rate: 87%
6th of May, 2 AM.

Ia melompat, melemparkan senapan serbunya terlebih dahulu ke depan dan meluncur melewati dua mutan buas yang hampir membelah tubuhnya dengan melayangkan tangannya yang berkuku tajam melengkung. Ia beruntung, kuku tajam mutan itu hanya mengenai helm kevlarnya dan benda itu langsung terbelah dua. Yui melirik ke belakang, helmnya terjatuh begitu saja dan tergeletak di atas lantai berdarah. Melihat benda itu hancur, dapat dibayangkan bagaimana keadaan tubuhnya jika kuku monster itu mengenainya.

Tubuh Yui menabrak tong besi, membuat suara keras yang membuat kedua monster besar itu berbalik menatapnya dengan bengis. Memamerkan gigi-gigi tajam dengan potongan-potongan daging manusia dan darah amis yang menetes-netes. Mata mereka merah menyala, rekan regunya telah menembak kepala monster itu dengan empat magazines dan tetap saja mereka tidak tumbang.

Mereka datang menuju Area Fasilitas Penelitian Dan Pengembangan Virus untuk mendapatkan kembali blueprint dan dokumen yang tersisa sejak outbreak terjadi. Komando militer pusat mengirimkan satu batalyon yang terdiri dari 200 orang dan semuanya terpecah belah dalam sekejap—kebanyakan dari mereka tewas mengenaskan. Sersan Mayor Kobayashi Yui menjadi salah satu prajurit beruntung yang masih hidup dan bergabung dengan regu darurat yang dipimpin oleh Letnan Watanabe Risa.

Ini adalah operasi militer ke-27 yang dilakukan untuk mencari penawar virus yang membuat manusia berubah menjadi makhluk haus darah mengerikan yang menghantui umat manusia sejak sepuluh tahun terakhir. Dan seperti operasi militer yang pernah dilakukan sebelumnya, besar kemungkinan operasi militer kali ini akan menjadi kegagalan yang besar pula.

Tidak mempedulikan perih di kepalanya, Yui memaksa tubuhnya berdiri saat kedua monster itu melompat ke arahnya—menerjang tong berlogo api tersebut. Yui mengangkat senapan, membidik tong tersebut dengan pelontar granat yang dipasang pada ujung senapan serbu miliknya.

Ledakan besar membuat Yui terlempar beberapa meter jauhnya. Panas dari letupan api membuat bagian lengan dari combat uniform yang ia kenakan sedikit terbakar, membuat lubang kecil disana. Sejenak Yui terdiam dan memperhatikan kedua monster itu mengeluarkan suara keras seperti raungan serigala. Api membakar tubuh mereka, membuat mereka menggelepar-gelepar.

Setelah yakin api cukup membuat kedua monster tadi mati, Yui segera berlari menyusul rekan regunya. Air kotor terciprat di seragam saat sepatu bootsnya menginjak kubangan air di rerumputan liar. Kapten Watanabe menginstruksikan pada radio agar siapapun yang masih hidup untuk berkumpul di bangunan utama.

Kita bahkan belum memasuki gedung fasilitas dan monster-monster brengsek itu sudah membunuh hampir semua pasukan.

Fasilitas rehabilitasi itu cukup luas, sangat luas malahan. Menempati lahan dua hektar, terdiri dari beberapa gedung dengan fungsi berbeda-beda. Terdapat banyak sekali kendaraan militer berkarat yang hancur dan ratusan mayat busuk di tiap sisi. Menandakan berkali-kali operasi militer yang dilakukan di tempat itu yang berakhir dengan kegagalan.

Raungan monster bersahut-sahutan dari segala penjuru membuat Yui gentar. Berkali-kali ia berkata pada dirinya sendiri untuk tidak menoleh ke belakang dan terus fokus ke depan, delapan orang tentara lain berada di dekat gedung utama. Dikelilingi oleh monster buas yang berlari mendekati mereka.

"Operasi gagal! Abort mission! Abort mission!" teriakan Letnan Watanabe nyaris tak terdengar karena suara tembakan dan raungan para monster menenggelamkan suaranya. Ia melihat Yui berlari mendekat dan langsung menatap horror—pada apapun yang berada di belakang Yui. "sialan. Apa yang kau bawa, Sersan!"

Yui menoleh ke belakang, belasan monster bergerak cepat mendekati posisi pasukan yang makin terpojok. Saat mereka tertegun, suara geraman besar terdengar dari tempat dimana Yui meledakkan tong beberapa saat yang lalu. Monster yang berukuran tiga kali lipat lebih besar muncul dari reruntuhan bangunan. Kepalanya terbakar, begitupun keempat tangannya yang besar—merah, diselimuti api. Monster itu berteriak, memanggil monster-monster lain yang tersebar di hutan untuk datang ke area fasilitas.

Kedua monster yang diledakkan Yui bermutasi menjadi satu monster jenis baru yang jauh lebih besar dan mengerikan dari sebelumnya.

Delapan orang tentara saling bertatapan, pasrah. Wajah mereka menampakkan ketakutan yang luar biasa saat melihat mutan raksasa itu bergerak mendekati mereka. Seorang—seekor monster berhasil menangkap dan menggigit leher dua orang tentara. Mengunyah kepala mereka dan memuntahkan tulang tengkorak hancur tepat di hadapan tentara lain yang masih hidup.

Letnan Watanabe mendengus, mengeluarkan umpatan kecil melihat dua anak buahnya dimakan. Monster lain menerjang dan berhasil menggigit tubuh seorang tentara lagi. Satu monster nyaris menggerus kepala Yui, namun ia berhasil menahan rahang monster itu dengan menggunakan senapannya. Tubuhnya rubuh ke belakang, membuat monster itu berada di atas tubuhnya. Kuku tajamnya menusuk kedua lengan Yui, membuatnya mengerang keras.

Merasa posisi mereka semakin tidak menguntungkan lagi dan hanya tersisa kurang dari lima prajurit yang masih hidup membuat Risa semakin frustasi. Mata coklatnya, menangkap sosok Yui yang berusaha keras melepaskan diri dari cengkeraman mutan. Ia menggantungkan senapan serbu di tubuhnya dan menembak monster yang membuat Yui sekarat. "Bertahanlah, Sersan." Ia menggendong tubuh Yui dan membawanya menjauh dari zona merah.

Para monster sedang berpesta dengan daging dari sisa tentara yang berada di gedung utama sehingga mereka dapat dengan mudah kabur dan memisahkan diri. Di tengah-tengah kesadarannya yang berada di ambang batas, Yui dapat melihat bagaimana mereka mengoyak, memotong tubuh manusia dengan brutal. Organ-organ seperti jantung, usus terburai di mana-mana dan monster itu melahap semuanya dengan liar.

Sangat sulit bagi Risa untuk berpura-pura tidak mendengar teriakan kesakitan dan menyedihkan dari prajurit-prajuritnya yang masih hidup di belakangnya. Jika Risa tetap tinggal dan menghabiskan waktu untuk membantu mereka semua, maka jelas mereka akan benar-benar disapu habis tanpa sisa dan misinya akan gagal total. Perasaan bersalah mulai menggerayanginya, teriakan-teriakan itu masih menghantui pikirannya saat Risa mulai berada di bagian terluar fasilitas.

Ia menggelengkan kepala, berusaha menghapus suara-suara mengerikan itu dan memaksa dirinya untuk fokus dengan Yui yang ia bawa pada punggungnya. Risa dapat merasakan hembusan napas di lehernya, itu membuatnya sedikit lega karena ia tahu Yui masih bernapas.

Setelah berlari sejauh beberapa kilometer, Risa mendudukkannya dibawah pohon, darah dari lengan Yui segera dibebat oleh kain perban oleh Risa. "Aku akan kembali ke sana dan mendapatkan kembali radioku. Itu satu-satunya alat yang dapat menyelamatkan kita dari sini," ucap Risa. Ia mengecek jumlah magazine yang tersisa di kantungnya, perhatiannya terkunci pada satu benda kecil.

Sebuah jarum suntik berisi cairan berwarna biru transparan. Risa sendiri tidak tahu untuk apa cairan biru itu, cairan itu barangkali digunakan untuk meningkatkan adrenalin. Komandan memberinya satu tanpa mengatakan apapun untuk menjelaskan fungsi cairan biru yang ada didalamnya. Digenggamnya jarum tersebut, menatap Yui yang semakin lemas karena kehabisan darah.

Ia tahu, adrenalin tidak akan berfungsi banyak. Tapi setidaknya dapat membuat Yui tetap terjaga selama beberapa waktu.

"Risa... jangan kembali ke sana. Tolong, kau akan berakhir sama seperti mereka." Yui berkata. Matanya yang menggelap menatap dalam pada Sang Kapten.

Risa menggeleng pelan, tidak menyetujui ucapan Yui. Helm Kevlar hitamnya nyaris jatuh dari kepala. Tanpa berbicara banyak, ia meraih pergelangan tangan Yui dan mendekatkan jarum suntik dengan pembuluh darahnya. "Ini akan sedikit sakit, tapi inilah yang terbaik."

"Ris—argh!"

Yui meringis, merasakan sesuatu yang asing mengalir di antara pembuluh darahnya. Membuat tubuhnya terasa sakit sekaligus nyeri di saat yang bersamaan. Jantungnya seolah bereaksi dengan cairan asing tersebut, membuatnya berpacu lebih cepat. Tapi berkebalikan dengan jantungnya, tubuhnya sama sekali menolak untuk digerakkan.

Apa ini? Apa yang ia suntikkan kepadaku?

Si Kobayashi menggeram pelan. Berusaha keras untuk tidak berteriak dan menahan sakit dari tubuhnya yang perlahan-lahan memanas, seperti terbakar oleh api yang ada di dalam tubuhnya. Genggamannya pada lengan Risa semakin erat. Berusaha menahannya agar tidak pergi ke medan pertempuran. "Aku dan kau akan baik-baik saja. Tunggu aku, Yui. Aku pasti akan segera kembali dan kita akan kembali ke headquarter. "

Risa melepaskan pegangan tangan Yui, mengikatkan rantai dogtag miliknya pada pergelangan tangannya dengan gerakan jari yang gemetar. Ia memberikan satu tatapan terakhir pada Sersan muda yang hampir sekarat karena kehabisan darah, rasanya tak rela jika ia meninggalkan prajuritnya sekarat seorang diri. Bagaimana jika suntikan itu tidak berhasil menyelamatkan hidupnya? Apa dia akan mati dan membusuk menjadi makanan mutan disini? Pikiran semacam itu terus menghantui kepala Risa. 

Ia menggeleng pelan, ekspresi kesedihan nampak dari wajahnya saat ia bangkit berdiri menggunakan senapannya sebagai tumpuan. Tak peduli seberapa kuat keinginannya untuk tetap tinggal, Risa tahu, ia tetap harus pergi. 

Risa menarik napas. Berusaha keras untuk mengukuhkan hatinya sebelum ia benar-benar pergi dan kembali berperang. Hanya untuk melaksanakan Suicide Operation  yang menjadi misi untuk dirinya sendiri. "Jaga dirimu." suara Risa bahkan terdengar sangat tipis saat itu. Namun, Yui masih dapat mendengarnya meskipun ia tak mampu memberikan balasan.

Yui tidak dapat melihat sosok Risa dengan jelas tetapi ia dapat melihat siluet tubuhnya yang tegap berlari menjauh menuju area fasilitas. Kemudian yang terdengar di telinganya yang berdengung adalah suara tembakan beruntun dan raungan monster yang bersahut-sahutan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top