Interaksi | 1
chapter 1
── .✦
𐙚 𝐀𝐲𝐚𝐧𝐚 𝐄𝐦𝐦𝐚𝐥𝐢𝐬𝐡𝐚
✮ 𝐊𝐞𝐧𝐳𝐢𝐞 𝐋𝐞𝐨𝐧𝐚𝐭𝐡𝐚𝐧
✶✶
Omelan Bunda sudah seperti angin lalu bagi Kenzie. Cowok dengan perban di pergelangan tangan dan luka lecet di beberapa wajah itu masih memikirkan soal kecelakaan yang beberapa jam lalu dialaminya. Rasanya seperti keajaiban dia masih bisa bernapas. Andai saja saat itu mobil yang dia balap tidak banting setir ke kiri, sudah pasti dia habis dilindas oleh truk.
Singkatnya, Kenzie sedang syok berat. Dia tidak akan pernah melakukannya lagi, dia bersumpah!
"Kenzie! Denger gak kamu?"
Saat itulah Kenzie tersadar. Dia langsung nyengir dan mengangguk.
"Denger, kok, Bun. Gak lagi-lagi deh besok."
"Sekali lagi kejadian, itu motor Bunda jual buat beli beras. Lumayan dari pada ngabisin uang di bengkel doang."
Kenzie melotot. "Ih, Bun. Serem amat ancamannya."
"Kalau sama Ayah-mu bisa langsung dibakar itu motor."
"Ya, makanya jangan bilang ke Ayah, ya, Bun." Kali ini nada Kenzie jauh lebih lembut dengan raut wajah memohon. Saat ini Ayah-nya sedang bertugas di luar kota. "Nami itu kebeli dari hasil nabungnya Kenzie, loh. Masa Bunda tega sih liat dia dibakar hidup-hidup."
Nami adalah nama motor kesayangan Kenzie. Nama yang sama dengan karakter anime kesayangannya.
"Ya, makanya dijaga dengan baik. Duh, gerah sendiri ini Bunda marah-marah mulu sama kamu. Nih, makan dulu, habis itu pulang. Katanya udah boleh pulang."
Bunda membuka tas yang baru saja diantarkan oleh anak tertuanya yang berisi makanan dari rumah. Cowok itu hanya menurut ketika Bunda mulai menyuapinya. Sejak pagi tadi, dia belum makan apa pun karena bangun kesiangan. Itulah alasan kenapa dia membawa motor dengan kecepatan tinggi dan penuh kecerobohan, hingga mengakibatkan dirinya masuk rumah sakit.
"Oh, iya kalau udah berangkat sekolah, jangan lupa ajak temen kamu main ke rumah, ya. Tadi Bunda belum sempet ngucapin terima kasih. Dia udah keburu mau berangkat sekolah."
Kenzie tampak kebingungan. "Temen yang mana? Kan, temen aku emang udah sering main ke rumah."
"Ish, itu loh perempuan yang bawa kamu ke sini. Kalian satu sekolah, kan?"
"Ya mana aku tahulah, Bun. Kan, aku enggak sadar tadi. Namanya siapa? Bunda kenal?"
"Enggak, sih. Baru kali ini Bunda lihat dia. Bunda tau karena seragam sekolahnya sama kayak kamu. Namanya siapa ya tadi? Duh, lupa. Pokoknya entar kamu cari dia. Jangan lupa bilang makasih. Kalau perlu bawa pulang."
Kenzie mengernyit. "Ngapain?"
"Mau Bunda ajak makan bareng di rumah sebagai ucapan terima kasih. Emm, enaknya selain itu ngasih apa lagi ya?"
Kenzie menggeleng keheranan. "Lagian kayaknya aku enggak kenal orangnya. Gimana mau nyarinya coba, susah."
"Gak, kamu cari dia dan bawa dia ke hadapan Bunda."
"Kayak nyuruh nyulik orang aja, Bun, kalimatnya," balas Kenzie.
Namun, tentu saja dia akan mencari perempuan itu untuk mengucapkan terima kasih. Meskipun entah dengan cara yang bagaimana.
✶✶✶
Setelah lima hari merasa terisolasi dari dunia luar, akhirnya Kenzie kembali berangkat sekolah. Sayang, motor kesayangannya tidak bisa kembali ke pelukannya untuk sementara waktu karena ditahan oleh sang Ayah yang langsung mengambil tindakan setelah mengetahui kecelakaan yang menimpa anak bungsunya itu. Ayah tidak mengamuk atau marah-marah. Hanya berkata akan menahan motornya selama tiga bulan.
Ya, tiga bulan!
Kenzie sudah menego masalah waktu penahanannya, meskipun tahu tidak berhasil dia tetep melakukannya. Namun, tentu saja tidak ada hasil baik seperti harapannya. Yah jika dipikir-pikir itu lebih baik dari pada ancaman yang dia dapat beberapa bulan lalu. Ayah berkata tidak akan segan membakar motornya jika menimbulkan masalah yang serius lagi.
"Kenzie, kalau udah ketemu anaknya kabar-kabar, ya."
Bunda masih tidak berhenti membahas soal perempuan yang sudah menolong Kenzie tempo hari, seolah sedang membahas pahlawan yang tidak boleh dilupakan jasanya. Kenzie sampai bosan mendengarnya, jadi dia hanya mengangguk dengan senyuman lebar yang dipaksakan.
"Yah, kalau beruntung bisa ketemu," gumamnya menyambar tas di sofa dan berjalan ke luar rumah.
Reyhan—sahabat karibnya—menolak untuk menjemput Kenzie karena harus berangkat bersama pacarnya. Cowok itu mengumpat habis-habisan sepanjang jalan sampai akhirnya berhenti di halte bus dekat komplek perumahan tempatnya tinggal. Tidak butuh waktu lama untuk menunggu, bus yang ditunggu akhirnya datang.
Kenzie menoleh ke sekeliling. Ada banyak bangku kosong, tetapi hanya ada satu bangku yang ingin dia duduki. Bibirnya langsung mengembang ketika merasa memiliki teman. Tanpa basa-basi, dia langsung duduk di samping seorang gadis yang tengah fokus membaca buku di tangannya. Seragam sekolah yang sama, membuat Kenzie tahu mereka satu sekolah.
Rupanya kedatangan Kenzie mengejutkan gadis itu sampai bukunya jatuh ke atas pangkuan. Perempuan itu tampak panik dan langsung menutupi wajahnya dari pandangan Kenzie dengan buku miliknya.
Awalnya, Kenzie kira itu hanya reflek saja karena gadis itu terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Namun, sampai setengah perjalanan ke sekolah, posisi gadis itu masih sama seolah sedang bersembunyi darinya. Kenzie tidak tahan.
"Sorry, lo gak nyaman ya gue duduk di sini? Bilang aja gak pa-pa. Gue bisa pindah ke kursi lain."
"Eng-enggak, kok, maaf. Duduk aja gak apa-apa."
Perempuan itu sedikit menurunkan bukunya dan menoleh sekilas ke arah Kenzie. Dia langsung tersenyum sebagai bentuk keramahan. Bisa saja gadis itu takut pada tampangnya, jadi dia mencoba untuk memberi kesan positif. Namun, yang terjadi gadis itu justru langsung mengalihkan pandangan dan menggeser duduknya ke arah jendela, menjauh.
"Lo baca buku apa? Gak pusing baca di dalam bus kayak gini?" tanya Kenzie mencoba memulai obrolan.
"Cuma baca novel."
Kenzie menunduk untuk melihat judul buku itu. "Oh, gue pernah baca, tapi enggak sampai selesai, sih."
Kali ini wajah gadis itu terpampang sempurna, tidak lagi tertutupi buku. "Kenapa? Padahal bagus banget, loh."
Kenzie tersenyum. "Soalnya udah direbut duluan sama Kakak gue. Habisnya pas masih gue baca gak sengaja kesirem air. Jadi, gak bisa lanjut deh."
Gadis itu mengernyit, lalu sedetik kemudian tertawa kecil. "Emm, kalau tertarik mau nyoba baca lagi? Aku sebentar lagi selesai baca bukunya."
"Boleh?"
"Hu'um. Sayang, kalau cerita sebagus ini gak dibaca sampai selesai, kan?"
Kenzie mengangguk setuju. "Kalau gitu boleh minta nomor hape lo?" ucapnya sembari mengeluarkan ponsel dari tas.
"Ha? Bu-buat apa?"
Melihat reaksi gadis itu membuat Kenzie terdiam sejenak. "Eh, sorry kalau gue lancang main minta nomor gitu aja. Enggak bermaksud apa-apa, kok. Buat kabar-kabar aja kalau lo udah selesai baca. Kalau enggak lewat ponsel, lewat apalagi. Iya, kan?"
Dia tidak salah, kan?
"Nggak masalah, kok. Cuma, kalau udah selesai bisa langsung kukasih ke kamu." Gadis itu diam sejenak sebelum akhirnya kembali berbicara dengan sedikit ragu.
"Kita, kan, satu kelas."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top