Unrequited love - Kise Ryōta
Di tengah kemacetan ibukota, asik juga nulis ff.
Di tengah keterpurukan akan baterai yang tersisa hanya 9%, ide pun muncul.
Di tengah kelelahan akan perjalanan panjang, semangat untuk menulis pun muncul.
Hissashiburi semuanya~!
Today's role is served for our copycat~
Based on Me Before You!
Novel & filmnya sangat direkomen untuk dibaca, bikin melt melt gimana gitu..
Ralat, this is the longest one zzz
!! (BF/N) = Boyfriend's name
(S/N) = sister's name !!
Disabled!Kise Ryōta x Reader
Kise Ryōta akan disable karena sistem saraf tulang belakangnya yang rusak layaknya Will Traynor.
Happy Reading!
=========================================
Kejadian apa yang membuat kalian semua /ingin/ mengakhiri hidup yang sudah dikaruniai oleh Tuhan? Apakah ketika nyawa orang yang kalian cintai direnggut oleh sang malaikat pencabut nyawa? Atau apakah ketika seluruh kerja keras dan usaha yang kamu capai dengan susah payah gagal? Atau ketika mendapat tekanan baik fisik maupun batin dari orang-orang /yang/ dicap lebih kuat darimu?
Tidak ada satu pun alasan di atas yang serupa dengan jawaban Kise Ryōta. Bahwa sesungguhnya dirinya berada di titik terendah dalam hidupnya karena kecelakaan yang merenggut kemampuannya untuk bekerja. Tidak lagi menjadi seorang model ataupun pilot, bahkan dirinya saja tidak dapat berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Kecelakaan yang Ia alami pada masa lalu masih menghantui dirinya sampai detik ini layaknya sebuah nightmare yang berkelanjutan.
「 flashback 」
Beberapa bulan sebelum hari ini, dimana angin musim gugur menghembus pelan beberapa dedaunan yang perlahan terlepas dari ranting pohon Akasia, Kise Ryōta sang model dan pilot terkenal sedang meluangkan waktunya di Tokyo untuk melepas penat dari jam padatnya,
"Eh? Semua anggota Kiseki no Sedai sedang bermain bersama di lapangan ssu~?"
"Ya, Kise-kun."
"Mou, Kurokocchi! Kenapa tidak memberitahukannya dari awal? Aku jadi telat datang ssu nee!"
"Aku kira Kise-kun sedang bekerja di luar negeri, jadi aku cukup ragu untuk menghubungimu."
"Oke oke! Gomenne Kurokocchi karena sudah menyalahkanmu! Aku akan ke sana ssu nee~"
"Baiklah, Kise-kun. Kami berada di lapangan dekat sekolah Seirin."
"Baiklah! Jaa nee, Kurokocchi~!"
Kuroko pun memutus saluran hubungan telpon di antara mereka, begitu pula dengan Kise. Wajah Kise sumringah sekaligus senang, akhirnya Ia dapat bertemu dengan mantan teman se-timnya. Lantas tanpa pikir panjang, Kise menjejakkan kakinya ke trotoar jalanan menuju ke arah dimana lapangan basket tempat mereka bertemu berada.
"Aku harus cepat ssu nee! Tidak akan seru jika aku ketinggalan~"
Tutur Kise dengan /amat/ ceria seraya mempercepat langkah kedua kakinya. Kedua iris emasnya menatap lurus ke arah trotoar yang dipenuhi oleh dedaunan. Lalu, Ia berhenti ketika sampai di persimpangan. Beberapa kali, Kise menoleh untuk memastikan apakah ada kendaraan lewat atau tidak sebelum memutuskan untuk menyebrang.
Tetapi apa daya, nasib memang tidak bisa dirubah dan tidak selamanya pengamatan sekilas seperti tadi itu pun akurat. Ketika Kise tengah berjalan di tengah zebra cross yang tergambar di atas aspal kasar jalanan itu, tiba-tiba, sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan amat tinggi dan tidak terkontrol menabrak dirinya.
Kise tidak mampu berbuat apa-apa karena waktu yang terlalu sedikit, mobil tersebut menabraknya dengan amat kencang. Bahkan, tubuh atletis miliknya dapat terlambung beberapa kali ke udara sebelum tubuh miliknya mencium aspal. Darah muncul dari berbagai tubuhnya, mengucur amat deras meninggalkan beberapa luka, di kepalanya, sekujur tubuhnya dan di lehernya.
Semua orang yang menjadi saksi mata dari kecelakaan tragis tersebut pun dengan cepat menggotong dirinya menuju rumah sakit terdekat dengan bantuan mobil ambulance. Kise nyaris kehilangan nyawanya, tetapi sayangnya, tulang belakangnya menghentak terlalu keras dan patah, mengakibatkan dampak buruk kepada sarafnya. Hari itu adalah hari bersejarah dimana Kise mulai hidup dalam hari yang menyiksa dirinya.
「 flashback ends 」
Kehilangan profesi ataupun pekerjaan sudah biasa untuknya. Berimbas dari posisinya yang selalu menjadi yang paling terkenal tentu membutuhkan upaya ataupun usaha keras, membuatnya merasakan kekalahan ataupun keterbelakangan. Tetapi kehilangan kemampuan untuk bergerak semau akalnya membuat Kise terlarut dalam depresi dan kesedihan yang mendalam.
Kise Ryōta yang terkenal ceria dan selalu semangat pun menghilang eksistensinya sekejap tergantikan dengan Kise Ryōta yang tidak acuh, pendiam dan emotionless. Setiap kali orang-orang berimbuh akan penderitaan yang Ia jalani saat ini karena kecelakaan itu, Ia hanya bisa berucap,
"Siapa yang bisa disalahkan, ssu? Hal yang terjadi biarkanlah terjadi. Aku tidak peduli akan hal lainnya, lebih baik, aku mati saja."
Deretan kata yang sangat menusuk dan mengiris hati tiap orang yang peduli dan mengkhawatirkan Kise. Kise pun tinggal bergantungan dengan bantuan kursi roda canggihnya serta kehadiran seorang dokter laki-laki untuk memberikan obat secara rutin setiap harinya. Untunglah, keluarga Kise sekarang sangat mapan sehingga mereka dapat membiayai pengobatan dirinya.
Di belahan dunia yang lain, hidup seorang gadis belia bernama (F/N) (L/N). (F/N) bukanlah tipikal gadis yang umum, Ia lahir dari keluarga berkekurangan dan tomboy. Bahkan, (F/N) jarang tersenyum dan membeberkan rahasianya, baik kepada keluarganya maupun kekasihnya.
(F/N) bekerja di sebuah kafe kecil yang dikelola seorang lelaki tua. Setiap harinya, (F/N) harus menghadapi berbagai macam orang tetapi dengan tenang dan datar, Ia dapat mengatasi hal itu. Tiba klimaksnya ketika (F/N) diberhentikan karena kafe tersebut ditutup dikarenakan sang pemiliknya yang sakit,
"Apa-?"
"Maaf, (L/N). Aku tidak bisa melanjutkan usaha kafe ini, aku sakit-sakitan."
"Eh..."
Perubahan besar pun juga terjadi pada (F/N). (F/N) yang menganggur sangat mudah tenggelam dalam lamunannya, (F/N) bahkan merahasiakannya dari semua orang dan mengatakan bahwa dirinya mengambil cuti. Untunglah setelah beberapa hari menganggur, (F/N) mendapatkan pekerjaan baru. Pekerjaan yang dianggap rumit dan ribet untuk banyak orang, mengurus seorang disable.
Pengalaman yang sangat baru baginya, (F/N) tidak pernah menangani seorang yang disable. Bahkan, (F/N) hanya pernah mengurusi seorang anak bayi, bekerja sebagai pengasuh dan tidak bertahan lama. (F/N) pun dipertemukan dengan sosok Kise Ryōta,
"Ah-Jadi kau yang akan bekerja padaku, ssu?"
"Namaku (F/N), (F/N) (L/N)."
"Bagus Nona (L/N), tetaplah pendiam seperti itu."
Ucap sang pemuda bersurai kuning keemasan sebelum Ia memutar kursi rodanya kembali ke arah jendela yang terbuka lebar dan membentang di depan kedua matanya. (F/N) hanya menautkan kedua alisnya sebelum menyisihkan dirinya ke dapur. Hari demi hari berlalu, tidak ada yang berkembang dari hubungan (F/N) dan Kise yang terkesan usang.
"Oh, (L/N)! Kau boleh berlibur besok karena aku akan mendapat satu hari bebas dari rumah sakit."
"Begitukah? Terima kasih banyak!"
"Ya. Kau bisa berlibur dengan pacarmu! Pacarmu itu atlet yang terkenal seantera Jepang kan?"
"Oh.. Ya.."
"Pasti dia akan membawamu pergi jalan-jalan ke tempat yang mengasyikkan!"
"Begitu ya..."
Dada (F/N) mengernyit sekilas setelah mendengar tuturan dari rekan kerjanya ini. Tempat yang mengasyikkan? (F/N) dan (BF/N) memiliki minat dan kesukaan yang berbeda. (F/N) sangat benci ketika (BF/N) malah membuat dirinya tertekan dan sakit akan usulan (BF/N). Apa daya (F/N) tidak jujur dan memilih untuk mengurungkan keegoisannya ini. (F/N) pun diam termenung di depan kamar milik Kise, dan tanpa disadari, Kise pun melirik ke arah (F/N) dan cukup heran.
"Hei nona (L/N)-san."
Panggil Kise kepada (F/N) dengan suara cukup lantang, tetapi (F/N) tetap terdiam di tempat tanpa bergerak sedikitpun. Lantas, Kise menggerakkan kursi rodanya dan berjalan mendekati figur mungil (F/N),
"(L/N)-san?"
"AH OH! Maaf tuan Kise.."
(F/N) pun /hampir/ berteriak, dirinya cukup kaget akan sosok Kise yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Lantas, (F/N) membungkukkan badannya sedikit sebelum kembali berbicara kepada atasannya itu,
"Apa anda ingin minum teh ataupun obat-?"
"Tidak tidak, (L/N). Aku tidak menyangka bahwa seorang gadis yang datar sepertimu juga bisa melamun ssu.."
"Oh? Dan aku baru sadar bahwa tuanku yang /juga/ datar satu ini dapat peka akan suatu masalah yang dialami seorang gadis."
"Baru masalah seperti itu saja kau bisa melamun? (L/N)cchi belum merasakan hal yang lebih keji daripada masalahku."
"Perempuan dan laki-laki berbeda, tuan Kise. Wait-Anda memanggilku dengan sufix -cchi?"
"Tidak, itu hanya keceplosan ssu!"
"Akuilah saja, tuan Kise!"
"Aku akan mengakuinya asal kau menceritakan masalahmu ssu."
"... Haruskah?"
"Harus nee!"
"Mari kita buat perjanjian! Aku akan menceritakan masalahku dan kau menceritakan masalahmu, deal?"
"Deal, (L/N)cchi."
"Yay! Dengan -cchi!"
"Kau puas sekarang ssu?"
"Lebih dari puas!"
Kise dan (F/N) pun bertukar cerita demi cerita akan flashback masa lalu dari masing-masing mereka, ada yang sedih dan juga ada yang senang. Sehari penuh pun dihabiskan dengan runtutan cerita yang tidak pernah terdengar bosan. (F/N) diberi pinta untuk merubah Kise Ryōta kembali, tetapi tampaknya, (F/N) lah yang dirubah oleh seorang Kise Ryōta. Hubungan mereka pun berkembang lebih baik dan lebih dekat dari sebelumnya.
Suatu hari, Kise jatuh sakit. Tubuhnya menggigil dan Kise kehilangan banyak kekuatan untuk bergerak, Ia hanya bisa membiarkan dirinya tergeletak lemah di atas kasurnya. Kecemasan dan ketakutan menghantui (F/N), (F/N) tidak tahu menahu akan pertolongan apa yang harus Ia lakukan. Rekan kerjanya pun masih dalam perjalanan menuju rumah Kise. (F/N) pun hanya mengikuti apa yang Kise titahkan,
"Uhm-Kise.. Apa kamu merasa lebih baik?"
"Sepertinya iya, (L/N)cchi.."
"Begitukah? Apa kau ingin minum lagi? Apa aku perlu menurunkan suhu pendingin ruangannya?"
"Minum saja ssu.."
Dengan cepat, (F/N) pun mengambil segelas air putih dan membantu Kise untuk minum. Ketika Kise minum, iris emasnya terfokus kepada wajah (F/N). Semburat merah nan tipis pun mewarnai kedua pipinya,
"Uh-Kise?"
"Ekspresimu sangat menunjukkan bahwa kamu khawatir ssu nee! Aku senang jika akhirnya (L/N)cchi bisa berubah."
".. Sejelas itukah?"
"Iya ssu."
"Dan aku rasa.. Kau juga berubah, Kise. Sekarang, kau jauh lebih semangat dan ekspresif dari sebelumnya."
"Berarti aku tidak sia-sia membayarmu ssu"
"Aku ralat perkataanmu, Kise. Kedua orangtuamu lah yang membayarku."
"Oke oke, (L/N)cchi! Mou!"
"Pft-Anda kalah, tuan Kise."
"..."
Lalu, rekan kerja (F/N) datang dan dengan sigap, Ia melakukan pertolongan pertama untuk menangani Kise. Tidak mengharapkan hal lain yang terlupakan, mereka pun membawa Kise ke rumah sakit dan melaksanakan check-up beberapa hari lebih awal. Untunglah, Kise tidak apa-apa dan beristirahat cukup.
Setelah keluar dari rumah sakit, (F/N) pun mengajaknya berjalan-jalan di sekitar taman besar yang berada di dalam rumah milik Kise tersebut. Sekedar melepas penat dari rumah yang megah dan membosankan, pemandangan sederhana tersebut menggungah mereka.
"Kebun di sini lebih terawat dari kebun kota di dekat rumahku!"
"Begitukah, ssu?"
"Ya.. Padahal ketika aku bekerja, aku melihat beberapa orang merawat kebun tersebut.."
"Bekerja nee? Apa pekerjaanmu dulu, ssu nee?"
"Hanya pelayan di sebuah kafe kecil... Kafe tersebut pun ditutup karena pemiliknya yang sakit-sakitan dan pensiun."
"Begitukah? Apakah menangani beragam orang keahlianmu? (L/N)cchi mengambil studi khusus di universitas?"
(F/N) pun menghela napas seraya menggelengkan pelan kepalanya sebelum duduk di suatu kursi taman dan kembali membuka mulutnya untuk bertutur kata,
"Tidak-Aku tidak kuliah! Hanya adikku yang mengambil kuliah.."
"Kenapa?"
"Yah.. Aku tidak lahir di keluarga mapan dan beruntung sepertimu, Kise. Untuk menghidupi keluargaku, aku memilih untuk mengurbankan diri dan bekerja untuk mereka.."
"Pacarmu nee?"
"Pacarku tidak pernah peduli akan hal itu.. (BF/N) menganggap hal tersebut merupakan privasi dan memilih untuk mengesampingkan fakta itu.."
"Aku heran kenapa kau memiliki pacar tersebut dan bisa mencintainya nee.."
"Aku juga heran.. Cinta memang irrasional dan tidak masuk akal.."
"Lupakan tentang cinta, itu selalu membuatmu sedih! Sejujurnya, apa passionmu (L/N)cchi?"
"Passion?"
"Sesuatu yang menarik perhatianmu dan ingin kamu pelajari seterusnya nee!"
"Itu.. Mungkin memasak.."
"Memasak? Menjadi seorang chef?"
"Ya ya! Begini begini, aku yang paling jago masak di keluargaku loh~"
"Begitukah, ssu? Aku tidak percaya.."
"Oh.. Ayolah.."
(F/N) dan Kise pun bersenda gurau layaknya dua orang sahabat karib, bahkan, keduanya melupakan tumpukan masalah yang setiap harinya membebani mereka hanya dengan candaan singkat. Tidak disadari, kedua orangtua Kise memandangi kedua insan ini dengan intens. Setelah puas, (F/N) pun mengantar kembali Kise ke dalam kamarnya dan dirinya memilih untuk mengambil beberapa cucian. Tiba-tiba, (F/N) dengan tidak sengaja menguping suatu pembicaraan dengan topik berat,
"Lalu apa yang akan kau lakukan? Itu sama saja dengan membunuh anak kita sendiri!"
"Tidak membunuh! AKU TAHU INI YANG TERBAIK UNTUK ANAK KITA."
"Dengan menyerahkan nyawa anak kita di tangan para dokter yang belum terbukti keakuratannya? TIDAK! Kita sudah sepakat."
"Sayang, ini untuk anak kita loh! Anak kita! Ryōta juga sudah berubah, bukan?"
"Ryōta? Berubah? Karena (L/N)? Aku tahu akan hal itu! Tapi, Ia juga belum setuju-"
"Kita biarkan (L/N) membujuknya! Aku yakin Ia dapat melakukannya sebelum jangka waktu kerjanya habis-"
(F/N) cukup tercengang mendengar diskusi tersebut. Lantas, (F/N) memilih untuk pulang lebih cepat dan mengurung dirinya di dalam kamarnya sendiri, membiarkan (F/N) menyendiri. Niat awalnya itu terhapus ketika (BF/N) menelponnya,
"(F/N)? Kau tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa kok.."
"Begitukah?"
"Ya.."
"Hey, dengar! Untuk liburan ke depan, aku akan membawa kita berdua ke suatu tempat yang jauh tetapi amat menyenangkan."
"Ehhh? Benarkahh?"
(F/N) pun langsung antusias mendengar pernyataan tersebut. Sangat asing baginya mendengar (BF/N) mengatakan suatu pujian akan hal yang tidak membuatnya puas,
"Yaa!! Tebak kita akan kemana???"
"Uhm-Korea?"
"Tidak!! Kita akan mendaki gunung Fuji!! Yeaaahhh!!!"
"Eh-? Mendaki..?"
"Yaa! Kita akan pergi bersama rekan se-timku!"
Harapan (F/N) kandas seketika, oh sudah seharusnya (F/N) sadar bahwa minat mereka memang berbeda, mereka tidak cocok. Setelah sekian lama mendendam, akhirnya (F/N) berucap,
"(BF/N), aku tidak akan pergi."
"Kenapaaa?? Aku ingin kita bersamaa!!"
"Kamu tidak pernah mengerti diriku! Kamu tahu kan bahwa aku ini lemah? Kenapa malah membawaku ke acara seperti itu?"
"Tidak secapek itu kok-"
"ITU UNTUKMU, (BF/N)! Aku lemah!"
"Tapi-"
"Kamu selalu seperti itu! Kamu tidak pernah mau mendengarkanku, (BF/N)! Kamu selalu memutuskan sepihak tanpa menanyakan pendapatku!"
"(F/N)..."
"Kumohon, (BF/N).. Jika kamu mencintaiku, dengarkan aku.. Janganlah egois..."
"Maaf-Aku-"
"Aku memang berubah, (BF/N).. Tapi aku tidak ingin selalu membiarkanmu egois.."
"(F/N)-"
"Let's break up.."
(F/N) pun memutuskan saluran telepon di antara mereka. (F/N) membenamkan wajahnya ke dekapan kedua tangannya dan perlahan, tetes demi tetes air mata membasahi wajahnya. Ya untuk pertama kali di hidupnya, (F/N) menangis. Dan esoknya, Kise sadar akan bengkaknya mata (F/N),
"Kau menangis (L/N)cchi?"
"Eh-Ti-Tidak!"
"Matamu bengkak ssu.."
"Mata-?"
"Kelopak matamu-Ada apa, ssu?"
"Aku putus..."
"Putus?"
"Ya..."
Tidak dapat Kise sangkal, ada secercah kesenangan ketika Ia mendengar bahwa (F/N) putus dari (BF/N). Lalu, Kise pun mengalihkan topik,
"Akan ada pesta yang diselanggerakan di sini nanti malam, (L/N)cchi.."
"Pesta? Pesta apa?"
"Penobatan penerus perusahaan keluargaku ssu.."
"Oh... Pantas aku tidak-"
"Apa (L/N)cchi mau menjadi pendampingku nanti malam?"
Pertanyaan tersebut membuat (F/N) kaku, Ia tidak pernah menyangka bahwa atasannya, Kise akan mengajaknya untuk mendatangi pesta.
"Ah-Eh? Apa tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa nee! Setidaknya, pesta ini tidak akan membosankan jika ada (L/N)cchi!"
"Humpt... Baiklah.."
"Yes! Oh, aku tidak bisa berdansa, (L/N)cchi."
"Tidak apa-apa kok!"
"Pakailah dress yang bagus, (L/N)cchi! Jangan lupa, jam 8 malam."
"Oke oke!"
(F/N) pun kembali melanjutkan bacaannya yang sempat tertunda. Kise menatapnya dalam, sebuah senyuman tipis terukir di kedua bibirnya. Beberapa detik kemudian, ekspresi Kise berubah menjadi lirih. Ya, Kise sadar bahwa tidak seharusnya Ia merasakan perasaan ini, karena tidak ada alasan untuk mempersatukan mereka berdua. Bahkan waktu memilih (F/N) untuk meninggalkan Kise, cepat ataupun lambat.
(F/N) pun bergegas kembali pulang menuju rumahnya pada pukul 6. (F/N) kewalahan, 2 jam tersisa untuk dirinya bersiap-siap. Lantas, (F/N) membuka lemari kecil miliknya dan merogoh seluruh pakaian yang Ia miliki. Untunglah, (F/N) menemukan sebuah dress elegan berwarna merah mawar,
"Hooh-Untunglah, gaun ini kan.."
Kedua iris (E/C)nya menatap lekat dress ini, dress inilah yang Ia pakai ketika diadakan perpisahan untuk kelulusan bangku sekolah menengah. Waktu dimana (F/N) dan (BF/N) memutuskan untuk mengikat hubungan kasih. Tetapi, (F/N) menggeleng pelan kepalanya beberapa kali untuk mengusir kenangan tersebut dan kembali mempersiapkan diri.
Kira-kira jam 8 kurang 5 menit, (F/N) sampai di depan kamar Kise. (F/N) cukup gugup dikarenakan sosok Kise yang menggunakan tuxedo terlihat sangat tampan dan memikat, berbeda dengannya yang sangat sederhana.
"Uhh-Aku rasa dressku terlalu biasa.."
"Tidak, (L/N)cchi! Kamu terlihat cantik dengan dress itu.."
"Benarkah?"
Kise pun menganggukkan kepalanya sekali sebagai jawaban verbal, wajahnya pun cukup memanas. Memang (F/N) menganggap bahwa Ia terlihat biasa saja, tetapi Kise menganggap bahwa (F/N) sangat cantik di saat berdandan.
"Oke-Ayo kita pergi, ssu!"
"Ayo!"
(F/N) dan Kise pun berjalan berdampingan menuju Aula besar di dalam rumah megah milik Kise. Singkat cerita, Kise sangat menikmati pesta ini dan Ia dapat membanggakan bahwa dirinya berubah dan itu semua karena (F/N). Dan (F/N) hanya bisa terkekeh pelan dan merendahkan dirinya sendiri,
"Aku capek berdiri..."
"Duduklah di pangkuanku, (L/N)cchi!"
"Eehhh? Ti-Tidak! Nanti sakit.."
"Tidak apa, ayolah ssu!"
"Tapi-"
"Ya ya?"
"Aku selalu kalah, oke!"
(F/N) pun berjalan mendekati sosok Kise. Perlahan, (F/N) duduk di atas pangkuan kedua kaki Kise. Lengan kiri (F/N) melingkari leher belakang Kise sedangkan Lengan kanan (F/N) dibiarkan bebas, (F/N) cukup khawatir bila Ia jatuh.
"Err-Apa kau nyaman, Kise?"
"Tidak apa kok, ssu!"
"Ohh..."
"Ayo kita berdansa!"
"Berdansa? Caranya?"
"Lihatlah.."
Kise pun menggerakkan kursi rodanya untuk berputar berulang kali. (F/N) merasa pusing tetapi juga tertawa karena Kise yang sangat lucu, Kise pun juga tertawa. Keduanya sangat menikmati momen tersebut sampai ketika ponsel milik (F/N) berdering,
"Oops-Aku harus mengangkat telepon ini-"
"Pergilah ke balkon! Aku akan menyusul ssu~"
"Oke.."
(F/N) pun bergegas menuju ke arah balkon terbuka untuk mencari ketenangan dari keributan di dalam pesta tersebut.
"Halo-?"
"(F/N)..."
"... (BF/N)...? Kenapa kau menelponku?!"
"Kumohon-Kembalilah padaku, (F/N)! Aku sadar akan kesalahanku! Aku tidak akan mengulanginya lagi... Kumohon.."
"Tapi..."
"Kau sangat penting bagiku, (F/N)! Aku rindu akan dirimu, aku tidak ingin kehilangan dirimu.."
"Tapi.. Aku..."
"Apa? Apa kau mencintai atasanmu itu?"
"Ti-Tidak! Bukan begitu.."
"(F/N).. Berikan aku kesempatan kedua yaa?"
Ekspresi (F/N) berubah drastis, perasaan miliknya bercampur aduk dan tidak karuan saat ini. Untuk jangka waktu cukup lama, (F/N) terdiam. Di waktu yang sama, Kise bertemu dengan kedua orangtuanya,
"Apa kau sudah menetapkan pilihanmu, Ryōta?"
"Menjadi penerus ssu?"
"Ya.."
"Jika aku mau, apa kalian akan mengabulkan apapun yang aku mau ssu?"
"Asalkan kau tidak keberatan dioperasi, Ryōta.. Ini yang terbaik untukmu."
"Aku mau kalian membiayai (L/N)cchi untuk kuliah dan mengambil tata boga, (L/N)cchi harus bisa lulus dan bekerja sebagai chef!"
"(L/N)? Apa kau mencintainya?"
Kise pun terdiam sebentar, Ia enggan untuk berbicara. Tetapi, Inilah saatnya untuk dirinya mengakui bahwa Kise mencintai (F/N) meskipun (F/N) masih mencintai 'mantan' kekasihnya, (BF/N).
"Ya. (L/N)cchi lah yang memberiku motivasi untuk bertahan hidup sampai sekarang. Kalian harus berterimakasih padanya ssu.."
"Kami tahu... Tetapi sesuai perjanjian kita dari awal, waktu dimana kamu mengambil keputusan bulat ini, disitulah masa kerja (L/N) berakhir."
"Aku mengerti, ssu. Jadi, siapkan apa yang aku mau dan serahkan bukti serta surat tertanda (L/N)cchi diterima.. Jika mereka butuh test, kirimkan video yang ada di laptopku."
"Baiklah, Ryōta."
Lantas, Kise segera menyusul (F/N). Dirinya menangkap sosok (F/N) yang terpaku dari belakang,
"(L/N)cchi?"
"Ah oh-Akan kujawab nanti, terima kasih."
(F/N) pun memutuskan saluran telepon dengan cukup gugup, kedua tangannya gemetar sedari tadi. (F/N) pun mengukir senyuman tipis sebelum memutar badannya dan bertemu sosok Kise,
"Ya, Kise? Maaf jika aku lama."
"Tidak apa-apa ssu! Setelah ini akan ada kembang api, apa kau mau duduk di pangkuanku lagi?"
"Euh-Baiklah.."
(F/N) pun menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya sebelum kembali duduk di pangkuan kedua kaki Kise. Beberapa detik kemudian, kembang api pun diluncurkan dan kedua insan ini terpukau,
"Indah sekali!"
"Tidak seindah apa yang (L/N)cchi berikan padaku.."
(F/N) pun menoleh ke arah Kise. Tanpa Ia sadari, Kise perlahan mendekat ke arah (F/N) dan (F/N) beku di tempat. Sebuah kecupan pun mendarat di bibir merah milik (F/N), ciuman yang tak pernah (F/N) sadari. Bahkan, (BF/N) pun belum pernah mencium bibirnya. Setelah itu, Kise pun menatap lekat kedua iris (E/C) milik (F/N).
"Aku mencintaimu, (F/N) (L/N)cchi."
"Ci-Cinta?"
"Kau tidak perlu menjawabnya, tunggulah saatnya jika kau siap ssu!"
"Uhm-Oke.."
(F/N) pun tertunduk, Ia bimbang dan tidak berani untuk bertindak lebih lanjut. Kise pun membawanya kembali ke kerumunan para undangan. Baru saja sampai, Kise sudah dipanggil ke depan podium, mengharuskan (F/N) untuk turun dari pangkuannya.
"Aku, Kise Ryōta. Aku memang sudah berubah ssu, tidak seperti diriku yang dulu hanya terjebak dalam kesengsaraan. Berkat seseorang aku bisa bangkit dari keterpurukan.. Dan di sini, aku akan menyatakan bahwa.. Aku akan meneruskan usaha mereka ssu."
(F/N) pun menganga. (F/N) masih ingat betul bahwa Kise benci segala hal yang berkaitan dengan bisnis, membuatnya mengingat kekahalan akan salah satu teman se-timnya dulu. Tapi, Kise berakhir sama dengan temannya itu. Pundak (F/N) ditepuk oleh seseorang, membuatnya menoleh dan bertukar pandang dengan Ibu dari Kise Ryōta,
"Ah-Nyonya Kise.."
"Aku sangat berterima kasih atas kerja kerasmu selama ini terhadap Ryōta, aku sangat berterima kasih karena kau telah mengurus Ryōta dalam jangka waktu yang lama.."
"Tidak masalah, Nyonya! Sudah tugasku juga."
"Sesuai perjanjian... Hari ini adalah hari terakhirmu bekerja-"
Tutur sang wanita seraya menyerahkan beberapa amplop kepada (F/N). (F/N) pun menerimanya dengan hati-hati,
"Aku tidak memotong gajimu, ada beberapa tambahan honor dan suatu surat untukmu."
"Oh-Uh.. Jadi, tugasku selesai?"
"Ya. Akan ku antarkan kamu kembali ke rumahmu, (L/N)."
"Tapi-"
Tiba-tiba, seorang penyuruh datang menyela pembicaraan mereka berdua dan memberikan kembali sebuah amplop khusus yang ditulis oleh Kise. Padahal, sosok kise yang sedari tadi dicari oleh iris (E/C) milik (F/N) sudah lenyap layaknya kabut.
"Baiklah, Nyonya."
"Bagus, (L/N)."
Dengan langkah kedua kaki yang berat, (F/N) pun perlahan meninggalkan tempat dimana kenangan demi kenangan indah dalam hidupnya terjadi. Setiap langkah yang (F/N) ambil membuat dirinya mengingat satu persatu hal unik yang ada di rumah ini, termasuk kelauan unik dari atasannya, Kise Ryōta.
Tetapi, (F/N) pun tidak sanggup untuk membiarkan seluruh kenangan tersebut lepas dari genggamannya. Meskipun tubuh fisik (F/N) sudah meninggalkan rumah tersebut, pikiran (F/N) melayang jauh ke rumah milik Kise. (F/N) pun kembali ke rumahnya dan disambut oleh adiknya,
"Whoaaa, (F/N)! Akhirnya pulang.."
"Hmm.."
"Apa yang kau bawa? Amplop?"
"Bukalah.. Jika semuanya uang, tabung di celengan."
"Ha'i!"
(S/N) pun mengambil beberapa amplop yang diberikan (F/N). (S/N) sangat semangat dalam membukanya, berbeda jauh dengan (F/N) yang dengan lemas duduk di sofa milik mereka.
"UWA! SEKOLAH MEMASAK DAN SURAT CINTA!"
"Jangan teriak dan berbohong, (S/N)!"
"Ini serius! Bacalah.."
(S/N) pun menyodorkan beberapa kertas yang mencakup tulis-tulisan berbeda. Lembar pertama menyatakan surat tanda penerimaan (F/N) untuk bersekolah di Sekolah memasak paling terkenal di dunia, Lembar kedua menyatakan bahwa seluruh biaya pendidikan untuk (F/N). Dan lembar terakhir, sepucuk surat dari Kise untuk (F/N).
Halo nona, (F/N)cchi.
Aku tidak menyangka bahwa ternyata kita berdua bisa bertemu dan mengubah diri satu sama lain.
Maaf jika kata-kataku jelek, aku bukanlah seseorang yang puitis ataupun sastrawan.
Dari dirimu aku belajar untuk menghargai hidup, dimana kamu menceritakan betapa kejamnya penindasan yang pernah kamu alami.
Dari dirimu aku belajar bahwa kita tidak boleh terlarut dalam kesedihan dan keterpurukan yang hanya menyita waktu kita sia-sia.
Dari dirimu aku belajar untuk melihat sisi positif dari keterbelakangan yang aku miliki dan lebih menghargai diriku sendiri.
Dari dirimu aku mengerti bahwa orang tua selalu memberikanku yang terbaik dan tidak pernah mencelakakanku dan malah membantuku secara tidak langsung.
Dari dirimu aku belajar apa arti dari cinta sejati, cinta yang kamu miliki begitu murni dan tulus. Membuatku terpikat dan dengan mudahnya jatuh cinta.
Ya, jatuh cinta. Sejujurnya, Aku mencintai dirimu. Tetapi, aku tidak dapat membahagiakan dirimu layaknya (BF/N). Aku tidak bisa memberikan hidup yang normal bagimu, jadi aku hanya bisa mendukungmu dari belakang dan mengawasimu untuk tetap bahagia dan tersenyum.
Pergilah, kejar mimpimu. Pergilah bersama (BF/N) karena aku yakin kalian berdua akan berbahagia bersama setelah ini. Aku yakin (BF/N) akan melakukan yang terbaik untukmu. Kelak, kita akan bertemu lagi di suatu tempat dan di waktu yang tepat.
Sekali lagi, terima kasih (F/N) (L/N).
Salam,
Kise Ryōta.
Bulir demi bulir air mata tergenang dari kedua mata (F/N), (F/N) tidak sanggup berkata-kata kembali. (F/N) tidak tahu dengan apa Ia akan membalas kebaikan Kise. Bahkan, (F/N) tidak berbuat banyak untuk Kise. Tetapi pada detik terakhir, (F/N) sadar bahwa Ia mencintai Kise.
"Kh-"
"Apa kau akan pergi, (F/N)?"
"Tentu saja. Aku tidak akan menyia-nyiakan apa yang sudah Kise berikan kepadaku."
(F/N) pun mengikat kuat dan menerima fakta bahwa Ia juga mencintai Kise. Perlahan, (F/N) pun belajar untuk melupakan perasaan yang sia-sia ini. (F/N) pun menyongsong kembali hidupnya untuk masa depan yang lebih baik dari sebelumnya. Ketika (F/N) berhasil menjadi sukses dan terkenal, (F/N) akan berkata,
"Aku sangat berterima kasih kepada Kise Ryōta, seseorang yang membuatku dapat menjajak di tempat ini."
Hanya kalimat khas tersebut yang menjadi dasar ataupun pembukaan jika setiap orang bertanya siapa yang membuatnya sukses atau penting bagi karier (F/N). Setidaknya, (F/N) tidak melupakan dengan entengnya orang yang /sempat/ Ia cintai itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top