Writer block memblokir saya ngetik :(((
Okey so-Berhubung sekolah sudah mulai, wajar kalau saya lama updatenya www
Excuse lainnya, kondisi fisik serta jadwal padat untuk bulan ini :(((
But, Saya usahaiin update :)))
Based on Star Trek's trilogy.
Tempatnya? Di ship Enterprise/5
Date? Berdasarkan kalender bintang.
Genre = ....? (Bisa reader-san tentuiin/5)
Vulcan!Doctor!Midorima x Captain!Reader
Bisa check ke memory alpha wikia, kalau bingung dengan Vulcan ataupun kata2 lainnya. Tbh, Midorima itu kayak Spock dan Reader-san itu kayak Jim(which is my husband/5). Bromancenya kentel bruh.
Happy Reading~!
Pst. Longest chapter ever!!
=========================================
U.S.S Enterprise, salah satu pesawat luar angkasa yang terkenal akan ketangguhannya serta teknologi mutakhir yang tertanam di dalamnya. Siapapun orangnya, mereka akan sangat bangga dan terkesan ketika dapat bekerja menjadi seorang kru di dalamnya.
Hal itu pun terjadi pada (F/N) (L/N). (F/N) menerima pangkat tertinggi dalam pesawat Enterprise, Kapten. Komandan tertinggi untuk para pekerja, singkat kata, (F/N) yang bertanggung jawab atas seluruh makhluk hidup di dalamnya. Tanggung jawab yang amat besar dan berat untuk seorang gadis belia seperti (F/N) (L/N).
"Kapten (L/N), dari sample yang sudah kita dapat. Planet ini termasuk golongan M."
"Golongan M? Oke, Arahkan kapal ke koordinasi-Berapa koordinasinya, navigator?"
"26-49-17-11, Kapten."
"Ayye, ayo kita pergi."
"Ok, Kapten."
Tutur sang pemuda yang dicap sebagai navigator. Ia pun menarik tuas pembangkit tenaga warp sebelum pesawat luar angkasa milik mereka ini bergerak dengan kecepatan cahaya menuju koordinat yang mereka tuju.
(F/N) pun menghela napas panjang sebelum mengetuk beberapa kali layar kecil dimana pengaturan inti pesawat tersebut tertata. (F/N) menyiarkan salam ataupun basa-basi untuk menyemangati seluruh krunya.
"Halo semuanya, Kapten (F/N) (L/N) berbicara. Sepertinya kita menemukan sebuah planet baru dalam golongan M. Tidak banyak yang dapat kami ungkap di sini. Jadi kuharap, kalian menyiapkan diri untuk mengunjungi planet ini. Tetapi tidak semuanya-"
Perkataan (F/N) tercekat selama beberapa detik. Kedua iris (E/C) miliknya sekilas berkutat dengan beberapa informasi baru dalam PDDA miliknya.
"Aku harap seluruh personil kru senior datang ke Bridge sekarang. Kita akan bersiap-siap. Kapten (L/N) keluar."
Tutur (F/N) sebelum memutuskan saluran broadcast tersebut. Segera, (F/N) berdiri dari kursi khusus miliknya tersebut.
"Ah-Navigator! Bisa kau gantikan aku sebentar?"
"Dengan senang hati, kapten (L/N)."
"Ingat-Jangan sentuh apapun yang bersifat privasi."
Ancam (F/N) dengan melirik sang navigator dengan tatapan tajam. Sang navigator hanya bisa mengukir sebuah senyuman tipis nan samar sebelum mengambil alih posisi (F/N) sementara (F/N) berjalan menuju ke arah lift. Beberapa menit kemudian, pintu lift terbuka lebar dan beberapa individu masuk,
"Izin untuk memasuki Bridge, kapten-?"
"Kalian sudah ada di sini. Tidak perlu meminta izin, bersiaplah. Kita harus pergi secepatnya."
Ucap (F/N) seraya menyisihkan dirinya dari kumpulan para kru tersebut. Tetapi, tiba-tiba, seseorang menarik lengan (F/N) cukup erat. Otomatis, (F/N) memberhentikan langkahnya dan menyentak,
"HEI-KENAPA KAU-"
Bentakan (F/N) terhenti ketika dirinya menangkap sosok pemuda yang memberhentikannya. Hanya seorang Shintarō Midorima, seorang Vulcan yang bekerja sebagai kepala dokter dalam pesawat tersebut. Ekspresi Midorima selalu datar, dipercayai karena dirinya merupakan spesies Vulcan. Spesies setengah manusia setengah alien yang tidak dapat merasakan apapun serta memiliki sepasang telinga runcing ke atas.
"Kapten (L/N), saya rasa akan sangat irrasional ketika anda memilih untuk memimpin team ini dalam situasi anda saat ini. Luka di bagian bawah perut anda masih belum pulih 100%, lebih akuratnya, 65%, nodayo."
Tutur Midorima dengan nada tenang dan datar layak biasanya. (F/N) pun hanya menatap datar sang dokter, raut wajahnya terlihat gursah akan pernyataan tepat yang terlontar untuknya. (F/N) pun menggeleng pelan kepalanya sebelum kembali berucap,
"Kau tau, Dokter Shintarō? Rentetan kata-katamu biasa diaplikasikan oleh manusia sebagai rasa khawatir. Aku cukup senang bahwa perlahan kau belajar menjadi manusia."
"B-Bukan berarti saya khawatir akan keadaan anda, Kapten (F/N). Tetapi, saya tidak ingin jumlah korban bertambah banyak. Dan, Anda belum tentu dapat beraktivitas secara normal setelah ini."
"Ssh-Dokter! Ini adalah tugasku sebagai Kapten. Dan tentu saja, aku mengetahui limit dan kondisi badanku sendiri."
"Tetapi-"
"Tidak ada tetapi, aku bisa mengatasi hal ini. Hey, kau malah terlihat lebih khawatir lagi akan kondisiku, dokter."
"Dengan segala hormat kapten (L/N), tidak ada yang bisa menggantikan posisi anda sebagai seorang kapten di sini."
"Ada sang navigator, Dokter. Aku berjanji aku akan kembali dengan selamat."
"Anda yakin, nanodayo?"
Mendengar pertanyaan tersebut, (F/N) terkekeh pelan sebelum dirinya mengikuti gerombolan tim kecilnya untuk memasuki lift. (F/N) beserta para kru pun bergegas menuju ruang transfer, mentransfer diri mereka menuju planet tidak teridentifikasi tersebut.
Sekejap mata, mereka semua sudah berpindah tempat, lebih tepatnya, mereka berada di tengah-tengah hutan belantara yang cukup mencekam dan sepi. (F/N) pun memegang pistol kecil miliknya sebelum berteriak,
"Carilah seluruh sample yang akan kita butuhkan lagi. Jangan sampai terpencar, tetap berdekatan satu sama lain!"
"Baik, Kapten (L/N)!"
Jawab para kru serentak sebelum mulai mengerjakan tugas dalam spesialisasi mereka masing-masing. (F/N) pun berjalan mengelilingi mereka dalam radius cukup dekat. Tetapi entah mengapa, perlahan, (F/N) tertarik tanpa sadar untuk meninggalkan para krunya.
Kabut samar nan tebal menutupi hampir separuh dari pandangan (F/N), kedua matanya samar-samar hanya menangkap ribuan pohon yang tidak terhitung jumlahnya. Tiba-tiba, PDA mini miliknya berdering. Dengan sigap, (F/N) pun mengambilnya,
"Ada apa-?"
"KAPTEN (L/N)! TOLONG KAMI! KAMI SEMUA DISERANG SEKUMPULAN MAKHLUK ASING!"
"Makhluk asing? Tetapi-"
"Maaf-Tolong-"
"HEY!"
(F/N) berteriak dengan suara amat lantang. Tetapi, dirinya sudah terlambat. Koneksi mereka sudah terputus, tidak ada pilihan lain selain (F/N) berjalan kembali menuju poin dimana mereka bersama-sama sampai tadi.
Dan benar saja, tergeletak seluruh material matematis yang digunakan para krunya untuk mengambil sample populasi, kehidupan maupun lingkungan planet tersebut. Sebuah pistol kecil yang similar dengannya pun tergeletak cukup jauh dari tempat tersebut. (F/N) pun mendecih pelan,
"Tch, ada yang tidak beres-"
Gertak (F/N) sebelum dirinya terdiam seribu bahasa. Kedua (E/C)nya pun menatap seluruh penghujung hutan dengan lekat, alih-alih menemukan petunjuk. Bekas-bekas telapak kaki terseret pun sekilas nampak di atas hamparan rumput hijau tua.
"Oke-Aku harus menyusul mereka-"
Tanpa berpikir panjang, (F/N) pun meninggalkan tempat tersebut dan mengikuti petunjuk yang tadi Ia dapatkan. Satu hal yang terlintas dalam pikirannya adalah Menyelamatkan Krunya, tidak mengindahkan akan keadaannya saat ini. Baik dalam persenjataan maupun kekuatan, (F/N) sangat lemah.
Setelah beberapa menit kemudian, (F/N) pun sudah berada di ujung tanduk hutan lebat tersebut. Di depannya, berdiri sebuah kastil besar yang dihalangi oleh tembok-tembok, dan (F/N) yakin bahwa timnya tersebut ditawan di dalamnya.
(F/N) pun mengendap-endap masuk ke dalam lubang kecil yang tertanam di tembok tersebut. Dirinya melanggar peraturan yang sudah ditentukan U.S.S, memasuki wilayah teritorial asing tanpa memberi pemberitahuan. Hal tersebut dapat memicu ketegangan antar Federasi, tetapi, akal sehat milik (F/N) sudah tergantikan dengan rasa cemasnya.
"...."
(F/N) pun memasuki bangunan megah yang terlindung di dalamnya melalui lubang kecil yang dapat dikecam sebagai saluran udara. Anehnya, bangunan tersebut sangatlah sepi dan (F/N) tidak menangkap aura-aura makhluk hidup.
"Aneh-"
Gumam (F/N) dengan suara kecil, kedua alisnya saling bertautan. Dan, (F/N) tidak menyadari bahwa dirinya /memang/ sengaja dikelabui. Seorang alien tiba-tiba memukul punggung (F/N) dari belakang. Dalam hitungan detik, kesadaran terlepas dari tubuh (F/N).
Sang alien membopongnya menuju sel dimana teman-teman setimnya juga ditawan. Tetapi (F/N) tidak ditempatkan di dalam sel-sel tersebut, hanya dibiarkan terikat di luar dalam pengawasan sang alien.
Suara kibasan pisau pada lantai yang cukup keras membangunkan (F/N) dari pingsannya. Pemandangan mengerikan nan kejam terproyeksi di depan kedua matanya, para Alien tersebut sedang menyiksa kru setim (F/N) tanpa ampun.
"TIDAK! LEPASKAN MEREKA!"
Teriak (F/N) seraya berusaha untuk mendekati teman-temannya itu. Tetapi gerakannya terhalang akan ikatan kuat di pergelangan kaki kiri (F/N). Keringat mengucur deras di wajah (F/N), raut wajahnya pun berubah drastis. Tiba-tiba saja, seorang pemimpin para sekelompotan alien tersebut menghampiri (F/N),
"Ufuna bonke abahlobo bakho ukuba ndiye ibe simahla?" (Kau ingin semua semua temanmu kembali dan bebas?)
Sang alien bertanya dengan nada datar terhadap (F/N). (F/N) perlahan menunduk, meratapi kesalahan yang sudah Ia lakukan. Menyesal akan fakta bahwa seluruh kru timnya yang menjadi korban atas kesalahan (F/N) sendiri.
"Awunayo ukuba nathi kusithuthumbisa kubo!" (Kau tidak harus menyiksa mereka juga!)
"Kulungile. Logama nje isinika into esiyifunayo." (Boleh saja. Asalkan kau mengabulkan apa yang kami minta.)
"Ntoni na?" (Apa itu?)
Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut (F/N), sebuah seringai lebar nan jahat terukir di bibir sang alien. Bisa dikatakan, sang alien sangat puas akan kerjasama dan pertunjukkan dari (F/N).
"Ukubulala omnye kuni nonke ashiye kule ndawo." (Bunuh salah seorang di antara kalian semua dan tinggalkanlah tempat ini.)
(F/N) pun terdiam seribu bahasa. Otak serta lidahnya terlalu keluh untuk diajak berbicara. Kru setimnya pun dilepaskan dari jeratan penyiksaan para alien. Mereka pun berteriak memanggil (F/N), yang kemudian, tidak dibalas oleh (F/N).
"Njani?" (Bagaimana?)
"Shensixa. Makhe ndithethe kubo okokugqibela." (Lepaskan mereka. Biarkan aku berbicara dengan mereka untuk terakhir kalinya.)
"Kodwa-" (tapi-)
"Ukundibulala , musa bona." (Bunuh aku, jangan mereka.)
Lantas, alien lainnya melepaskan kru setim (F/N). Mereka pun berhamburan mendekati (F/N) khawatir,
"Kapten (L/N)? Apa yang anda bicarakan dengan mereka?"
"Tidak ada. Pergilah, tinggalkan tempat ini segera!"
"Tidak tanpa anda, Kapten!"
"Aku akan menyusul nanti. Enterprise tidak bisa menangkap signal kita semua di dalam sini, harus di luar istana megah ini."
"Tapi-"
"Keluarlah! Tinggalkan aku, semuanya! Ini perintah!"
Para kru terdiam sebentar, menatap (F/N) dengan tatapan takut bercampur iba. Mereka tidak sanggup untuk meninggalkan (F/N) sendirian, tetapi hal tersebut merupakan perintah. Perlahan, mereka pun meninggalkan (F/N) sendirian, berangsur keluar untuk membebaskan diri.
"Bahlale nje wena. Ngokwesivumelwano, ndiza kukubulala." (Hanya tinggal dirimu. Sesuai perjanjian, aku akan membunuhmu.)
Tutur sang alien sebelum dirinya memukul punggung (F/N), membuatnya batuk dan mengeluarkan darah. Impact yang cukup kuat untuk (F/N),
"...Kutheni? Kutheni na ukubulala omnye umntu?" (Kenapa? Kenapa kau membunuh orang lain?)
"Sobunye ubomi kufuneka idini." (Satu nyawa harus dikorbankan.)
Kembali, (F/N) dipukul dengan kuat dan kencang beberapa kali di perutnya. Bahkan, (F/N) kehilangan suaranya untuk berteriak atau berucap. Pandangan kedua matanya buram, tetapi sekilas, (F/N) dapat melihat sebuah jalan pintas untuk dirinya kabur.
"Thina kuphela apha." (Kita akhiri di sini.)
Tutur sang alien seraya menghunuskan sebuah pedang kecil dari dalam kantung bajunya. Perlahan, Ia mendekati sosok (F/N) yang nyaris lemas. Dengan tenaga yang tersisa, (F/N) pun menendang wajah sang alien.
"Bodoh-"
Gertak (F/N) seraya tangan kirinya menangkap pedang yang terlepas dari genggaman sang alien. Dengan sigap, (F/N) memutuskan tali yang menjerat kaki kirinya. Tangan (F/N) cukup gemetar, bahkan, beberapa goresan membekas di kulit tangan kirinya.
"Mgqibe." (Habisi dia.)
Teriak para alien seraya berlari menuju arah (F/N) dari kejauhan. Perlahan, (F/N) mengangkat seluruh beban dari tubuhnya yang sudah lemas dan tidak bertenaga tersebut dan berlari menuju sebuah pintu yang terbuka. Mencoba untuk melarikan diri.
Di belahan galaksi yang lain, para kru tim (F/N) tertransfer tanpa masalah. Tetapi, dengan buru-buru, mereka semua menuju ke dalam bridge untuk memberikan informasi tentang (F/N).
"SEMUANYA! KAPTEN (L/N) MASIH ADA DI SANA!"
"Kenapa beliau meninggalkan kalian?"
"Kami tidak tau.. Tetapi, beliau mungkin melakukan perjanjian dengan mereka, kami tidak mengerti bahasa yang dipergunakan."
"Apa kapten (L/N) baik-baik saja di sana?"
"... Tidak, kondisinya cukup buruk.."
Lantas, Midorima yang sedari tadi terdiam mulai menyelak pembicaraan mereka. Rasa cemas dan takut muncul dalam benaknya ketika mendengar nama (F/N), tetapi Ia belum mampu mengakuinya.
"Cukup buruk bagaimana, nodayo?"
"Detak jantung tidak terkontrol, napas terengah-engah dan Kapten (L/N) sempat kehilangan kesadarannya sekali."
Kedua mata Midorima terbelalak setelah mendengar jawaban dari para kru senior tersebut. Lantas, Ia mendekati kursi sang navigator yang bertugas menjadi kapten sementara,
"Kapten, Saya butuh izin untuk membantu kapten (L/N)."
"Akan terlalu beresiko jika anda pergi ke sana, dokter Midorima."
"Kapten (L/N) berada dalam keadaan gawat, sangat tidak masuk akal ketika kita, para awaknya, meninggalkan dirinya sendirian di sana, nodayo."
"Kami tidak ingin ada korban berjatuhan lagi, dokter."
"Saya bisa bertarung, nodayo."
"Kau yakin?"
"Diambil dari batas nilai 1-10, saya berada di antara 9 dan 10."
"Baiklah. Jangan lupa bawa persenjataan dan obat jika kau perlu."
"Terima kasih, kapten."
"Tidak masalah. Aku senang jika kau ingin berpartisipasi."
Lantas, Midorima bergegas mengambil sebuah peluru kecil yang biasa dipergunakan menjadi senjata sebelum masuk ke dalam ruang transfer. Secepat kilat, Midorima sudah terpindahkan di luar kastil dimana (F/N) berada. Midorima pun dengan berhati-hati memasuki kastil tersebut untuk menemukan (F/N).
Baru saja selang beberapa menit Midorima terpaku di dalam kastil tersebut, Ia mendengar suara jeritan seorang perempuan, tidak lain adalah (F/N).
"KAPTEN!"
Midorima spontan berteriak sebelum dirinya berlari menuju sumber arah teriakan tersebut. Betapa kagetnya dirinya ketika menemukan bahwa (F/N) tergeletak di beberapa anak tangga, (F/N) nyaris tidak bisa bergerak. Darah mengucur dari dada bagian kirinya,
"Kapten?!"
Panggil Midorima dengan suara lembut kepada (F/N). Mendengar suara tersebut, (F/N) perlahan mengadahkan dagunya ke atas. Kedua iris (E/C)nya beradu pandang dengan Iris hijau milik Midorima,
"Aa-Shintarō?"
"Kapten?! Anda tidak apa-apa, nodayo?!"
".. Kau terlalu mengkhawatirkanku, padahal sudah kubilang.."
"Saya tidak mengkhawatirkan anda, kapt-"
"Kalau kau tidak mengkhawatirkanku, kenapa kau ada di sini? Aku butuh jawaban, dokter Shintarō Midorima."
Rentetan kata dari (F/N) sukses membuat Midorima tersipu malu, warna hijau samar mewarnai ujung telinga runcing milik Midorima. Ia terdiam sebentar sebelum kembali memberanikan diri untuk berkata,
"Entah perasaan apa yang mendominasi pikiran saya akhir-akhir ini, sangat tidak masuk akal dan masuk logika tetapi-Keberadaan anda penting bagi saya, Kapten (L/N). Dan, saya tidak ingin kehilangan perasaan aneh ini."
(F/N) yang mendengar pernyataan /cukup/ mengejutkan dari sang dokter pun hanya bisa mengukir sebuah senyuman tipis nan tulus,
".. Aku tidak menyangka bahwa kau sudah bisa mengidentifikasi perasaan seorang manusia, perasaan itu disebut cinta, dokter."
"Cinta..?"
"Ya."
Tiba-tiba, runtutan tembakan terlepaskan ke arah mereka. Untungnya, kebanyakan dari tembakan tersebut meleset dan mengenai dinding-dinding di sekitar mereka. (F/N) yang sedari tadi lemah, perlahan, sekarat dan menutup kedua matanya.
"Tidak, kapten-TIDAK!"
Teriak Midorima dengan suara lantang seraya mengguncang-guncangkan tubuh (F/N) yang kaku tersebut. Segera, Midorima mengangkat tubuh (F/N) dan mendekapnya dengan kedua lengan kekarnya.
"Tch, nodayo."
Gumam Midorima kesal sebelum kedua kakinya tergerak untuk meninggali kastil tersebut dan lari dari segerombolan Alien yang masih mencari (F/N). Midorima pun hampir jatuh beberapa kali karena runtuhan-runtuhan dinding yang jatuh, untunglah, (F/N) didekapnya sangat erat.
Beberapa meter terlintas, akhirnya, Midorima keluar dari kastil megah tersebut. Dan tidak disangka, gerombolan alien tersebut sudah menunggu keduanya,
"Oh tidak-"
Beberapa senjata asing teracung ke arah Midorima dan (F/N), bahkan para alien sudah siap menarik pelatuk. Tetapi tiba-tiba, (F/N) dan Midorima menghilang dari tempat tersebut dan tertransfer kembali ke dalam ruang transfer.
"Untunglah kalian berdua selamat, dokter Midorima dan Kapten (L/N).. Nyaris saja kami tidak dapat menangkap sinyal anda dikarenakan gerakan-gerakan."
"Ya.. Saya butuh pertolongan para suster, kita harus segera menolong kapten (L/N), denyut nadinya melemah!"
Maka, Midorima bergegas membawa (F/N) menuju Medbay dan menyelamatkan (F/N) yang tengah sekarat tersebut. Satu minggu pun berlalu, (F/N) masih tenggelam dalam koma. (F/N) pun dipindahkan menuju bumi demi kenyamanan dirinya.
< Time Skip, brought you to USS Kelvin/5 >
Suara kicauan burung-burung terdengar samar-samar ke dalam sebuah ruangan kecil berbentuk persegi panjang, kira-kira 5*4 meter, ruangan yang steril dan dikhususkan untuk rawat inap para Kadet di Starfleet. Di sanalah (F/N) ditempatkan. Perlahan, (F/N) membuka kedua matanya.
"Uh..?"
Kedua iris (E/C)nya terbuka lebar, sosok seorang Shintarō Midorima lah yang pertama kali Ia tangkap. Midorima cukup terkejut ketika (F/N) tiba-tiba terbangun,
"Kapten (L/N)? Anda sudah bangun?"
"Uhh-Aku ada dimana?"
"Di bumi, Starfleet's hospital, Kapten."
"Berapa lama aku sudah tidak sadarkan diri-?"
"Kira-kira 1 minggu, nodayo."
"APA?! Uhhh-Lalu, bagaimana dengan Enterprise?"
"Admiral menarik Enterprise, jadi kita semua mendapat liburan, nodayo."
"... Oh..."
(F/N) pun memilih untuk terdiam selama beberapa detik, merasakan bahwa dirinya harus menanggung seluruh ganjaran ini. Midorima yang /tidak/ sengaja menangkap (F/N) yang terlihat gusar mulai kembali membuka pembicaraan,
"Kapten (L/N), anda disarankan untuk tetap tinggal di sini selama 3 hari sebelum keluar, nodayo."
".. Aku sudah baik-baik saja! Tidak perlu lama!"
".. Tidak, kapten. Terakhir kali anda berkata seperti itu, anda pulang dengan keadaan /nyaris/ meninggal."
"Uh.. Baiklah..."
"Anda cukup beruntung karena ditangani cepat. Anda nyaris kehilangan banyak darah, bahkan sekarang, darah yang mengalir di dalam tubuh anda cukup sedikit."
"Separah itu kah-?"
"Parah, nodayo."
(F/N) menautkan kedua alisnya sebelum menganggukkan pelan kepalanya berulang kali. Vulcan memang tidak pernah berbohong dan tidak suka akan segala hal yang tidak masuk akal.
"Hanya itu?"
"Luka di sekujur tubuh anda memerlukan waktu cukup lama untuk sembuh, nodayo."
"Tidak-Bukan itu-"
"Maksud anda, kapten (L/N)?"
Tanya Midorima kembali kepada (F/N). Mulut (F/N) menganga lebar, Ia bahkan tidak sadar akan seluruh pernyataan yang keluar dari mulutnya. Sekilas, (F/N) pun mengingat pernyataan yang terlontar dari mulut sang dokter,
"Kau berbicara tentang perasaan.. Saat aku sedang sekarat.."
"Perasaan? Saya rasa hal tersebut tidak penting untuk kembali diungkit, kapten (L/N). Jadi dengan hormat, saya ingin hal tersebut dilupakan."
"Tapi-"
"Saya mohon."
Seorang Vulcan memang tidak dengan mudahnya mengakui perasaan mereka, (F/N) pun menyadari akan hal tersebut. Sejujurnya, (F/N) sudah mencintai Midorima jauh sejak ketika pertama kali mereka berdua bertemu. Dengan excuse pekerjaan, (F/N) pun dapat bercengkrama dan bekerja sama dengan Midorima. Selalu (F/N) berharap bahwa Midorima akan sadar akan perasaannya, dan bukan cinta bertepuk sebelah tangan.
Lantas, (F/N) menghela napas panjang sebelum melipat kedua lengannya di depan dadanya dan kembali berbicara,
"Akan kulupakan, tetapi satu hal-"
"Apa itu, kapten (L/N)?"
"Katakan sejujurnya tentang perasaanmu terhadapku, Shintarō."
"Kapten-"
"Aku mohon."
Midorima kembali tersontak, kapten yang selama ini Ia kagumi dan membuatnya terkecamuk dengan sebuah perasaan yang disebut cinta itu meminta kepastian. Midorima pun menjadi gugup,
"K-Kapten, S-Saya..."
"Kamu?"
"Ci-Ci-"
"Cicak?"
"Saya cinta anda, kapten (L/N)."
Semburat merah tipis nan samar pun spontan mendekorasi kedua pipi (F/N). Ia tidak menyangka bahwa Midorima akan menyatakan perasaan tersebut dengan jelas dan tegas. (F/N) pun kehilangan kata-kata,
"Anda tidak perlu menjawabnya, kapten (L/N). Akan sangat wajar jika seorang wanita sesempurna anda menolak seorang pria tidak jelas-"
Midorima tidak bisa menyelesaikan kalimatnya ketika (F/N) mendorong leher belakang Midorima dengan cukup kuat dengan tangan kirinya. Kedua bibir mereka bertemu satu sama lain dan terhubung akan sebuah ciuman manis nan panjang. Beberapa detik kemudian, (F/N) melepaskan tautan pada bibirnya,
"Aku juga mencintaimu, dokter Midorima Shintarō. Bahkan, aku tidak menyangka bahwa perasaanku ini berbalas.."
"Bukan berarti aku senang akan hal ini, tetapi-"
"Kau terlalu banyak mengelak! Senanglah sedikit!"
"Tidak bisa, nodayo. Anda terlalu susah untuk ditangani."
(F/N) mengembungkan kedua pipinya sebelum tangan kirinya menggenggam tangan kanan milik Midorima, alih-alih ingin melakukan tradisi Vulcan kissing. Mendapati hal ini, Midorima tersenyum tipis tanpa alasan,
"Mohon bantuannya, dokter Shintarō."
"Mohon bantuannya juga, Kapten (F/N)."
Dari sanalah, hubungan antara (F/N) dan Midorima yang awalnya sebatas kapten dan awaknya berubah menjadi sebuah hubungan yang lebih kekal dan manis, pasangan kekasih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top