02.
Geo Archon merupakan dewa yang selama ribuan tahun namanya di sembah oleh rakyat Liyue. Setelah kematian-Nya pun banyak diantara rakyat-Nya mengenang nama-Nya bahkan masih mengabdikan diri diatas nama-Nya.
Morax telah menjaga Liyue selama ribuan tahun lamanya. Mengamati kegiatan dan perkembangan Liyue dengan kedua matanya sendiri. Dibawah langit terang maupun mendung. Sang Geo Archon terus mengawasi Liyue tanpa tahu kapan dia harus beristirahat.
Kematian Morax terdengar sangat mustahil namun Zhongli dan Fatui berhasil membuat kisah kematian sang Geo Archon nampak lebih meyakinkan. Apalagi berkat bantuan Childe yang bersedia berperan menjadi tokoh Villain. Bahkan sang penggembara hampir saja ikut tertipu dan hampir menyerah untuk menemukan sang Geo Archon.
Walaupun pada akhirnya keduanya sama-sama mengetahui kebenaran dibalik kematian Rex Lapis.
Zhongli sungguh berterima kasih akan perbuatan Childe. Namun sepertinya sang tuan Harbinger masih saja salah mengartikan ucapan terima kasihnya.
Dia dulunya adalah dewa yang disembah oleh manusia. Baginya meminta bantuan manusia merupakan suatu jalan terakhir yang mulanya enggan untuk dilakukannya. Mungkin karna pembawaannya sebagai dewa. Zhongli tidak memikirkan apapun ketika dia menyembunyikan sesuatu dari Childe. Tapi tanpa diketahuinya. Hati manusia lebih rumit ketimbang pengetahuan lainnya. Zhongli tak akan pernah memahami bagaimana perasaan Childe yang merasa telah tertipu dan dimanfaatkan olehnya, walaupun ketika dia menyembunyikan rencananya tersebut, dia sama sekali tak ada maksud demikian.
"Wah. Zhongli-san bertengkar dengan Tartaglia?" begitulah komentar Aether ketika dia mendengarkan keluh kesah dari sang mantan Geo Archon yang bingung bagaimana caranya ia memperbaiki hubungannya dengan anggota elit Fatui.
"Kukira Zhongli-san tidak akan pernah mempermasalahkan hal sepele semacam itu," imbuh Aether seraya melahap makanan yang disajikan didepannya. "Apalagi ini si Tartaglia yang sedang kita bicarakan," ujar Paimon ikut-ikutan.
"Kukira juga akan lebih baik membiarkannya. Tapi dia sudah banyak membantuku," jawab Zhongli sambil mengosok tengkuknya dengan canggung. "Dan terakhir kali aku bertemu dengannya. Sepertinya aku telah menyinggungnya," tambahnya membicarakan kejadian kemarin.
"Nah. Childe bukan satu-satunya orang paling normal yang bisa kau temui di Tevyat. Sesama orang nyentrik bukannya kau terlalu memperdulikannya?"
"PA-PAIMON!!" seru Aether yang memucat akan ocehan tak sopan partnernya. Zhongli bukanlah tipe orang yang gampang tersinggung namun dia juga tidak ingin masuk ke dalam daftar "orang-orang yang kurang disukai Zhongli" seperti Hu Tao dan Venti-----Perlu diingat juga kalau dia masih banyak membutuhkan arahan dari Zhongli. Lantaran saat ini cuma dia satu-satunya Archon yang paling mudah ditemui.
"Ma-maksudnya.....sejak kapan Zhongli-san sedekat itu dengan Tartaglia?" tanya Aether yang berusaha memperbaiki ocehan lancang yang baru saja keluar dari mulut kurang ajar Paimon. "Kalian tidak mungkin bertengkar tanpa memulai pertemanan," jawabnya setelah bertemu dengan tatapan bingung Zhongli.
"Kalau kalian menganggap satu sama lain hanyalah orang asing. Sekarang Zhongli-san tidak akan dibuat pusing oleh tingkah aneh Tartaglia kan?" Aether lalu mengimbuhkan diikuti dengan senyuman yang menyegarkan. Pemuda pengembara itu telah banyak mengenal orang-orang dari penjuru dunia. Dalam bidang ini, tentu Aether jauh lebih bisa diandalkan.
Mungkin ini saatnya Zhongli meminta bantuan si pengembara untuk memecahkan masalahnya.
"Walaupun kau minta bantuanku.....aku sendiri tidak begitu memahami Childe," jawab Aether seraya tersenyum segan. "Bagaimana kalau mengajaknya makan malam? Aku yakin dia akan senang menerima undangan darimu," tambahnya berpendapat.
Zhongli lalu mengangguk saja, dengan mudah menyetujui pendapat Aether. Apalagi selama ini yang ribut mengajaknya pergi jalan-jalan melihat pemandangan kota selalu Childe. Ini mungkin adalah kesempatan baik untuk membalas budi.
".....zhongli jangan sampai kau lupa bawa dompetmu," tegur Paimon sambil bersedekap dada. Gadis kecil itu nampak prihatin saat Zhongli terdiam beberapa saat. "Bakal tambah runyam kalau kau sampai membuatnya mentraktir mu disaat kalian masih bertengkar," imbuhnya yang mendapat anggukan mantap dari si pengembara.
"Ah tenang saja. Akhir-akhir ini aku selalu mencemaskan Childe-dono sampai-sampai aku tak berhenti memikirkan Mora," jawab Zhongli dengan senyuman percaya diri---yang sebaliknya membuat Paimon berwajah masam. Apakah keberadaan Childe dan Mora sama saja dimatanya!!? ingin si gadis kecil itu ber-Tsukomi demikian. Sementara Aether tertawa kecil melihat wajah Paimon yang sedang menahan dirinya itu.
OXO
Menjelang matahari tenggelam. Childe mendengar jendelanya diketuk dari luar. Masa di jaman sekarang pencuri mengetuk dulu sebelum menjarah isi rumah orang lain? Childe sempat dibuat heran namun memutuskan untuk membuka jendelanya.
Sepasang bola mata birunya lantas membulat sempurna ketika dia menemukan sosok indah pujaan hatinya di balik pintu jendela. Tak mudah baginya untuk mempercayai siapa yang sedang berada di depannya itu. Childe tengah mabuk, mungkin saja sosok tersebut hanyalah ilusi yang diciptakan oleh hasrat pribadinya. Dia mungkin terlalu merindukan Zhongli.
"Childe-dono," bahkan suara yang memanggilnya terasa begitu nyata. Sampai sejauh mana imajinasinya?
"Maaf aku masuk tidak dari pintu utama. Tapi kau sendiri juga sering menyusup ke rumahku seperti ini," ujar Zhongli kemudian melompat masuk ke dalam ruangan pribadi sang Harbinger.
Childe masih tak berbicara, dia nampak seperti melamun dengan wajahnya yang semerah tomat. Zhongli kini dibuatnya cemas, lalu ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Childe.
"Sebenarnya niatku kemari karna ingin mengajakmu makan malam. Tapi sepertinya aku harus menundanya huh," komennya setelah dia menyadari suhu tubuh Childe yang agak tinggi.
"Zhongli sensei mengajakku makan malam!!?" gumam Childe seraya tersenyum kekanakan. Dia nampak sangat senang, sampai-sampai menarik Zhongli masuk ke dalam pelukannya. "Apa kau sudah memutuskan mau makan dimana?" tanyanya seraya mengeratkan dekapannya. Zhongli sampai tak berkutik karnanya, tidak enak pula menolaknya sekarang.
"Hari ini kita makan disini saja. Apalagi Childe-dono, kau perlu beristirahat," jawab Zhongli yang dibuat kesusahan untuk menjaga keseimbangannya. Dengan kakunya posisi mereka sekarang, lama kelamaan Childe bisa menarik mereka berdua jatuh.
"Hahaha..." Lagi-lagi Childe terkekeh dengan suara kekanakan.
Melihatnya bertingkah manja, Zhongli pun ikut tersenyum dan mulai berpikir laki-laki dewasa semacam Childe ternyata juga bisa nampak menggemaskan.
"......aku menyukaimu Zhongli sensei," tiba-tiba Childe berbisik di telinganya. "Aku...mencintaimu," ujarnya membenarkan dengan suaranya yang lirih seperti merengek. Bagaikan anak kecil yang memohon perhatian----cuman mana mungkin ada anak-anak yang berbau alkohol seperti dirinya.
Zhongli sempat mematung lalu berkedip setelah beberapa saat mencerna pengakuan itu. ".....terima kasih Childe-dono," balasnya dengan senyuman ramah yang tak sempat dilihat lawan berbicaranya yang kini sedang tertidur pulas di dalam pelukannya.
OXO
Dua jam kemudian,
Mereka berdua sudah duduk bersebrangan di meja makan yang diatasnya telah tertata rapi masakan buatan tangan Zhongli. Berkat kejadian sebelumnya, keduanya pun makan dalam keheningan. Terbanding terbalik dengan niat awal Zhongli yang ingin memperbaiki hubungan mereka.
"Um...childe-dono..."
"Aku masih mengingatnya. Apa yang baru saja ku ungkapkan pada Zhongli sensei," sela Childe ketus. Tiba-tiba dia nampak agak jengkel lantaran sepasang sumpit yang sedari tadi susah dikendalikannya-----yang juga merupakan alasan utama Zhongli memanggilnya tadi. Sang mantan dewa Liyue cuma ingin menawarinya sendok garpu.
Memperhatikan bagaimana gigihnya Childe berjuang untuk memakan nasinya lantas menarik senyuman di bibir Zhongli. Sepertinya pria yang berasal dari negara salju itu tak membutuhkan sendok garpu. Childe bukan tipe orang yang gampang menyerah, walaupun disaat menghadapi masalah sekecil apapun.
"Aku senang karna Childe-dono rupanya tidak membenciku....." ucap Zhongli sebelum memasukan sesuap penuh nasi ke dalam mulutnya. Sementara Childe menatapnya dengan satu alis terangkat.
"Walaupun aku ingin berbaur dengan manusia tetapi tak akan mengubah kenyataan kalau aku bukan manusia. Maafkan aku karna telah menyinggungmu dengan ketidak pekaanku," terang Zhongli kemudian.
Childe jadi sempat terdiam sejenak sebelum meletakan sumpitnya di atas meja. Zhongli pun lalu memperhatikan wajahnya dan kembali tertawa kecil. "Ada butiran nasi yang menempel di pipimu," ujarnya dengan lembut hampir keibuan seraya mengambilkan nasi tersebut. "Padahal tidak ada yang memaksamu untuk makan pakai sumpit. Aku tidak masalah kalau kau makan pakai sendok," komennya kemudian.
Ketika dia melihat senyuman Zhongli, seolah-olah pada detik itu juga Childe mendapatkan ilham. Tiba-tiba saja dia menyadari apabila menangani Zhongli tidaklah serumit apa yang selama ini dikiranya.
Selain mantan dewa Liyue. Zhongli hanyalah pria bodoh yang tak memahami perasaan orang lain. Barusan Zhongli sendiri sampai mengakui ketidak pekaannya tersebut.
Tiba-tiba dia pun juga mulai kepikiran.
Sekarang masih cuma dia seorang yang berusaha menarik perhatian Zhongli. Bagaimana kalau ada pria lain atau bahkan wanita lain yang berusaha membuat Zhongli melirik kepada mereka? Dan bagaimana kalau Zhongli yang selalu serius terhadap segala itu, juga menganggap serius mereka?
Membayangkan kalau suatu saat nanti dia kemungkinan akan mendapatkan saingan saja sudah membuatnya ingin mengacak-acak seisi Liyue.
TO BE CONTINUE
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top