Uranus dan Majikan botak

Tap tap tap

Suara langkah kaki, yang kuyakini milik Plutana si manusia pelit. Berkali-kali aku hanya diberi makan dengan tulang-tulang sisa makannya, bahkan tidak ada sedikitpun daging yang tersisa. Ingin kuberkata, 'Apa kau tak memiliki prikehewanan, sehingga aku selalu terabaikan?'

"Meoww." kuhampiri Plutana, menempelkan kepalaku di kakinya. Aku gerakkan kepala dan badanku berputar-putar di kakinya.

Namun, dia berusaha menjauhkanku darinya. Saatku berusaha menempelkan kepalaku di kakinya kembali, tiba-tiba tubuhku terlempar. Badanku terasa sakit, dia menendangku.

"Mweeyau...." Aku berteriak sekencang mungkin, sebagai penyampaian rasa sakitku.

Meringkuk, sakit, kumenahan semua. Tapi, lapar juga menyerbu perutku. Bertambah pula penderitaanku. Mencoba untuk tidur, walau sulit rasanya. Dengan sedikit rasa gelisah antara menahan sakit dan juga lapar, kesadaranku mulai memudar. Dan semuanya gelap.

•••

Lega rasanya setelah tertidur tubuhku sudah tidak merasakan sakit lagi. Bahkan lapar yang sempat menyerang juga memudar, hanya sedikit haus yang tertinggal. Aku bangkit, mencari genangan air di luar rumah. Sepertinya baru saja ada air jatuh ( hujan ).

"Hai, Uranius. Apa kabarmu, tadi aku mendengar rintihanmu?" tanya Kodok tua yang menghuni selokan.

"Hai juga Pak, Kodok. Aku baik-baik saja," jelas Uranius, "hanya saja, si botak tetap tidak memberiku makan. Aku kelaparan, juga kesakitan." lanjutnya.

"Memangnya apa yang dia lakukan padamu, Uraranus?" tanya Kodok itu lagi.

"Dia menedangku, aku menjerit dia tidak memperdulikannya. Aku ingin pergi, tapi tidak tau akan pergi kemana. Jadilah, aku bertahan dengan penuh tekanan." jelas Uranius.

"Kasihan sekali dirimu, bersabarlah. Pemilikmu mungkin sedang tidak memiliki tulang untukmu!" ucap Kodok.

"Walau tidak dengan tulang, aku juga mau walau hanya dengan makanan dari kedelai berwarna coklat itu (tempe goreng). Apapun, agar aku tidak kelaparan."

"Tenanglah, --"

Sebelum Pak Kodok melanjutkan perkataannya aku sudah pergi menuju rumput-rumput hijau. Aku mengendus rumput itu, menikmati harumnya. Menghiraukan Pak Kodok yang sedang memarahiku dari kejauhan.

'Mungkin hari ini aku akan memakan rumput ini' pikirku. Aku menggigit ujug daun, tidak terlalu buruk. Tanpa mengunyahnya aku langsung menelan rumput ini, terus menerus hingga mengganjal perutku. Belum sampai kenyang perutku terasa diaduk. Rumput ini tidak cocok untuk perutku.

"Hookk, hookk, hookk--" terus badanku bergetar hebat pepalaku berdenyut, hingga daun-daun yang telah kutelan kini berada di tanah kembali.

"Tidak akan mengulanginya lagi, walau lapar aku akan tidur saja," ucapkan pelan.

"Nus, Uranus. Kemarilah, makananmu sudah siap." Plutanus memanggilku.

Dengan kecepatan sedang aku berlari menghampirinya, dengan semangat aku berseru pada pemilikku.

"Meowww, meoww, meowww." tidak perduli wajah kesal majikan ku. Yang Ku perduli kan hanyalah tulang ditangannya.

Terlihat menggiurkan, bau yang kugemari mendarat manis di indra penciumanku.

"Meow, meow, meow...."

Terus berseru kegirangan, akhirnya aku mendapatkan makanan. Tidak sabar untuk menggigit tulang itu, pasti rasanya nikmat. Pemilikku melemparkan tulang di hadapanku, langsung saja kugigit dan kubawa lari. Mencari tempat aman, walau tidak mungkin ada yang mencurinya dariku tapi itu memang kebiasaanku. Tepat dibawah meja dimana majikan ku meletakkan makanannya, menikmati tulang yang sangat keras ini.

Setelah selesai menghabiskan makananku, aku pergi mencari majikanku. Aku ingin meminta makanan lagi, perutku masih belum kenyang. Berputar-putar mengelilingi rumah, tapi belum juga melihat batang hidung pria botak itu. Putus asa mencarinya, akhirnya aku mencari tulang di meja.

Aku melihat ada sepotong daging, terlihat sangat menggiurkan. Naluriku berkata ingin segera menerkamnya, tapi itu milik plutana. Otakku berpikir untuk menjauh dari tempat ini, tapi kakiku justru berjalan mendekat ke arah daging. Aku tidak bermaksud untuk mencuri daging ini. Bagaimana caranya aku bisa menolak rejeki nomplok seperti ini. Tidak bisakah plutanus datang dan mencegah tubuhku yang kian mendekat ke arah daging ini. Aku sungguh gegana, otakku mulai berfikir tidak waras dengan menyetujui gerak tubuhku.

"Bagaimana ini, apakah yang akan terjadi padaku jika kumakan daging ini. Tapi jika tidak kumakan sayang juga, Plutana tidak akan pernah membiarkanku merasakan bagaimana rasa daging yang sebenarnya!" ucapkan sembari berfikir.

Akhirnya aku memutuskan akan memakannya, tidak perduli jika Plutanus marah padaku. Toh aku sudah biasa terkena tendangannya ataupun tidak diberinya makan. Ini adalah kesempatan emas, bagaimana bisa aku menolaknya. Saat berasa di depan piring dimana ada terdapat daging disana.

"Meoww,"

Aku mengeong, berjaga-jaga jika Plutana datang tiba-tiba. Hanya untuk merasakan daging saja aku harus mencuri, gimana dengan istrinya kelak. Mungkin akan berantam setiap hati.

Aku mengambilnya, menggigitnya dan merasakan sensasi saat mengunyahnya. Sungguh nikmat, jika saja setiap hari aku makan seperti ini mungkin badanku tidak akan kurus begini.

"Meoww," kumeraung sebagai ucapan kegembiraanku, menikmati daging.

Belum sempat aku menghabiskannya, Plutana datang.

"Hei, dasar kucing kurang ajar. Sudah diberi makan masih mencuri dagingku!" marah Plutana, dia melemparkan sapu lantai yang ada disudut ruangan.

Aku turun dari meja, langsung berlari entah kemana. Plutana masih mengejar ku dengan sapu ditangannya.

"Awas kamu ya, kalau sampai pulang akan kupotong kau menjadi santapanku. Siap-siap saja kau, kucing gila!" teriak Plutana.

Masih berlari, tidak tau aku akan kemana. Jika pulang pasti Plutana akan memotongku. Jika tidak pulang aku mau kemana. Aku berjalan gontai, menuju tempat yang bisa dijadikan rumah sementara.

"Hei, Uranius. Mau kemana kau?" tanya Pak Kodok.

"Tidak tau, pak. Aku sendiri masih bingung," jawabku.

"Di taman banyak orang berlalu lalang, jika kamu kesana mungkin kamu akan mendapatkan majikan baru. Tapi ditama tempatnya luas, saya tidak bisa menjamuin jika kamu pergi kesana." Pak kodok nampak sedih, "lalu siapa lagi yang akan menjadi temanku disini jika dirimu pergi?" lanjutnya.

"Jangan takut Pak, aku tidak akan pergi jauh darimu. Jika aku tetap di rumah itu, aku akan mati perlahan-lahan. Majikan ku sangatlah pelit dan jahat!" jawab Uranius.

Tetap saja walau sudah aku jawab, pak kodok tetap sedih.

"Baiklah, tapi jangan lupa denganku. Kapan-kapan berkunjunglah, aku tidak memiliki teman lain yang sepertimu." Pak Kodok melompat masuk ke selokan.

Yah, aku berjalan ke segala arah. Mencari tempat yang dibilang oleh Pak Kodok. Ini adalah kesempatan untukku mendapatkan majikan yang baik dan juga menyayangiku. Walau dalam hati kecilku, aku masih sangat ingin majikanku yang botak itu mencariku. Merawatku kembali bahkan dia berubah menjadi seorang majikan yang baik, penyayang dan juga tidak pelit. Tapi, apalah daya. Dia tidak seperti itu.

Aku terus berjalan, berjalan pada jalan rang sangat ramai. Banyak pula kucing terdampar sepertiku, bedanya kucing-kucing itu terlihat lebih mengenaskan. Apa karna nasib mereka awalnya sepertiku, lalu tidak juga mendapatkan seorang majikan.

Aku jadi takut akan menjadi seperti mereka, bulu yang kusam, badan yang kering layaknya hanya kulit dan tulang. Apa aku harus kembali ke rumah majikanku yang botak itu. Tapi, aku belum siap untuk dipotong.

Setelah memikirkannya matang-matang akhirnya aku memutuskan untuk kembali saja ke rumah majikan botakku. Apakah nanti dia akan memotong aku, itu urusan terakhir. Intinya aku lebih memilih mati ditangan majikanku daripada mati karna terlantar seperti itu.

Berlari kecil, dengan perasaan sedikit ringan. Aku kembali berjalan menyusuri jalanan yang beberapa jam lalu kulintasi. Butuh waktu satu jam setengah untuk aku sampai kerumah majikan botak itu.

Dengan riang kubersenandung kecil, entah ada yang mengerti laguku atau tidak.

"Meow, meow, meow...."

Setelah sampai, rumah itu tertup. Ada dimana dia.

"Meoww!!"

"Meoww!!"

Dia tidak ada, lebih baik aku tidur dulu disini. Daripada aku seperti kucing yang haus gendongan, mending aku tidur. Belum sampai tidur aku mendengar suara langkah kaki.

"Uranus, dari mana saja kau. Aku mencarimu kemana-mana!" bentaknya.

"Meoww," jawabku entah dia mengerti atau tidak.

"Kau pikir apa hah, aku akan memotong dirimu begitu?" si botak bertanya pertanyaan yang tidak mungkin kujawab, walau kujawab dia tidak akan mengerti.

"Tidak mungkin aku memotongmu hmm, kau kucing kesayanganku, teman satu-satunya dalam rumahku. Walaupun aku kejam tapi aku sayang padamu!" aku hanya menatapnya. Tidak percaya, yang itulah yang kurasa.

Dia menyayangiku, benarkah itu. Betapa senangnya hatiku mendengarnya. Aku sungguh tidak menyangka, itu benar-benar membuatku bahagia. Sungguh.

Aku berjanji tidak akan pergi dari tempat iniapapun yang terjadi. Walau plutana si majikan botak ini tidak memberiku makanlagi. Aku sudah sangat bahagia sekarang. Bahagia!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top