VII. Ataque

Langkah yang serentak dalam senyapnya dini hari menuntun mereka keluar dari gerbang akademi.

Di belakang sana, nampak Tuan Nata dan pendamping setianya-Tuan Aeon-melambaikan tangan tanda ucapan perpisahan. Hanya ada mereka berdua, karena katanya para guru lain masih sibuk mempersiapkan pertahanan untuk berjaga-jaga, jika saja ada serangan mendadak seperti semalam.

Sementara itu, Tuan Gilbert-guru yang menomorsatukan Deren-pergi selepas sebuah percakapan yang terlihat rahasia terjadi di antara mereka berdua. Tuan Gilbert acuh tak acuh begitu melihat kedatangan Olive dan yang lain turun dari gedung asrama. Anehnya juga, tidak ada raut heran atau tersinggung sedikit pun di wajah Tuan Nata saat Master Psyche itu mengatakan, bahwa dirinya lebih membutuhkan istirahat daripada mengurusi hal yang tak perlu.

Raybie berdecih di tengah-tengah mereka yang menyusuri jalan menurun di hutan. "Apa-apaan guru kesayanganmu itu, Deren? Kalaupun dia tidak menyukai siswa lain selain dirimu, setidaknya bukankah ia harus menjaga sikap?" katanya sebal.

Deren hanya mendelik, Rellia-lah yang mewakilinya meninju lengan Raybie. "Kau yang jaga sikap. Pakai kata beliau. Bagaimanapun, Tuan Gilbert gurumu juga."

"Apa pedulimu?" Sembari meringis mengusap-usap bagian lengannya yang kena pukulan, Raybie memberungut tidak terima. "Bisa tidak, sih, kau tidak main tangan? Aku yakin kalau kau seperti itu, banyak yang akan terpikat padamu," kata Raybie ragu-ragu, sembari melirik Olive dari ujung matanya, yang mana Olive hanya fokus memperhatikan pohon-pohon menjulang tinggi di samping kiri dan kanan.

Cyane mengulum senyum melihatnya, setengah merasa sayang karena sahabatnya sebodoh itu untuk menyadari gelagat Raybie selama ini. Lantas, Cyane menarik bahu Lias dan berbisik. Membuat senyum miring terulas di wajah Lias.

Lingkungan akademi sudah tertinggal jauh di belakang sana. Yang ada kini hanyalah pohon-pohon pinus yang diterangi beberapa lentera tanpa penyangga, letaknya berada di antara dedaunan. Atau, entah daun-daun itu yang justru mengeluarkan penerangan.

Dapat dilihat bahwa hanya saat mereka berjalan saja penerangan itu menyala. Selepasnya, jalan di belakang pun kembali ditelan gelap.

"Raybie," kata Lias, sebelah sudut bibirnya terangkat tipis. "Kalau kau yang suka padanya, bilang saja. Tidak usah pakai pengandaian. Malu karena dia temanmu?"

Raybie melotot. "Bukankah kau yang seharusnya dapat pertanyaan ...." Tiba-tiba ia berhenti, sadar kalau langkahnya adalah bunuh diri. Di detik berikutnya, Raybie mengubah pertanyaan, "Tidak, tidak. Kau seharusnya mengacuhkanku, bukan? Kenapa tiba-tiba menyimak pembicaraan kami? Kau tertarik padanya juga?" Kedua tangan Raybie bersilang di depan dada. Ia menirukan senyum yang Lias pasang.

"Ha. Juga, katamu? Kau baru saja bunuh diri. Mengakulah."

"Untuk apa aku mengakui sesuatu yang tidak kurasakan?"

"Tidak usah berlagak meralatnya."

"Aku bahkan pernah mengatakan bahwa kita adalah rival. Apa yang kau keras kepalakan ini? Kau takut aku menyerangmu tiba-tiba?"

"Heh. Seakan kau mampu saja."

Cyane tersenyum pasrah, ia benar-benar tidak bisa mengandalkan Lias. Nate pun sampai geleng-geleng kepala, bersama Regan yang menyoraki kalau mereka harus meminta persetujuannya lebih dulu sebagai kakak Rellia-sebelum adiknya lagi-lagi memukul belakang kepalanya.

"Percaya diri sekali. Seakan aku akan mengizinkan kalian saja," celetuk Levin, memandang rendah keduanya.

Seketika, mereka terdiam.

Regan tertawa. "Bagus sekali. Itu tadi benar-benar canon, Kak."

"Apa?" Namun, daripada menggubris itu, Levin lebih heran lagi mendengar sebutan Regan untuknya. Langkah Levin terhenti dengan pikiran-pikiran negatif. "Kenapa kau memanggilku seperti itu ...."

Lias berhenti berselisih. Ia, Cyane, dan Nate saling tatap, seakan mengatakan kepada satu sama lain bahwa mereka tidak membocorkan informasi tersebut barang sedikit pun kepada siapa pun.

Hal lainnya adalah, para petugas di akademi selain tidak diperbolehkan ada hubungan darah, mereka juga dilarang untuk memiliki keakraban di luar tugas. Sekali lagi, untuk mencegah hal buruk terulang kembali.

Keheningan sempat menjalar di saat yang sama Regan memandang saudarinya, tetapi Rellia angkat tangan melihat dengan bodohnya Regan kelepasan bicara begitu saja. Apalagi Deren, ia sama sekali tidak peduli.

Regan meringis sebelum berkata pelan, "Franesh yang memberitahu kami."

Tepat setelah Regan berkata demikian, terdengar suara Olive menjerit kaget, yang spontan membuat Levin segera mencarinya. Olive ada di depan sana, bersama Franesh dengan telapak tangannya yang meneteskan darah. Segera saja Levin menghampiri adik sepupunya.

Meski sempat tersulut emosi, mengira bahwa Franesh yang melukai Olive, dan mengingat bahwa hubungan mereka diketahui tidak baik oleh seluruh penghuni akademi, Olive buru-buru menahan Levin untuk menurunkan kewaspadaannya.

Franesh yang kebingungan melangkah mundur. Tatapan menghakimi tertuju padanya. Saat mendapat bisikan dari Rellia mengenai apa yang baru saja terjadi di belakangnya selama ia dan Olive berjalan lebih dulu sejak tadi, Franesh akhirnya paham. Pandangannya tertunduk ke tanah, berpikir bagaimana caranya ia akan menjelaskan hal tersebut.

Tujuan mereka sendiri masih jauh. Beberapa desa, lembah, dan pegunungan masih belum terlewati, sementara hutan ini sendiri masihlah panjang untuk dilalui. Namun, keadaan sekarang terlihat sudah memburuk, meski Olive tidak tahu apa penyebabnya.

Suara gemerisik semak-semak membuat perhatian mereka sedikit teralih. Seekor tupai keluar dari dalamnya, kemudian masuk lagi setelah melemparkan biji pohon.

"Mereka mengetahui rahasia Penjaga Perpustakaan," kata Nate pada akhirnya, karena Levin fokus memberikan tatapan intimidasi kepada Franesh.

Olive terkejut, lantas menatap Franesh ... lebih seperti merasa bersalah. Tentunya hal tersebut membuat Cyane dan yang lain kebingungan.

"Maaf," kata Olive, menundukkan pandangan. "Aku yang memberitahukan itu pada Franesh."

Mereka langsung membisu. Bahkan Franesh sendiri mengerjap tak percaya karena Olive angkat suara mengenai hal itu.

"Aku tahu ini pilihan yang bodoh," ringis Olive, "tetapi, aku punya alasan. Saat kami masih akrab ... Bukankah kalian lebih tahu, teman mana yang bisa menyimpan rahasia dari temannya sendiri?"

Adalah benar, fakta mengenai Olive dan Franesh yang pernah berteman akrab dahulu hari. Jauh sebelum mereka masuk ke akademi dan masih berada di Anak Gedung Asrama. Saat-saat di mana hanya ada Franesh, Olive, Lias, dan Nate. Maka dari itu, tidaklah asing bagi Lias dan Nate ketika mereka berkumpul kembali, meski dalam kelompok yang sekarang sudah berbeda sama sekali.

Mengingat masa-masa itu, Franesh menghela napas. Merindukannya setengah mati, sampai terkadang Franesh memimpikannya. Sewaktu dirinya dihukum Suster Kepala, dan Olive dengan polosnya memberikan hukuman tambahan, berupa sekotak kapur barus untuk Franesh menulis kalimat permintaan maaf di papan tulis ruangan Suster Sianty.

Hubungan pertemanan yang polos, saling melindungi, tanpa noda dan hanya murni persahabatan. Franesh mengangkat wajahnya, ia menatap sendu ke arah Olive yang masih mencoba menjelaskan. Lantas, tatapan Franesh jatuh pada Cyane di samping Olive, yang seketika membuat raut mukanya berubah.

"Ya. Saat di mana hanya ada sedikit orang," ujar Franesh. Nada yang ia gunakan lebih datar dari biasanya. Pandangannya menerawang ke pepohonan tanpa menatap mereka yang dimaksud.

Meski demikian, beberapa orang merasa kalau ucapan Franesh tertuju pada mereka. Terutama Cyane.

Levin ingat semasa Olive berteman dengan anak berandal akademi, yakni Franesh sendiri. Masa itu, Levin memang tidak setuju Olive berteman dengan orang seperti Franesh, karena khawatir pandangan yang lain akan memberi adiknya cap buruk juga. Namun, bukan berarti Levin menyuruh mereka berdua untuk berhenti berteman. Ia sendiri tidak tahu mengapa tiba-tiba Franesh berubah 180 derajat setelah mereka lulus untuk masuk ke Gedung Asrama Utama.

"Tenang saja. Aku sudah mengancam mereka untuk tidak membocorkannya," kata Franesh sembari menaikkan ransel di bahunya dan berbalik hendak kembali berjalan.

Regan memandangi Rellia dan Raybie, lalu mengendikkan bahu melihat sikap pemimpin mereka seperti bukan menjadi dirinya sendiri.

Akan tetapi, langkah mereka tidak genap selaras begitu suara dari semak-semak muncul. Gemerisik yang terdengar selepas tiupan angin kuat dalam sepersekian detik terasa menyedot mereka ke arah semak-semak sebelah kiri tepian jalan setapak, sampai Levin sendiri mengukuhkan pijakannya agar tidak oleng.

"Apa itu?!" seru Regan, melihat sekelilingnya dengan panik.

"Mungkinkah tupai yang barusan?" terka Lias. Saat semak-semak itu bergoyang seperti menyimpan banyak sekali makhluk kecil pengerat, Lias menelan ludahnya, kemudian tersenyum pucat. "Segerombolan tupai yang ingin melempari kita," simpulnya sembari mengangguk pasrah.

"Bukan," gumam Nate waspada. Begitu melihat kalau semak-semaknya perlahan terbakar, Nate membelalak lantas membentangkan sebelah tangannya di depan mereka semua secara defensif. "Mundur."

Mata Deren terpicing. Segera, ia berdiri di sebelah Nate, menyenggol lengannya tanpa permisi. "Apa kau berencana menjadi pahlawan kesiangan?" bisiknya tajam.

Nate hanya balas mendelik. "Ini bukan waktu yang tepat untuk itu." Api di semak-semak itu semakin meluas. Segera, Nate berkata, "Menunduk."

Regan seperti orang tuli saat dia bertanya di situasi genting, "Apa?"

"Kubilang, menunduk!"

Tanpa menunggu perintah Nate untuk yang ketiga kalinya, mereka semua refleks berjongkok dan melindungi kepala, bertepatan dengan embusan api menyapu udara-yang semulanya kepala-kepala mereka berada di sana.

Tiba-tiba, rerumputan, semak-semak, serta pohon yang rimbun di sekitar seketika berubah menjadi hitam terbakar, tertiup angin panas. Tanah yang mereka pijak berubah menjadi merah beserta kerikil-kerikil kasar yang membuat Cyane hampir tersungkur saat kembali bangkit.

Pasang-pasang mata menuju ke arah benda melayang yang sekelilingnya dipenuhi api merah-kebiruan.

Perisai magis Deren yang baru saja melindungi mereka dari maut perlahan menghilang. Semuanya terpaku menatap salah satu dari pertahanan akademi berbalik menyerang siswa-siswinya sendiri.

"Apa itu ...?" gumam Raybie.

Kekehan keluar dari mulut Nate, setengah terdengar tidak percaya. "Redfield." Lantas, ia menatap Deren, "Bukankah kau mau unjuk diri? Ayo, majulah."

Kalimat sinis itu berhasil membuat Deren kesal.

Deren menelan ludah, berusaha menyembunyikan bahwa kakinya sedikit bergetar saat dia memasang langkah dan membuat suara dengan sepatunya. Sebuah pisau lipat terbuka di kedua tangannya, mengeluarkan api biru dari masing-masing bilah. Hanya saja, saat Deren baru bersiap untuk menerjang Redfield, tiba-tiba Rellia melesat dari sampingnya.

"Kau lama. Biar aku saja." Sayatan dari tusuk rambut Rellia menembus api yang mengelilingi benda tersebut. Lompatannya mendarat, terasa terlalu mudah untuk disebut sebagai salah satu dari pertahanan akademi. Permukaannya juga kelewat halus untuk seukuran bola sepak mengerikan yang diselimuti api.

Namun, Rellia baru sadar, ada darah segar mengalir dari tangannya-alih-alih sayatan yang baru dia buat terhadap bola api tersebut membuatnya padam. Lukanya terefleksi!

Regan yang tidak sadar akan hal itu ikutan menerjang ke arah Redfield. "Kenapa kau diam? Jangan nangis kalau kalah skor dariku, ya-AAA!" Tendangan Regan malah berbalik menerbangkan tubuhnya sendiri ke belakang. Ia terlempar ke atas Raybie.

"Apa-apaan kau ini? Dasar tak becus!"

"Aduh ...."

Deren menoleh pada Nate yang menatapnya remeh, seolah mengatakan bahwa ia juga akan berakhir seperti kedua temannya. Karena tersulut emosi mendapat perlakuan seperti itu, Deren langsung menghentakkan kakinya ke tanah. Tidak ada yang menyadarinya ketika ia tiba-tiba berada di depan Redfield dan mengayunkan belati di tangannya sampai bola api itu terbelah jadi dua.

Pendaratannya seringan angin. Niat Deren saat menoleh lagi ke arah Nate adalah untuk memamerkan senyuman miringnya, tetapi, yang ia dapatkan malah Nate memaki padanya.

"Apa kau gila?!"

Kerikil-kerikil yang mereka pijak menyala merah. Tanah yang sudah gersang itu berubah menjadi panas. Regan dan Raybie segera mengangkat bokong mereka dari tanah, berpegangan pada Franesh yang berusaha menahan panas tersebut dengan magis angin miliknya-menerbangkan mereka setidaknya satu senti dari permukaan tanah.

"Olive." Tanpa aba-aba, Nate menyambar lengan Olive. "Ikuti aku."

Mereka yang kelabakan langsung mengikuti Nate, kecuali empat orang yang kini sedang berkumpul di dekat Franesh untuk terhindar dari paparan panas Redfield yang hancur.

Kepingan bola-bola itu melayang setinggi lutut dari permukaan tanah. Kemudian, keseluruhannya seolah tertarik magnet ke satu arah, dan membentuknya menjadi kesatuan bulat kembali. Kini, api yang menyelimutinya berubah hitam, tetapi pancaran sinarnya lebih panas dari sebelumnya.

Franesh sekuat tenaga membuat mereka berlima terdorong ke sisi lain yang bersebrangan dengan Nate, menjauhi radiasi panas. Batu-batu kerikil yang tadinya semerah bata, kini berubah jadi merah menyala. Semua kerikil itu terangkat, mendapat energi telekinesis dari Redfield secara misterius.

Nate dan yang lain barulah keluar dari wilayah tanah yang gersang, belum betul-betul mencapai tempat yang aman.

"Ayo, cepat kita pergi dari sini." Sekali lagi, Nate mencoba menarik lengan Olive. Namun, Olive bergeming, diam di tempat, sehingga mengharuskan Nate untuk berbalik segera padanya. "Olive?"

Yang dipanggil menunjukkan raut khawatir pada Franesh dan teman-temannya. Mereka terjebak, panik melihat sekeliling yang sekarang berubah menjadi batu-batu api, sementara Olive sudah berhasil naik ke patahan tanah yang lebih tinggi.

Setelah mengecek apa yang dikhawatirkan Olive, Nate kembali menatapnya. "Olive, kita harus pergi sekarang atau kau akan berada dalam bahaya."

Kedua mata Olive berbinar air begitu ia menatap Nate balik, terlihat kesal karena lelaki itu sedari tadi terus menghindari pertempuran. "Kalau kau mau pergi sendiri, pergi saja. Aku akan coba mencari cara untuk menyelamatkan mereka."

"Apa? Itu berbahaya!"

Sebuah lengan menahan Nate di perut. Lias menggeleng. "Olive benar. Bagaimanapun, kita berada dalam satu atap yang sama," ujarnya. Lantas, Lias berbalik menatap Olive. "Baiklah. Bagaimana rencanamu?"

Mereka semua yang berada di sebelah kanan dari Redfield membentuk lingkaran, kecuali Nate. Membagi rencana dan strategi, dengan Cyane sebagai peran utama untuk memberikan energi tambahan pada mereka lewat Heal miliknya.

Semua rencana yang disusun Olive sempurna, terkecuali waktu yang mereka makan.

Debum padat terdengar. Lagi-lagi, perisai magis Deren yang berhasil menyelamatkan nyawa teman-temannya dari paparan panas Redfield. Namun, di detik berikutnya perisai magis tersebut menghilang dalam sekejap mata, bersamaan dengan Deren yang terkulai pingsan.

Redfield tidak memberi mereka waktu untuk Franesh mengerahkan tenaganya supaya ia dan teman-temannya terangkat lebih tinggi lagi. Kumpulan kerikil di bawah bola api itu bergetar hebat, menyalurkan energi tambahan bagi induknya.

Refleksi dari Redfield membuat si kembar Rellia dan Regan menelan ludah, ragu kalau mereka kembali membuat serangan, apakah akan berakhir menjadi senjata makan tuan lagi? Namun, keduanya tidak mempunyai pilihan.

Rellia melempar tusuk rambut miliknya. Sebelum tepat mengenai bola api kehitaman tersebut, Regan melompat dan menendangnya lebih kuat. Sehingga saat menancap, Redfield terdorong jauh ke belakang, membentur pepohonan di luar kawasan terbakarnya sehingga menghitam dan tumbang.

Dua detik kemudian, Regan terlempar jauh setelah ia kembali menabrak Raybie dan membawanya terhempas bersama, dikarenakan paparan refleksi satu itu hanya mencakup padanya saja. Rellia meneriakkan nama kakaknya, sebelum ia menjerit ngilu karena perutnya mengeluarkan darah dari tiga sayatan yang dalam.

Bola api itu melesat maju hendak menghampiri yang tersisa, Franesh. Olive mengepalkan kedua tangannya. Sistem pertahanan akademi sudah keterlaluan. Jikalau ini adalah sebagian tes dari para guru, maka mereka sudah kelewat batas.

Niat Olive untuk maju melindungi Franesh terhalang karena Nate mendorong tubuhnya ke belakang dan hampir terjatuh-kalau saja Levin tidak segera menopangnya.

Sekali lagi Redfield terhempas tanpa perlawanan saat Nate menolaknya dengan kuat.

Meski sempat kesal pada Nate, begitu mendapati kalau Nate menatapnya setelah berhasil berdiri di depan Franesh yang menjaga tubuh Deren di belakang mereka, Olive mengangguk paham.

"Cyane, tolong aku," kata Olive.

Olive memejamkan matanya, berkonsentrasi, merasakan setiap embusan angin dalam waktu yang melambat di pikirannya. Udara tanpa wujud di sekitarnya perlahan terasa seperti gumpalan-gumpalan yang dapat dipegang.

Lantas, Olive membuka mata, menargetkan titik lebih cepat sebelum Redfield berhasil menabrak Nate dengan api di sekitarnya, membungkam gerakan bola api tersebut oleh udara yang berhasil dikendalikan. Olive terpaksa mengepalkan tangannya sekuat tenaga karena Redfield sadar ia terkukung, dan mencoba beberapa kali untuk mendobrak jerat tak terlihat tersebut.

Cyane mengalirkan tambahan tenaga dari magis miliknya pada Olive. Terdapat cahaya-cahaya hijau kecil hingga menyerupai akar yang merambat di sekujur lengannya saat itu terjadi.

"Lias!" teriak Nate saat badannya mengalirkan kebiruan dari ujung nadi, berubah menjadi air yang berkilau aneh.

Lias menarik sesuatu dari ransel di belakangnya. Berupa stik panjang yang tipis. Kemudian, ia melakukan gerakan seperti menarik tali busur, sehingga stik tersebut seketika berubah menjadi busur perak mengkilap dan anak panah yang ketajaman ujungnya melebihi jarum-sangat halus.

Ketika anak panah dari Lias mengenai Nate, air yang keluar dari tubuhnya-yang semula sedikit-kini berubah bagaikan air bah yang siap menelan apa pun penghalang jalannya. Begitu besar sehingga Levin yang paling tinggi sekalipun diharuskan menengadahkan kepala untuk melihat gulungan air berwarna biru tua pekat di atas mereka.

Franesh dapat melihat peluh di tengkuk Nate saat lelaki itu mencoba untuk membuat air yang sebegitu banyaknya menangkup Redfield.

Di menit-menit yang krusial, bola yang semula hitam kepekatan dan dipenuhi api, kini dibungkus oleh bulatan air besar di sekelilingnya. Sehingga hampir membuat api dari Redfield padam, dan benar-benar terjadi.

Semua orang menghela napas lega, mengira bahwa bencana sudah berhenti. Hanya Levin seorang yang memandang sekelilingnya dengan kecil hati, berpikir bahwa dirinya seorang yang tidak dapat membantu apa-apa-mengeluarkan kekuatan magis dan segala macam adalah di luar kemampuannya.

Namun, sistem pertahanan akademi lagi-lagi membawa kejutan.

Ombak air yang tadinya membungkus bulat Redfield, tiba-tiba saja terlalap api. Semuanya. Mengakibatkan bola api tersebut membesar sebesar magis air yang dikeluarkan Nate. Sekarang, seisi hutan terang benderang bagai siang hari karena cahayanya. Mereka hampir mengira bahwa Redfield sudah menyerupai matahari kedua. Sebelum sinar menyilaukan itu meredup semerah darah.

"Sial," rutuk Nate, gugup luar biasa pada hal yang di luar kendali. Kembali ke akademi bukanlah pilihan yang bijak, karena mereka harus melalui 'Jalan Berkilah' yang memungkinkan untuk secepat-cepatnya pulang ke akademi adalah di dua hari berikutnya. Nate mengutuk jalan sihir yang suka berubah-ubah tersebut dalam hatinya.

Akhirnya, setelah menimang bahwa kesempatan hidupnya mungkin lagi-lagi akan berada di ambang batas setelah berhadapan dengan Redfield, Nate membuat instruksi, "Menepi. Bawa Deren ke tempat Olive dan ajak dia lari bersamamu."

Bukannya menuruti perintah tersebut, Franesh berdecih meremehkan. Ia sendiri terlihat gugup, tetapi, ketakutan Franesh seolah tertelan begitu saja melihat Nate yang ragu-ragu. Franesh tidak mau mengorbankan temannya lagi untuk dirinya sendiri.

"Kau yang menyingkir." Sembari berkata demikian, Franesh mengempaskan Nate dengan angin, membuat lelaki itu terlempar ke arah sisi kanan tempatnya semula dan berhasil ditangkap oleh Levin.

"Franesh! Apa kau bodoh?!" Olive berteriak marah. Berlainan dengan matanya yang berkaca-kaca saat melihat Redfield yang bersiap menyemburkan hawa panasnya lagi.

Dikatai demikian, Franesh hanya terkekeh kecil. "Setidaknya, aku tidak seperti teman-bersulur-hijau-mu."

Tangan Franesh mengibas dari bawah ke atas, membuat sebuah perlindungan dari udara yang tentunya tidak sekuat Deren. Sebelah tangan yang lain membuat gerakan mengepal dan menariknya, sehingga ketiga temannya yang beberapa saat lalu terlempar, masuk ke dalam kubah transparan miliknya.

Meski demikian, sadar hal itu takkan cukup, Franesh menendang kaki Deren. "Bantu aku."

Awal perjalanan mereka bersama diakhiri tragedi, dengan terpisahnya kelompok itu menjadi dua kubu-yang satu selamat, dan satu lagi tidak diketahui bagaimana nasibnya setelah terlempar jauh ke arah Selatan.

Tidak cukup sampai di sana, Redfield yang sekarang menjelma jadi matahari buatan, seakan-akan energi sosialnya habis dan tak menginginkan adanya pengganggu, juga membuat sisanya terhempas jauh.

Levin dengan cekatan membuat Olive aman meskipun mereka berakhir berguling-guling dari tanah yang terjal nan ditanami bebatuan mencuat.

"Nate! Kau dengan Cyane buatlah sesuatu untuk melindungi kita! Lias. Kalau kau mau restuku, bantulah mereka-aduh! Sial, bokongku."

Sementara itu, Olive dengan sekuat tenaga menepukkan tangannya ke tanah dan membuat mereka terpental-bersamaan saat Nate berhasil membuat mereka berdekatan.

Di atas udara sana, setelah menjauh dari terjalnya tanah dan hilangnya pijakan selain awan juga langit, Lias salah perhitungan setelah konsentrasinya terpecah karena mereka yang tiba-tiba terpental-anak panahnya malah mengenai perisai air milik Nate sehingga bobotnya bertambah, membuat mereka seketika jatuh dari ketinggian.

Pengalaman jatuh dari awan itu cukup memberikan kesan yang buruk. Ditambah lagi, ada seekor burung camar malam yang menjatuhkan kotorannya di kening Levin, saat semuanya mendarat di atas jaring raksasa beraroma memabukkan.

Kelima orang tersebut langsung pingsan dalam hitungan detik.

━⁠☆゚⁠.⁠*⁠・⁠。゚

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top