7. Fakta Yang Mengejutkan

♥️♥️♥️

Semalaman hati Jihan dirundung cemas, ponsel Arman tidak bisa dihubungi sama sekali. Berkali-kali Jihan melihat ponselnya hanya untuk memastikan riwayat panggilan maupun pesan untuknya, tapi nihil. Hatinya mencelus kecewa, tapi lebih kepada rasa cemas dan khawatir yang merajai.

Jihan berusaha memejamkan mata dan mengistirahatkan tubuhnya yang terasa letih. Baru sekitar jam 01.00 WIB dini hari Jihan bisa terlelap. Jam 03.00 WIB Jihan terbangun karena bunyi alarm, beranjak dari tidurnya Jihan menuju kamar mandi.

Tetesan air terlihat dari wajah Jihan, rasanya segar setelah membasuh diri dengan air wudu. Jihan menghamparkan sajadah untuk bermunajat kepada Allah SWT.

Hanya dengan menumpahkan segala rasa kepada Tuhan-Nya, seorang hamba mengalami ketenangan. Bukankah Dia Sang pemilik hati? Bukankah Dia yang Maha membolak balikkan hati?

****

Pagi ini Jihan tiba di kantor lebih awal, Jihan berharap bisa berjumpa Arman sebelum bekerja. Tapi lagi-lagi Jihan harus memendam kecewa, Vivi— sekretaris Arman—mengatakan kalau Arman ada tugas ke Surabaya selama dua hari kedepan.

Jihan terdiam memandang layar di hadapan, sementara pikirannya mengembara memikirkan keberadaan Arman.

Menghembuskan napas perlahan, Jihan berusaha menata hati dan kembali fokus dengan pekerjaannya. Bagaimanapun, Jihan harus profesional dalam bekerja, laporan keuangan di depannya harus selesai hari ini karena Mbak Ruri selaku manager keuangan membutuhkan datanya.

Ketika sedang fokus dengan layar di hadapannya, tiba-tiba terdengar notifikasi ponsel. Segera diraihnya ponsel yang terletak di atas meja, kelegaan luar biasa membaca nama pengirimnya.

[Maaf ... telah membuat cemas.]
[Abang baik-baik saja.]
[Abang harus ke Surabaya dua hari untuk pekerjaan.]
[Maaf juga karena telat ngabari.]

Netra Jihan mengembun membaca pesan Arman. Ia bersyukur bahwa calon suaminya dalam kondisi baik-baik saja.

[Alhamdulillah ....]
[Janji, ya, Abang jangan bikin cemas dan khawatir lagi.]
[Jaga diri Abang.]
[Jihan kangen ....]

Tersipu malu, dihapusnya lagi pesan yang terakhir.

****

Pertemuan kembali dengan Sherly mengoyak luka lama yang sudah berusaha dikubur Arman. Selama setahun ini Arman mengira sudah bisa melupakan masa lalunya. Ternyata ego dan harga dirinya tidak bisa menerima itu. Bagi Arman, Sherly adalah masa lalu yang belum selesai karena begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab. Arman harus mendapatkan jawabannya, untuk dirinya sendiri. Agar ia bisa berjalan di masa depan.

Arman berusaha menghubungi Sherly berulang kali, tapi panggilannya selalu diabaikan. Spam pesan yang dikirim Arman juga tidak berbalas.

Hari itu, setelah pertemuan dengan Sherly, Arman mengendarai mobilnya semalaman tanpa tujuan pasti. Dia perlu menenangkan diri dan berpikir jernih.

Pesan dan panggilan telepon dari Jihan sengaja diabaikan. Arman butuh waktu sendiri untuk berpikir tentang apa yang akan dilakukannya.

Setelah pergulatan panjang dalam dirinya, akhirnya Arman memutuskan bahwa Sherly memang bagian masa lalu yang harus dilepaskan, tapi ada bagian dari Arman yang membutuhkan jawaban dari Sherly. Jihan adalah masa depannya, tidak mungkin Arman melepas gadis sebaik dan setulus Jihan. Arman berjanji pada dirinya sendiri untuk mengabaikan keberadaan Sherly dan berfokus pada masa depannya dengan Jihan.

Suara azan subuh terdengar saling bersahutan saat Arman memutuskan pulang. Di saat berkendara, terdengar notifikasi masuk dari Vivi—sekretarisnya—mengingatkan bahwa Arman harus ke Surabaya.

Mengumpat pelan, Arman melarikan mobilnya dengan cepat. Sampai di rumah, Arman segera berkemas dan menuju bandara Adi Sucipto guna mengejar waktu penerbangannya.

Arman berada di Surabaya selama dua hari guna mengikuti workshop bersama seluruh perusahaan properti, dimana perusahaannya tergabung dalam satu wadah organisasi.

Pulang sampai Jogja, Arman diliputi rasa bersalah terhadap Jihan. Kebetulan hari ini minggu, Arman memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah tapi dia ingin mengunjungi Jihan.

Arman bermaksud membuat kejutan untuk Jihan dengan membelikan roti kesukaannya di sebuah toko roti terkenal yang terletak di pusat perbelanjaan. Arman berjalan dengan tergesa menuju 'Bread Love', mendadak langkahnya melambat dan matanya memicing melihat sosok yang tidak asing di kejauhan.

Tampak seorang wanita berpotongan rambut sebahu sedang asyik bercanda dengan bocah laki-laki berusia sekitar dua tahun yang tengah menikmati es krim. Arman berjalan mendekat ke arah mereka. Matanya menyorot tajam ke arah wanita di hadapannya.

" Sherly," tegur Arman.

Sherly terperanjat melihat sosok laki-laki dihadapannya. Wajahnya berubah pias, tampak ketakutan. Refleks Sherly menarik bocah laki-laki disampingnya dan hendak beranjak pergi.

"Tunggu, Sher! Kita harus bicara." Arman menahan lengan Sherly. Sherly berusaha menepis tangan Arman, tapi cengkeraman Arman malah semakin menguat. Bocah laki-laki itu tampak ketakutan dan langsung bersembunyi di belakang Sherly sambil menarik ujung bajunya.

"Mama, Alif takut Maaa ...," lirih bocah kecil itu berucap dengan suara tertahan. Alif memeluk erat kaki Sherly dengan tersedu.

" Ssssshhhh ... cup sayang. Alif nggak perlu takut ada mama disini." Sherly memberontak dengan keras dan segera berjongkok dan memeluk erat Alif untuk menenangkannya.

Arman tercekat melihat pemandangan di depannya. Dia terlalu terkejut melihat kenyataan bahwa Sherly ternyata sudah mempunyai anak. Berbagai pikiran melintas di benaknya. Arman hanya terdiam mematung ketika Sherly menggendong Alif dan berlalu dengan cepat mengabaikan Arman.

Arman membeku, menyaksikan dua sosok itu hilang dalam pandangan, kemudian bergerak linglung untuk membeli roti kesukaan Jihan.

****

Jihan merasa terkejut sekaligus bahagia dengan kedatangan Arman di rumahnya pagi ini. Setelah mempersilakan Arman masuk, Jihan hendak beranjak ke dalam untuk membuatkan minuman hangat. Tapi buru-buru Arman mencegahnya.

Arman mengangsurkan kantong plastik kepada Jihan, Jihan menerima dengan semingrah roti kesukaannya.

"Masyaallah, Abang. Makasih, ya, udah bawain kesukaan Jihan. Abang tunggu sebentar. Ayo duduk dulu." Arman tersenyum melihat antusiasme Jihan dan menggangguk.

Arman kemudian tenggelam dalam lamunannya teringat peristiwa barusan terjadi, rahangnya mengetat dan tangannya terkepal di pangkuan. Bayangan Sherly sudah berkeluarga dan mempunyai anak sungguh mengganggunya. Dia bertanya dalam hati apakah Sherly dulu selingkuh saat bersamanya dan pergi bersama laki-laki lain.

Arman merasa itu mustahil karena dia merasa perasaan Sherly tulus dan mereka saling mencintai saat itu. Entahlah, sungguh Arman merasa sangat marah mengetahui fakta ini. Beberapa kali Arman menyugar rambutnya dengan resah.

Arman hanyut dalam lamunan. Beberapa kali Jihan memanggil namanya, dia tidak mendengar.

" Bang ... Bang Arman."

"I-iya, maafkan Abang," terbata Arman menjawab.

Jihan meletakkan hidangan di atas meja dan mempersilakan Arman untuk minum jahe hangat buatannya. Jihan merasa Arman sedang menyembunyikan sesuatu. Ingin rasanya Jihan menanyakan kenapa Arman tiba-tiba menghilang beberapa waktu yang lalu, tapi Jihan merasa ini bukan saat yang tepat.

"Apakah Abang baik-baik saja? Abang pasti letih. Sebaiknya Abang pulang, istirahat," tutur Jihan lembut sambil tersenyum.

"Hmmm ... baiklah. Mungkin emang Abang harus istirahat, mendadak kepala Abang pusing." Tersenyum kikuk, Arman berusaha berkilah mengalihkan pembicaraan. Terselip rasa bersalah di dadanya karena harus berbohong.

Tak lama, Arman pamit pulang. Jihan melepas kepergian Arman dengan perasaan khawatir melihat kondisi Arman, dia berpikir Arman sakit karena terlalu capek bekerja.

****









Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top