3. For My Beautiful Lady
Happy reading ...
♥️♥️♥️
Suasana meeting di kantor Best Wedding Organizer cukup tegang. Tampak Virdiano berdiri di ujung meja memakai celana jin dan kaos hitam dipadukan dengan blazer warna krem. Lengannya tergulung sampai siku. Dahinya berkerut dan menatap tajam ke arah seluruh peserta meeting satu persatu.
"Saat ini kita kekurangan staf untuk meng-handle klien. Mbak Yana sedang cuti karena kandungannya bermasalah sehingga harus bedrest sampai melahirkan, otomatis harus ada yang meng-handle semua klien mbak Yana." Virdiano menatap kepada seluruh peserta meeting pagi ini satu persatu.
Virdiano menjelaskan disaat yang sama, Best Wedding Organizer sedang kebanjiran klien. Padahal semua leader yang ada sudah batas maksimal mengurusi klien. Tiap leader meng-handle maksimal lima klien yang berbeda, dan di Best Wedding Organizer terdapat empat leader termasuk Mbak Yana.
"Tya, apa kamu bisa merekomendasi orang yang siap menggantikan tanggung jawab Mbak Yana sementara?" tanya Virdiano pada salah seorang leader yang ada.
"Sebenernya Reza bisa mas, tapi saya nggak berani rekomendasi karena klien Mbak Yana besar semua. Takutnya Reza belum mampu Mas." Tya memberikan argumentasinya.
Virdiano pun mengangguk paham, dia juga tahu kapasitas Reza. Virdiano diam dan menimbang sesaat. "Baiklah untuk sementara semua klien Mbak Yana, saya yang handle langsung. Saya minta semua berkasnya siang ini siapkan di meja saya," titah Virdiano pada Tya.
Tya pun mengiakan permintaan atasannya. Segera setelah semua permalahan teratasi, Virdiano menutup meeting siang ini. Semua staf segera membubarkan diri dan kembali ke tempatnya masing-masing.
Virdiano melirik benda hitam yang melingkar ditangannya, ternyata waktu dhuhur sudah tiba. Gegas dia menuju ke mushola yang terletak di samping kantor untuk melaksanakan sholat zuhur.
🍀🍀🍀
Tidak biasanya Arman bangun pagi di hari liburnya. Biasanya di hari libur setelah melaksanakan kewajibannya di pagi hari dia melanjutkan kembali mimpi indahnya.
Hari ini Arman tampak bersemangat, pagi-pagi sudah berpakaian rapi dan siap di meja makan. Bi Sumi sampai keheranan dengan sikap Arman yang di luar kebiasaan.
Sambil melahap nasi goreng buatan Bi Sumi, Arman mengirim pesan untuk Jihan bahwa ia akan segera ke rumah perempuan itu. Bibirnya membentuk sebuah lengkungan membaca balasan dari Jihan. Arman meletakkan gawainya di meja dan kembali meneruskan makanannya.
"Den, tumben hepi bener. Pagi-pagi sudah ganteng aja." Bi Sumi datang sambil meletakkan kopi di atas meja.
"Ah, Bibi mah kepo aja. Sana, ah, ke dapur. Ganggu orang aja," canda Arman sembari mengibas-ngibaskan tangannya.
Bi Sumi pun berlalu sambil mengerucutkan bibirnya. Baginya Arman sudah seperti anaknya sendiri, dia menyayanginya. Begitupun Arman juga menyayangi perempuan paruh baya itu walaupun kadang sikapnya ketus.
Setelah menyelesaikan sarapannya, Arman beranjak dari tempat duduk dan beranjak pergi. Ponselnya dimasukkan ke dalam kantung celana. Sembari menyambar kunci mobilnya di atas meja, gegas Arman pun melangkah keluar rumah.
"Bi, pergi dulu yaa... jaga rumah baik-baik!" teriak Arman sambil berlalu pergi.
"Iya, Den," balas Bi Sumi tak kalah kerasnya dari arah dapur.
🍀🍀🍀
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," jawab Heru sambil membuka pintu rumah. "Monggo, Nak Arman, masuk dulu." Heru mempersilapkan Arman untuk duduk di ruang tamu yang terdapat satu set kursi kayu jati berukir khas jawa.
Tak lama Heru dan Arman larut dalam obrolan. Arman menceritakan tentang pekerjaan dan proyeknya. Heru mendengarkan dengan antusias sembari memberi masukan untuk Arman.
Jihan datang dengan membawa dua cangkir wedhang uwuh dan sepiring pisang goreng. Sambil tersenyum Jihan meletakkan suguhan tersebut di atas meja. Netranya menatap sekilas Arman yang terlihat tampan dalam balutan t-shirt hitam dan celana jeans. Ada yang menghangat di dadanya ketika tatapan mereka bertemu dan melihat lengkungan di bibir Arman.
"Silakan, Bang, diminum. Wedang uwuh baik untuk badan dan pencernaan. Ini kesukaan ayah," tutur Jihan sambil melirik Heru.
"Ayo, ayo, Nak Arman. Jangan sungkan. Jihan ini sekarang mendadak suka senyum-senyum sendiri," ujar Heru.
"Ish ayah." Jihan memerah mendengar perkataan Heru dan spontan mencubit pelan lengan Heru. Arman merasakan ada yang menghangat melihat interaksi ayah dan putrinya.
Menyesap perlahan cairan hangat berwarna merah, Arman berusaha meresapi sensasi yang di terima tubuhnya dan perutnya yang menghangat. Rasa pedas jahe dan rempah lainnya terasa pas di lidah dengan manisnya gula batu. Ini pertama kalinya Arman menikmati wedhang uwuh.
"Makasih Jihan, badan abang terasa hangat. Sehangat hati abang melihat senyummu. Kebetulan dari semalam abang merasa mau flu," goda Arman sembari melihat Jihan yang tertunduk malu menyembunyikan rona di pipinya yang bersih. Heru pun ikut terkekeh mendengar celotehan Arman.
Tak lama Ayumi ikut bergabung dengan mereka di ruang tamu. Wanita yang masih terlihat cantik di usiannya menyapa Arman dan menanyakan kabarnya karena lama tidak bertemu.
Arman menyampaikan maksud kedatangannya kesini bermaksud mengajak Jihan membeli keperluan pernikahan mereka yang belum ada. Arman juga mengajak Ayumi untuk ikut menemani Jihan.
🍀🍀🍀
Mobil hitam Arman membelah jalanan kota Jogja yang tidak terlalu padat. Mungkin di hari libur seperti ini banyak warga jogja yang memilih beristirahat di rumah.
Arman menghentikan mobilnya di depan sebuah butik muslim dekat kawasan Malioboro. Mereka pun masuk dan disambut dengan dengan ramah oleh pramuniaga butik.
Arman meminta Jihan untuk memilih sendiri gaun yang dibutuhkan untuk seserahan nanti. Jihan mengangguk mengiyakan. Kemudian Jihan dan Ayumi sibuk melihat-lihat koleksi dari butik tersebut, sementara Arman tampak duduk di sofa di sudut ruangan sembari membalas pesan yang masuk di ponselnya.
Setelah selesai membalas pesan, Arman pun beranjak dan bergabung dengan Jihan dan Ayumi. Sambil ikut melihat gamis- gamis cantik yang tergantung netranya berhenti pada gamis berwarna biru muda yang sedang dipegang Jihan.
Sebuah gaun panjang berbahan satin yang lembut, berhias bordir bunga berhias payet di bagian dada dan bawah gaun. Gamis yang sangat cantik dan elegan. Arman segera menyuruh Jihan untuk mencoba terlebih dahulu gamis tersebut.
Jihan juga memilih dua buah gamis yang lain atas desakan Arman. Jihan kemudian melihat-lihat koleksi tas dan sepatu yang dijual di butik tersebut.
Setelah mendapatkan semua yang dibutuhkannya, Arman bergegas menuju kasir. Wanita penjaga kasir tersenyum ramah sambil menyebutkan total belanjaan yang harus dibayar. Arman mengeluarkan sebuah kartu dari dalam dompetnya dan mengulurkannya pada wanita berkerudung hijau dihadapannya.
"Ayo Jihan .... Bunda, sebaiknya kita makan dulu sebelum melanjutkan perjalanan lagi," ajak Arman setelah menyelesaikan transaksi pembayaran.
Sambil menenteng beberapa tas kertas isi belanjaan tadi mereka berjalan keluar butik dan menuju mobil di parkiran.
🍀🍀🍀
Seharian ini benar-benar dimanfaatkan oleh Arman dan Jihan untuk berbelanja keperluan pernikahan mereka. Tidak terasa waktu sudah bergulir menjelang malam.
Raut kelelahan tampak di wajah Jihan dan Ayumi, tapi tidak mengurangi kebahagiaan Jihan. Hari ini terasa sempurna bagi Jihan.
Seharian Arman bersikap manis, pria itu menunjukkan perasaannya tanpa sungkan di depan semua orang.
Jihan teringat siang tadi saat makan siang Arman memperlakukannya istemewa, Arman melayaninya mengambilkan nasi beserta lauk pauknya ke piring Jihan dan Ayumi. Arman juga membukakan pintu mobilnya buat Jihan dan Ayumi. Hal yang tidak pernah dilakukan seorang Arman Prasetya.
"Bang, terima kasih untuk hari ini. Jihan bahagia." Senyum Jihan terkembang sempurna.
"Anything for you ...," balas Arman sambil mengedipkan matanya. "Jihan, tunggu!"
Jihan yang akan membuka pintu pagar menghentikan langkahnya, dan segera berbalik badan menatap Arman dengan pandangan bertanya.
"For my beautiful lady." Arman menyerahkan sebuah bingkisan kotak kecil warna marun berbungkus rapi berhiaskan pita warna emas diatasnya.
Jihan tertegun dan membekap mulutnya, tak mampu berkata-kata. Keharuan tersirat di netranya yang berkaca-kaca. Tampak ayumi menyaksikan pemandangan kedua insan itu dengan haru.
Tak lama Arman pun pamit kepada Ayumi dan Jihan, meninggalkan Jihan yang masih mematung menatap kepergian Arman.
🍀🍀🍀
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top