24. Positif?
Semalam setelah Jihan menunjukkan foto-foto di ponselnya, Virdiano tampak emosi. Virdiano menjelaskan bahwa foto-foto itu adalah rekayasa, memang benar itu adalah fotonya dengan Tya. Virdiano kemudian menjelaskan detil kejadian di Semarang, bagaimana Tya berbuat kekacauan dalam even pernikahan dan dia terpaksa turun tangan. Bahkan Virdiano berkata bisa membuktikan ucapannya karena banyak terdapat saksi mata. Jihan mempercayai ucapan suaminya.
Setelah itu Virdiano mengurung diri di ruang kerjanya semalaman. Dia bilang ada hal yang harus dikerjakan dan besok ada pertemuan penting.
Pagi ini, Jihan merasa tidak enak badan. Sudah tiga kali Jihan bolak-balik ke kamar mandi menumpahkan isi perutnya.
"Hoeeekkk ...." Jihan kembali berlari menuju kamar mandi dan menumpahkan isi perutnya. Virdiano memapah Jihan menuju ranjang, kemudian membantunya untuk berbaring.
"Ayo, diminum dulu tehnya," tutur Virdiano sambil membantu Jihan untuk minum. Virdiano menatap wajah Jihan yang tampak pucat, mengusap keningnya perlahan seraya berkata, "Lebih baik Mas di rumah saja. Mas khawatir."
Jihan menggeleng pelan, menatap suaminya yang terlihat tampan dalam balutan pakaian resmi. Memakai setelan Jas hitam dengan kemeja putih di dalamnya, dipadu dasi berwarna abu-abu bergaris. Rambutnya disisir rapi dan diikat ala man bun.
"Jihan nggak papa, Mas. Ini cuma masuk angin biasa. Istirahat sebentar juga sembuh. Sudah Mas Virdi berangkat aja," tutur Jihan berusaha meyakinkan Virdiano. Mereka sempat beradu pendapat, akhirnya Virdiano mengalah. Sebelum berangkat kerja, Virdiano menghubungi Ayumi, minta tolong untuk menemani Jihan.
Begitu Ayumi datang, Virdiano pamit pada Jihan dan berjanji untuk menelpon segera. Virdiano juga berpesan agar Ayumi segera menghubungi jika terjadi apa-apa. Jihan melepas kepergian suaminya dengan seutas senyum.
Ayumi membawa semangkuk bubur ayam yang masih hangat ke kamar Jihan, yang dibelinya dalam perjalanan ke sini. Menyuruh Jihan untuk membuka mulut, dan menyuapi perlahan. Baru tiga suapan, Jihan menggeleng dan menutup mulutnya. Ketika Ayumi mengulurkan segelas air putih, Jihan cepat-cepat meraih dan menghabiskan dalam sekejap. Saat ini, hanya air putih yang mampu diterima tubuhnya tanpa keluar kembali.
Sambil memicingkan mata, Ayumi bertanya, " Kapan terakhir kamu menstruasi?"
Jihan berpikir dan berusaha mengingat tanggal. "Seharusnya seminggu yang lalu jadwal Jihan menstruasi."
Ayumi tersenyum cerah dan berkata, "Sepertinya kita perlu periksa ke dokter kandungan. Apa kamu punya test pack?" Jihan kembali menggeleng.
"Apa mungkin Jihan---?" Jihan menatap Ayumi dengan pandangan bertanya. Ayumi mengangguk mantap.
Ayumi memindai Jihan, mengamati kondisinya. Ayumi bermaksud mengajak Jihan untuk periksa ke dokter kandungan.
****
Virdiano memasuki kantor Best Wedding Organizer dengan tergesa langsung menuju ruangannya. Para karyawan Best Wedding Organizer cukup terkejut dan heran melihat penampilan bos-nya yang tidak biasa. Sebelum masuk tadi, Virdiano berpesan pada Sita untuk memanggil Tya.
Tok. Tok. Tok.
Tak lama pintu ruang kerja Virdi terbuka, pandangan Virdiano mengikuti wanita berambut ombre kecoklatan melangkah sampai duduk di kursi di hadapannya.
Virdiano menatap lekat Tya yang tampak gelisah. "Apa kamu tahu kenapa saya panggil ke sini?"
Tya menggeleng perlahan sambil melirik Virdiano.
Virdiano menyodorkan ponselnya di hadapan Tya, mengamati reaksinya ketika melihat foto-foto yang diambilnya dari ponsel Jihan. Tya hanya tertunduk sambil meremas kedua tangannya.
"Jika kamu berpikir untuk membuat istri saya cemburu dan marah dengan foto-foto ini, kamu salah langkah. Jihan bukanlah orang yang gampang kamu bodohi. Dia tidak akan termakan hasutan licik seperti ini," tegas Virdiano.
"Saya sangat kecewa sama kamu, Tya. Padahal kamu termasuk pegawai saya yang pintar. Saya sudah menyelidiki kejadian di Semarang juga masalah even kemarin. Saya tahu, kamu yang menyabotase sendiri even itu. Kamu secara sengaja memesan spesifikasi yang salah dan menimpakan kesalahan pada vendor-vendor baru." Virdiano menyorot Tya yang tampak ketakutan.
"Ma-maaf, Mas Virdi," ucap Tya dengan gemetar.
"Saya tidak bisa menerima kamu lagi di Best. Anggap saja itu gaji terakhir kamu dan sedikit pesangon." Virdiano meletakkan amplop coklat di hadapan Tya.
"Tapi Mas Virdi, saya mohon ... saya butuh pekerjaan ini," pinta Tya dengan wajah menghiba.
"Tolong segera bereskan barang-barang kamu hari ini juga! Saya minta semua berkas-berkas klien yang kamu tangani sudah di meja saya siang ini!"
Tya menghambur ke arah Virdi sambil berlutut. Dia memeluk kaki Virdiano sambil terisak. "Mas Virdi tidak bisa memperlakukan saya seperti ini. Saya mencintai Mas sejak lama. Harusnya saya yang jadi istri Mas! Bukan wanita ke****t itu!" teriak Tya histeris. Tya berdiri dan berusaha memeluk Virdiano.
Virdiano terkejut, berusaha melepaskan diri dan mendorong Tya menjauh. "Cukup Tya! Sebaiknya kamu segera keluar dari sini," ucap Virdiano mencoba mengendalikan diri.
"Tidak ... tidak ... atau ... ya, aku tahu! Aku mau jadi istri kedua Mas. Ya, itu lebih baik." Tya mulai meracau. Dia menggeleng sambil histeris, kemudian menyeringai dan tertawa senang dengan pendapatnya sendiri.
Virdiano segera memanggil sekuriti untuk mengamankan Tya. Dia buru-buru menyelipkan amplop coklat ke tangan Tya sebelum Tya dibawa pergi.
Virdiano merapikan kembali pakaiannya yang tadi sempat ditarik-tarik Tya. Dia bergidik ngeri mengingat sikap Tya tadi. Virdiano menyadari bahwa Tya sudah lama menaruh hati, bahkan berusaha menarik perhatiannya. Virdiano selama ini selalu menjaga jarak dan tidak memberikan harapan pada wanita-wanita yang menyukainya.
Virdiano segera membereskan ruang kerjanya dan bersiap-siap untuk pertemuan selanjutnya. Dia mengambil ponsel di saku dan mulai menghubungi seseorang.
****
Virdiano memasuki gedung yang menjulang tinggi di hadapannya dengan langkah tegas. Para pegawai yang dijumpai menyapa dengan hormat dan dibalas dengan senyuman.
Virdiano memasuki lift dan memencet angka sembilan. Begitu pintu lift terbuka, Virdiano melangkah di lorong lantai sembilan HAFA Group dan berhenti tepat di depan meja sekretaris direktur.
"Apa Andre di dalam?" tanya Virdiano pada Sherly.
"Mas Virdi---, eh, iya, maaf, Pak Andre ada di dalam," jawab Sherly dengan kikuk. Berpikir dalam hati ternyata Pak Virza- CEO HAFA Group yang ditunggu Andre adalah Virdiano, orang yang sama dengan penolongnya dan Alif.
Virdiano melangkah masuk ke ruangan direktur utama HAFA Group. Pandangannya mengedar ke ruangan serba putih yang seharusnya menjadi miliknya. Selama ini, memang dia menolak duduk di posisi ini dan membiarkan Andre menempati posisinya, dia cukup bekerja di belakang layar.
Andre langsung berdiri dan menyambut melihat siapa yang datang. Andre langsung menjabat tangan Virdiano dengan erat dan mempersilakan duduk di sofa di sudut ruangan.
"Pak Virza mau minum apa? Biar saya pesankan sama Sherly," ujar Andre.
Virdiano menggeleng tegas. "Sebaiknya kita langsung ruang meeting."
Virdiano berjalan tegas menuju ruang meeting berdinding kaca yang terletak di ujung lantai sembilan. Lantai sembilan ini lantai khusus untuk para petinggi HAFA Group, setingkat manager dan direktur.
Andre membukakan pintu kaca dan membiarkan Virdiano masuk terlebih dahulu. Pandangan Virdiano mengedar daan bertemu dengan Cokro yang tersenyum lebar sambil memegang tongkat. Satu persatu orang yang hadir di ruangan ini tersenyum dan mengangguk hormat padanya.
Virdiano menghampiri Cokro dan mencium punggung tangan sahabat ayahnya. Virdiano mengambil posisi duduk di depan sebagai pemimpin, tepat di samping Cokro.
Biar pun, Virdiano tidak pernah menginjakkan kaki di kantor ini, orang-orang yang hadir pada rapat pemegang saham ini mengenali dengan baik bahwa Virdiano adalah pemilik HAFA Group. Tapi, di sini dia dikenal dengan nama Virza yang merupakan nama depannya.
Tak lama, pintu kembali terbuka. Tampak dua orang wanita masuk dengan wajah dingin dan angkuh. Andre dengan sigap menarik dua buah kursi dan mempersilakan dua wanita cantik ini duduk. Meilina mengenakan setelan blazer berwarna merah menyala yang melekat sempurna pada tubuh rampingnya. Sedangkan Lia yang masih terlihat cantik si usianya yang mendekati enam puluh tahun mengenakan pakaian resmi berwarna krem.
Pandangan keduanya bertemu dengan Virdiano yang menyorot tajam, dan langsung tersenyum sinis serta membuang muka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top