20. Rencana Jahat

♥️♥️♥️

Tya melirik benda berwarna emas yang melingkar di pergelangan tangan, waktu sudah menunjukkan pukul 20.08 WIB ketika dia memasuki lobi Jambuluwuk Malioboro Hotel yang berada di daerah Pakualaman. Hanya membutuhkan waktu lima menit dari stasiun Tugu.

Tya sedikit terlambat karena sebelumnya dia harus bertemu klien terlebih dahulu. Tya menuju meja resepsionis dan bertanya di mana letak coffee shop. Setelah menerima informasi yang dibutuhkan, Tya menuju ke sana.

Area cofee shop relatif sepi, hanya tampak beberapa pengunjung. Pandangan Tya mengedar hingga sampai pada sosok wanita cantik mengenakan dress hitam yang melekat sempurna pada tubuhnya. Wanita dengan ciri-ciri yang sama disebutkan dalam pesan.

Tya melangkah cepat menuju meja di ujung ruang dimana wanita itu duduk dengan angkuhnya, tempatnya agak tersembunyi.

Seorang pria yang tadi duduk di hadapan wanita itu, segera pindah duduk tak jauh dari tempat mereka. Mungkin laki-laki bertubuh tegap itu adalah pengawalnya, pikir Tya.

"Duduklah ...," kata wanita sambil mwngendikkan dagunya ke arah sofa di depannya. Kemudian dia menyesap ekspreso latte miliknya.

"Siapa Anda? Kenapa saya?" tuntut Tya begitu mengenyakkan tubuhnya di atas sofa berwarna merah. Tya merasakan tubuhnya gemetar, aura mengintimasi terasa mencekam.

"Nggak penting siapa saya, tapi kamu bisa panggil aku Mei. Yang jelas aku tahu kamu menyukai Virdiano. Anggap saja ... Virdiano mengambil sesuatu yang seharusnya jadi milikku. Aku ingin menghancurkan semua milik Virdiano dan kamu akan membantu," tegas wanita bergaun hitam itu.

"Bagaimana kalau saya menolak?"

Meilisa terbahak, tangannya mengambil sebatang rokok yang tergeletak di atas meja, kemudian menyulut dan menyesap perlahan. Pandangannya menusuk ke arah Tya, "Nona ... kamu tidak akan bisa menolak. Karena kamu membutuhkan uang. Saya tahu kamu terlilit hutang yang cukup besar. Imbalan yang saya berikan lebih dari cukup untuk membayar hutangmu."

Tya menelan ludahnya, kecemasan menyergapnya. Dia berpikir, bagaimana wanita di hadapannya bisa mengetahui rahasianya?

Meilisa yang tahu kebimbangan yang terjadi pada Tya segera mengambil sebuah cek dari dalam tas. Menuliskan sejumlah uang dan menandatangani, kemudian mengulurkan ke arah Tya. "Ini untuk uang muka."

Tya menerima dengan perasaan gugup, seketika wajahnya berbinar melihat nominal yang tertera di sana.

"Kamu akan menerima instruksi lebih lanjut. Mainkan peran dengan baik. Boi akan mengawasi." Meilisa mengendikkan dagunya ke arah laki-laki yang sejak tadi mengawasi, berada tidak jauh dari meja mereka.

🍀🍀🍀

Jihan melirik ke arah Virdiano yang sedang fokus menatap laptop di pangkuan. Virdiano terpaksa lembur malam ini guna menyelasaikan pekerjaan yang tertunda.

Mereka duduk di atas sofa putih favorit yang terletak di ruang tengah. Jihan sibuk bermain ponsel sambil sesekali mencuri pandang ke arah Virdiano. Jihan terpaku melihat Virdiano yang terlihat tampan ketika sedang serius bekerja.

"Sudah, jangan dilihat terus. Suamimu ini memang tampan," goda Virdiano. Virdiano senang sekali menggoda Jihan, melihat wajah Jihan yang merona tersipu malu.

"Ish, Mas Virdi. Dari tadi siang nggak berhenti godain Jihan terus!" ketus Jihan kemudian beranjak dari duduknya.

"Eh, mau ke mana?"

"Bikin mi instan, Jihan lapar!" Jihan bergegas menuju dapur.

"Tunggu, mas juga mau kalau gitu." Virdiano meletakkan laptopnya dan menyusul Jihan ke dapur. Duduk, menatap punggung istrinya yang dengan cekatan meracik semua bahan di hadapannya.

Jihan meletakkan dua porsi mi soto dengan irisan cabe dan potongan daun kol di atas meja. Tak lupa di atasnya diberi perasan jeruk nipis dan koya. Aroma yang menguar sungguh menggelitik indera penciuman.

Virdiano dengan tidak sabar segera meraih satu mangkok mi yang masih mengepul dan langsung melahapnya. Peluh langsung bercucuran dan tanpa sadar tangannya mengipas-ngipas di depan mulutnya karena kepedasan.

"Pelan-pelan, Mas, makannya," kata Jihan seraya mengangsurkan segelas air putih. Secepat kilat Virdiano menyambar gelas yang berisikan air putih dan langsung meneguknya.

Jihan terkikik melihat cara makan Viediano, dan kembali menyuap mi soto miliknya yang tidak pedas. Jihan kurang bisa makan yang terlau pedas karena mengalami gangguan di pencernaan.

"Alhamdulillah,nikmat. Sepertinya nggak lama lagi tubuhku bisa melar gara-gara kamu. Bersyukur punya istri jago masak," tutur Virdiano sambil mengelusi perutnya akibat kekenyangan.

"Ish, jangan. Jihan nggak mau punya suami bapak-bapak buncit," ketus Jihan.

"Tapi tetep tampan,'kan?" goda Virdiano.

"Kepedean!"

"Nggak papa, toh, sama istri sendiri."

Virdiano mengajak Jihan kembali ke ruang tengah. Kini, Virdiano tengah berbaring di atas pangkuan Jihan. Jihan memainkan anak rambut Virdiano, dia sudah tidak canggung lagi dengan perlakuan Virdiano.

Virdiano menatap Jihan yang malam ini terlihat cantik walaupun hanya mengenakan dress rumahan. Beberapa hari ini, dia memikirkan sesuatu. Virdiano berharap Jihan menyukai idenya.

"Jihan, bulan madu, yuk!"

"Hah!"

"Iya, kamu pengen kita bulan madu ke mana? Dalam atau ke luar negeri?" tanya Virdiano, sambil menggenggam jemari Jihan.

Jihan yang mendengar kata bulan madu, langsung bersemu wajahnya. Dia tampak berpikir sejenak. "Dalam negeri aja, Mas. Indonesia banyak tempat-tempat yang indah."

"Kamu ingin ke mana? Tapi, mungkin baru bisa bulan depan. Mas harus kosongkan jadwal dulu," tutur Virdiano.

"Raja Ampat," tukas Jihan dengan wajah malu-malu, "Jihan kepengen sekali ke sana."

"Siap, Nyonya."

Tiba-tiba terdengar dering suara ponsel. Virdiano mengabaikan suara ponsel dan masih asyik bermanja di pangkuan istrinya. Tapi, ponsel Virdiano masih teeus berdering.

"Angkat, Mas. Siapa tahu itu penting," tukas Jihan. Virdiano beranjak dengan malas, kemudian mengambik ponsel yang tergeletak di atas meja.

Begitu menjawab salam dari penerima telpon, raut wajah Virdiano berubah. Jihan mengernyit, melihat Virdiano yang beranjak menjauhkan diri untuk menerima telpon.

"Para pemegang saham sudah mulai terpengaruh, Pak. Meilani sudah bergerak melawan kita. Pak Virdi harus turun tangan langsung."

Virdiano memijit keningnya begitu menerima informasi dari penelpon. Dia tidak menyangka situasinya menjadi tidak terkendali, bila tidak mengingat pesan almarhumah Ibunya, Virdiano malas berurusan dengan orang-orang itu.

"Baiklah, kamu tetap waspada. Lakukan dulu perintah terakhir saya, sambil tetap kamu pantau situasinya. Saya pikirkan langkah selanjutnya," tegas Virdiano. Tak lama kemudian layar ponsel menggelap.

Virdiano mengetuk-ngetukkan ponsel di tangan satunya, dia harus memikirkan strategi baru menghadapi wanita licik itu.

Setelah beberapa saat, Virdiano kembali muncul di hadapan Jihan. Raut wajahnya sudah kembali seperti semula. Dia tidak ingin istrinya khawatir.

"Dari siapa, Mas? Sepertinya serius sekali." tanya Jihan.

"Bukan siapa-siapa, biasa masalah pekerjaan, tukas Virdiano.

Jihan mengangguk mendengar jawaban Virdiano. Jihan memahami bahwa Virdiano tidak mau Jihan ikut campur masalah pekerjaan.

"Jadi ... sampai dimana kita tadi?" tanya Virdiano sambil berjalan mendekati Jihan.

"Ahh, ya, sampe bulan madu kita. Bagaimana kalau malam ini kita bulan madu terlebih dulu?" Viediano menaikturunkan alisnya, seringai jahil tercetak di wajahnya. Tak lama dia langsung membopong Jihan menuju kamarnya.

"Mas Virdi!" teriak Jihan. Jihan langsung mengalungkan tangannya di leher Virdiano dengan wajah memerah.

🍀🍀🍀

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga Jihan di part 20. Terimakasih atas cinta kalian yang sudah membaca cerita ini. Maaf bila ending di sini kurang memuaskan.

Ujian pernikahan Jihan masih panjang, masih banyak kejutan dan rahasia yang belum terungkap.

Sementara saya akan fokus menyelesaikan naskah. Saya perkirakan cerita Jihan sampai part 30-32. Biar yang peluk novelnya bisa puas.

Mungkin sampai dengan day 30 akan ada spoiler, atau bisa jadi saya khilaf akan ada next part #ehh 🤭

Doakan saya ya temans ♥️

Salam penuh cinta dari Jihan dan Mas Virdi 😘😘😘
















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top