19. Cemburu
♥️♥️♥️
Pandangan Jihan mengedar ke setiap sudut ruang kerja Virdiano. Meja kayu jati dengan ukiran simpel berukuran sedang digunakan meja kerja bersanding dengan kursi putar berwarna hitam. Satu buah lemari buku berukuran sedang terdapat di sudut belakang meja kerja. Hanya terdapat satu hiasan dinding berupa kaligrafi yang cukup besar berlafadz "Bismillahirrahmanirrahim", begitu ada orang masuk tulisan itulah yang akan terbaca.
Sedangkan di salah satu sudut terdapat satu set sofa kulit berwarna hitam. Sofa dimana Jihan duduk mengamati Virdiano yang terpekur di depan laptop. Wajahnya tampak serius dengan kening berkerut, lengan kemejanya sudah digulung sampai siku.
Merasa diamati Virdiano mendongak, menatap Jihan dengan rasa bersalah. "Maaf, membuatmu menunggu. Ada beberapa email yang harus kubalas dan juga laporan yang harus diperiksa."
Jihan hanya tersenyum tipis. "Mas nggak usah khawatir, selesaikan saja apa yang harus diselesaikan."
"Di kulkas ada minuman dingin, ambil aja. Atau kamu mau makan apa biar aku minta tolong Pak Sholeh untuk membelikan," ujar Virdiano sambil menunjuk lemari es.
"Nggak usah Mas, Jihan ambil minum saja," tutur Jihan beranjak menuju lemari es yang berada di sudut ruangan.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu, tak lama kemudian seorang gadis berambut ombre kecoklatan mengenakan dress batik selutut motif kekinian masuk membawa beberapa berkas di tangannya.
Gadis itu mengabaikan Jihan yang duduk di sofa, langsung berdiri tepat di hadapan Virdiano. Dia berdeham, sehingga Virdiano menghentikan aktivitasnya menatap gadis itu di balik kacamatanya.
"Iya Tya, ada apa?"
"Ini Mas, konsep untuk pernikahan Mbak Lala, putri dari Bupati Bantul yang Mas Virdi minta. Ini sudah konsep yang ketiga kalinya, dua konsep terakhir yang saya ajukan ditolak. Selain itu ada tiga konsep lain dari tiga klien yang saya pegang." Tya menyerahkan berkas-berkas yang ditangannya pada Virdiano, kemudian mengenyakkan tubuhnya di kursi yamg tersedia. Tya menatap lekat Virdiano yang sedang membolak-balik berkas.
"Kamu sebagai leader harus bisa mengakomodasi setiap permintaan klien dengan baik, tanyakan setiap detil yang mereka inginkan kemudian wujudkan menjadi suatu konsep pernikahan yang luar biasa lebih dari yang mereka harapkan. Bayangkan itu adalah pernikahan impianmu jadi kamu akan melakukan yang terbaik" tegas Virdiano.
"I-iya Mas Virdi." Tatapan Tya tak pernah lepas dari Virdiano, mendengar setiap perkataan Virdiano dengan wajah berbinar.
"Hmmm, untuk berkasnya saya periksa nanti. Kamu bisa keluar sekarang," tegas Virdiano. Perhatian Virdiano segera teralihkan dan kembali fokus pada laptop. Tya masih saja bergeming menatap Virdiano.
Jihan mengamati dalam diam dari tempat duduknya, dia tahu arti pandangan yang diberikan Tya untuk Virdiano. Entah kenapa dadanya terasa panas. Sengaja dia berdeham dengan keras.
"Eh, maaf, saya permisi," Tya beranjak dari kursi dan berlalu keluar ruangan.
Lima belas menit kemudian, Virdiano menutup laptopnya. Semua berkas yang berserakan di atas meja dirapikan dan dimasukkan ke dalam tas ransel berwarna hitam.
"Ayok, kita pulang," tutur Virdiano seraya tersenyum cerah pada Jihan. Jihan memasukkan ponsel yang sejak tadi dipegang ke dalam tas, kemudian berjalan mengekori suaminya.
Sampai di koridor, Jihan dan Virdiano berpapasan dengan dua orang perempuan yang tadi menggunjingnya. Virdiano menyapa mereka seraya tersenyum kecil yang dibalas dengan tatapan penuh pemujaan pada suaminya.
Refleks Jihan mengaitkan jemarinya dengan erat pada Virdiano. Virdiano terkejut melihat ke arah tangannya kemudian menoleh pada Jihan yang tersenyum manis sekali hingga terlihat lesung pipinya. Dalam hati Virdiano bersorak, melihat sikap Jihan yang agresif.
Di dalam mobil wajah Jihan tertekuk, berbeda 180 derajat ketika tadi berpamitan pulang dengan seluruh karyawan Best Wedding Organizer. Virdiano mengernyit, bingung melihat perubahan yang terjadi pada istrinya. Mencoba mengingat, apakah dirinya telah berbuat salah?
"Sayaaang ...," rayu Virdiano pada Jihan. Jihan hanya mencebik dan segera membuang pandang ke samping jendela.
Menghela napas panjang, Virdiano kembali fokus pada jalanan di depannya. Virdiano memilih diam, memberi waktu pada Jihan untuk menetralisir perasaannya.
Setelah beberapa saat berkendara, Virdiano membelokkan mobilnya ke sebuah rumah makan berkonsep suasana pedesaan yang kental di daerah Denokan, Maguwoharjo.
Jihan mengerjap, menoleh ke arah Virdiano dengan wajah penuh tanya. "Ayo, kita makan dulu. Kamu pasti lapar sudah melewatkan makan siang," ujar Virdiano lembut.
Virdiano turun dari mobil dan memutar untuk membukakan pintu buat Jihan. Mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Jihan, mereka bergandengan tangan memasuki area rumah makan.
Virdiano memilih duduk salah satu gubuk yang tersedia di area kolam ikan. Rumah makan ini spesial menyajikan masakan khas jawa yang dimasak dengan cara tradisional, menggunakan arang. Peralatan makan yang digunakan , juga tradisional.
Virdiano memilih menu yang menjadi favorit di rumah makan ini yaitu gurami bakar dan jantung pisang. Virdiano tahu bahwa Jihan penyuka masakan Jawa, makanya dia berinisiatif membawa Jihan ke tempat ini. Selain bisa menikmati suasana pedesaan yang asri, makanannya juga terkenal enak.
Virdiano menatap Jihan yang sejak tadi memasang wajah datar dan tidak bicara sedikit pun. Virdiano menggeser duduknya berada tepat di samping Jihan, mengusap perlahan punggung tangan Jihan. "Mas minta maaf kalau ada salah sama kamu, sudah ya marahannya. Nggak enak dari tadi di-jutekin."
Jihan tidak tega menatap wajah Virdiano yang memelas, kalau dipikir memang bukan salah suaminya. Jihan cuma tidak suka melihat Virdiano dikelilingi perempuan-perempuan yang memujanya.
"Ayo, dong, bilang ada apa sebenarnya? Jujur sama mas," tutur Virdiano.
"Enak ya! Kerja dikelilingi perempuan-perempuan cantik," ketus Jihan. Akhirnya Jihan menumpahkan kekesalannya.
Virdiano mengerjap, memandang wajah cemberut istrinya dan berpikir sejenak. Sontak Virdiano terbahak, "Jadi ceritanya cemburu, nih!"
"Mas Virdiii!" Jihan mencebik dan memalingkan muka, karena perkataan Virdiano tepat sasaran. Nyatanya Jihan cemburu, suatu perasaan asing yang pertama kali dirasakan.
🍀🍀🍀
Tya menggeram, menahan emosi. Sudah lebih dari satu jam, Tya menatap bayangannya di cermin. Tampak wanita cantik berambut ombre kecoklatan, berkulit putih dengan wajah oval, hidung mancung dan bibir tebal. Semua pria menyebut dirinya wanita seksi, ditunjang dengan aset miliknya yang berukuran besar.
Sudah dua tahun, Tya mencoba mendekati Virdiano dengan cara bekerja keras agar mendapatkan prestasi kerja. Dia tahu, bahwa Virdiano menyukai perempuan cerdas. Tapi kini harapannya musnah, tiba-tiba dia mendengar kabar bahwa Virdiano menikah. Padahal Tya tahu betul, bos-nya tidak pernah dekat dengan seorang perempuan manapun.
Tidak! Tya berpikir ini belum berakhir, dia harus memikirkan sesuatu. Masih belum terlambat, pikirnya.
Tiba-tiba Tya dikejutkan dengan dering ponsel miliknya. Segera diraihnya ponsel yang tergeletak di atas nakas, melihat sebuah nomor tak dikenal. Ragu-ragu Tya menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponsel ke telinga.
"Saya ada penawaran yang menarik untuk kamu, tentu saja dengan imbalan yang besar." Terdengar suara wanita mengalun di telinga, intonasinya terasa mengintimidasi.
"Tugas apa?" tanya Tya tanpa basa-basi.
Suara tawa langsung memenuhi telinga Tya, sampai dia harus menjauhkan ponselnya. "Saya suka kamu yang tanpa basa-basi seperti ini. Mudah saja, tugasmu adalah menghancurkan semua milik Virdiano!" Suara wanita di seberang telpon terdengar sarat emosi.
"Saya tunggu kamu besok! Waktu dan tempatnya akan beritahu lewat pesan." Begitu selesai bicara, langsung sambungan telpon dimatikan.
Tak lama kemudian sebuah pesan masuk, memberitahukan tempat dan waktu pertemuan. Tya menatap layar ponsel dalam genggaman, berpikir tentang penawaran yang baru diterimanya.
🍀🍀🍀
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top