1. Lamaran

Assalamu'alaikum🥰

Salam kenal semua 🤗

Selamat datang di cerita pertamaku. Ini, pertama kali aku buat cerbung. Mungkin teman-teman akan banyak menemukan typo dan kesalahan lainnya. Tapi, dari cerita ini aku belajar menulis lebih baik lagi. So, kisah ini sungguh monumental buatku. Aku ingin berbagai rasa cintaku yang tertuang dalam rangkaian aksara buat kalian semua.
.
.
.
.

Happy reading😘

🌷🌷🌷

Tampak seorang wanita berhijab kuning gading tengah fokus menatap laptop. Tak lama terdengar derap langkah menuju kubikelnya. "Jihan, ayo, sudah waktunya makan siang."

Jihan mendongak, tersenyum pada pria tampan yang berdiri di depannya. Melirik benda silver di pergelangan tangan, ternyata sudah waktunya jam istirahat.

Jihan segera merapikan berkas-berkas dan mematikan laptop, beranjak dari tempat duduknya.  Tidak lupa memasukkan ponsel ke dalam tas coklat kesayangan.

Jihan bergegas menghampiri pria itu. Mereka berjalan beriringan keluar kantor  sambil sesekali menyapa teman yang dijumpai.

Menuju mobil warna hitam yang berada di parkiran kantor, Arman membukakan pintu penumpang dan mempersilakan Jihan masuk. Dia pun berjalan memutar menuju pintu di samping dan bersiap di depan kemudi. Jihan meraih sabuk pengaman seraya menoleh ke samping. "Sebaiknya kita cari tempat makan yang dekat saja, Bang. Hari ini pekerjaan Jihan banyak sekali, ada beberapa laporan yang harus selesaikan. Tapi sebelumnya baiknya kita mampir masjid dulu untuk salat Zuhur."

"Oke." Arman menjawab singkat, sambil melajukan kendaraannya membelah kota Jogja yang cukup terik. Mereka pun terlebih dahulu mampir ke masjid terdekat untuk melaksanakan kewajibannya sebagai muslim.

Sekitar lima belas menit, waktu yang diperlukan dari kantor menuju rumah makan yang cukup asri. Sapaan selamat datang terdengar begitu memasuki pintu masuk. Arman dan Jihan memilih  gazebo yang terletak di belakang restoran, makan siang dengan suasana lesehan memang pilihan yang tepat untuk mengilangkan penat pekerjaan.

Jihan memindai suasana rumah makan yang cukup ramai. Tampak banyak para pekerja yang melewatkan makan siangnya di rumah makan ini. Suasananya sungguh asri. Terdapat kolam ikan mengelilingi gazebo-gazebo dan banyak pohon yang rindang membuat suasana semakin nyaman.

Pelayan berseragam batik mendatangi mereka dan menanyakan pesanan. Arman memesan gurami bakar, sayur asem, aneka lalapan dan sambal. Tidak lupa es kelapa muda sebagai pelengkap. Setelah selesai mencatat menu, pelayan berseragam batik itu pun mempersilahkan untuk menikmati suasana, sambil menunggu pesanan.

Arman menatap lekat wanita di hadapannya. Wanita berparas ayu berlesung pipit yang telah menbuatnya jatuh hati. "Jihan, ada yang ingin Abang sampaikan."

" I-iya Bang." Jihan mendongak, melihat Arman sekilas, buru-buru menundukkan kepalanya lagi. Entah kenapa Jihan menjadi gugup, hatinya mendadak berdesir dan cemas. Kepalanya menebak apa gerangan yang hendak dibicarakan Arman. Kedua tangannya saling meremas satu dengan lainnya di pangkuannya.

"Abang mau ketemu Ayah kamu."

"Hahh!" Jihan mengerjap, menatap Arman dengan pandangan bertanya. Otaknya mencoba mencerna perkataan Arman, apa seperti yang dipikirkannya.

"Iya, Abang ingin ketemu Ayah untuk minta putrinya yang ayu ini untuk abang," tegas Arman menatap lekat ke arah manik Jihan.

Wajah Jihan merona seketika, mengerjap bingung dan menatap Arman dengan pandangan tak percaya. Otaknya merasa tumpul menerima fakta ucapan Arman.

Arman terkekeh pelan melihat perempuan di hadapannya yang terlihat menggemaskan. Kembali Arman membuka suara, "Bukankah, Jihan nggak mau ada ikatan selain halal, makanya abang minta aja langsung ke Ayah. Malam ini gimana?"

"A-apa?"

Jihan kembali terperangah mendengar ucapan Arman, letupan bahagia menjalar di dada. Pertama kali dalam hidupnya dilamar laki-laki. Dirinya dilamar bukan? Bukankah Arman ingin meminta dirinya pada ayah?

****

Malam ini Arman menepati janjinya berkunjung ke rumah Jihan. Jihan yang membukakan pintu terkesima melihat penampilan Arman malam ini, mengenakan kemeja santai warna biru muda yang dipadukan dengan celana jin, menbuat otaknya mendadak beku.  Pasti ini kerjaannya dopamin, semenjak siang tadi Jihan tidak bisa berhenti tersenyum.

"Assalamu'alaikum Jihan."

Tersadar dari lamunannya Jihan menjawab, "Wa'alaikumsalam. Silakan masuk Bang." Jihan bergegas masuk ke dalam.

Arman mengenyakkan tubuhnya di kursi kayu di ruang tamu bernuansa jawa modern, terdapat tanaman hias terdapat di pojok ruangan menambah kesan hangat dan nyaman. Perasaan gugup tiba-tiba menjalar di dada Arman.

Tidak lama keluar lelaki paruh baya yang terlihat tampan dan gagah di usianya, sorotnya teduh dan berwibawa. Di belakangnya tampak seorang wanita cantik bermata sipit serupa Jihan dan tampak Jihan bergelayut manja  di lengannya.

Heru menyalami Arman dengan hangat. Arumi menangkupkan tangan di depan dada seraya tersenyum hangat. Mereka berbincang ringan, Heru banyak bertanya tentang keluarga dan pekerjaan Arman. Arumi juga sesekali bertanya.

Sore tadi sepulang kerja, Jihan memberitahu Heru dan Ayumi bahwa Arman akan bertandang ke rumah dan meminta ijin bertemu kedua orangtuanya.  Pertama kalinya Jihan mengenalkan seorang laki-laki selama dua puluh enam tahun hidupnya.

"Jadi, kalau boleh Ayah tahu, kedatangan Nak Arman kesini, ada keperluan apa, ya?" tanya Heru sambil menatap Arman.

"Arman serius dengan putri Ayah dan ingin menjadikan Jihan partner berbagi suka duka sepanjang hidup. Bila Ayah setuju, Insyaallah minggu depan orangtua Arman akan melamar secara resmi," tutur Arman.

Heru tersenyum dan menoleh pada putrinya, "Gimana, Nduk? Ini, lho, ada yang ngelamar kamu, opo atimu wis madhep mantep karo Nak Arman?"

Jihan hanya tertunduk malu, wajahnya merona. "Insyallah, Yah, Jihan bersedia. Jihan percaya Bang Arman bisa menjadi imam yang baik."

"Nah, itu, Nak Arman sudah denger sendiri, 'kan, jawaban putri Ayah, pesen Ayah jangan sakiti putri Ayah dan Bunda, Jihan harta kami yang terbesar."

" Insyaallah, Yah, Arman akan menjaga Jihan sungguh-sunguh," tulus Arman berkata. Arman sudah tidak canggung lagi memanggil Heru dengan sebutan ayah atas permintaan Heru.

Arumi yang duduk di sebelah Jihan tak kuasa menahan haru, matanya tampak berkaca. Arumi yang duduk di sebelah Jihan mengeratkan pelukan di bahu Jihan.

Heru memberi wejangan kepada Arman dan Jihan tentang pernikahan, bagaimana peran suami dan istri harus menjadi pakaian satu dan yang lain. Tidak boleh mengumbar aib pasangan dan Heru mencontohkan bagaimana kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW.

****

Hari ini, rumah Jihan riuh dengan persiapan acara lamaran nanti malam. Tampak beberapa kerabat dari orang tua Jihan sudah hadir dan membantu persiapan acara. Ayumi, Bunda Jihan adalah orang yang paling sibuk mempersiapkan acara spesial nanti malam.

Sekitar jam tujuh malam rombongan Arman dan keluarganya datang ke rumah Jihan. Rombongan terdiri dari sepuluh orang, tampak Arman mengenakan baju batik dan celana panjang hitam. Tampak gagah dan tampan sekali, diapit kedua orangtuanya, Edo dan Siska. Raut bahagia terpancar jelas dari wajahnya.

Rombongan disambut oleh orang tua Jihan dan dipersilahkan duduk. Tampak rumah Jihan sudah ditata sedemikian rupa, terlihat indah walaupun sederhana. Rangkaian bunga mempercantik suasana malam ini.

Arman duduk diapit kedua orangtuanya. Di depannya Jihan tampil menawan dalam balutan gamis bordir bunga berwarna salem yang sangat indah, memakai hijab senada sebagai pelengkap. Busana yang elegan dan simpel sangat sesuai dengan kepribadian Jihan yang sederhana. Ceruk di wajahnya tampak jelas seiring senyum yang selalu tersungging. Heru dan Ayumi juga tampil menawan dalam baju senada.

Pandangan Arman pun seakan terkunci enggan berpaling dari paras ayu Jihan. Senyum di bibirnya terkembang sempurna. Jihan pun terpesona melihat ketampanan Arman malam ini. Dadanya dilingkupi kebahagiaan sehingga semakin memancarkan wajah ayunya.

Pandangan keduanya saling bertaut, Arman menatap lekat calon istrinya. Jihan pun tersenyum malu-malu dan menundukkan wajahnya, menyembunyikan gemuruh di dadanya.

"Ehmm." Terdengar suara deheman membuyarkan kedua sejoli itu yang tampak salah tingkah.

"Cie ... cie ... Bang Arman yang terpesona bidadari surga." seloroh Sita, adik bungsu Arman. Terdengan tawa pecah dan suasana berubah cair dengan canda Sita. Adik bungsu Arman ini memang lucu dan ceplas ceplos sifatnya.

"Maksud kedatangan saya dan keluarga ingin menyampaikan niat baik saya meminang Jihan menjadi pendamping saya," tegas Arman kepada Heru sebagai wali dari Jihan.

"Insyaallah pinangan Nak Arman dan keluarga, saya terima dengan tulus dan hati yang terbuka. Bukan begitu Jihan?" tanya Heru sambil melayangkan pandang kearah Jihan. Jihan tersenyum malu-malu dan mengangguk.

"Alhamdulillah," seru semua secara bersamaan.

Sisa waktu disepakati untuk membahas acara pernikahan. Disepakati  tiga bulan lagi acara akan dilangsungkan dan kedua keluarga sepakat menyewa bantuan wedding organizer untuk acara pernikahan mereka karena kesibukan kedua calon pengantin yang bekerja terutama Arman yang baru saja naik jabatan.

****

Note :
Opo atimu wis madhep mantep : apa hatimu sudah yakin/mantap

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top