Bab 15

“Benar tidak perlu ku antar?”
Yudhi bingung harus senang atau sedih ketika penggaliannya akan disetujui. Pasalnya Rissa yang akan menjelaskan kepada pemilik lahan bukan dirinya. Yudhi merasa proyek ini miliknya, dia yang lebih tahu. Harusnya dia yang unjuk diri. Dia harusnya yang bertemu dengan Abi.

“Tidak. Abi mengirimkan sopir. Mobilnya juga sudah sampai.”
Sepertinya Abi memastikan jika Rissa akan berangkat dan tidak akan lari darinya sedang Yudhi langsung disergap iri ketika melongok jenis mobil apa yang menjemput Rissa. Yudhi yang harusnya unjuk diri dan menikmati segala fasilitas yang pemilik lahan persiapkan. Rissa lahir dengan segala kemewahan, kekayaan, kenapa keberuntungan juga harus hinggap ke Rissa lagi. Hidup memang tidak adil. Yudhi jatuh bangun mendapatkan beasiswa, mendapatkan pekerjaan yang layak lalu perjuangannya terasa sia-sia ketika harus disandingkan dengan Rissa.

“Apa benar Abi hanya ingin berbicara padamu, dia tidak mengundang sekalian ketua Proyek.”

Dengan senang hati Rissa akan mengikut sertakan Yudhi kalau Abi tidak keberatan namun sayangnya Rissa ragu kalau mereka akan membahas masalah penggalian. Abi tahu apa yang dilakukan atau sebenarnya tidak.
“Dia hanya ingin berbicara dengan kakak iparnya, tidak menyertakan pihak lain.” Profesor Harold muncul dengan mengalungkan handuk dan membawa secangkir kopi panas. “Kita sudah membekali Rissa dengan berbagai informasi. Aku juga membawakan dokumen persetujuan serta penjelasannya. Rissa anak pintar, ia tidak akan membuat kesalahan lagi pula dia dan Abi bersaudara. Mungkin Abi lebih mempercayai Rissa dibanding kita yang berbicara. Jadi jangan usik Rissa dengan merengek ingin ikut.”
Petuah sang Profesor begitu menohok Yudhistira. Sepertinya guru mereka tahu apa niat sang murid terbaiknya sebenarnya.

“Namanya Abi siapa? Dia tadi tidak menyebutkannya.”

“Abimanyu. Aku tahu karena itu tertulis dalam undangan pertunangan Kalina.”

“Namanya gagah. Pasti ayahnya sangat menyukai wayang. Kirimkan salamku untuknya dan semoga berhasil. Lakukan yang perlu kamu lakukan. Aku percaya padamu.”

Andai saja semua semudah yang profesornya katakan. Pertemuannya dengan Abi akan menjadi boomerang yang seolah mampu menjungkar balikkan perasaannya.

****

Mobil yang mengantarkan Rissa berhenti di sebuah penginapan yang cukup terkenal dan mewah di kota ini. Abi tentu mendapatkan pelayanan terbaik karena Rissa pernah mendengar bahwa usaha Darsa mencakup hotel dan penginapan berkelas. Abi penerus Darsa yang akan menjadi sangat kaya dan populer ketika menyanding Kalina. Bukannya itu tujuan Abi awalnya namum kenapa sekarang malah mengusik Rissa.

Rissa menunggu di ruang makan yang hidangannya telah disiapkan. Ada ayam kampung, aneka buah dan sayuran. Abi benar jika mengatakan akan menjamunya dengan layak. Ini hidangan yang cukup banyak untuk dimakan dua orang.

“Selamat datang Kakak ipar.”

Abi mengambil kursi tepat menghadap ke arahnya. Pria ini mengenakan kaos putih santai dan celana rumahan selutut. Seperti biasa Abi sangat mempesona dengan senyuman menawan yang memperlihatkan gigi putihnya. Dada rissa berdebar kencang setiap kali melihat senyum yang dapat melelehkan pertahanannya itu.

“Silakan duduk. Mari kita makan, setelah kenyang kita bisa bicara.”

Rissa meneguk ludah bukan karena lama tak makan enak. Jantungnya berdegup kencang menanti kejadian besar. Mungkinkah pria ini tega main tangan kalau sedang marah. Seumur hidup Rissa tidak pernah dipukul pria. Max memang kejam tapi pria itu kan banci. Max juga takut setengah mati pada Kalingga jika mau menyakitinya.

“Apa menumu sehari-hari kalau di sini. Kamu juga masak sendiri?”

“Menunya biasa. Nasi dengan sayur, pendampingnya tahu, tempe kadang daging. Aku biasa membantu dapur umum untuk masak makanan para peneliti,” ujarnya sembari menusuk daging empuk. Ia mengupayakan supaya terlihat senyaman mungkin padahal perutnya terasa diaduk.

“Betah kamu bekerja?”

“Aku menyukai pekerjaanku.”

“Ini seperti dejavu kan?”

Kunyahan Rissa seketika berhenti. Abi telah memulai membicarakan kenangan yang harusnya mereka tinggal di belakang. Pria ini tahu bahwa hubungan mereka dulu adalah nyata. Rissa mengambil air untuk melegakan tenggorokan.

“Kita pernah makan di Roma. Kamu menceritakan banyak hal. Sekarang ceritakan bagaimana pekerjaanmu. Apa yang kamu sudah dan mau temukan?” Pada saat setelah makan malam itu, hubungan rumit mereka dimulai.

“Proyekku adalah sebuah candi. Aku menggalinya dengan beberapa Arkeologi makanya aku ke sini untuk meminta tanda tanganmu sebagai persetujuan.” Ini tujuan utama Rissa mau mempertaruhkan hatinya untuk berdekatan dengan Abi kembali.

“Jika tidak karena itu. Apakah kamu mau ke sini, Rissa?”

“Tidak,” jawabnya tegas padahal yang sebenarnya ia masih mengharap untuk melihat Abi.

“Kamu kan yang bertunangan denganku dan berlibur bersamaku di Italia?”
Inilah kalimat yang Abi simpan dan lemparkan dengan santai seolah Rissa akan dengan mudah menjawabnya.

“Iya. Aku memang menggantikan Kalina.”

“Kenapa kamu mau melakukannya?”

“Kamu sudah mendapatkan jawabannya dari Kalina kan?”

“Iya. Lalu kalau kamu hanya pengganti kenapa kamu mau tidur denganku? Meyerahkan kegadisanmu padaku, Rissa? Untuk bagian ini aku tidak bertanya pada Kalina.”

“Tidak bisakah kita lupakan hal yang terjadi di Italia. Hal itu tak patut diungkit apalagi kita akan menjadi ipar.”

“Tidak Bisa. Aku butuh jawabanmu karena tindakan itu mempengaruhiku. Ketika aku tidur denganmu itu bukan sekedar kesenangan secara fisik. Aku melibatkan hatiku, aku merasa memilikimu.”
Jawaban Abi menghantamnya. Rissa juga merasakan hal yang sama parahnya ia terpesona dan jatuh cinta pada sosok Abi namun Jika Rissa nekat mengungkapkan dan melangkah maju, menerjang segala hal maka ia hanya akan jadi selingkuhan. Ia tak mau menjadi kekasih bayangan sekaligus wanita kedua setelah Kalina. Sudah cukup selama hidupnya ia tidak di prioritaskan karena saudarinya itu.

“Aku tidak pernah merasakan keintiman fisik bahkan ketika menikah dulu lalu kamu memberinya. Aku merasakan hasrat, sensasi geli yang membangkitkan birahi. Aku hanya menyambut apa yang kamu tawarkan, soal tidak perawan lagi bukan masalah untukku yang dilabeli predikat janda ini. Itu hanya hubungan intim sesaat, aku tidak merasa memilikimu karena kamu tunangan Kalina. Aku pikir kamu tidak akan tahu dan kita suatu hari akan bertemu dengan sewajarnya. Tak ku sangka malah semuanya terbongkar. Sikap  kita akan sangat canggung di kemudian hari kalau ada pertemuan keluarga.”

Abi mengusap wajahnya. Pria ini nampak frustrasi karena reaksi Rissa tak sesuai dengan yang ia harapkan apalagi si wanita malah tersenyum seolah apa yang Abi ungkap adalah omongan paling konyol.

“Aku lebih menyukaimu dibanding Kalina. Aku nyaman dengan sosok Rissa.”

Rissa hanya mengangkat bahu padahal air matanya siap muncul. Jangan lagi Abi mengatakan hal yang terlalu dalam, Rissa akan melemah.

“Kita biasa kan tidak mendapatkan apa yang kita inginkan.”

“Kamu menginginkanku?” sangat tapi Rissa tak mungkin menjawab jujur.

“Aku sangat menginginkan tanda tanganmu,” ujar Rissa disertai seringai genit. Dengan tak tahu malu. Ia mengeluarkan dokumen.

Abi menghembuskan nafas lelah ia hampir putus asa tapi dalam diri Rissa yang tampak santai terdapat kejanggalan. Nafas Rissa memburu, mulutnya juga lebih banyak menghembus seolah menahan sesuatu yang hatinya tak sanggup tampung. Apa Rissa mau menangis?

“Kemarilah jika butuh tanda tanganku. Aku menyetujui penggalian itu.”
Rissa berdiri dari kursi lalu dengan percaya diri menunjukkan bagian mana yang harus Abi bubuhkan paraf.“Tanda tangan Di sini.”

Saat menyodorkan bolpen pada Abi secara tak sengaja mata mereka bertemu. Rissa menyadari akan terjadinya goncangan kuat pada hatinya ditambah dengan Abi yang melakukan hal di luar batas. Lelaki itu memegang erat pergelangan tangannya.

“Abi.” Panggilnya sebagai peringatan.
“Aku suka ketika kamu menyebut namaku apalagi saat kita bercinta.”
Sekarangan mata mereka benar-benar saling memandang.

“Lepaskan aku.”

“Apa yang kamu sembunyikan Rissa?”
Rissa memilih memalingkan muka saat matanya mulai berkaca-kaca. Ia tak boleh menangis apalagi dengan jarak sedekat ini.

“Lepaskan aku.”

Abi tak mau menurut, ia memilih melakukan hal yang otaknya perintahkan. Ia memberikan ciuma paksa pada Rissa dan langsung dihadiahi sebuah tamparan keras.

“Yang terjadi di antara kita beberapa bulan yang lalu tak bisa diulangi. Jangan bermain-main denganku Abi atau aku pergi lebih jauh lagi.”

“Ini kan alasanmu pergi. Kamu memiliki perasaan lebih terhadapku kan?”
Mulanya Rissa hendak lari namun tekadnya langsung berhenti. 

“Akui saja itu. Aku pun memiliki perasaan yang sama terhadapmu.”

“Akui? Apa yang harus aku bilang padamu bahwa perasaan kita bersambut. Lantas apa? Kita bisa menjalin hubungan di belakang Kalina atau aku bilang pada saudaraku, Hey Kalina karena Abi lebih memilihku maka sebaiknya kamu tahu diri dan membatalkan pertunangan kalian. Begitu maumu?”

Rissa menatap nyalang. Baru kali ini ia bertindak berani setelah hidupnya disia-siakan oleh seorang homo. “ Atau kamu bisa bilang ke kakekmu, Hey Kakek ternyata aku salah memilih orang. Aku mau kembaran Kalina, aku mau mereka ditukar. Aku tidak butuh populer. Aku puas dengan seorang istri yang berprofesikan arkeologi. Begitu kan?” ujarnya santai diiringi senyum manis namun yang Abi tak ketahui Rissa akan melahapnya dengan kemarahan yang menjadi-jadi. “Kamu pikir kami barang yang jika sudah dibeli dan tidak cocok bisa di return kembali?”

Untuk itu Abi belum mengetahui jawabannya. Tujuannya saat ini hanya mau memeluk Rissa dan mematri wanita ini agar senantiasa di sisinya.
“Aku tidak mau begitu. Semuanya berjalan cepat. Soal Kakek dan Kalina, aku bisa membicarakannya pelan-pelan. Aku menghargaimu makanya aku membicarakan ini. Jika ternyata perasaan kita sama, maukah kamu menjalin hubungan denganku.”

Rissa memalingkan muka ketika tangan Abi terulur. Telapaknya terbuka, menandakan jika pria ini siap menyambut hubungan baru. Rissa menahan diri untuk tidak meludahi tangan Abi. Menjalin hubungan di atas hubungan lain yang lebih mengikat. Ini seperti berjalan di atas bara api.

“Kamu kira aku mau bersikap sabar dengan menjadi ban serep? Maaf saja. Otakku masih ada di dalam kepala dan tidak sedang bermain di dengkul. Pernikahanku yang pertama berakhir tragis membuatku belajar banyak. Aku juga tidak mau menyerahkan hatiku pada pria yang tidak memiliki tekad dan kepastian. Terima kasih makan malamnya. Dokumennya akan ku tinggal di sini untuk kamu pelajari. Aku datang bukan untuk menerima perasaanmu, aku datang karena dokumen dan untuk menegaskan hubungan kita yang lalu hanya sekilas, tidak dapat dilajut lagi.”

Rissa menegakkan dagu untuk melangkah pergi. Hatinya sakit, ia terpaksa meninggalkan Abi ditambah sikap pria itu membuatnya tidak memiliki pilihan lain. Abi diserang bimbang, ia belum berani menempuh resiko, belum berani memastikan jika perasaannya pada Rissa ini dapat membuatnya mengorbankan segalanya. Abi yakin perasaannya tertuju pada Rissa tapi ia perlu seribu cara untuk meluruskan semuanya. Pasalnya pertunangannya sudah mencakup dua keluarga. Tidak lucu kalau akhirnya tempat Kalina harus digantikan oleh Rissa apalagi Kalingga sudah menerapkan batasan yang harusnya Abi tidak langgar.

***




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top