Part. 3 - Demands
Good night 💜
"Seharusnya kau tidak melakukan tindakan yang keterlaluan seperti ini, Hyeong," cetus Zac dengan nada dingin, sambil menatap Tan dengan tajam.
Zayn hanya menggelengkan kepala, lalu memijit pelan keningnya. Sementara itu, Jin-Wook tampak sedang sibuk dengan ponselnya, sambil menggerutu kesal. Semua menjadi tidak senang ketika mendapatkan hal yang tidak diinginkan seperti saat ini, yaitu Tan memberitahukan tentang kondisi orang tua Hana.
Dengan sikap biasa saja, dan kesan dingin yang masih kentara, Tan duduk sambil menyilangkan kaki. Sama sekali tidak peduli dengan rutukan atau umpatan yang lainnya di sana. Menurutnya, dia sudah melakukan hal yang sudah seharusnya dilakukan. Untuk mempersingkat waktu, demikian pikirannya.
Meski setelah mengatakan hal itu, Hana harus pingsan tepat di hadapannya. Sungguh sangat merepotkan, sehingga Tan harus membawa wanita itu pulang ke mansion keluarga, dimana tiga pria sialan itu sudah sibuk mengoceh tidak karuan.
"Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Hyeong? Rencana awal kita adalah melihat keadaan dan mempelajari situasi. Baru dua hari, tapi kau sudah membuat masalah," tanya Zayn tidak habis pikir.
"Aku hanya tidak ingin membuang waktu terlalu lama. Kita membutuhkannya untuk mencari sesuatu, bukan? Kalau begitu, langsung tanyakan saja," jawab Tan tanpa beban.
"Kau benar-benar menjengkelkan, Hyeong. Bagaimana jika kau pergi saja dari sini? Nikmati hidupmu seorang diri, dan jangan pernah mencari urusan di sini," sahut Zac sinis.
Alis Tan terangkat setengah, melihat kelancangan seorang Zac, yang adalah juniornya. "Kau sudah berani kurang ajar pada seniormu hanya karena wanita itu. Tidakkah kau lihat apa yang sudah dilakukannya? Dia sudah membuat kalian kurang ajar padaku."
"Hal seperti itu tidak perlu ditanyakan, karena sudah ada jawabannya, Hyeongnim. Bahwa sebagai senior, kau juga kurang ajar karena tidak memberi contoh yang baik, tapi memperkeruh suasana," komentar Jin-Wook sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana.
Tan mendelik tajam pada Jin-Wook. "Kau tidak usah ikut campur dalam urusan keluarga kami!"
"Sayang sekali, aku ketimpa sial untuk harus berada di sini dan ikut campur. Memangnya kau pikir aku suka? Aku bahkan sudah merelakan kebebasanku untuk membuat kegilaan diluaran sana, dengan harus menghadapi trio aneh seperti kalian. Aigoo, aku memang bernasib sial karena harus berhadapan dengan para keturunan Kim yang menggila. Pantas saja, aku menjadi gila seperti sekarang ini," balas Jin-Wook dengan ekspresi terluka yang dibuat-buat.
Tan mendengus dan membuang muka, karena tidak ada gunanya berbicara dengan orang seperti Jin-Wook, yang memiliki kegilaan akut.
Dokter keluarga baru saja berlalu, memeriksa keadaan Hana yang lemah, dan perlu beristirahat. Masih tidak sadarkan diri, Hana terbaring di kamar tamu dengan dua orang pelayan yang sedang merawatnya. Tan dan yang lainnya sedang berdiskusi di ruang utama mansion, dimana ketiganya kompak merutuki Tan.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana jika Harabeoji berang?" tanya Zayn masam.
"Hyun Hyeongnim mengatakan untuk tidak memberitahukan apa-apa pada Master Kim," jawab Jin-Wook dengan lugas. "Dengan demikian, Tan Hyeongnim harus bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukannya."
"Apa maksudmu jika aku harus bertanggung jawab?" desis Tan sambil membulatkan mata, menatap Jin-Wook tidak senang.
"Hyuk-Shin Sajangnim dan Master Kim tidak akan diberitahu tentang apa yang sudah kau lakukan, Hyeongnim. Jika itu terjadi, maka kesehatan Master Kim memburuk, dan Sajangnim akan berang padamu. Oleh karena itu, Hyun Hyeongnim memintaku untuk menyampaikan pesan yang baru saja kukirim ulang padamu, agar kau memastikan bahwa Hana-ssi dalam keadaan baik seperti semula, lalu kembali pada rencana awal," ujar Jin-Wook sambil mengangkat bahu.
Zac dan Zayn sama-sama menoleh pada Tan dengan alis terangkat. Mereka sedang menilai ekspresi Tan yang sudah menggelap, dan sudah mendengus kasar.
"Jika memang demikian, kenapa dia tidak langsung mengatakannya padaku?" kembali Tan mendesis.
Jin-Wook hanya menyeringai geli. "Sekedar informasi bahwa nomormu sudah di-blocked oleh para petinggi, Hyeongnim. Artinya, mereka tidak menerima pembelaan atau penolakan dari, dan tidak diperkenankan untuk meninggalkan tempat ini, sebelum kau berhasil menyelesaikannya."
Mata Tan semakin melebar, kali ini dengan ekspresi tidak terima. "Ada duo kembar di sini, dan...,"
"Mereka hanya sekedar membantu. Kebetulan, Hana-ssi sedang kurang sehat, dan mereka berdua perlu membantu untuk tetap membuka usahanya, yaitu toko bunga, selagi Hana-ssi beristirahat," sela Jin-Wook kalem.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan, jika kami bekerja, Hyeong?" tanya Zayn dengan alis berkerut.
Jin-Wook menyibakkan rambutnya, sambil memberikan ekspresi bangga di sana, membuat ketigannya yang lain, hanya mendesah malas.
"Tentu saja, aku memegang peran penting di dalam situasi ini. Selain sebagai penyambung lidah, aku akan mengawasi kalian," jawab Jin-Wook sumringah.
"Kenapa itu tidak adil sekali?" protes Zayn.
Jin-Wook berdecak pelan. "Tidak usah membahas soal adil dan tidak adil. Siapa suruh kalian menjadi orang yang keterlaluan, dengan menyusahkan pria tampan dan baik hati sepertiku? Memangnya kau pikir aku tidak sedang berusaha keras untuk betah di sini? Ragaku di sini, tapi tidak jiwaku."
"Apa maksudmu, kau sudah mati?" celetuk Zac dingin, tampak terganggu dengan ucapan konyol dari Jin-Wook barusan.
"Aku sudah mati suri! Mungkin saja, sekarang aku sudah menjadi zombie," balas Jin-Wook asal. "Sudahlah, intinya Hyeongnim akan bertanggung jawab dalam memperbaiki keadaan ini. Lalu, kalian akan menjalankan usaha toko bunga milik Hana-ssi."
"Kami tidak bisa mengurus usaha yang tidak kami kuasai, Hyeong," balas Zayn.
"Ada dua pekerja yang sudah berpengalaman di sana. Kalian tinggal mengawasi dan memberi laporan pendapatan saja. Tidak usah banyak alasan, karena alasan akan semakin menambah aturan yang harus kalian lakukan," sahut Jin-Wook tidak mau kalah.
"Entah kenapa aku merasa kau semakin menyebalkan, Hyeong," keluh Zayn.
Tan tidak ingin mendengar lebih banyak ocehan konyol itu. Dia adalah orang pertama yang beranjak dan keluar dari ruangan itu, tanpa berkata apa-apa lagi. Sedangkan Zac adalah yang kedua, diikuti Zayn, meninggalkan Jin-Wook yang mengoceh sendirian di ruang utama itu.
"Apa yang akan kita lakukan, Zac? Kurasa kita tidak perlu terlibat lebih banyak," ucap Zayn, saat mereka sudah masuk ke dalam mobil sedan, meninggalkan mansion itu.
"Urusan keluarga Samchon adalah urusan kita juga. Kurasa, Abeoji ingin kita mengingatkan Hyeong agar menjadi lebih manusiawi. Tidakkah kau lihat jika dari antara tiga bersaudara itu, hanya Tan Hyeong yang terlalu pendiam dan dingin?" balas Zac sambil membelokkan kemudi, hendak menuju ke toko bunga.
"Mereka bertiga sama saja. Menurutku, tidak ada yang asik. Aku justru lebih senang dengan para kakak ipar, seperti Ashley dan Nayla. Setidaknya, mereka lebih berekspresi jika diajak mengobrol," ujar Zayn kemudian.
Zac mengangguk menyetujui. "Mereka memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan. Tidak seperti kita yang begitu bahagia sejak lahir, Zayn. Maklumi saja, dan ikuti apa yang diperintahkan Abeoji."
"Baiklah," balas Zayn, lalu menekuk bibirnya cemberut. "Apakah kita benar-benar harus menjalani toko bunga? Aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya. Apakah penjualan bunga sama seperti menghitung nilai saham?"
"Entahlah, lihat saja apa yang bisa kita dapatkan nanti."
Keduanya terdiam, sampai tiba di toko bunga milik Hana. Melihat kesegaran dari berbagai bunga yang terpajang di depan toko, sederhana tapi indah. Baik Zac dan Zayn kompak ber-oh ria melihat nuansa bunga berwarna warni yang menyambut kedatangan mereka, tampak berbeda dengan bunga yang dipajang kemarin. Sepertinya, Hana selalu mengganti nuansa di depan toko sebagai sambutan.
Zac mendorong pintu masuk, bersamaan dengan dentingan bel yang berbunyi, dan langsung mendapat seruan selamat datang dari dalam. Tampak dua wanita muda di sana. Yang satu duduk di meja kasir, dan yang satu terlihat sedang merangkai bunga.
"Maaf, kami sedang tutup karena...,"
"Kenapa ditutup?" sela Zac tajam, membuat wanita muda yang duduk di kasir itu tersentak.
"K-Karena Sajangnim tidak ada," jawabnya pelan.
Zac bisa melihat ekspresi gugup dari wanita muda yang terbilang cukup cantik itu. Tatapannya turun pada tag nama yang terpasang di apron yang dipakai. Mina, itu namanya.
"Hana-ssi adalah adik kami. Dia sedang berada di mansion, mendadak kurang sehat, dan perlu beristirahat. Oleh karena itu, biarkan kami yang mengambil alih toko ini, dengan kalian yang bekerja, sampai Hana-ssi membaik," ujar Zayn ramah, sambil memberikan senyuman hangat kepada dua wanita muda itu.
Wanita muda yang sedang merangkai bunga, langsung terkesiap, dan berjalan menghampiri mereka dengan ekspresi cemas. Di tag namanya tertulis Sora.
"Sajangnim sakit? Apakah dia baik-baik saja? Tadi dia keluar menyusul pria sombong, lalu tidak kembali lagi. Kami menunggu sambil bekerja, dan berpikir untuk menelepon polisi jika Sajangnim masih belum kembali dalam waktu sejam lagi," tanya Sora dengan serius.
Zayn tampak memperhatikan wajah Sora dengan seksama, lalu tersenyum hangat setelahnya. "Dia baik-baik saja. Aku jamin itu. Pria sombong yang kau bicarakan adalah kakak kami. Juga kakak dari Hana-ssi."
Baik Mina dan Sora mengerutkan alis tidak setuju.
"Pria sombong itu mengatakan hal yang jahat sekali," ujar Mina memberitahu. "Dia bilang bahwa Sajangnim bukanlah keluarga. Bagaimana mungkin kalian mengatakan hal demikian?"
"Omong-omong, siapa kalian?" tanya Sora langsung.
"Seperti yang tadi kubilang, Hana adalah adik kami. Jadi, bisakah kalian kembali bekerja, selagi kami mengawasi? Perkenalkan, namaku Zayn, dan ini kakak kembarku, Zac," jawab Zayn.
Mina dan Sora masih bergeming, sambil menatap Zac dan Zayn secara bergantian. Kemudian, keduanya pun mengangguk pelan, lalu membungkuk hormat, dan mengenalkan diri mereka masing-masing. Pengenalan singkat yang dilakukan mereka berdua, membuat Zac tahu jika mereka masih berkuliah, dan hanya bekerja paruh waktu.
Mina yang memegang bagian kasir, sementara Sora yang memegang bagian workshop. Keduanya seperti sudah memahami pekerjaannya masing-masing, sehingga Zac tidak kesulitan dalam memahami penjelasan singkat tentang pekerjaan yang dilakukannya. Ada pun, Zac berbagi tugas dengan Zayn untuk memperhatikan isi toko bunga, sambil mencari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk.
Zac duduk di sebuah kursi tepat di depan meja kasir, sementara Zayn mengikuti Sora yang sedang bekerja di taman bunga. Meski tanda close di pintu belum dibalik, tapi dua wanita muda itu tetap bekerja.
"Apakah memang sesibuk ini di setiap harinya?" tanya Zac kemudian.
Mina yang sedang mengetik, segera menghentikan aktifitasnya untuk menatap Zac. Keduanya saling bertukar pandang selama beberapa saat, lalu mengerjap cepat, dan sama-sama memutuskan tatapan dengan membuang muka ke arah lain. Anak kuliahan bukanlah incaran, batin Zac pelan. Meski sebenarnya, belum ada sosok yang bisa mengambil perhatiannya dengan mudah, tidak seperti Zayn yang mudah tertarik pada orang asing.
"Hari ini adalah hari Ibu, jadi ada banyak pesanan sampai sore nanti," jawab Mina gugup.
Zac hanya ber-oh ria, lalu mendelik pada sudut plafond toko yang terpasang kamera pengawas. "Apakah kamera pengawas itu berfungsi?"
Mina mengangguk. "Tentu saja, itu berguna untuk mengawasi kegiatan toko."
"Apakah memang sudah dipasang sejak awal?" tanya Zac lagi, sambil beranjak dan berjalan ke sudut toko, untuk berdiri tepat di bawah kamera pengawas itu.
"Baru beberapa bulan ini, mungkin sekitar 6 bulan."
Zac menengadah, memiringkah kepala, untuk memperhatikan jenis kamera, mencoba memperhatikan sisi kamera tanpa perlu menyentuh dengan seksama, lalu menoleh pada arah kamera yang tertuju pada pintu masuk. Toko bunga yang tidak terlalu besar, tapi bisa memasang kamera dengan wide angle. Tidak hanya satu, tapi tiga kamera terpasang setelah Zac menghitung.
Toko bunga yang diketahui Zac sudah dibuka sejak dua tahun lalu, tapi baru memasang kamera pengawas selama 6 bulan. Zac berpikir jika mungkin saja terjadi sesuatu yang cukup mengganggu Hana, sehingga dia perlu memasang kamera pengawas sebanyak itu.
Merogoh sesuatu dari saku untuk mengambil sebuah pin kecil berwarna hitam, lalu menempelkan pin itu di sisi kamera. Kembali pada kursi yang didudukinya tadi, Zac segera mengeluarkan ponsel untuk memasuki sebuah aplikasi yang menghubungkan satu system yang diinginkan.
"Apakah ada yang bisa kubantu, Oppa? Kulihat kau serius sekali. Apakah kamera itu ada yang rusak, sehingga kau perlu mengamatinya?" tanya Mina, yang kini sepenuhnya menatap Zac, seperti sudah memperhatikan apa yang dilakukan Zac sejak tadi.
"Tidak. Hanya menyukai bentuk kamera yang unik seperti itu," jawab Zac tanpa menoleh pada Mina, dan masih menekuni ponselnya.
"Apakah Oppa benar-benar adalah saudara dari Sajangnim?" tanya Mina lagi, kali ini menopangkan dagu, tanda mengajaknya mengobrol.
Zac mengangkat wajah dan menatap Mina sekarang. Wanita muda itu tersenyum ramah, dan tampak ingin tahu. "Apakah kami tidak mirip satu sama lain?"
Mina menggelengkan kepala tanpa ragu. "Sajangnim adalah orang yang hangat dan ramah. Tapi kau, saudaramu yang itu, juga pria sombong yang tadi, tidak terlihat hangat dan ramah."
Alis Zac terangkat setengah. "Tidak ada gunanya bersikap ramah dengan orang asing. Lagi pula, bukan urusanmu untuk mengetahui siapa aku dan saudaraku di sini. Kami memang adalah keluarga Hana-ssi, dan tidak memiliki keharusan untuk menjelaskannya."
"Setidaknya itu membuatku tenang," balas Mina kemudian. "Karena Sajangnim adalah wanita yang kesepian, yang masih menunggu kabar dari ibunya, dan terkesan seperti tidak memiliki keluarga atau saudara yang mengunjungi."
"Apa maksudmu?"
"Selama aku bekerja di sini, tidak ada yang pernah memberi kunjungan keluarga pada Sajangnim, selain kalian bertiga. Aku dan Sora cukup kaget, tapi ikut senang jika Sajangnim masih memiliki saudara."
Zac hanya mengangguk dan memasukkan ponsel ke dalam saku. "Apakah kau begitu dekat dengan Sajangnim?"
"Tentu saja. Aku dan Sora sudah seperti adik perempuan baginya," jawab Mina langsung.
"Lalu, kau tahu jelas tentang keadaan toko ini?"
"Tentu saja, karena aku dan Sora sudah bekerja sejak toko ini dibuka."
Zac yang sedaritadi memberikan ekspresi dingin dan datar, kini mengembangkan senyuman tipis saat mendengar ucapan Mina, hingga membuat wanita muda itu tersipu. Secara alamiah, Zac melakukan sesuatu yang tidak pernah terbersit dalam pikiran, untuk mencari informasi. Seperti saat ini.
"Apakah kau adalah warga lokal di sini?" tanya Zac kemudian.
"Aku lahir dan dibesarkan di kota ini," jawab Mina.
"Ah, baguslah. Kalau begitu, kau bisa membawaku mengitari kota ini. Tapi, mungkin bisa dimulai dengan mengajariku, bagaimana caranya menerima order dan membuat faktur penjualan."
"A-Apakah kau akan membantu kami bekerja di sini?"
"Tentu saja. Kami akan bekerja, sampai kau tidak perlu mencemaskan keadaan toko, dan bisa meninggalkannya pada kami, saat kalian harus segera menuju ke kampus nanti."
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Brb ntn Captain Ri.
Kalian harus nonton drama itu.
BAGUS. BAPER.
Judulnya : Crash Landing On You 😅
Yang main, Hyun Bin Ahjussi 💜
Jadi di lapak ini, ada cukup banyak tokoh.
Biasa, lapak rame2 biar kek nano2.
Foto Jin-nya aku paling unyu ya?
Karena dia gak perlu songong kek yang lain, cukup senyum selebar itu, udah bikin aku meleleh 😧
29.01.2020 (23.22 PM)
Coba voting : Manakah yang perlu aku lanjutkan lagi?
Joel?
Christian?
Hyuna?
Eagle Eye?
Tan?
P.S. Yang jawab Christian, waktu dan tempat dipersilakan pada Babang, karena dia yang akan menulisnya 😑
Good night 💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top