Part. 25 - Uninvited guests

Hi, pakabar?
Monmaap, jadi jarang nongol di WP.
Sejak HL berlangsung, sama sekali gak bisa urus kerjaan lain 😢

Mudah2an kamu tetap semangat jalanin apapun yang kamu lakukan.
Happy Reading 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Tan bersedekap sambil menatap Hana tanpa ekspresi. Sudah sejam lamanya, Hana terus merajuk untuk menetap di rumah itu lebih lama dengan enggan beranjak dari ranjang. Sikap manja yang dilakukan Hana sudah sangat keterlaluan bagi Tan.

"Aku sudah bilang jika kita datang ke sini bukan untuk berlibur, tapi hanya sekedar bermalam saja," ucap Tan tegas.

Hana merengut cemberut sambil menggelengkan kepala. "Aku ingin semalam lagi di sini, Oppa. Lagi pula, aku tidak suka berkendara terlalu lama."

"Kita tidak akan melakukan perjalanan panjang lagi karena kita akan melakukan penerbangan," desis Tan sambil menatap Hana tajam.

"Justru itu, aku takut. Aku tidak pernah melakukan penerbangan. Aku juga baru saja keluar dari mansion Harabeoji untuk melihat dunia luar," rengek Hana.

Tan mendengus kasar dan mulai tidak sabaran. Hormon kehamilan yang dialami Hana sungguh merepotkan. Merengek, merajuk, merengut, juga sering melempar tantrum untuk mendapatkan yang diinginkan. Belum lagi soal drama yang melibatkan aksi tangis dan ekspresi sedih seolah Tan adalah pria yang tak berperasaan.

"Karena kau tidak pernah, maka coba lakukan itu," cetus Tan dengan nada malas.

"Aku takut," balas Hana.

"Jangan manja!" desis Tan sambil mengangkat alis tinggi-tinggi.

Mata Hana sudah berkaca-kaca, tanda bahwa sebentar lagi dia akan menangis. Namun, hal itu tidak membuat Tan merasa perlu berbuat sesuatu, selain menatap jenuh dan masam.

"Kau sangat tega padaku. Bukankah kau harus bersikap baik padaku jika kau yang katakan itu benar?" balas Hana dengan kalimat andalannya.

"Bukan berarti aku harus memanjakanmu. Perlu kau ketahui, aku paling tidak bisa membuang waktu dengan drama seperti ini. Jadi, kau memiliki 2 pilihan saat ini. Satu, kau beranjak dan segera ikut tanpa perlawanan. Dua, aku akan menyeret paksa dirimu," sahut Tan tanpa basa basi.

"Oppa!" seru Hana kesal dan segera mengambil satu bantal untuk melempar ke arah Tan yang langsung ditangkapnya.

"Kau sudah terlalu tua untuk merajuk seperti itu," tegur Tan sambil menaruh bantal ke sofa dan segera mendekat untuk menyeret Hana.

Semua perlengkapan sudah disiapkan di dalam mobil dan hanya tinggal berangkat ke bandara, tapi Hana sama sekali tidak bisa bekerja sama. Dia mulai gerah.

"Oppa jahat sekali," ucap Hana dengan sedih.

"Setidaknya, aku tahu bagaimana caranya bertanggung jawab. Diamlah, aku sudah berusaha keras untuk menahan diri agar tidak menjadi keterlaluan," balas Tan sambil menggenggam tangan Hana untuk keluar dari kamar itu.

"Seperti ini kau sebut dengan menahan diri? Aku tidak bisa membayangkan jika kau tidak terkendali. Jangan-jangan, kau akan menyakitiku dan menyiksaku hingga puas," desis Hana dan membuat Tan menghentikan langkah untuk berbalik menatapnya berang.

"Hanya karena aku tidak memenuhi keinginanmu, jangan langsung berkata sembarangan! Aku tidak menyukai ucapanmu dan jaga mulutmu jika tidak bisa mengucapkan sesuatu yang menyenangkan untuk didengar," tukas Tan dingin.

"Seperti kau sudah mengeluarkan ucapan yang enak didengar saja," balas Hana keras kepala.

"Apa kau benar-benar ingin diberi pelajaran karena sudah berani membantahku?" desis Tan sambil mengangkat satu alisnya.

"Lihat, kau pasti akan melakukan strategi dominan untuk mengancam dan menekanku dengan..."

Ucapan Hana terhenti ketika Tan sudah mencium bibirnya dengan tiba-tiba. Sebenarnya, Tan sudah begitu emosi dan tidak bisa menahan amarahnya lagi. Tapi, mencium bibir Hana adalah pengalihan terbaik dan tidak pernah gagal.

Memejamkan matanya, Tan memperdalam ciuman dengan menyesap bibir bawah Hana, mengambil kendali untuk mengeksplorasi rasa lebih banyak, dan membawa Hana dalam sensasi liar yang diinginkan. Hana tidak kuasa untuk menolak, juga tampak kewalahan dalam mengikuti ritme yang dimainkan Tan.

"Well, aku tidak menyangka jika rumahku akan dijadikan tempat mesum seperti itu. Tapi harus kuakui, kau memilih sudut terbaik untuk bercumbu di sana," suara familiar dengan nada datar dan dingin itu, sukses menghentikan aktifitas Tan.

Tan menoleh dan mendapati Brant sudah berdiri di dekat tangga, bersedekap sambil menatapnya tajam, lalu melirik singkat pada Hana, dan kembali padanya.

"Siapa dia?" tanya Hana pelan.

Brant kembali melirik pada Hana. "Perkenalkan, namaku Brant. Aku adalah pemilik rumah ini."

Hana langsung memekik senang dan menatap Brant sumringah. "Benarkah? Kau memiliki rumah yang sangat indah dan nyaman. Terima kasih sudah memberi kesempatan untukku bermalam di sini."

"Senang sekali bisa membuatmu senang dengan rumah ini," balas Brant sambil mengangguk.

"Apa yang kau lakukan di sini, Brant? Setahuku, kau..."

"Aku bersama dengan Sir Joel datang ke sini untuk menemani seseorang. Salah, bukan seorang tapi dua orang," sela Brant sambil mengarahkan dagu ke tangga. "Mereka sudah ada di bawah."

Tidak perlu menebak, juga tidak perlu mengumpat karena Tan sudah tahu jika akan ada kejadian seperti ini. Joel yang begitu mudah membantunya, sudah pasti akan ada hal yang mendatanginya tanpa diketahui seperti sekarang.

Masih dengan ekpresi datar, Tan menarik Hana untuk ikut di belakangnya, dan turun ke lantai bawah dimana sudah ada 3 orang yang sedang menunggu di sana. Tampak Joel, Samchon Lee-Shin, dan ayahnya, Kim Hyuk-Shin sudah berdiri di ruang tengah. Menunggu kedatangannya.

Tan menoleh pada Brant yang mengikutinya dari belakang, dan pria itu hanya mengangkat bahu sambil berjalan melewatinya untuk keluar dari rumah itu. Tan bisa merasakan Hana bersembunyi di balik tubuhnya, tampak gelisah dan panik.

"Jadi, inikah yang kau perbuat selama ini? Menyembunyikan semua masalah ini dan membiarkanku seperti ayah yang bodoh dan tidak tahu apa-apa?" tanya Hyuk-Shin ketus.

Tan tidak membalas, hanya melirik singkat pada Samchon dan Joel secara bergantian, lalu kembali pada ayahnya.

"Sebenarnya, aku sedang bergegas menuju ke bandara untuk terbang ke Seoul, menemuimu dan menjelaskan semuanya. Tapi, kau sudah berada di sini. Syukurlah," jawab Tan tanpa ekspresi, yang langsung membuat Hyuk-Shin mendengus kesal.

Joel menggelengkan kepala dengan tatapan penuh peringatan, tapi sudah sangat terlambat untuk menjadi pahlawan kesiangan. Sementara itu, Adrian tampak berusaha menenangkan Hyuk-Shin dan berbicara dengan suara rendah.

"Bagaimana bisa kau menyuruhku tenang ketika ada masalah besar dan aku tidak tahu apa-apa? Apa yang terjadi sudah menyangkut urusanku, termasuk skandal dan kasus yang masih bergulir hingga saat ini!" sembur Hyuk-Shin berang.

"Ketiga putramu tidak ingin kau menjadi terbeban dengan masalah itu. Mereka hanya ingin kau menikmati masa tuamu dengan bermain bersama cucu-cucumu," balas Adrian kalem.

"Kau selalu membela mereka! Aku sampai heran sendiri tentang siapa yang menjadi ayah mereka! Aku atau kau?" sahut Hyuk-Shin geram.

"Aku bukan membela, tapi berusaha menyampaikan suara mereka untuk kau ketahui lebih jelas. Itu saja," elak Adrian.

Tan mendengar perdebatan kakak adik itu dengan tenang. Dia sangat memahami tabiat ayahnya dan ketenangan pamannya. Sejak kecil, Tan dan dua saudaranya memang lebih dekat dengan Adrian ketimbang Hyuk-Shin. Bagi mereka, Adrian lebih pantas menjadi seorang ayah dan seringkali merasa iri dengan si Kembar yang begitu beruntung memiliki ayah seperti Adrian.

"Jika kalian datang untuk bertengkar, lebih baik lanjutkan saja di tempat lain. Itu memalukan," komentar Tan datar.

"Apa katamu? Kau merasa hebat dengan berani-beraninya membohongi ayahmu?" desis Hyuk-Shin.

"Bukan membohongi, tapi mencari waktu untuk menjelaskanmu. Lagi pula, bukan hanya aku saja yang menutupi masalah itu darimu. Masih ada kedua Hyeong, Harabeoji, Samchon, juga yang lainnya, kenapa hanya aku yang dipersalahkan?" balas Tan.

"Karena kau pemeran utamanya di sini. Jika hal ini berada di cerita Hyun atau Shin, maka mereka yang dipersalahkan," sahut Hyuk-Shin sinis.

Tan melirik pada Joel dengan ekspresi tidak suka. "Apa maksudmu membawa mereka ke sini? Setahuku, kau selalu membantuku dalam mencari jalan keluar dan selalu menyimpan urusan pribadi kami dengan baik."

"Aku hanya bersikap efisien. Jika kau ingin menikah, maka harus ada Harabeoji yang hadir. Kau tahu jelas jika Harabeoji sudah terlalu tua untuk melakukan penerbangan dan tidak mungkin menapakkan kaki di Seoul karena skandal yang masih bergulir," jawab Joel.

"Seharusnya, kau tidak melakukan hal seperti ini, Tan. Bagaimana pun, dirimu dibutuhkan di Seoul untuk memberi keterangan dan sisa informasi yang bisa dijadikan bukti tambahan. Bukannya datang ke sini, berdalih menjadi pelatih pribadi, dan mengajak Hana untuk melarikan diri," ujar Adrian dengan ekspresi menegur.

"Aku berusaha membawanya ke sana," balas Tan datar.

"Kau benar-benar kurang ajar! Aku tidak mengerti kenapa Abeoji bisa lengah dan membiarkan anak sialan itu pergi dari area mansion," sembur Hyuk-Shin berang.

"Sudahlah, tidak ada gunanya berdebat," lerai Joel tegas sambil menatap mereka secara bergantian. "Kita sudah sepakat untuk tidak membuat keributan karena ada hal yang masih perlu kita jaga, bukan?"

Spontan, semua tatapan tertuju ke arah Hana yang masih bergeming dan berdiri di belakang Tan. Wanita itu menatap mereka dengan tatapan bingung dan takut, juga memeluk lengan Tan begitu erat seolah bisa melampiaskan kegelisahannya.

Tan menaruh satu tangannya di punggung tangan Hana sambil menoleh untuk menatapnya tajam. "Tidak usah takut. Mereka adalah keluargaku. Yang memakai setelan berwarna abu adalah ayahku, Hyuk-Shin. Lalu pamanku, Lee-Shin, yang memakai setelan berwarna hitam. Dan..."

"Aku seperti pernah bertemu dengannya," sela Hana sambil menunjuk Joel.

"Benarkah?" tanya Tan sambil menoleh pada Joel yang tampak tidak menyangka dengan respon Hana barusan, tapi sudah kembali pada ekspresi biasa saja sedetik kemudian.

"Dimana kau pernah bertemu denganku, Hana?" tanya Joel.

Semuanya menatap Hana dengan penuh penilaian, Tan pun demikian. Kening Hana berkerut dan terlihat seperti berusaha untuk mengingat, lalu menghela napas setelahnya.

"Aku lupa," jawab Hana akhirnya. "Tapi, entah kenapa aku merasa kau tidak asing."

"Bagaimana denganku? Apa kau mengenalku?" tiba-tiba Hyuk-Shin bertanya.

Hana mengerjap gugup dan mengangguk pelan. Dengan ragu-ragu, Hana melepas lengan Tan dan bergerak maju untuk membungkuk hormat pada Hyuk-Shin dan Adrian.

"Maafkan aku, Ahjussi. Perkenalkan, namaku Hana," jawab Hana sopan.

"Apa kau mengenalku?" tanya Adrian.

Hana mengangguk. "Harameoni pernah memperlihatkan foto keluarga yang ada di Seoul."

"Foto keluarga yang mana?" tanya Hyuk-Shin lagi.

"Sepertinya kalian masih tampak muda. Di dalam foto itu, Harabeoji dan Harameoni berfoto dengan dua putra dan satu putri. Meski kalian sudah berumur, wajah kalian tidak terlalu berbeda dengan yang di foto," jawab Hana dengan ekspresi menerawang.

Tan memperhatikan ekspresi Hana dengan seksama, lalu mendelik pada Joel yang juga melakukan hal yang sama. Ingatan Hana masih belum terprediksi, hanya saja dia mengingat hal yang belum lama terjadi. Seperti kebersamaannya dengan Tan waktu itu.

"Abeoji," panggil Tan dan Hyuk-Shin langsung melihat ke arahnya. "Aku akan menikah dengan Hana."

Seperti tidak kaget, semua pria yang ada di situ tampak biasa saja, berbanding terbalik dengan Hana yang tersentak dan menatap Tan gusar.

"Oppa, apa maksudmu? Aku..."

"Rencanaku membawamu ke Seoul adalah untuk memperkenalkanmu pada keluargaku dan menikahimu," sela Tan tajam, tanpa mengalihkan pandangannya dari Hyuk-Shin.

"Apakah Harabeoji sudah tahu?" tanya Hyuk-Shin dengan satu alis terangkat.

"Aku adalah putramu, sudah seharusnya meminta izin padamu, dan bukan pada ayahmu," jawab Tan lantang.

Hyuk-Shin menggeram dan Adrian langsung menenangkan Hyuk-Shin yang ingin mengumpat di sana.

"Kau tahu jika Hana adalah saudarimu. Harabeoji sudah menganggapnya sebagai salah satu cucunya, Tan," ujar Adrian mengingatkan.

"Sudah sangat terlambat untuk mencegahku, Samchon. Lagi pula, aku dan Hana tidak sedarah," balas Tan.

"Tapi, dia adalah keponakanku," ucap Hyuk-Shin geram.

"Dan wanita yang kau bilang adalah keponakanmu, sedang mengandung calon cucu barumu," sahut Tan dengan nada yang begitu santai.

Hyuk-Shin dan Adrian langsung tercengang dan menatap tidak percaya. Keduanya tampak terkejut selama beberapa detik dengan mata melebar kaget, dan langsung melihat perut Hana yang belum memiliki perubahan. Joel diam-diam menyeringai dan menjadi pendengar setia untuk obrolan keluarga itu.

"Oppa, kau terus berbicara sembarangan! Aku tidak hamil," pekik Hana sambil mengerang kesal.

Tan melirik sinis pada Hana. "Aku bisa membuktikannya dalam kurun waktu lima menit untuk mendapatkan hasil akurat. Aku tinggal mengambil sampel darahmu untuk menguji kadar hormone HCG-mu saat ini, juga jangan lupakan napsu makanmu yang gila-gilaan dan perubahan suasana hati yang tidak stabil."

"Bagaimana bisa? Dan kapan? Apa yang sudah kau perbuat? Apakah ini yang kau rencanakan setelah skandal itu terkuak? Apa tidak ada wanita lain selain dia yang sudah mengekorimu saat kau masih memakai boxer spongebob kesayanganmu?" tanya Hyuk-Shin bertubi-tubi.

"Really? Spongebob boxer?" ejek Joel tiba-tiba dan Tan hanya menggertakkan gigi.

"Aku tidak pernah mengekorinya," balas Hana tegas. "Dan yang pasti, dia tidak mengenakan boxer kartun saat..."

"Hentikan! Hentikan! Cukup! Cukup!" sela Hyuk-Shin sambil menutup telinga dan tampak tidak nyaman.

"Abeoji!" seru Tan saat melihat Hyuk-Shin tiba-tiba jatuh dan tidak mampu untuk berdiri.

Joel dan Adrian dengan cepat menangkap Hyuk-Shin agar tidak tersungkur. Sudah beberapa bulan ini, Hyuk-Shin sering mengalami keluhan sesak di dada dan sempat di-opname di rumah sakit. Itulah alasan Tan dan yang lainnya untuk tidak memberitahukan soal misi terakhir yang dijalankan mereka waktu itu. Juga, Harabeoji memerintahkan mereka agar tidak menambah beban pikiran bagi Hyuk-Shin. Sebab, penangkapan yang dilakukan mereka setahun lalu saja, sudah membuat Hyuk-Shin mengalami kesedihan yang begitu panjang karena Kim Hyura sudah mengkhianatinya.

"Aku benar-benar tidak menyukai kondisiku saat ini. Apakah aku akan mati dan menyusul putriku?" gumam Hyuk-Shin lemah dan membiarkan dirinya dibopong oleh tiga pria itu.

"Jangan berkata sembarangan, Abeoji! Kau masih harus hidup berpuluh-puluh tahun lagi untuk melihat cucumu bertambah banyak. Bukankah itu yang kau inginkan?" balas Tan sambil merebahkan Hyuk-Shin di sofa.

"Yang kuinginkan adalah cucu perempuan! Aku sudah muak dengan memiliki tiga anak laki-laki yang menjengkelkan seperti kau dan dua kakakmu. Untung saja, anak pertama dari dua kakakmu adalah perempuan sehingga Hyuna dan Shinna lahir sebagai pembawa sukacita," desis Hyuk-Shin.

Tan mendengus dan menoleh pada Hana yang tampak sedih sambil termenung di sana. Dia kembali menatap Hyuk-Shin yang masih menggerutu dan mengomeli Adrian yang sibuk dengan ponselnya.

"Jika aku sudah di ambang kematian, mungkin saja kau tidak mempedulikan kakak tuamu ini, Lee-Shin," tukas Hyuk-Shin sengit.

Adrian menoleh dan mengangkat bahu dengan santai. "Aku sedang bertanya pada istrimu soal obatmu, apakah kau sudah meminumnya atau belum?"

"Kau bisa bertanya padaku!" seru Hyuk-Shin tersinggung.

"Dan kau pasti akan menjawab sudah, padahal obat itu belum kau minum. Lihat, istrimu bilang kau melewatkan jam obatmu. Tidak heran jika tiba-tiba kau seperti ini," balas Adrian sambil mengarahkan ponsel yang berisi chat pada Hyuk-Shin.

"Biarkan Brant membawa Anda untuk beristirahat di villa yang sudah disiapkan," ujar Joel menengahi. "Bagaimana pun, kalian harus berbicara dalam keadaan kepala dingin dan tidak emosi seperti ini. Kau masih lelah dan Tan juga."

Untungnya, Hyuk-Shin menuruti ucapan Joel dan segera beranjak dengan dibantu oleh Adrian dan Brant. Hyuk-Shin sempat berhenti sejenak ketika melewati Hana untuk menoleh padanya, menatap penuh arti, dan tersenyum tipis.

"Kau mirip sekali dengan Hyu-Ra," gumamnya lirih, lalu pergi dari rumah itu.

Kening Hana berkerut bingung, menatap Tan untuk meminta penjelasan, tapi tidak ada yang diucapkan Tan selain menghela napas.

"Apa benar aku hamil?" tanyanya pelan.

"Kau masih tidak percaya? Ingin kubuktikan?" balas Tan dengan alis terangkat.

Sorot mata Hana tampak berkaca-kaca, terlihat begitu sedih dan tidak nyaman. "Aku berharap itu tidak benar."

"Apa?"

"Aku merasa seperti sudah berdosa dan tidak layak mengandung, atau pun melahirkan keturunan dari keluargamu. Aku... tidak tahu apa yang terjadi padaku saat ini."

Tan bergeming untuk melihat Hana yang mulai terisak pelan dan ekspresi wajahnya yang terlihat bingung, juga sangat sedih. Secara mental, Hana belum siap. Ditambah lagi, hormon kehamilan yang membuat emosinya tidak stabil dan rasa tidak nyaman yang dialaminya. Menghela napas, Tan segera mendekati Hana dan memeluknya erat.

"Maafkan aku jika harus membuatmu seperti ini," ucap Tan lembut.

Isakan tangis Hana semakin keras ketika mendapat perlakuan dan perkataan yang lembut dari Tan. Tubuhnya terguncang dengan isakan yang terdengar pilu dan berat. Tan mengeratkan pelukan sambil terus menenangkan Hana.

Tan tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Hana jika dirinya tidak menghamilinya waktu itu. Diberi sugesti dan melupakan semua yang terjadi dengan kehidupan baru yang diatur oleh Harabeoji, bukanlah jalan keluar yang terbaik bagi Hana, selain menjadi semakin hancur dan rapuh.

Yang diinginkan adalah Hana menjalani apa yang disukainya, itu saja. Seperti menjadi pemilik toko bunga yang ada di Saejang, merawat taman bunganya, dan merangkai bunga untuk dijadikan buket yang indah. Tan hanya ingin Hana menjadi dirinya sendiri dan menjalani kehidupannya seperti semula.

"Kau tidak akan sendirian, Hana. Aku akan selalu menemanimu. Percayalah," ucap Tan sambil berbisik tepat di telinga Hana.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Udah gak sanggup nulis panjang2 😭
Mungkin bentaran lagi, aku tamatin.

Btw, weekend ini, Ayle & Neil gak update.
Aku dan Andien lagi sama2 sibuk.
Jadi, jangan tungguin.

I purple you 💜


24.07.2020 (19.47 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top