Part. 21 - Deja Vu

Part ini kayak ada manis2nya gitu 🙈

Happy Reading 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Hana meyakinkan diri bahwa penampilannya sudah sempurna. Dia masih mematutkan diri di cermin untuk memeriksa apakah ada yang kurang dari penampilannya sebelum keluar dari kamar.

Bukan karena ingin pergi ke suatu tempat, tapi hanya untuk mengikuti pelatihan kick boxing bersama dengan Kim Tan, pria yang entah kenapa menggugah hatinya untuk merasa perlu tampil menarik di depannya. Meski sikapnya cenderung dingin dan tidak banyak bicara, namun selalu ada kesan yang tertinggal darinya.

Pengertian, itu yang mewakili Tan seutuhnya. Pria itu melatih dengan sangat baik, tidak memaksa seperti Ryu atau pelatih yang sebelumnya. Dia juga tidak akan menekan Hana untuk menyelesaikan pelatihan lewat dari jam yang ditentukan, tapi justru memberi kelonggaran dengan mengobrol sebelum latihan sambil mengemil snack kesukaannya.

Baru seminggu mengenalnya, Hana seperti sudah sangat nyaman bersamanya. Meski serius, Tan tidak pernah memarahi atau menegur jika ada kesalahan. Dia hanya memberitahukan dengan tenang dalam nada suara yang pelan. Kesemua hal itu, sudah mampu menarik perhatian Hana sepenuhnya.

Hana sempat mencari informasi lewat internet perihal apa yang dirasakannya saat ini. Menemukan sebuah rubrik yang katanya apa yang dialami Hana adalah rasa suka. Hana menyukai Tan, begitu katanya. Hana mencoba memastikan lebih lagi untuk mencari informasi di rubrik lainnya dan mendapatkan informasi yang sama. Hm.

"Apa kau akan terus melamun tanpa melakukan apa-apa di sana?"

Hana mengerjap kaget dan mendapati Tan sedang menatapnya tajam. Ugh, dia merutuki diri sendiri karena sering bersikap bodoh dengan melamun. Dia berjalan dengan kepala menunduk, enggan untuk melihat tatapan tajam Tan yang menyakitkan.

Berdiri di tengah ruangan pelatihan, Hana mulai melakukan pemanasan sesuai arahan yang diserukan Tan padanya. Mengangkat tangan, menarik napas, lalu bergerak ke samping kanan dan kiri secara bergantian, lalu mengulang gerakan awal sebanyak tiga kali. Kemudian, kedua kaki dilebarkan, bertumpu di satu sisi sambil menghitung sampai sepuluh dalam hati, lalu bergantian di sisi yang lain dengan hitungan yang sama.

"Apa kau merasa bosan dengan kegiatan yang seperti ini?" tanya Tan tiba-tiba, dan membuat Hana segera menoleh padanya.

Wajah Hana terasa memanas setiap kali mendapati Tan menatapnya begitu tajam dan sangat intens. Degup jantungnya pasti akan mengencang, setiap kali mendapat perlakuan manis dari pria dingin itu. Well, manis bukanlah kata yang tepat, melainkan romantis. Hana, pikiranmu pasti sedang bermasalah, tegur Hana dalam hati untuk dirinya sendiri.

"Aku tidak memiliki pilihan," jawab Hana jujur.

Satu alis Tan terangkat, tampak kaget dengan jawaban Hana. "Kenapa begitu?"

Hana menghela napas sambil terus melakukan pemanasan, tapi pikirannya menerawang. Memang apa yang bisa dilakukan selain melakukan perintah Harabeoji? Pikirnya. Ingin melewati batas pagar mansion saja, Hana tidak bisa.

"Aku terbiasa dengan kehidupan yang teratur dan diatur, Oppa. Tidak ada bedanya seperti robot yang berjalan. Lagi pula, aku tidak boleh mengeluh, jalani saja apa yang ada," jawab Hana sambil menarik napas dan menegakkan tubuh karena pemanasan sudah selesai.

Hana menoleh saat Tan mendekatinya. Pria itu tinggi sekali karena Hana sampai harus mendongak menatapnya. Mereka berdiri berhadapan dan selalu berhasil membuat Hana canggung.

"Kau terlalu cantik untuk hanya sekedar menjadi robot, Hana," ucap Tan dengan ekspresinya yang datar.

Apakah dia tidak tahu jika kesan datar yang ditampilkan saat mengatakan cantik itu membuat Hana ingin memukul kepalanya? Bukannya senang, Hana merengut cemberut dan menatapnya tidak suka.

"Tidak usah berkata omong kosong. Ayo kita mulai latihan," cetus Hana.

Tan mengangkat alisnya sambil bertolak pinggang, memperhatikan Hana sampai memiringkan kepala. Sial. Apakah dia benar-benar ingin menebar pesona seperti itu? rutuk Hana kesal.

"Apa kau pernah menjalani kegiatan mendaki? Maksudku, berjalan menanjak di jalur bukit untuk menuju sampai ke atas?" tanyanya.

"Tentu saja aku pernah. Aku sudah melakukan hal itu sejak masih kecil. Tapi seringnya dengan para Oppa dan Noona, jika aku berlibur ke rumahnya," jawab Hana langsung.

Deg! Hana mengerjap bingung setelah mengucapkan kalimat tadi dan terdiam untuk mencerna kembali apa yang sudah diucapkannya. Mendaki? Bersama Oppa dan Noona? Berlibur? Sejak kecil? Hana mengerutkan kening ketika tidak mampu mengingat momen yang sempat terucap dalam ingatannya. Ada apa dengan diriku? Pikir Hana heran.

"Kalau begitu, sesi kali ini, kita mendaki," ujar Tan yang membuyarkan pikiran Hana.

"Apa? Mana mungkin aku diperbolehkan keluar?" seru Hana kaget.

Tan mengangkat satu sudut bibirnya untuk memberi seringaian menyebalkan. "Bukankah tadi kau bilang sejak kecil, kau pergi mendaki dengan saudaramu saat berlibur? Itu berarti kau boleh keluar."

"Aku tidak tahu kenapa hal itu bisa kuucapkan. Aku.. "

"Jadi, kau berbohong?"

"Tidak, tidak! Aku hanya bingung dan... ada apa dengan diriku sekarang?"

Pertanyaan terakhir diucapkan Hana untuk dirinya sendiri. Keningnya masih berkerut dan tampak berkutat dengan pikirannya, tanpa menyadari ekspresi menilai dan seringaian puas di wajah Tan saat ini.

"Ayo kita berangkat, hari ini cuaca cukup cerah. Jika jalan sekarang, maka kita bisa kembali sebelum senja," putus Tan sambil berjalan ke sudut ruangan.

Seperti sudah menyiapkan hal itu sejak tadi, Tan mengambil sebuah ransel besar di sana dan segera memakainya. Outfit yang dikenakan pun berbeda dari biasanya. Tan tampak jauh lebih menarik dengan penampilan kasual seperti itu.

"Apa kau yakin? Aku takut jika Harabeoji..."

"Harabeoji sedang ada urusan dan tidak ada di sini. Yoo-Jin menemaninya dan Ryu akan menetap di mansion untuk menjaga Halmeoni. Kau akan bersamaku," sela Tan sambil berjalan menghampirinya dan menatapnya naik turun untuk memperhatikan penampilan.

"Kenapa kau melihatku seperti itu? Ada yang salah atau.."

"Tidak, kau sangat cantik. Dan aku suka," sela Tan dengan datar dan segera menggenggam tangan Hana sebelum dia sempat membalasnya.

Hana tidak habis pikir dengan Tan yang memuji wanita dengan sikap datarnya yang seperti itu. Seperti sebelumnya, bukannya merasa tersanjung, tapi justru tersinggung, sampai Hana tidak tahu harus memberi respon seperti apa.

Bukan lewat pintu depan, tapi Tan membawanya lewat jalur belakang. Hana mengernyit bingung dan tidak mampu bersuara karena Tan sudah memberinya tatapan peringatan. Genggaman tangan Tan begitu erat, mengikuti langkah besar Tan dengan susah payah. Seharusnya Hana bisa menolak atau menghajarnya, tapi perasaannya berkata lain. Bersama Tan, Hana tidak merasa terancam, tapi aman dan tenang.

Melewati pintu belakang, Tan berhenti sebentar untuk sekedar mengambil ponsel dan mengetik cepat di sana, lalu kembali melanjutkan perjalanan sambil menggenggam tangan Hana. Di belakang mansion, mereka harus melalui taman bunga. Jika arah kanan adalah ranch kuda, maka arah kiri adalah jalur sempit yang menuju hutan liar. Tan mengambil arah kiri.

Hana spontan berhenti dan Tan langsung menoleh padanya dengan ekspresi tidak senang.

"Di sana, ada hutan yang menyeramkan," ucap Hana memberikan alasan.

"Menyeramkan?" tanya Tan dengan satu alis terangkat.

Hana mengangguk. "Kata para pekerja, di sana banyak hantu dan orang akan hilang jika melewati hutan itu. Intinya, hutan itu terlarang."

Tan memutar bola mata dan kembali menarik Hana untuk melanjutkan perjalanan mereka. "Di dunia ini, bukan hantu atau mitos yang harus kau percayai, tapi dirimu sendiri. Keyakinan dalam dirimu sangat besar kuasanya. Jika kau mempercayai hal itu, maka akan terjadi seperti apa yang kau percayai. Jangan menaruh perhatian pada sesuatu yang tidak berharga, Hana."

Hana terdiam dan tidak mampu membalas Tan. Memang benar rasa takut Hana timbul karena perkataan para pekerja, sehingga dirinya tidak memiliki nyali untuk mencoba melewati jalur kecil yang panjang dan terjal di sana. Tapi Hana juga tidak berminat untuk melakukan hal seperti itu, juga rasanya mencekam meski ada Tan di sampingnya karena kanan kiri jalur adalah pepohonan tinggi.

"Apa kau yakin jika jalur mendaki adalah jalur ini?" tanya Hana dengan gemetar.

Menyadari ketakutan Hana, Tan segera merangkul bahu Hana dan mendekapnya. Kedekatan ini membuat Hana tersentak dan mendongak untuk menatap Tan yang menatap lurus ke depan dengan tatapan tajam.

"Ini adalah jalur pendakian yang sangat tepat untukmu melihat dunia, Hana," jawab Tan kemudian.

"A-Apa?"

Tan menunduk dan membalas tatapan bingung Hana. "Bukankah kau bilang ingin keluar melihat dunia? Kau terpenjara dalam mansion besar itu, bukan?"

Hana mengerjap pelan dan mencoba mencerna semuanya. Matanya melebar kaget ketika menyadari ada kekeliruan yang terjadi. "K-Kau mengajakku kabur? Kau akan membawaku pergi? Atau... kau menculikku?"

Sebelum sempat memberontak, Tan sudah lebih dulu mengetatkan dekapan dan entah bagaimana caranya, kedua tangan Hana diborgol ke belakang. Tentu saja, pergulatan terjadi karena Hana berusaha untuk menggunakan kedua kakinya, tapi justru Tan mengangkat tubuh Hana dengan mudah dalam gendongan.

"Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Kau bilang kita akan mendaki! Tapi kenapa kau membawaku ke dalam pelarian? Harabeoji akan cemas dan..."

"Aku dengar setelah pelatihanmu selesai, kau akan dinikahkan oleh pria pilihan Harabeoji," sela Tan sambil menggertakkan gigi.

"A-Apa?"

Tan mulai berjalan dengan langkahnya yang besar dan cepat sambil menggendong Hana. "Setelah pelatihan kita selesai, dan jika kau sama sekali tidak menyadari apa yang terjadi, maka kau akan dinikahkan oleh bajingan itu."

"Apa maksudmu, Oppa? Tidak ada yang akan menikah karena aku sedang menunggu seseorang!" sembur Hana sambil memberontak.

Langkah Tan terhenti dan menatapnya kaget. "Apa katamu?"

"Aku sedang menunggu seseorang!" jawab Hana kencang.

"Siapa?"

Deg! Kening Hana berkerut dan tampak kebingungan. Terkadang, mulut dan otaknya tidak seimbang. Ralat. Perasaannya pun demikian. Entah kenapa, kehadiran Tan sering membuatnya bingung dan tidak mengerti tentang ucapan yang keluar begitu saja tanpa pikir panjang. Jika ditanya kembali seperti sekarang, Hana tidak memiliki jawaban dan hanya bisa diam.

"Siapa?" tanya Tan lagi, kali ini dengan nada meninggi.

"Aku tidak tahu! Yang aku tahu adalah aku harus menunggu seseorang dan tidak bisa menerima pria lain," jawab Hana ketus.

Ekspresi Tan berubah. Pria itu tampak melunak dan kembali melanjutkan perjalanan untuk menyusuri jalur panjang itu. Digendong dalam bridal style dengan tangan terborgol di belakang sungguh tidak nyaman. Apalagi, Hana berusaha menjauhkan dadanya yang membusung lantang pada dada bidang Tan, tapi sia-sia. Sebab, pria sialan itu seolah mengeratkan dekapan agar payudara Hana bisa mendesak lembut di sana.

"Aku benar-benar ingin memukul kepalamu, Oppa. Bisakah kau renggangkan dekapanmu dan lepaskan borgol di tanganku? Aku tidak akan lari!" desis Hana sambil menatap Tan tajam.

Tan menunduk dengan ekspresi biasa saja. "Sebentar lagi. Sekitar ratusan meter dari sini, aku akan melepasmu."

Hana mengumpat pelan dan Tan hanya menyeringai sinis di sana. Berusaha menjauhkan diri dari tubuh Tan, membuat Hana merasa pegal. Akhirnya, dia menyerah dan ikut menyandarkan kepalanya di dada Tan, merasa lemah secara tiba-tiba.

"Apakah aku tidak akan kembali ke tempat Harabeoji?" tanya Hana kemudian.

"Kurasa, untuk pertama kalinya kau bisa keluar dari sana, itu bukan pertanyaan yang bisa kau lemparkan, Hana," jawab Tan lugas.

"Aku takut Harabeoji marah dan Halmenoni cemas. Bagaimanapun, aku tidak bisa pergi tanpa kabar seperti ini."

"Soal itu tidak masalah, karena mereka sudah menerima pesan dariku saat ini dan akan segera mengejar kita."

"Apa? Kita dikejar? Apa kita akan dihukum jika tertangkap?" seru Hana kaget.

"Tentu saja," balas Tan datar.

Hana mengerang kesal. "Aku lelah dihukum, Oppa. Kau membuatku kembali dalam masalah."

"Kalau begitu, supaya kita tidak dihukum, maka kita harus bergegas," balas Tan santai, lalu menurunkan Hana dan melepas borgol di tangannya saat sudah berada di ujung jalur, dengan adanya sebuah mobil di situ.

Begitu tangannya bebas, Hana segera memukul sisi wajah Tan dengan keras. Pria itu meringis sambil menangkup bagian yang dipukul Hana dan melotot galak padanya. Merasa jika Tan marah dan dirinya terancam, Hana hendak berlari tapi tidak jadi. Karena cengkeraman Tan sudah mendarat di lengannya, menarik tubuhnya dan jatuh ke dalam pelukan Tan, lalu napas Hana tertahan ketika pria itu menunduk untuk mencium bibirnya.

Pekikan Hana tertelan begitu saja saat lidah Tan masuk ke dalam rongga mulutnya. Rengkuhan Tan begitu erat dan kuat, hingga Hana tidak bisa berkutik sedikit pun. Hana menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha memberontak semampunya, tapi Tan justru mengangkat tubuhnya sambil berjalan ketika melepas ciuman lancang itu.

"Kau sangat kurang ajar! Dasar bajingan! Tidak seharusnya kau mengambil ciuman pertamaku!" seru Hana sambil berusaha menggeliat tapi rengkuhan Tan semakin mengetat.

Tan hanya menyeringai sambil meliriknya sedikit tanpa menghentikan langkahnya. "Jika kau tahu yang sebenarnya, Hana."

"Apa maksudmu?" tanya Hana bingung dan memekik kaget saat Tan mendorongnya masuk ke dalam mobil.

Tan membungkuk, lalu tersenyum meremehkan, sambil menatapnya dengan tajam. "Bahwa aku sudah mengambil banyak kepunyaanmu. Dan kau tahu itu apa?"

Hana menggeleng dengan rasa takut yang mulai menjalar dalam tubuhnya saat ini.

"Kau adalah milikku. Sepenuhnya," ucap Tan tegas, lalu menutup pintu mobilnya.

Hana hendak membuka, tapi sialnya, pintu mobil itu otomatis terkunci. Dia tersentak ketika Tan sudah masuk dan duduk di kursi kemudi.

"Oppa!"

"Jangan memberontak atau aku akan membunuhmu sekarang juga. Sekarang, ikut aku dan jangan bersuara," desis Tan tajam.

Hana mengerjap bingung. Bukan rasa takut yang terasa, tapi perasaan familiar tentang dirinya pernah mengalami kejadian seperti ini. Berada di mobil bersama dengan Tan, lalu pria itu mengancamnya dengan kata yang sama, dan membawanya pergi dari kejaran apapun. Persis, batin Hana bingung.

Tan memperhatikan ekspresi yang ditampilkan Hana dengan seksama, lalu segera menyalakan mesin untuk melajukan kemudi. Hana sudah tidak bisa memperhatikan sekelilingnya karena sibuk berpikir tentang deja vu yang dirasakannya. Dia berpikir jika mungkin saja dia bermimpi, tapi rasanya terlalu nyata.

Pikirannya teralihkan saat sudah bisa melihat jalan raya dimana banyak mobil berlalu lalang dan orang yang berjalan di sisi jalan. Seperti orang yang baru melihat dunia luar dan mendapatkan kebebasannya, Hana tampak seperti anak kecil yang mengerjap takjub melihat kehidupan yang dilalui mobil yang dikendarai Tan.

Senyumnya mengembang, dengan perasaan menyenangkan yang begitu menenangkan, Hana memandang keluar jendela tanpa mempedulikan Tan yang sedaritadi mengawasi ekspresinya. Begitu damai dan tenang, bahkan ada rasa haru yang menguar dalam dadanya ketika bisa melilhat semua keindahan yang hanya bisa dilihatnya lewat drama atau berita di TV selama ini.

Kemudian, Hana menoleh pada Tan dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Tidak mengerti dengan perasaan sedih yang tiba-tiba, Hana beringsut mendekat pada Tan lalu memeluknya erat, menumpahkan tangisannya di sana.

"Maafkan aku," isak Hana pelan. "Aku tidak tahu kenapa aku begitu sedih dan ingin memelukmu. Aku merasa lebih baik jika dekat denganmu seperti ini. Apa yang salah denganku, Oppa? Aku bingung. Sangat bingung."

Tan mengusap lembut pucuk kepala dan mengecup di sana. Dia menghela napas dan menyetir dengan satu tangan tanpa mengurangi kecepatan, dengan satu tangan yang lain masih mengusap kepala Hana.

Kemudian, Tan bersuara dalam nada yang sangat lembut padanya. "Bukan salahmu, Hana. Dunia yang sudah semakin jahat inilah, yang bersalah padamu. Kau tidak perlu merasa bingung, sebab aku akan menjadi penuntun arah hidupmu dan tidak akan membiarkanmu kembali tersesat dalam kesakitan yang sama."


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Oppa, hobi banget yah culik orang 😏
Mau juga dong diculik.

Coba request, mau sayang2an and kangen2an dimana?
Hotel? Camping? Laut? Atau... ?
🤣🤣🤣🤣🤣

Daripada pusing Corona dan orang2 bandel yang penuhin jalan, mendingan pikirin gimana caranya Tan bisa seneng2 sama Hana, yega?
I purple you 💜




20.05.2020 (21.15 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top