Part. 1 - Hatred

Happy Reading 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Tidak ada yang membuat Tan semakin tidak senang, ketika ayah dan dua kakak tertua memaksanya untuk datang mengunjungi sebuah distrik kecil yang berada di pinggiran kota Busan. Terlebih lagi, jika harus mengawasi seorang adik sepupu yang entah sudah berapa lama tidak ditemuinya. Salah, ralat Tan dalam hati. Ju Hana, bukanlah adik sepupunya, karena tidak memiliki darah keluarga Kim. Cih! Dia tidak layak disebut sebagai keluarga Kim, karena memiliki orang tua yang sudah menorehkan luka dan dendam dalam keluarganya.

"Sudah ada Zac dan Zayn, untuk apa aku harus ikut andil dalam mencari hal yang kau inginkan?" desis Tan geram.

Dengan ponsel yang masih bertengger di telinga sejak lima menit yang lalu, Tan berjalan mondar mandir di sebuah ruang besar dalam mansion keluarga itu. Tidak ingin berlarut dalam persoalan keluarga yang begitu pelik, Tan selalu bepergian untuk mengalihkan perhatian. Seperti menjadi model suit untuk brand ternama, menjadi sosialita yang selalu hadir dalam acara apa pun, dan menjalani bisnis pribadinya diam-diam. Kini, dia harus mendapat perintah yang sangat tidak bisa diterima, tapi terpaksa harus dilakukan karena ayah dan dua kakaknya yang sudah menekannya terus-terusan.

"Sudah saatnya kau menjadi dewasa, Tan. Tidakkah kau sadari, jika kau sudah berumur 28 tahun? Terlalu tua untuk terus bersenang-senang, dan saatnya memikirkan hal yang penting sebelum menginjak 30 tahun," ucap Hyun, kakak pertamanya, di sebrang sana.

"Kedewasaan tidak bisa diukur dari umur saja, Hyeong. Lagi pula, urusan ini tidak ada sangkut paut dengan hidupku," kembali Tan mendesis.

"Memang tidak, tapi ini berhubungan dengan keluarga kita. Data penting yang berisikan anggota-anggota terselubung dari Severus, sampai saat ini belum ditemukan. Kita sudah berusaha mencari sampai detik ini, dan itu sudah satu tahun berlalu," balas Hyun dingin.

"Tapi, kenapa harus aku?" sahut Tan tidak terima.

"Saat itu, hanya aku dan Shin yang melakukan tindakan pada Severus. Sedangkan, kau tidak ada."

"Bukan berarti harus aku yang datang untuk mencarinya dari wanita itu! Sudah ada si Kembar dan...,"

"Tapi ini berhubungan dengan keluarga kita, Tan! Mereka hanya membantu, bukan untuk mendapatkan! Tidakkah kau mengerti akan hal ini? Kau terlalu santai dan tidak tahu bagaimana caranya bertanggung jawab! Kau...,"

"Untuk apa aku harus melakukan semua ini, jika tidak bisa mengembalikan Noona?!" sela Tan dengan nada membentak.

Hening. Bahkan, Hyun tidak langsung membalasnya, sementara Zac dan Zayn yang sedang duduk di sofa ruangan, hanya memperhatikan Tan yang terlihat semakin tidak senang di sana. Mungkin saja, Tan tidak seperti dua kakaknya, Hyun dan Shin, yang tampak begitu berkompeten dalam menangani permasalahan keluarga, dengan menjadi sosok pahlawan yang begitu hebat. Tapi itu tidak berarti, Tan mengabaikan hal itu.

"Memang tidak ada yang bisa mengembalikan Noona, tapi setidaknya, kita berusaha untuk menjaga keutuhan keluarga kita, dengan mencegah serangan yang tidak diinginkan di kemudian hari, seperti yang dialami Noona," ujar Hyun kemudian, lalu terdengar menghela napas. "Dengarkan aku, Tan. Jika kau rasa hal ini tidak perlu kau lakukan, tinggalkan saja. Tapi aku ingin kau sedikit berusaha, sebelum memutuskan untuk pergi tanpa melakukan apa-apa."

Tan mendengus kasar ketika telepon itu langsung dimatikan oleh Hyun. Dia segera menghempaskan tubuh di sofa besar, dan mengarahkan pandangan pada lampu gantung yang berada di atas dengan tatapan menerawang. Baik Zac dan Zayn, masih sama-sama terdiam sambil memperhatikan Tan dari sofa sebrang.

"Apakah harus semarah itu, Hyeong?" tanya Zayn dengan alis berkerut heran.

Tan tidak menjawab. Apakah harus marah katanya? Tentu saja iya. Bagi Tan, semua yang berhubungan dengan Kim Hyu-Ra, saudara perempuan dari ayahnya, seperti air garam yang ditabur di atas luka hatinya. Tidak memiliki hati sebesar orangtua dan dua kakaknya, Tan menyimpan dendam yang perlahan semakin memberat.

Tidak banyak bicara, tampak tenang, dan seolah tidak peduli, adalah cara Tan untuk menyembunyikan luka dan dendamnya. Otaknya sedang berputar untuk memikirkan bagaimana caranya menyelesaikan urusan ini tanpa perlu berlama-lama.

"Jika kau tidak ingin berada di sini, silakan pergi, Hyeong. Aku dan Zayn yang akan melakukan pekerjaan ini," ujar Zac sambil beranjak berdiri.

"Zac, kau mau kemana?" tanya Zayn sambil ikut berdiri.

"Berjalan-jalan. Sekalian, melihat-lihat apa yang bisa kudapatkan di daerah sini. Kita tidak akan dikenali, selain menjadi pendatang baru," jawab Zac, yang hendak melangkah, tapi Tan sudah lebih dulu menghalanginya.

"Jangan meremehkanku, Namdongsaeng," ucap Tan dengan ekspresi datar. "Siapa bilang aku akan pergi? Justru sebaliknya, aku sudah mendapatkan ide penyelesaian, tanpa perlu membuang banyak waktu di sini. Sistimnya seperti ini, aku yang mendapatkan, dan kalian yang menyelesaikan sisanya."

Zac dan Zayn sama-sama mengerutkan alis dan menatap Tan dengan heran. Sebagai yang termuda, si Kembar tidak pernah membantah atau melempar aksi protes, dan itu adalah keuntungan yang menyenangkan bagi Tan.

"Lalu, apa yang ingin kau lakukan?" tanya Zac tanpa ekspresi.

Tan menyeringai sinis. "Tentu saja, memberi kunjungan dan mengundangnya untuk makan malam."

Dan itulah yang dilakukan ketiganya. Mengunjungi toko bunga yang terletak di ujung jalan Saejang. St, bertemu dengan adik sepupu yang sudah beranjak dewasa, tampak kebingungan dan ketakutan di saat yang bersamaan. Tidak ingin membuang waktu, Tan langsung menyampaikan keinginannya dan pergi begitu saja.

Dia berkeliling di distrik kecil itu, memantau dan memperhatikan sudut jalan dengan kamera pengawas yang terpasang secara tersembunyi. Sorot matanya menelusuri tiap jalan yang dilewati, warga lokal, kegiatan di hari itu, semuanya. Berjalan sendiri, itu yang selalu dilakukan. Enggan untuk bekerja sama, bukan berarti Tan merasa mampu, tapi karena lebih nyaman untuk sendirian saja. Di samping itu, dia bisa lebih berkonsentrasi.

Di lain pihak, Zac dan Zayn melakukan hal yang sama. Mempelajari distrik dengan menelusuri berbagai jalan-jalan kecil, berkeliling layaknya seorang turis, dan memotret beberapa hal yang dianggap penting. Hingga akhirnya, ketiganya bertemu di depan gerbang mansion.

"Hyeong, omong-omong soal makan malam, kau mengundang Hana untuk datang, lalu siapa yang akan memasak?" tanya Zayn sambil menyamakan langkahnya dengan Tan.

"Tugasmu yang mencari menu makan malam, atau suruh saja wanita itu yang membuatkannya," jawab Tan tanpa beban.

Langkah Zayn terhenti, sambil menatap kepergian Tan yang sedang menaiki anak tangga untuk menuju ke kamar. Zac hanya menghela napas, lalu menoleh pada Zayn.

"Apa kau sudah mendapat informasi tentang makanan kesukaan Hana?" tanya Zac kemudian.

Zayn menggelengkan kepala. "Tidak ada banyak informasi tentang Hana, karena Komo tidak banyak membuka suara. Abeoji tidak ingin bertanya lebih lanjut, selain mengawasi kondiri kesehatan Komo yang semakin memburuk. Jiwanya sudah sakit parah, dan kesehatannya pun demikian."
(Komo : Tante, Abeoji : Ayah)

Zac bergeming sambil memikirkan kondisi wanita tua yang sudah menjadi tante kesayangannya. Sebagai satu-satunya putri dalam keluarga besar Harabeoji Seng-Ho, Hyu-Ra Komo menjadi favorit para sepupu karena dinilai penuh perhatian dan kasih sayang. Nyatanya? Semua itu hanya kepalsuan yang diberikan wanita itu. Tidak menyangka, tapi harus diterimanya, Zac kembali menghela napas.

"Kita atur saja. Pesankan beberapa menu makanan di restoran terbaik di distrik ini, dan suruh pelayan menyiapkannya," ujar Zac. "Kau tahu jika Hyeong tidak akan bisa diajak bekerja sama seperti kedua Hyeong yang lainnya."

Zayn mengangguk menyetujui. "Aku sangat heran dengannya, kenapa harus bersikap dingin dan tidak senang seperti itu? Belum satu hari tiba di sini, tapi aku tidak nyaman bersamanya."

Zac menepuk bahu Zayn dengan ringan. "Maklumi dia. Sebab, kita tidak merasakan kesakitan dan kejadian yang dialaminya, Zac. Duka itu tak akan hilang, dan lukanya semakin mendalam, ketika kita dihadapkan pada sosok yang tidak sengaja menjadi penyebabnya."

"Apa kau berpikir jika Hana tidak terlibat dalam urusan orang tuanya, Zac?" tanya Zayn dengan alis berkerut.

"Entahlah. Hanya saja, kupikir tidak ada yang bisa kita dapati darinya, mengingat Hana sudah tidak bertemu dengan orang tuanya selama beberapa tahun terakhir, karena Komo mengasingkannya di distrik kecil ini," jawab Zac sambil mengangkat bahu.

"Tidakkah itu mengherankan? Dia menyembunyikan putrinya, bertindak seolah tidak peduli, tapi sudah mempersiapkan segala kebutuhannya dengan sangat baik di distrik ini," balas Zayn.

"Untuk itulah, kita diminta untuk datang ke sini, guna mencari tahu tentang alasan kenapa Hana diasingkan," sahut Zac.

"Baiklah, ayo kita segera memesan makanan."

Keduanya segera melakukan apa yang direncanakan, tidak menyadari jika sedaritadi, Tan mendengar pembicaraan mereka dari posisinya. Dia sengaja berhenti untuk mendengar lanjutan obrolan dari si Kembar, dan hanya bergeming selama beberapa saat, sebelum akhirnya kembali ke kamar pribadi.

Tidak ingin tergesa-gesa, Tan menikmati kesendiriannya di dalam kamar, membersihkan diri, dan menyelesaikan beberapa pekerjaan di laptop. Meski ketukan pintu berupa panggilan dari pelayan sudah terdengar tiga kali, Tan tidak berminat untuk segera beranjak, melainkan sengaja berlama-lama di sana.

Barulah ketika waktu sudah menunjukkan pukul setengah 8, Tan memutuskan untuk keluar dan mendapati jika Hana sudah tiba, dan sedang mengobrol dengan Zayn, yang duduk di sampingnya. Tampak Zac duduk di sebrang, terlihat bergeming dan tidak tertarik dengan obrolan yang dilakukan Zayn di sana.

Zayn yang mendominasi pembicaraan, selalu membuat Tan mendengus. Pria itu selalu pandai dalam bersikap basa basi, dengan keramahan yang berlebihan. Kedatangannya disadari oleh mereka bertiga, dan segera beranjak untuk menyambut Tan yang mengambil tempat di kursi utama.

"Oppa," sapa Hana sambil membungkuk hormat padanya.

"Duduklah," ucap Tan pada ketiganya agar segera duduk.

"Kenapa kau lama sekali?" bisik Zac dengan dingin.

Tan mendelik tajam ke arahnya. "Bukan urusanmu."

"Setidaknya, kita bisa menikmati makan malam bersama sebagai keluarga, bukan?" sela Zayn dengan nada riang. "Ayo kita mulai, karena aku sudah sangat kelaparan. Hana, jangan sungkan."

Hana mengerjap cemas, dan menatap ketiganya dengan ekspresi waspada. Hal itu diperhatikan Tan dengan seksama, sambil mempelajari gerak gerik yang dilakukan Hana. Meski gugup, dia berusaha menyembunyikannya dengan memaksakan sebuah senyuman, tampak mengikuti pembicaraan yang terjadi, dan menjawab seperlunya. Membuat Tan berpikir jika wanita itu seperti memahami situasi yang dihadapinya. Seperti sudah terbiasa berhadapan dengan sesuatu yang tidak menuntut keterlibatannya.

"Omong-omong, sudah berapa lama kau tinggal di sini, Hana?" tanya Tan tiba-tiba.

Hana menoleh ke arahnya, memperlihatkan sisi kedewasaan dari wajahnya yang tampak menawan. Kecantikan Hyu-Ra diwarisi olehnya. Sepasang mata coklat yang bersinar, bentuk wajah yang mungil, dan rambut panjang terurai, Hana bertumbuh menjadi sosok wanita muda yang cantik.

"Sejak remaja, Oppa. Sudah hampir 5 tahun, aku tinggal di sini," jawab Hana.

"Sendirian saja?" tanya Tan lagi.

Hana mengangguk. "Appa dan Eomma tidak pernah mengunjungiku. Apa kau tahu keadaan mereka? Apakah ada sempat mengunjungi Harabeoji? Apakah...,"

"Aku yang bertanya, kenapa kau kembali bertanya padaku?" sela Tan tanpa ekspresi. "Makan makananmu."

Hana mengerjap lirih, menatap Tan dengan sorot mata yang menampilkan kesedihan. Sayangnya, Tan tidak merasa harus berbelas kasih dan mengabaikannya dengan menikmati makan malam dalam diam. Sementara itu, Zac tampak memperhatikan Hana dengan tatapan menilai, dan Zayn masih dengan sikap ramah, menawarkan makanan pada Hana.

Tan melirik tajam pada Hana yang kini sedang menyuap makanan tanpa minat. Terlihat sekali jika wanita itu datang demi mencari informasi perihal keluarganya. Kesan canggung dan tidak nyaman, ditampilkan lewat senyuman yang dipaksakan. Munafik, pikir Tan.

"Kudengar, kau sangat pandai dalam merangkai bunga, Hana," tiba-tiba Zac bertanya.

Semua menatap Zac, termasuk Tan. Hana mengangguk sebagai jawaban.

"Apa kau juga bisa mendesain taman bunga?" tanya Zac lagi.

Hana terlihat berpikir, lalu mengangguk. "Hanya desain sederhana yang membuat halaman rumah agar terlihat menarik. Tidak bisa sampai seperti ahli taman yang mampu membuat taman bunga dengan landscape yang luas."

Zac mengembangkan senyuman, begitu juga dengan Zayn. "Kalau begitu, bagaimana jika kau membantu kami dalam membuat taman bunga di halaman belakang mansion ini?"

Tan mendengus pelan mendengar rencana Zac yang sangat tidak masuk akal. Mansion keluarga mereka, sudah mempekerjakan para ahli taman yang profesional untuk membuat desain taman yang begitu indah. Untuk apa lagi meminta wanita itu mengerjakannya? Ckckck.

"Maaf, Oppa. Saat aku datang, tidak ada taman yang perlu dikerjakan, sebab semua perawatan dan pemangkasan sudah terlihat rapi, juga indah," balas Hana dengan ekspresi bingung.

"Halaman belakang mansion," Zayn mengambil alih pembicaraan dengan ceria. "Kami bermaksud untuk memberi kejutan pada Eomeoni, karena sebentar lagi, dia akan berulang tahun. Dia menyukai taman bunga yang mungil dan cantik, seperti orangnya."

"Juga perlu sekali mengatur tata letak pot dan jalan taman, agar tampak rapi untuk menentukan keindahan taman. Dengan bantuanmu, kami akan sangat merasa terbantu," tambah Zac kemudian.

"Well, aku tidak menyangka, jika kalian sudah seperti ahli taman sekarang. Akan lebih baik, jika kalian menggunakan jasa ahli taman profesional, yang paham betul dengan tata letak taman, cara mengorganisir saluran air untuk menjaga akar tanaman, dan tahu karakter tanaman untuk bertahan dalam musim tertentu," komentar Tan sambil menatap Zac dan Zayn dengan tajam.

Zac dan Zayn memberi ekspresi menegur pada Tan, sementara Hana hanya menundukkan kepala sambil menatap makanannya tanpa minat. Seperti bisa membaca situasi yang semakin keruh, Hana segera beranjak dan menatap tiga pria itu dengan senyuman sopan.

"Terima kasih banyak untuk makan malam ini. Sudah terlalu malam, aku harus segera kembali karena ada pesanan buket yang harus kukirim pagi-pagi sekali," ucap Hana sambil membungkukkan badan pada mereka.

"Hana, kau belum selesai," ujar Zayn sambil beranjak dan mencengkeram lengan Hana untuk menahannya yang hendak melangkah.

"Aku sudah kenyang," balas Hana dengan sopan.

Zac pun ikut beranjak, berjalan memutar untuk menghampiri Hana, dan mengambilkan tas Hana yang masih ditaruh di kursi. "Biar aku yang mengantarmu pulang."

Entah apa yang sedang direncanakan si Kembar, yang jelas pemandangan yang dilihat oleh Tan, membuatnya berdecak sinis dan menggelengkan kepala. Sengaja bersikap baik untuk mencari perhatian, lalu mendekatinya dengan satu tujuan? Begitu? Sungguh, bukan keahlian Tan untuk berpura-pura seperti aktor yang pintar memainkan sebuah drama.

"Tidak usah, Oppa. Aku bisa pulang sendiri. Terima kasih," ucap Hana dengan lugas, sambil mengambil tas dari Zac.

Tan hanya menyeringai sinis melihat Zac dan Zayn yang tertegun dengan penolakan Hana yang begitu tegas, tapi seringaian itu memudar ketika melihat kedatangan seseorang tanpa prediksi. Shit! Tidak bisakah aku diberi ketenangan, dengan harus menambah 1 orang untuk mengacau di sini? Si Kembar saja sudah menjadi masalah, kenapa harus ada orang itu?

"Hyeong?" pekik Zac dan Zayn dengan nada kaget secara bersamaan.

Jika tiga pria itu tampak kaget, lain halnya dengan Hana yang melebarkan senyuman, tampak begitu lega dan senang di saat yang bersamaan, lalu berlari menghampiri orang itu, dan memeluknya begitu saja.

"Oppa! Oppa! Apa kabar? Aku tidak percaya jika kau akan benar-benar datang menghampiriku ke sini," ucap Hana dengan suara gemetar karena terharu.

Yang dipeluk hanya memamerkan cengiran lebar, sambil mengarahkan dua jari sebagai salam perdamaian pada tiga pria yang masih menatapnya di posisi duduk mereka.

"Tentu saja, karena kudengar ada acara makan-makan di sini. Dan kebetulan sekali, aku sangat lapar," balasnya ceria sambil menarik diri dari pelukan Hana, mengarahkan tatapan pada tiga pria itu, lalu membungkuk dengan hormat. "Salam sejahtera bagi kita semua. Kuharap kalian tidak rindu padaku, karena aku akan bekerja dengan giat selama beberapa waktu di sini."

Tan langsung beranjak dan melotot galak padanya. "Apa maksudmu akan bekerja selama beberapa waktu di sini, Jin-Wook?"

Pria yang bernama Jin-Wook semakin melebarkan cengirannya, tampak begitu senang dan terlihat konyol secara bersamaan. "Membantu Hana untuk menebar pupuk, agar tanaman bunga yang ditanamnya bisa bertumbuh subur."

"Kenapa kau kedengaran seperti sedang jatuh cinta, Hyeong?" tanya Zayn dengan alis berkerut heran.

Sambil membetulkan tatanan rambut gondrongnya, Jin-Wook mengubah ekspresi konyolnya, menjadi sok serius. "Jangan seperti itu, Namdongsaeng. Aku datang bukan untuk diperhatikan sedemikian, meski aku memang sangat rupawan akhir-akhir ini. Untuk menjawab pertanyaanmu, yang kurasakan lebih dari itu."

Hana membulatkan mata. "Apa kau benar-benar sudah memiliki kekasih, Oppa? Wanita seperti apa yang menyukaimu? Apakah cantik dan cukup pintar?"

Jin-Wook mendesis sinis pada Hana, terlihat tersinggung. "Apa maksudmu, hah? Memangnya wanita yang menyukaiku adalah jelek dan bodoh? Tentu saja tidak! Hanya saja, dia memiliki kemampuan untuk membuatku menjadi gila."

"Gila?" celetuk Zac sambil meringis jijik.

"Bukan tergila-gila padanya, tentu saja. Gila dalam artian, tidak terima karena dia lebih gila dariku," balas Jin-Wook kalem.

"Siapa orangnya? Apa aku mengenalnya?" tanya Zayn antusias.

"Tentu saja tidak! Dan kau tidak perlu mengenalnya," jawab Jin-Wook dengan alis berkerut tidak suka, dan sorot mata yang menampilkan permusuhan pada Zayn.

"Atau jangan-jangan, wanita muda yang bersamamu waktu itu?" tebak Zayn sambil menyeringai lebar.

"Wanita yang mana?" tanya Zac sambil menoleh pada Zayn. "Apa kau kenal?"

"Siapa? Apakah dia kenalan kita?" tanya Hana ingin tahu.

"Jangan sembarangan berbicara, Zayn," jawab Jin-Wook sambil bertolak pinggang. "Atau aku akan menyeretmu ke meja pengadilan karena sudah bermulut besar sekarang."

Perdebatan kembali berlanjut, dimana Tan mulai merasa gerah. Tanpa berkata apa-apa, Tan menyingkir dari ruangan itu, dan menaiki anak tangga untuk menuju ke kamar pribadinya. Sudah terlalu banyak orang yang membuatnya pusing kepala, dan tidak ingin terlibat terlalu jauh. Sebelum sempat menaiki tangga terlalu jauh, Tan menghentikan langkah untuk menoleh ke belakang, melihat punggung Hana yang masih bercengkerama dengan Jin-Wook dan si Kembar di sana.

Mengamati selama beberapa saat, lalu menyeringai licik, dan kembali menaiki tangga tanpa menoleh lagi. Meski tidak mengerti dengan apa yang direncanakan ayah dan kakaknya, yang mengutusnya untuk datang ke distrik itu, juga dengan adanya kehadiran si Kembar dan Jin-Wook, tapi Tan tidak tidak peduli dan tidak ingin tahu.

Sudah ada tiga orang yang datang, sudah pasti Tan hanya bersantai sambil melihat keadaan saja. Sebab dirinya sudah memiliki tujuan sendiri. Yaitu, membalas dendam untuk menghancurkan orang-orang yang sudah menyakiti keluarganya, dan menorehkan luka yang begitu dalam pada dirinya. Termasuk Hana.   



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Katakanlah, lapak ini bikin semangat, karena ada cameo yg sengaja aku munculkan untuk membuat bahagia 🤣

Gak bisa santai aqutu, Jin emang udah parah banget gesreknya 💜

P.S. Cerita ini cuma cerita konyol, yang aku buat di sela-sela kemumetanku.
Jadi, nggak perlu dibaca karena kurang menarik.



13.01.2020 (20.16 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top