Chapter 5 - Toxic
Iris biru kelabu si sulung Higurashi meraup dada telanjang milik pria yang gemar menganiaya. Setelah itu, ia memandangi wajah bengis sungguh pun rupawan; rambut berpomade yang biasanya selalu tersisir rapi itu kini berjatuhan, menutupi dahi dan membingkai wajah. Mulut laki-laki itu sedikit terbuka, matanya terpejam, ekspresinya berkerut-kerut seakan menahan rasa sakit juga kenikmatan di saat yang bertepatan. Kagome menyaksikan si penyekap terengah-engah. Pria bertubuh ramping namun memiliki massa otot yang memikat di lengan dan dada sehalus pualam itu memompa kian cepat, mengentak semakin keras, dan gerakannya kian beringas.
Pada saat yang sama, kulit paling sensitif Mo Tae Gu tersiksa akan gesekan yang dirinya ciptakan. Seperti menahan semburan lava, ketegangan itu menghantarkannya ke titik penyerahan dan meraih kemenangan di waktu bersamaan. Pria itu terserang euforia. Tubuhnya mengejang. Tae Gu melihat warna-warni terang ledakan bintang. Ia menggeram keras sebelum menghela napas panjang.
Di momen itu juga, pikiran Kagome terpecah. Sebagai manusia, ia sepatutnya marah; kebebasannya dirampas dan ia tertindas oleh perlakuan sesuka hati penculiknya. Sebagai miko, sepantasnya pula ia murka; lambang kesucian yang menentukan kekuatan pemurniannya direbut paksa. Akan tetapi, sebagai wanita dewasa, tubuhnya mempunyai kehendak lain. Ditambah lagi, benaknya berat oleh bisikan Magatsuhi. Hati Kagome tak lagi sanggup berdalih ketika ia merasakan benih hangat pria itu merayap di dalam dirinya, menggelitik dinding rahimnya, ia pun ingin merenggut puncak yang serupa. Laksana menerima sentuhan surga kala terjerembap di dasar neraka, kekuatan untuk menyanggah tidak dimilikinya. Telanjur, Kagome jua terlena.
Penerus kuil Higurashi itu mendecak jengkel karena beberapa detik berikutnya gerakan pria itu melambat sebelum berhenti sepenuhnya. Ia yang baru saja ikut terlarut dengan aktivitas seksual itu jelas merana.
Tae Gu lunglai, mulai dari bagian pinggang ke bawah bak tak bertulang. Ia menurunkan kaki yang bersandar di bahunya. Masih terhanyut dengan kelegaan yang tak terkira, ia benar-benar melepas kewaspadaan. Secara mendadak, badan wanita itu terangkat. Dengan kedua tangan yang terikat, Kagome mengalungi leher pria yang telah mencuri kesuciannya, kedua kakinya melingkari pinggang Tae Gu. Dengan satu manuver sederhana dan tanpa menggunakan banyak tenaga, ia berhasil merobohkan laki-laki itu tanpa melepaskan keintiman yang menjalin mereka. Bibir Kagome menempel di telinga kanan Tae gu, lalu wanita yang pernah berpetualang ketika periode sengoku berlangsung itu berbisik parau, "Kejutan!"
Kekuatan fisik Tae Gu memang belum sepenuhnya pulih dan apa yang wanita itu perbuat terkesan tidak membahayakan namun, sebagai predator sejati, ia tidak akan membiarkan dirinya didominasi. Lelaki itu hendak mendorong bahu Kagome tapi ia merasa tak berdaya. Sesuatu terasa amat sangat salah. Ia berupaya lagi dan hasil yang didapat membuat matanya terbelalak. Selain sedikit menggerakkan kepala, tubuhnya tidak dapat bergerak, tidak bahkan menjentikkan jari sekalipun!
Dengan kasual Kagome menyela, "Jangan mencoba, karena itu percuma." Kedua alis tebal pria itu terangkat dan matanya membulat. "Ada apa?" Kagome tertawa geli, "dibanding terkejut, kau seharusnya takut kepadaku!" ucapnya sungguh-sungguh. Pada detik berikutnya, miko yang tak lagi perawan itu berusaha menenangkan orang yang terkena sihir penaklukannya dengan senyuman dan intonasi yang wajar, "Tidak usah khawatir, untuk beberapa menit ini kau dapat beristirahat dengan tenang sambil menyaksikan."
Yang pertama Mo Tae Gu rasakan ketika mengetahui tubuhnya tidak bergerak sesuai kehendak adalah kebingungan. Setelah ia menyadari pelbagai kemungkinan yang tengah terjadi, ia panik untuk beberapa waktu. Sebab kekalutan tidak menolong, akhirnya ia menerima situasi sambil terus berpikir bagaimana ia dapat lepas dari keadaan tak menguntungkan itu. Bagi pria arogan itu, ketidaktahuan akan apa yang terjadi berikutnya sungguh merupakan siksaan besar, meski tak dapat ditampik bahwa hal itu juga merupakan bara yang membakar hatinya dengan semangat. Tetapi, tidak lama setelah sang wanita mulai menungganginya, seluruh rangkaian pikiran lelaki itu menguap tanpa sisa.
Tangan Kagome menopang bagian belakang kepala Tae Gu. Adrenalin keduanya meningkat. Geraian hitam lebat nan panjang milik sang miko membentuk tirai di sisi wajah mereka. Dunia di sekeliling dua insan itu lantas buyar, tidak ada gelar korban dan pelaku kejahatan maupun sebutan lain yang tersemat. Yang ada hanyalah seorang pria dan seorang wanita, berkelindan dalam persanggamaan. Dada telanjang mereka yang basah oleh keringat dan darah saling melekat. Hanya dari pelukan dan kulit polos yang bersentuhan berhasil membuat sesuatu di dalam jiwa laki-laki itu laksana terikat.
Tanpa ragu dan tak hendak membuang waktu, Kagome mulai menggerakkan tubuhnya, ia meliuk lampai seperti aksi rodeo dengan gerakan teramat lambat. Ia menutup mata dan memusatkan perhatian pada sensasi 'penuh' yang dihadiahkan oleh tombak maskulinitas. Setiap titik lemahnya tersapu oleh kejayaan laki-laki itu ia tak kuasa menahan mendesah. Lecutan-lecutan yang melenakan itu seakan menjalar hingga ke inti tulang. Kagome merengek lemah, ia terombang-ambing oleh gairah. Kelima panca indranya menjadi semakin sensitif. Suara yang ia dengar, aroma seks yang mengambang di udara, rambut yang membelai punggungnya pun berhasil membuat napasnya tersendat. Kagome membuka jendela jiwa, ia sedikit menarik diri demi menatap sosok yang membuat fisiknya komplet. Kala mata mereka bertemu, hasratnya melambung. Bulu-bulu kecil di seluruh tubuhnya berdiri, ia bergidik. Dan tiba-tiba, ketegangan yang baru Kagome kenal menjadi berlebihan. Tubuhnya tak sanggup menampung semua sensasi yang menyiksanya dalam kesenangan. Kagome yang tiba di gelombang tertinggi pun memekik kenikmatan.
Pria ningrat yang lebih dulu mengarungi kedahsyatan klimaks itu hanya mampu menyaksikan apa yang ada di hadapan. Ia memperhatikan bagaimana kepala perempuan itu mendongak ke belakang dan mulutnya membentuk huruf 'O'. Secara gamblang ia dapat merasakan dinding wanita itu meremasnya lebih dari sekali. Meski keberadaan Kagome sendiri murni sebuah misteri. Bagi Tae Gu, ekspresi serta jerit merdu miko itu setara seni. Kala wanita itu roboh dan jatuh ke dalam rengkuhan, sekonyong-konyong Mo Tae Gu keheranan. Ia meraba rasa yang memenuhi hati. Apakah itu kebanggaan? Kepuasan? Atau ... itu hanyalah emosi istimewa yang tak terlukiskan?
Tangan Kagome yang gemetar tak lagi sanggup menahan berat tubuhnya, sontak ia ambruk ke pelukan sang pria. Keningnya bertumpu pada lantai dingin. Beberapa saat ia mencoba mengumpulkan pikirannya yang tercecer serta mengatur napasnya yang masih tersengal-sengal. Setelah tenaganya sedikit pulih ia lantas bangkit. Perlahan ia menarik tangannya yang menjadi sandaran kepala lelaki itu, lalu melerai diri. Beragam perasaan menyerbu Kagome kala kejantanan pria itu meluncur keluar dari liangnya. Miko itu melirik ke arah kiri, tak jauh dari lututnya ada bercak-bercak darah di lantai, bukti keperawanannya yang sirna. Ia duduk bersimpuh di atas marmer yang dingin. Secara fisik ia merasa mual dan sangat lemas. Secara psikologis Kagome merasa hancur namun teramat puas.
Seketika, kepalanya lunglai, dengan kedua tangan ia menutup wajah dan mulai menangis pilu. Hidup normal yang telah lama ia idamkan terlihat bagai khayalan semata. Ia tidak mengerti apa yang salah dengan dirinya hingga Para Kami menimpakan nasib yang sedemikian buruk untuknya. Ia sudah berjuang di jalan kebajikan, bahkan di pertarungan terakhir di masa lampau, ia telah memohon satu hal agar masa depan umat manusia aman dan tenteram. Namun yang diraihnya malah rantai kesialan. Portal yang ia gunakan untuk menembus waktu lenyap, satu persatu keluarga dan teman yang ia miliki harus tertimpa petaka lalu mati. Dan kini, tinggalah ia sendiri ...
~~~>
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top