Tragedi Banda Neira
Banda Besar, 8 April 1609
"Dit is de Banda Besar-archipel. Je moet Baim weten, dat ze hier de meeste nootmuskaat produceren vergeleken met andere eilanden."
(Inilah kepulauan Banda Besar. Kau harus tahu Baim, bahwa di sini mereka menghasilkan pala terbanyak dibanding pulau-pulau lain.)
Pemuda itu menganggukkan kepala tersenyum lebar, angin laut berhembus memasuki layar putih membawa kapal pergi, mengenai anak rambutnya. Kapal-kapal ekspedisi melaju di lautan biru, berjumlah 13, dipimpin langsung oleh Kapten Karvin Verhoeef yang berbicara pada juru tulisnya Baim Jon Peterzoon coen. Bendera dengan warna merah-putih-biru terdapat tulisan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) ditengahnya terlihat anggun, megah.
Mereka mendarat pertama kali di pulau Banda. Aroma laut masih tercium segar, para pedagang ini mulai melangkahkan kaki masuk ke dalam pulau. "Kita harus mendapatkan kesepakatan untuk mengambil pala. Kita harus berdiskusi dengan mereka, Heeren Zeventien (17 Direktur VOC) menunjukku," ujar Karvin tersenyum.
"Bagaimana Anda melakukannya?" tanya Baim penasaran.
"Kita akan melakukan perjanjian, melakukan monopoli Baim."
"Bukankah itu sulit? Maksud saya Kapten. Direktur sudah mengizinkan untuk menyerang lebih jauh."
Karvin menghela napas menggeleng, mereka berjalan bertemu pribumi dan bersalaman, mau bagaimanapun setelah dikirim ke Banda, Karvin sudah memastikan ingin menyelesaikan monopoli pala dengan perjanjian. Memperkecil pertengkaran, bahkan jika diskusi mereka dengan bahasa isyarat, dia berkeyakinan besar akan mendapati hasil yang besar.
"Jadi Baim, lihatlah dan amati. Kita akan menaklukan Banda. Surga pala ini akan menjadi milik kita, milik VOC, milik Belanda."
"Sekarang saya yakin."
Keduanya mulai melancarkan aksi, mengirim surat pertemuan kepada pemimpin Banda, orang-orang kaya kata mereka menyebutnya. Dan mereka berjumlah 44 pemimpin dari tiap desa. Tapi, apakah semudah itu menaklukan pala orang Banda?
...
Pulau Banda, 23 April 1609
Baim mengikuti langkah kapten, rombongan mereka berjalan melewati pulau banda. Sudah beberapa kali mereka kemari untuk melakukan perjanjian monopoli. Sayang sekali setelah beberapa minggu hampir perjanjian tidak mendapatkan titik terang. "Hoy! Kalian dari Belanda!"
Mereka melirik pria pirang yang menggunakan bahasa inggris, sebagai sesama orang eropa sebagian dari mereka tahu bahasa tersebut. Di pelabuhan sudah ada kapal-kapal dari inggris hendak pergi menuju tanah air mereka. Dapat dengan jelas mereka melihat karung-karung dengan pala.
Kapten Karvin menyeringai. "Kapten Steven ... sudah lama tak berjumpa. Sepertinya Anda sudah panen besar." Kapten Steven berupa kapten utusan dari Inggris yang diperintahkan oleh pemimpin inggris untuk membeli pala. Karena pala pada masa ini memiliki harga tinggi di pasar. Sekilo pala dibayar dengan emas.
"Ya, benar sekali. Sayangnya harga pala semakin mahal. Untungnya kami sudah menawar harga."
'Orang bodoh,' pikir Baim disamping Kapten Karvin. Sudah jelas memonopoli pala adalah satu-satunya pilihan untuk membawa pala menjadi milik mereka sendiri. Menjualnya dengan harga tinggi di pasar sedan mereka membeli harga semurah-murahnya.
Baim tidak menyaari orang-orang inggris itu sudah pergi, sedangkan Kapten Karvin memanggilnya bergegagas. Dari sekian orang kaya, mereka sudah melakukan perjanjian. Hanya saja ... semuanya tidak sesuai rencana. Cekatan sekali Baim menuliskan semua yang terjadi dalam perjanjian.
Dengan bahasa isyarat Kapten Karvin meminta untuk tanda tangan, suasana tegang ketika orang kaya menggeleng. Hanya dengan sedikit dorongan akhirnya mereka setuju. Wajah Kapten Karvin berseri-seri, menatap Baim menepuk bahu juru tulisnya. Itu benar, mereka pasti berhasil.
"Lihat, benteng kita sudah di sana, kita bisa memata-matai semua perdagangangan orang Banda," jelas Kapten Karvin menunjuk benteng di pulau Neira yang berada di tengah pulau Banda dan gunung berapi yang setengah selesai pada Baim. Pemuda itu mengangguk tersenyum cerah. Sampa saat ini dia masih yakin bahwa apa yang dilakukan Kapten pasti hal benar.
Mereka kembali ke pelabuhan, berniat untuk berehat di benteng. Sementara itu Baim merasakan ada yang mengikuti mereka dari tadi, dia melirik ke belakang, lantas melhat kepala menyembul dari balik pohon kelapa sebelum bersembunyi lagi. Juru tulis itu terekeh, di sana terdapat seorang gadis. "Kapten, saya pikir saya ingin melihat tempat ini lebih jauh. Apakah boleh? Saya akan menyusul."
Kapten Karvin menaikkan sebelah alis, kemudian tersenyum megangguk. "Baiklah, jangan berbuat macam-macam." Baim menatap kapal Kapten hingga pergi, kemudian tersenyum kecil berbalik, menuju pohon kelapa di mana ada seorang gadis yang terkejut, kemudia menutup mulutnya. Imut. Pikir pemuda itu. "Nona, apakah Anda memiliki sesuatu untuk disampaikan."
Baim menjulurkan tangan, ingin bersalaman. Perlahan dan pasti sang gadis mengambil uluran tangan Baim ragu. Terlebih ketika pemuda itu mengambil telapak tangan, kemudian mengecup punggung tangannya sebagai tanda kesopanan. Buru-buru dia menarik tangannya terkejut. Baim pun terkejut sebelum terkekeh, kemudian sadar mereka tidak bisa berkomunikasi.
Kemudian melihat lagi rupa sang gadis, wajahnya familier, oh, Baim pernah melihatnya ketika gadis itu bersama salah satu orang kaya yang belum melakukan kontrak monopoli. Saat itu tepat sekali Kapten sangat kesal, karena dia datang untuk membuat kontrak dengan beberapa orang kaya. Akan tetapi orang kaya itu bersikeras menolak, dan berkata jika ingin melakukan kontrak maka mereka harus datang ke wilayah mereka. Yakni namanya Orang Kaya Kripik dengan istrinya Catris saat itu. Hanya saja putrinya tidak dikenalkan. Saat itu Kapten benar-bena marah.
"Baim," ucap Baim akhirnya. Menunjuk dirinya sendiri, tangannya di dada kemudian tersenyum. "Baim. Dit is Baim." Gadis itu kemudian menunju Baim, masih tiak terlalu mengerti sebelum bicara menunjuk Baim. "Baim?" Baim mengangguk cepat, kemudian perlahan menepuk dadanya gadis itu mengikuti, "Rara."
Baim tersenyum menaggil nama gadis itu, bahkan ketika pertemuan selanjutnya dengan orang kaya. Akhirnya mereka kembali sering bertemu. Tentu saja tanpa pengetahuan Kapten. Semakin banyak waktu dihabiskan, mulai mempelajari bahasa satu sama lain, mulai saling memahami, ada sebaris rasa terlarang yang hadir.
...
Pulau Neira, 20 Mei 1609
"Bagaimana bisa?!"
Kapten Karvin menggebrak meja, memijat pelipis lelah. Setelah membuat perjanjian dengan beberapa orang kaya membuat mereka menandatangani dokumen. Itu lebih membuatnya muak, terlebih mereka semua tidak memiliki kebiasaan menepati janji. Setelah dokumen ditandatangani oang kaya satu, berpindah ke orang kaya lain, terus begitu, maka yang terjadi adalah orang kaya lain akan tetap melanggar perjanjian, yakni tidak akan menjual pala hanya pada Belanda.
"Permisi, Kapten." Suara ketukan terdengar dari balik pintu, Kapten mengangkat wajahnya, berdehem lantas meminta anak buahnya masuk. Ketika terbuka di sana ada juru tulisnya, Baim. "Ada apa?"
"Mereka masih menolak, Kapten."
Kapten semakin tidak senang, orang-orang Banda ini jelas mengelak untuk berdiskusi. Karena taktik sebelumnya gagal, dia berniat untuk melakukan perjanjian langsung dengan 44 Orang Kaya agar monopoli mereka tegak, hanya saja jelas kini mereka lebih suka berdagang dengan orang-orang inggris. Itu membuat sekarang dia tidak suka dengan pedagang inggris ini. Orang Banda senang berdagang secara bebas, masuk akal perlawanan mereka kuat.
"Mari selesaikan benteng. Untuk diskusi kuharap ini akan berjalan baik," ujar Kapten. Samar dia bisa melihat wajah Baim yang cerah, berbanding terbalik dengan dirinya. Kapten tersenyum tipis menatap pemuda itu. "Itu aneh, kita mendapatkan berita buruk wajahmu terihat cerah, seperti kau sedang jatuh cinta," kelakar Kapten.
"Tentu saja tidak. Tentu tidak, Kapten."
Dia masih sempat megelak, kapten mendengkus kemudian menyalakan cerutu menatap keluar benteng. Sudah hampir setengah jadi benteng ini hampir selesai secara sempuran. Tanpa melirik Baim dia bicara. "Apa pun itu jangan sampai mengganggu rencana kita."
Baim terpaku mendengarnya, kemudian diam-diam mengangguk. "Saya mengerti, Kapten."
...
Pulau Neira, 22 Mei 1609
"Sudah waktunya!" seru kapten. Pagi ini tepat ketika benteng sudah hampir selesai dibangun, hinga tersisa beberapa meter saja. Terdapat pesan dari orang Banda bahwa mereka siap untuk berdiskusi dan melakukan perjanjian, hanya saja dengan tawaran sandra sebagai jaminan.
"Kalian berdua pergilah," perintah Kapten kepada dua pedagang Eropa. Semua persiapan dilakuakan dengan cepat, Baim terus berdiri di sisi Kapten menunggu perintah selanjutnya. Kapten Karvin sendiri berangkat ke tempat perundingan bersama Dewan Kapten, para pedagang, tentara bersenjata lengkap dan tawanan inggris untuk dihadiahkan.
Setelah penantian panjang akhirnya ini bisa diselesaikan, Baim menghela napas kemudian menatap Kapten yang tersenyum dengan wajah cerah. "Lihat, Baim. Rencana kita berjalan dengan sempurna." Setelah perkelahian yang melelahkan dalam musyawarah yang berakhir buntu, karena sikap orang-orang banda yang mengingkari janji pada setiap kontak hanya agar tidak ada kekerasan terlibat lantas mengaikannya setelah itu, maka jelas akhirnya ini adalah awalan baru.
Banda
"Ke mana mereka? Ini lambat sekali." Hampir berjam-jam mereka menunggu di sekitaran lokasi pertempuan. Karvin semakin kesal, sementara Baim menunggu pemberirahuan selanjutnya kemudian kembali datang seorang utusan dari Banda. Mereka meminta hanya Kapten Karvin Verhoeff yang datang dengan ditemani sedikit orang. Dengan menyetujui persyaratan, Karvin hanya mengajak Baim sebagai juru tulis dan beberapa pengawal.
"Baiklah, mari segera pergi," titah Karvin kemudian rombongan mereka berangkat. Sepanjang jalan Baim gelisah, itu yang membut Karvin terheran-heran. "Ada apa denganmu?" Baim menoleh ke aah Kapten tersenyum kecil. "Tidak, hanya saja saya gugup." Karvin yang mendengarnya tertawa lepas. "Tidak apa-apa, terkadang kita memang akan gugup untuk mengambil kemenangan."
Hampir setengah jam berlalu melakukan perjalanan ke salah satu pesisir pantai, Karvin dikejutkan dengan serangan orang-orang Banda. Karvin dan rombongannya diserang warga setempat ata titah orang kaya. Di tengah hiruk pikuk perkelahian yang tidak seimbang, tepat di depan mata Baim dia bisa melihat sang kapten dibunuh secara keji.
"Baim!" Baim sudah menangis, shock, sementara di satu sisi dia diselamatkan oleh Rara. Juga saudari Rara yang lain bernama Ari. "Cepat kabur, di sini tidak aman!" Baim terhenyak, menghapus air matanya dia bangkit. Untuk beberapa lama dia menatap Rara sebelum berpandangan dan mengangguk.
Saat itu Baim bersumpah, suatu hari nanti dia akan membalaskan dendam atas kematian Kapten Karvin yang baik hati. Itu adalah hal yang mengerikan, semuanya semakin kacau, permusuhan di antara orang Banda dan Belanda semakin kuat.
...
Banda, 21 Februari 1621
Tahun-tahun berlalu dan kini Baim Joen Peterzoon Coen secara resmi menjadi gubernur di VOC. Dan salah satu permintaanya saat itu pada Heeren Zeventien setelah menaklukan Batavia adalah berniat menguasai Banda. Ini bukan lagi soal diskusi atau melakukan monopoli, tapi juga melakukan penaklukan besar-besaran. Setelah sulitnya melakukan permintaan, akhirnya secara resmi Baim Joen Peterzoon Coen diutus melakukan menguasai Banda.
Menambah pasukan dari wilayah lain sekitar 2000-3000 orang tentara masuk dalam rombongan. Ini termasuk Ronin (Pembunuh bayaran Jepang) yang berjumlah 40 orang, dengan ini secara sempurna Belanda siap melakukan penyerangan.
"Kapten!"
Kumis lebat menutupi wajah, pandangan lembut miliknya hilang, sorot itu menjadi penuh benci , bengis dan kejam. Setelah sekian lama akhirnya ini adalah pembalasan. "Laporkan!"
"Kita sudah sampai di Neira, Kapten."
"Segera bersiap, pelabuhan pertama pergi ke benteng Nassau!"
"Laksanakan!"
Baim menyeringai, samar-samar matanya menilik pulau Banda. Ketika kakinya sudah berdiri di atas benteng Nassau, teropong yang digunakan jelas melihat aktivitas perdagangan orang Banda. "Kalian akan musnah!"
Dia masih memikirkan hal itu sebelum terlintas di benak seorang gadis pribumi yang menyelamatkannya. Jangan ragu, dia menggeleng. Mungkin dia bisa menyelamatkan gadis itu. Ya, hanya Rara. Sisanya ... Mereka akan habis terkubur dalam abu, mati atas kesalahan mereka di masa lampau.
Banda
"Tetua Kripik!" panggil salah satu orang kaya. Kripik yang notabenenya sebagai tetua dari orang-orang kaya, para pemimpin desa menoleh. Semua wajah khawatir, cemas, ini diakibatkan pada hari ini pasukan dagang VOC membawa armada tempur.
Kripik mendesah, menatap sekeliling. Sudah dua belas tahun semenjak insiden terbunuhnya Kapten Karvin Verhoeff. Jelas sekali dari saksi mata penduduk desa, yang memimpin armada kali ini adalan Baim Joen Peterzoon Coen. "Kita harus bersiap untuk mengungsi ke tempat aman. Bawa para penduduk desa, kekuatan kita tak mencukupi. Biar kita buat perjanjian dengan mereka semua."
Para orang kaya mendesah, mengangguk kemudian menatap satu sama lain. Ketegangan ini menyesakkan.
"Ayah." Rara menarik ujung pakaian Tetua Kripik. Ekspresi orang tua itu melembut. "Ada apa Rara?"
"Saya pikir mustahil jika VOC menyerang kita saat ini."
"Kenapa kau berpikir demikian, Nak?"
Rara membisu, akhirnya mengerti apa yang berlangsung perkumpulan dibubarkan. Diva yakni ibu dari sang gadis menatap penasaran, orang-orang berlalu pergi. "Jawab ayahmu Rara."
Rara mendesah, kemudian menatap orang tuanya. "12 tahun lalu ... Saya yang membantu pemimpin armada sekarang kabur." Kripik maupun Diva bergeming, menatap tak percaya. Menyadarinya Rara kembali menginterupsi. "Saya yakin, dia tidak sejahat rumor. Ayah hanya harus membuat perjanjian."
Kripik mengusap wajah, sementara wajah Diva sudah pucat. "Nak! Kau membantu orang asing! Itu tak benar!"
"Ta- tapi ...."
"Saya ikut membantu. Ayah, Ibu." Kali ini Ari ikut angkat suara, mengatakan kebenaran. Wajah orang tua mereka semakin pucat. "Dia terlihat seperti orang baik, seperti yang Rara katakan."
Kripik lagi-lagi mendesah panjang mengusap wajah. Ekspresinya menjadi berang. "Apa yang kalian pikirkan!" Keduanya dimarahi habis-habisan, sang ibu hanya menggeleng tidak percaya. Tapi, Rara percaya. Baim tidak akan menyakitinya.
Namun, itu adalah pernyataan yang salah.
Amat salah.
...
Neira, 11 Maret 1621
Baim menggertakkan rahang, tepat pada pagi hari setelah mendapatkan kabar mata-matanya tewas di Banda. Itu membuat kepribadiannya kembali buruk.
"Kapten?"
Baim berbalik, melihat juru tulis. Ah, dia ingat jelas dulu pernah di posisi itu. "Ada apa Catris?" Juru tulis baru bernama Catris Van Waert. Pemuda itu memberikan laporan yang dibawa oleh mata-mata mereka. Yakni, terselip daun lontar kecil. Dia menaikkan sebelah alis.
"Itu pesan dari Nona."
Nona? Rara? Baim mengambilnya, mengangguk. Ketika mereka bersama jelas mereka mempelajari bahasa satu sama lain. Di sana tertulis dalam bahasanya, tulisannya kacau, tapi Baim tetap mengerti. Ekspresinya berubah dingin dan meremasnya.
Rara menuliskan untuk perdamaian.
Tapi, baginya balas dendam ini lebih penting dari cinta pertamanya.
"Catris. Kita akan menyerang Banda dengan kekuatan penuh!"
"Baik, Tuan."
Banda
Kemarahan, kebencian setia melekat dalam dada. Meriam ditembakkan, hutan surga pala mulai luluh lantak. Perang terjadi. Perebutan wilayah, perampasan harta, nyawa.
"Serang!"
Dari segala arah Baim menyerang, penduduk desa sebagian sudah kabur menuju tengah pulau. Bau mesiu menyengat, tanpa pandang bulu pasukan VOC mengerahkan kekuatan.
Darah mengotori pasir, pohon, hutan. Sementara Baim di sana, menyeringai lebar menatap seluruh pasukan lawan yang kabur terbirit-birit, juga bagaimana mereka mati di tangan para tentara.
Bendera VOC ditegakkan, secara resmi dua wilayah berhasil ditaklukan. Yakni daratan rendah di utara dan tanjung di selatan. Darah mengotori semua tempat, seperti iblis, setan. Bukan bersalah, seringai lebar terpampang jelas.
"Hidup VOC!"
"HIDUP VOC!"
...
"I- itu mustahil. Tidak, itu mustahil."
Kripik menatap sang putri, itu jelas menyedihkan. Mengetahui orang yang dipercaya membunuh orang-orang tanpa belas kasih. Tangan besi. Pemimpin haus akan darah. Kripik memutuskan mengambil alih berdiskusi kembali dengan orang kaya sehingga mencapai kesimpulan untuk pergi ke bagian tengah pulau.
Segera sebelum hari kedua para warga mengungsi pergi dari pinggiran pulau. "Nek, hati-hati," peringat Rara membantu seorang nenek yang hampir jatuh. Ari mendesah di samping sang kakak. "Kak, kupikir seharusnya dia mati saja saat itu, apa yang ayah katakan benar." Rara melotot tidak terima mendengarnya, walau perkataan Ari sepenuhnya benar.
"Lihat, bukankah Rizal lebih baik dari iblis itu?"
"Diam kau!"
"Nona-nona!" Berjalan di samping mereka kini terdapat Rizal, pemuda yang paling dipercaya oleh Kripik. "Iya, Tuan?" Ari bertanya, tersenyum pada Rizal yang kini menggeleng, kemudian menatap Rara. "Ayah Nona hendak bicara dengan Nona Rara." Rara mendesah panjang mengangguk, matanya masih setengah bengkak kmudian mengikut Rizal.
"Rara."
"Iya, Ayah."
Kripik berada di depan rombongan, mereka sudah sampai. "Ayah berencana membuatmu bertunangn dengan Rizal."
"Ayah! Apakah benar di saat seperti ini?!"
Kripik menghela napas, dia tahu putrinya memiliki hubungan seperti percintaan dengan Baim Joen Peterzoon Coen. Ini mengkhawatirkan, dia tak mau putrinya terlibat dengan tirani kejam seperti Baim. "Turuti ayah! Kekasihmu itu sudah membunuh orang-orang kita. Mungkin selanjutnya ayah sendiri yang akan terbunuh!"
Rara bungkam, tangannya mengepal erat, menunduk dalam-dalam. "Iya, Ayah." Kripik mengangguk menepuk pundak Rizal. "Jaga baik-baik putriku." Rizal menurut, menggenggam tangan Rara, menuntunnya pergi.
Dalam hiruk pikuk penaklukan. Tepat selama dua hari Banda sudah dikuasai oleh VOC atau Belanda seutuhnya.
...
Banda, 21 April 1621
Prang!
Salah satu lampu gantung masjid yang kini sedang diduduki VOC terjatuh. Para prajurit segera melapor kepada Kapten Baim. Dengan cepat air wajahnya berubah menjadi lebih gelap, aura membunuh semakin pekat, dirinya mengambil titah. "Ini percobaan pembunuhan. Tangkap 8 orang kaya paling berepngaruh sekarang juga!"
Pada hari itu untuk pertama kalinya 8 orang di wilayah itu dipanggil. Tepat bersamaan mereka segera dibawa ke Neira. Begitu juga dengan 36 orang kaya lainnya menyusul. Tentara milik VOC juga menggiring semua penduduk ke Benteng Nassau untuk melihat penghukuman.
"Ini tidak benar! Ini tidak benar! Kau tidak bisa melakukannya!"
Rara berteriak, dari arah penonton semua orang kaya dikurung dalam pagar bambu diawasi pasukan bersenjata juga ronin. Rav adalah salah satu ronin yang disewa, dia bisa melihat kengerian di tempat ini.
Kepala-kepala dipenggal, darah bercucuran di mana-mana. Bau amis tercium dan Rav salah satu yang memenggal kepala. Mengidahkan suara tangisan juga jeritan orang-orang. Diva sang ibu merangkul kedua putrinya yang menangis histeris, di sana Kripik juga mati dieksekusi oleh Rav.
Bahkan sebelum pemenggalan Kripik sempat bertanya, "Apakah Tuan-tuan tidak merasa berdosa?" Tapi, Rav hanya memenggalnya sebagai tugas utama.
Sementara itu warga-warga mulai melarikan diri, sebelum mati jelas Kripik menitipkan istri dan anak-anaknya pada Rizal untu pergi ke pulau Kei jika dia tak selamat. Akan tetapi dalam perkaburan itu, mereka ditemukan. Mereka dibunuh kecuali Rara, itu membuat Rara semakin tertekan.
Dibawa memandang Baim, tatapan gadis itu kosong. Sementara Baim masih memiliki tatapan yang sama. Tatapan seorang pembunuh. "Rara ... jadilah milikku. Dengan begitu kau akan selamat." Tangan kotor itu perlahan menyentuh pipi Rara. Saat iu ketika mereka betatapan tidak ada lagi cinta di sana. Kebencian dan kebencian menyeruak begitu dalam. "Kau iblis."
Baim bergeming, memerintahkan mereka untuk menempatkan Rara ke kamarnya. Akan tetapi saat malam hari dia datang, Rara sudah mati mengiris lengan tangannya bersandar di kasur. Terdapat secarik kertas di sana bertuliskan belanda.
"Ik haat je. Je hebt mijn familie vermoord.
Ik haat je. Je hebt mijn vaderland ingenomen.
Ik haat je. Je bent mij kwijt."
(Aku membencimu. Kau sudah membunuh keluargaku.
Aku membencimu. Kau sudah merebut tanah airku.
Aku membencimu. Kau sudah kehilangan aku.)
Baim terdiam di sana, menununduk, air matanya luruh, sedangkan tubuhnya. Dia takmenyangka ketika dia mengajarkan bahasa belanda pada Rara gadis itu akan meninggalkan hal seperti ini. Ciuman menyapu kening dingin milik Rara. Sang Kapten yang membunuh dengan keji kini berlutut di samping mayat kekasihnya.
TAMAT.
🍀🍀🍀🍀🍀
Penulis : RZSecret05
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top