Special Chapter #1
POV anggota party ketika melihat sikap Dokja terhadap Cale di awal pertemuan 👁👄👁
Selipan Jonghyuk x Cale
Plus Mini Omake
(Word : 3.9k)
.
.
.
Jangan lupa untuk VOTE, KOMEN dan FOLLOW bagi yang belum
Semoga rindu Dokja x Cale terpuaskam sedikit 🙏💛🌻✨️
[Jung Heewon's POV]
Mereka menemukan pria malang ini di sudut gang gelap, sekarat dalam keheningan.
Penyelamatnya, Kim Dokja, sejujurnya bertindak sangat mencurigakan. Untuk pria yang mengatakan bahwa ini pertama kalinya mereka berjumpa, Kim Dokja sangat perhatian. Tetapi, kecurigaan itu perlahan menyusut. Melihat wajah pucat nan khawatirnya, tangan gemetar, mata melebar panik disertai keputusasaan menakutkan.
Wanita berusia 28 tahun itu menyaksikan dari pintu ruang inap klinik, pada Kim Dokja yang dengan hati-hati mengobati pria berambut merah panjang. Telunjuk melambai-lambai di udara, mungkin pada layar biru yang sudah terlihat sejak dunia mulai di landa kiamat. Beberapa ramuan muncul dan Jung Heewon menganga kecil pada tindakan itu.
Orang yang mereka selamatkan ini pasti lebih dari 'sosok asing' bagi Kim Dokja. Sehingga pria itu sanggup menghabiskan koin berharganya seperti itu.
"Dokja-ssi, ini," seru Heewon, melangkah masuk untuk membawa sebaskom air dan handuk. Untunglah keran pipa masih berfungsi dengan baik.
"Perban, kain kasa-" guman Dokja, nafasnya terengah-engah, seolah belum puas. Mata Heewon melirik luka tusukan itu dan lega bahwa mereka sudah lebih baik.
"Gunting," pinta Dokja muram dan Heewon memberikannya.
Ia melihat pria lainnya menggunting baju semi-militer yang sepertinya bukan dari Korea. Dengan perlahan, Heewon membantu pria itu untuk melepas pakaian militer yang dikenakan pasien.
Dalam keheningan, mata abu-abu Heewon melihat bagaimana lembutnya pria itu kembali fokus mengobati permukaan luka tusukan. Seolah ujung nafas dan nyawa berada dalam balutan kain kasa dan perban itu, sehingga waktu berlalu satu jam dalam ketegangan mencekik.
"Terima kasih, Heewon-ssi." Wanita itu membalas dengan senyuman tipis. Keningnya mengerut, mendengar napas lega yang disertai kekehan... sedih? Hampir melankolis?
"Tentu, Dokja-ssi. Kalau begitu, aku akan mencari pakaiam lebih untuknya." Pria itu mengangguk dan memberikan senyum berterima kasih.
Secepat Heewon keluar mendapatkan baju di loker pekerja klinik tersebut, secepat itu ia kembali dan mengintip lagi dari pintu. Posisi duduk pria itu menghadap pintu, tetapi begitu fokus kepada pria di kasur sehingga gagal menyadari kehadiran Heewon.
Kim Dokja baru selesai membereskan setiap jejak kain kasa berdarah di atas meja. Kemudian meraih baskom lain ke nakas tempat tidur pasien.
Melihat dalam keheningan bagaimana Dokja meraih rambut merah pria itu, dengan pelan mulai mengusap handuk ke sana.
Mata abu-abu melebar oleh kelembutan yang tercipta. Saat pria berambut hitam itu membersihkan darah dari helai merah mawar dengan mata yang dipenuhi... suka? Sayang? ... cinta?
Heewon melirik orang yang mereka selamatkan, berdecak kagum kemudian. Pria itu sangat cantik. Bukan dalam artian feminim, tetapi kecantikan yang didefinisikan sebagai keindahan. Rambut merah membingkai wajah rupawan, garis rahang aristokrat, hidung mancung, bulu mata senada yang menyapu kulit pipi pucat serta bibir tipis yang kini mendapatkan rona merah muda bagai kuncup mawar belum mekar.
Jung Heewon kemudian terperangah.
Saat tangan pria itu diraih, untuk dibersihkan nodanya dan di angkat ke dahi.
"Syukurlah kau selamat," bisik Dokja, suara gemetar dan mata berkaca-kaca.
Hati Heewon berdebar oleh pemandangan yang begitu... menyayat hati.
Saat Dokja menyandarkan pelipis di punggung tangan pucat itu. Menutup mata dan menikmati kehangatan dari sentuhan sederhana itu.
Seolah hidup Kim Dokja bergantung sepenuhnya kepada pria berambut merah itu.
Namun, kika Heewon melihat sepasang mata coklat kemerahan melirik ke arahnya. Kemudian memberikan senyuman kecil tulus hingga mata itu berbinar cerah, menyeruak dengan aroma rumah yang terlupakan. Wanita itu menyadari betapa berharganya pria itu untuk hidup Kim Dokja.
Heewon terkekeh.
Mencubit pipi Dokja yang kebingungan.
Manisnya.
.
.
.
[Yoo Sangah's POV]
Ada seseorang dalam pelukan Dokja-ssi yang tiba di stasiun bersama seorang wanita yang mendekat di samping kanannya.
"Dokja-ssi!" senyum Yoo Sangah, lega melihat pria itu selamat.
"Hyung!" Gilyoung menyeringai cerah. Anak kecil yang sudah cemberut muram berhari-hari tampak sumrigah dan menahan diri untuk tidak segera memeluk pria berambut hitam. Semua mata berpaling ke orang yang berada dalam gendongan Dokja.
"Ah! Kau selamat, Dokja-ssi!" seru Hyunsung, mata berkaca-kaca dengan bibir melengkung ke bawah. Pria itu memiliki tubuh yang besar tetapi hatinya begitu lembut.
"Apa kalian baik-baik saja sejauh ini?" tanya Kim Dokja, memberikan senyum kecil sedang pria itu berjalan ke kursi stasiun. Masih tidak melepaskan sosok dalam pelukannya, Sangah menyadari ada helai kemerahan mencuat dari selimut yang menutupi tubuh itu.
Apa orang itu pingsan?
Kemudian, mata Hyunsung dan Gilyoung melihat orang baru kedua. Seorang wanita tinggi dengan rambut hitam lurus sepinggang. Kulit putih khas Korea, wajah cantik berpadu dengan mata abu-abu gelap.
"Siapa..?"
"Ah, namaku Jung Heewon. Dokja-ssi telah berbaik hati menyelamatkanku yang terjebak dengan kabut beracun di atas." Sangah tersenyum lembut. Dokja memang tidak berubah. Meski pria itu terlihat dingin, tapi wanita bermata doe tahu bahwa rekan kerjanya baik hati.
"Kalau yang ini-?" Dokja, yang tenggelam dan menatap sosok dalam pelukannya seolah tidak sadar akan perhatian semua tertuju padanya.
Yoo Sangah terperangah.
Wanita itu tidak pernah melihat ekspresi wajahnya yang begitu... lembut.
Kim Dokja adalah rekan kerja yang cukup disegani di Mino Soft. Meski mereka tidak dekat, Sangah pernah satu kelompok saat diberi proyek baru divisi manajemen keuangan. Saat itu, Sangah adalah karyawan baru, tetapi sosok yang dirumorkan begitu dingin telah begitu membantunya berbaur dengan rekan kerjanya.
Pria itu memiliki tinggi menjulang, dengan ekspresi tenang yang jatuh datar serta mata gelap tak beremosi. Wajahnya -Sangah mengerutkan kening, kenapa ia tidak mengingatnya dengan jelas?- dibisikkan sangat tampan setelah mengalami perubahan drastis di tahun keduanya bekerja.
Selama mereka kerja bersama, sedikit emosi yang Sangah lihat di wajah Dokja. Mungkin sesekali senyum ke ponsel, yang dikira rekan kantor sebagai kekasihnya.
Tetapi, tidak pernah ekspresi yang ini.
"Ah..." Heewon-ssi terkekeh dengan senyuman menggoda yang muncul di bibirnya. Membuat Sangah ikut tersenyum juga. Apalagi saat ini Dokja tiba-tiba memerah begitu menawan.
"Ini adalah... Cale Henituse," ucap Dokja, suaranya begitu lembut hampir penuh suka. Apa mungkin.. Cale ini adalah orang di rumorkan oleh kantor?
Kemudian selimut disibakkan dan terdengar suara terkesiap dari Sangah, Hyunsung dan Gilyoung. Ketiganya menganga, melihat wajah yang begitu indah tertampang hingga rasanya seperti sedang memandang sesuatu yang sakral.
Wajah itu bersandar di bahu Dokja, bernapas tenang dan begitu... cantik.
Rambutnya merah seperti mawar. Kulit pucat dengan rona manis di pipi. Alis yang senada seperti bulu mata halus. Hidung mancung dan bibir tipis. Tangan kanan pria yang terlelap itu memegang bagian depan kemeja Dokja dan tidak melepaskannya. Sedang pria berambut hitam menyandarkan pipi kanannya di atas helai rambut merah, mata lembut penuh perhatian. Tak lepas barang sedetik pun, membuat seolah pria itu sangat berharga.
Hingga jika memalingkan wajah saja, terasa seperti dosa.
Hati Yoo Sangah berdebar oleh perasaan manis melihat adegan didepannya. Kemudian memerah malu sendiri. Mengapa ia membuat adegan sederhana itu terdengar begitu... romantis?!
Ah, naluri perempuannya memang terkadang sangat berbahaya-
"Dia sedang terluka saat ini."
Dia? Laki-laki?
"Whoah," gumam Hyunsung, hampir linglung dan memerah lucu.
"Sangah-ssi? Bisakah aku meminta bantuanmu sebentar?" wanita yang dipanggil mendongak dan mengangguk antusias. Ia kemudian duduk di samping kiri Dokja dengan wajah penuh tekad.
"Kemarikan telunjukmu," pinta Dokja lagi, meminta Hyunsung untuk menopang punggung Cale sejenak sedang Dokja menganggat telunjuk kanannya dan suara notifikasi terdengar bahwa Dokja sudah mentransfer beberapa koin.
"Buka toko sebentar dan beli beberapa bantal juga tempat tidur darurat. Cale terluka sangat parah dan kita harus merawatnya," ucap Dokja, tampak berusaha tenang tetapi ada sirat khawatir di matanya.
Padahal Cale orang asing, bukan? Tetapi Kim Dokja rela menghabiskan koinnya untuk kenyamanan pria muda ini?
"Sangah-ssi?" berkedip sadar, wanita itu terkekeh malu dan mengangguk antusias.
"Baik, Dokja-ssi. Serahkan saja kepadaku," ucapnya ceria. Gilyoung yang tertarik dengan cara jual-beli di sistem Star Stream sudah berada di samping kirinya.
Dua puluh menit kemudian, mereka mendekat ke salah satu tiang stasiun dan membuat tempat tidur darurat di sana. Dokja membaring Cale dengan gerakan hati-hati karena luka yang di alami pemuda malang itu bukan sembarang luka. Melainkan tusukan langsung ke jantung, yang membuat mereka ngeri.
Setelah memastikan Cale aman, Dokja akhirnya menghela napas dan terduduk di samping tubuh yang berbaring. Tersenyum berterima kasih kepada Gilyoung saat anak itu memberikan baskom lain dan selempar handuk diikuti oleh Hyunsung dibelakangnya. Mereka baru saja dari kamar mandi.
"Terima kasih karena sudah membantuku," ucap Dokja, membungkuk sopan dengan senyum kecil di wajahnya. Sembari tangannya mengambil handuk untuk dibasahi kemudian mengusap kulit wajah Cale. Membersihkan debu darinya hingga mengusapnya ke jari jemari halus dengan gerakan lembut.
Mata melirik Heewon sekilas. Wanita lain menahan senyum dan berbisik 'Dokja-ssi selalu melakukan itu' dengan ekspresi menggoda.
"Ti-tidak apa-apa, Dokja-ssi! Kau telah membantu kami sebelumnya!" balas Hyunsung, memerah malu sambil menggaruk bagian belakang lehernya.
"Benar. Dokja-hyung sudah membantu kami di kereta," lanjut Gilyoung, mengambil tempat di sisi Dokja, menerima usapan lembut di rambutnya.
"Terima kasih juga karena sudah membantu kami, Dokja-ssi. Jika ada perlu apa-apa, kami siap membantumu," ucap Sangah kemudian, lega akhirnya bisa mengucapkan kalimat itu meski bantuan yang dimaksud hanya bantuan kecil tak berarti.
Wanita berambut coklat muda tersenyum sumrigah, terkikik suka melihat Dokja kini memerah tetapi tidak berhenti untuk merawat pria berambut merah yang terlelap. Sangah semakin yakin, bahwa ada sesuatu dari hubungan mereka.
Sesuatu yang mampu mengeluarkan emosi di mata Dokja yang begitu gelap dan hampa.
"Kau juga sudah menyelamatkanku, jadi, ya terima kasih dan sama-sama," kekeh Heewon, duduk di sisi lain Cale. Mengambil makanan dari kantung plastik yang mereka bawa.
Ah, mengenai kantung plastik, Dokja dan Heewon membawa tiga kantung plastik besar yang berisi makanan. Wanita itu juga sadar akan tatapan disekitar mereka dan menelan ludah gugup. Keadaan Cale yang begitu rentan seperti ini juga membuatnya cemas.
Tidak apa-apa.
Sangah akan membantu Dokja-ssi untuk melindungi Cale!
.
.
.
[Lee Hyunsung's POV]
"Perbanmu harus di ganti Cale-ya. Jahitannya pasti sedikit terbuka." Kalimat yang dilontarkan oleh Heewon mengalihkan perhatian Hyunsung.
Mereka sejenak senang karena akhirnya rekan baru mereka terbangun. Tetapi ya, ada bercak darah di bagian kanan sweater yang dipakai Cale.
"Ah ya, Dokja-ssi menyebutkan tadi bahwa kau terluka, Cale-ya," sahut Sangah, raut wajahnya khawatir. Begitupun mereka semua. Hati Hyunsung berdebar saat wajah Cale memerah malu akan perhatian mereka. Sungguh donsaeng yang sangat menawan.
"Sebentar. Biar aku ambilkan peralatan medis. Hyunsung-ssi, tolong bantu lepaskan pakaian Cale." Secara mental, Hyunsung menunjuk dirinya sendiri dan menganga kecil. Kemudian mengangguk gugup dan mendekat. Aneh, rasanya seperti ia dipantau oleh mata yang begitu dingin, menyebabkan jarinya agak gemetar.
"Hyunsung-ssi? Apa kau baik-baik saja?" tanya Cale dengan suara lembut dan mantan perwira tentara itu memerah kembali lembut.
"A-aku baik-baik saja, Cale-ssi. Ma-maaf sebelumnya, a-aku akan membantumu melepaskan-" pria muda berambut merah mengangguk. Dibantu oleh Heewon yang membantu di sisi kiri Cale, menopang tubuh lemah agar tidak terlalu banyak bergerak, Hyunsung melepaskan pakaian Cale.
Untuk seorang pekerja kantor, Dokja merawat luka Cale dengan sangat baik. Perbannya juga rapi dan bersih. Kemudian, Hyunsung membuat kesalahan untuk mendongak. Melihat wajah teduh nan lembut Cale serta rambut merah berantakan...
"Minum ini, Cale-ya." Semua refleks membuang muka saat suara Dokja-ssi terdengar.
Mata Hyunsung mengintip, melihat bagaimana pria yang telah memandunya di kereta begitu hati-hati saat membantu Cale meminum ramuan aneh. Satu tangan di punggung si rambut merah, sedang yang lain menggenggam bawah lengannya. Mata penuh perhatian, memastikan pria yang lebih muda tidak tersedak kemudian senyuman puas muncul di wajah tampan itu.
"Tahan sebentar, Cale-ya."
Setelah itu, Dokja meminta izin untuk membuka perban agar mereka bisa menggantinya dengan yang baru. Di sela-sela saat mereka semua meringis, Hyunsung mendapati diri kembali melihat gerakan tangan Dokja. Cale pasti orang yang sangat penting, bukan? Hingga pria lain rela menghabiskan koin dan melindunginya.
Apa Cale adalah keluarga dari Dokja?
Setelah selesai, mereka melihat Dokja memandang balutan perban dengan mata bangga dan menepuk kepala pria berambut merah dua kali. Kening Hyunsung mengerut heran saat pria berambut hitam itu seolah telah memegang sesuatu yang seharusnya tidak disentuh, kemudian memerah padam.
"A-apa perbannya baik-baik saja, Cale? Tidak terlalu erat, 'kan?" Cale mengangguk singkat, mengangkat tangan kanannya untuk menyentuh perban. Wajahnya termenung dan Hyunsung serasa melihat suatu potrait lukisan yang menjadi nyata.
"Terima kasih, Dokja-ssi, um, Dokja-hyungnim-" Mereka melihat gerakan pria yang disebut membeku dan tertatih-tatih seperti robot.
"-Sekarang, aku harus membayarnya, bukan?" Kepala Dokja menggeleng begitu cepat hingga Hyunsung khawatir pria itu mengalami patah tulang.
Aigoo, tingkah Dokja hampir mengingatkan Hyunsung kepada salah satu drama yang ia nonton bersama sang nenek. Tentang seorang pria yang begitu gugup berhadapan dengan crush-nya.
Mata Hyunsung menatap lamat percakapan keduanya, merenung dan hmmm...
Bukankah tingkah laku itu juga seperti yang ia lihat pada fans K-Pop? Saat berjumpa dengan biasnya? Atau Cale sudah melakukan sesuatu untuk mendapatkan rasa hormat Dokja?
Yah, apapun yang sudah dilakukan oleh Cale hingga membuat Dokja bisa menjadi se-ekspresif ini, Hyunsung tidak akan terlalu memikirkannya.
Lagipula, mereka sekarang sudah menjadi rekan dan teman!
Jadi, bukankah wajar jika Dokja-ssi begitu perhatian?
Hyunsung mengangguk setuju dan kembali mengagumi pria itu.
Dokja-ssi sangat baik dan Hyunsung akan membantunya!
.
.
.
[Lee Jihye's POV]
Remaja perempuan itu menganga.
Melihat sang Master, yang telah menyelamatkannya, membinanya, dan begitu dingin bersikap sangat hangat? Bisahkah Lee Jihye mengatakan kata 'hangat' pada sosok seperti Yoo Jonghyuk?
Keduanya -Jihye dan Hyunsung- melihat pria berambut hitam bergelombang mengeluarkan banyak ramuan dari ruang penyimpanannya. Selimut hangat, baju baru bahkan sepiring makanan berisi daging yang dibumbui. Mengeluarkan air liur Jihye dalam sekejab kemudian kembali shick shack shock karena selama mereka bersama, tidak pernah sekalipun pria itu memasakkan makanan mewah kepada mereka!
Wajah pendatang baru, Cale-Oppa, terlihat tenang tetapi ada binar bingung di mata cantik itu.
"Tunggu apa lagi? Makan."
Master! Bukan begitu cara berbicara kepada orang cantik!
Akhirnya, dengan ragu pria berambut merah -seperti mawar, whoah!- memakan masakan Master dan mata itu melebar kaget. Melirik Master dan makannya secara bergantian, disertai dengan rona kemerahan mekar di pipi pucat. Master pun disisi lain, ya Tuhan, Jihye mungkin bisa mati terkena serangan jantung.
Ada senyuman kecil di wajah tampan Master!
"Hyunsung-hyungnim. Coba rasa juga. Ini sangat enak."
Dan senyuman itu lenyap!
Remaja itu segera berpaling dan menahan tawa.
Apa ini? Yang sedang Jihye saksikan???
Mata gelapnya melebar dan senyuman sumrigah muncul di wajah muda remaja itu.
Drama!
Lee Jihye mencium bau drama yang sangat bagus akan terjadi kedepannya!
"Uh, whoah, i-ini... enak sekali, Jonghyuk-ssi!" Seruan Hyunsung-Oppa dengan senyuman kagum polos mengalihkan perhatian Jihye. Remaja itu mengangguk bangga, tentu saja masakan Master-nya sangat enak!
Salah satu pesona pria yaitu pria yang bisa memasak!
"Tidak ada yang patut dipuji. Itu hanya masakan biasa," decak Master-nya, mendapat tatapan datar dari Jihye. Makanan biasa? Jadi yang Jihye makan selama ini apa-?
"Tetap saja, ini sangat enak... terima kasih, Jonghyuk-ssi," lanjut Cale-Oppa, memberikan senyuman kecil tulus dan ugh-damage-nya bukan main-main. Remaja itu segera sadar dan melihat setiap ekspresi di wajah Master-nya. Dari kosong kemudian berdecak dan memalingkan wajah.
Tapi! Tapi! TAPI!
Jihye menahan kikikan yang terancam keluar. Tidak ketika ia melihat ada rona merah di telinga Yoo Jonghyuk.
"Habiskan semuanya dan istirahat. Jangan lupa minum ramuan itu dan ganti pakaianmu."
Hei, pernahkan kalian melihat seorang Yoo Jonghyuk bisa menjadi seperhatian ini?!
Jihye menghela napas dan memegang bagian depan jantungnya. Seolah adegan dalam drama keluar langsung menjadi nyata. Meski latar belakangnya kiamat, bukankah itu yang membuat adegannya menjadi lebih romantis?
"Mau kemana, Master? Kau akan pergi ke stasiun selanjutnya?" tanya Jihye, melihat pria tertinggi itu berdiri dari berjongkok di depan Cale-Oppa.
"Setelah Cale merasa baikan, kita pergi."
Oh ho?! Kalian lihat ini juga?! Master rela menunggu seseorang untuk bisa pergi bersama!
Seolah pria itu bisa merasakan senyumannya, tatapan tajam nan gelap biasa diberikan dan sontak remaja perempuan itu menyembunyikan ekspresinya.
Master berdecak dan mempercepat langkah kakinya.
Apa Master malu karena ketahuan perhatian kepada Cale-Oppa?
Lucunya!
.
.
.
[Di suatu timeline]
[Kim Namwoon's POV]
"Ketua! Ketua-?!" Panggil Namwoon, mendapat desisan tak senang dari Lee Jihye. Rekannya yang lain dengan wajah tegas mencoba membawanya menjauh agar tidak mengganggu ketua party mereka.
"Namwoon," panggil Hyunsung, tersenyum malu dan menepuk kepala putih itu lembut. Segera wajah muda itu memerah dan berdesis seperti kucing. Menampik tangan Hyunsung dan menggerutu.
"Kenapa, sih!? 'Kan aku hanya memanggil Ketua!" Mata hitamnya kemudian melihat daerah sekitar mereka dan terheran.
"Kenapa pula kita masih di area Skenario Utama #2?! Bukankah sekarang sudah saatnya kita melakukan Skenario Utama #20?" Mata remaja laki-laki melirik pria terkuat kelompok mereka. Berdiri tak jauh dari mereka, di atas reruntuhan batu sedang mata gelap tak beremosi melihat sekitar. Hampir obsesif, seolah jika pria itu berkedip, apa yang dicarinya menghilang begitu saja.
"Kurasa dia mencari seseorang," gumam Lee Seolhwa, mendekat ke sisi mereka dengan senyuman kecil di wajahnya.
"Sudah beberapa hari ini ada yang berbeda dari Ketua," keluh Namwoon, cemberut dan menyilangkan kedua tangan di depan dada.
"Bukankah kau seharusnya sudah sadar, Uban? Kau sudah bersama Master sejak awal Skenario jadi kenapa malah kau yang dungu?" Tanya Jihye, kejam dan perempuan itu memang selalu berucap kejam dan kasar padanya.
"Diam kau, cungkring," balas Namwoon, kesal. Mendapat tatapan melotot dan Hyunsung segera menengahi sebelum mereka kembali bertengkar.
"Memangnya siapa yang sedang dicari oleh Ketua?" Ada senyuman melankolis di wajah Seolhwa-noona. Aneh dan memikat. Seolah mereka sedang menyaksikan kisah asing Ketua yang tidak pernah terungkap.
"Kurasa kita akan menemuinya," balas wanita berambut putih keperakan. Membuat kedua remaja mengangguk enggan.
"Kita harus bersiap-siap." Semua mengangguk pada ucapan Hyunsung.
Sekali lagi, Namwoon melirik Ketua mereka.
Ada ekspresi... sedih di wajahnya. Tangan terangkat, seolah mencoba meraih angan-angan seseorang. Kemudian, wajah itu menoleh hingga yang terlihat hanyalah punggung lebarnya. Sejenak, Kim Namwoon terpaku oleh gambaran yang ia lihat sekarang.
Remaja berambut putih abu-abu tidak akrab dengan emosi kesedihan.
Selama menjalani Skenario yang sulit, Namwoon akhirnya belajar untuk tidak menjadi egois dan menjadi lebih tenang sebagaimana yang disiratkan oleh Hyunsung-hyung. Seolhwa-noona juga membantunya memilah emosi, tahu bahwa ia begitu temperamen hingga satu kesalahan saja bisa membuatnya mengamuk.
Ketua juga telah membantu.
Selalu membantu meski berbalutkan tatapan dingin, suara berat, menindas juga terkadang keras.
Itulah yang membuat Yoo Jonghyuk menjadi sosok yang Namwoon kagumi.
Pria berambut hitam bergelombang tidak akan membiarkan emosi menguasainya. Penuh perhitungan dan membuang apa yang tidak perlu. Ketua kuat, mandiri juga Namwoon yakin bahwa pria itu sebenarnya bisa bertahan tanpa mereka.
Ketua begitu sempurna.
Tetapi mengapa pemandangan di depannya kini terlihat begitu... menyedihkan?
Siapa yang Ketua cari hingga membuat wajah dingin itu tampak sangat manusiawi?
Membuat punggung lebar itu tampak... kesepian?
******
Jawabannya datang dalam bentuk seorang pria berambut merah.
Tangan bersinar kekuatan emas kemerahan. Membuat cahaya memeluk bentuk tubuhnya, begitu majestik dan agung. Menindas semua monster dengan mudah dalam sekali sapuan tangannya.
Semilir angin melalui mereka, menghantarkan aroma manis, bukan aroma darah yang akrab. Mata Namwoon melebar, menganga takjub. Matanya tanpa sadar melirik Ketua.
Pria itu berdiri tertegun. Lamat melihat pria berwajah cantik itu yang kini tersenyum kepadanya.
"Kau mencariku?" suaranya tenang, seperti laut dalam tetapi beriak lembut dalam maskulinitasnya.
"Ya."
Ada senyuman di wajah Ketua.
Sedang mata itu mulai melembut.
"Aku mencarimu, Hanibaram."
.
.
.
Mini Omake :
[Kim Dokja's POV]
Momen pertama kali ia menerima pai apel sakral sang Hanibaram, yaitu ketika pria berambut merah berterima kasih.
Semuanya termasuk Dokja menjadi orang pertama yang diberikan pai apel oleh Cale. Kemudian konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' dan 'Secretive Plotter' yang kedua, meski harus membayar.
Tetap saja, sebenarnya tidak berhenti di sana.
Di momen-momen tertentu, Dokja akan berhadapan dengan dua telapak tangan Cale yang menyatu sedang di atasnya ada sepotong pai apel. Mata hitam berbinar bintang berkedip heran dan menunjuk dirinya heran.
Mereka saat itu baru selesai melawan Master Teater dan dalam perjalanan kembali. Syukurlah, kali ini tidak ada Yoo Jonghyuk yang mengikuti setelah perjanjian mereka.
Tapi, ada apa ini?
Kenapa mendadak Cale memberikannya pai apel?
"Hadiahku," jawab pria yang lebih muda kalem, wajah meneduh cantik dan sangat tidak baik untuk hati Dokja sekarang.
"Untukku?" Tanya Dokja, hampir terharu dan meleleh di tempat. Cale mengangguk lucu dan wajah mendongak menatap tegas dirinya. Melirik ke kanan dan ke kiri, pada Jung Heewon yang berjalan jauh di depan bersama Lee Jihye, Dokja tertegun saat Cale berjinjit.
Ujung jari menyeret lengan pakaian Dokja, membuat sang pembaca itu membungkuk kikuk.
"Jangan bilang yang lain. Khusus untuk Dokja-hyungnim," bisik si rambut merah, membuat telinga pria berambut hitam geli dan memerah.
Rasanya jantung Dokja berdebar begitu kencang hingga seperti mau meledak saja. Apalagi-
-khusus???
Seketika, Pai Apel di tangannya bersinar cerah. Mereka tampak suci hingga Dokja tidak ingin memakannya dan ingin mengabadikannya.
Hei, pernahkah kalian merasa seberuntung ini bertemu dengan idola kalian? Kemudian diberi hadiah khusus seperti ini?
Tetapi, binar mata Cale mengawasi. Penuh harap agar Dokja menyantap pai apel di depannya langsung. Menghela napas sayang, pria yang lebih tinggi menyantapnya, mendapat senyuman puas si rambut merah yang kemudian bersenandung pelan.
Lucunya.
Segala sesuatu tentang Cale adalah kelucuan mutlak!
******
"Dokja-hyungnim."
Mereka saat ini sedang mengendarai motor menuju stasiun lain.
"Nde?"
Pria berambut merah memajukan wajah kemudian memiringkannya. Hingga Dokja bisa merasakan napas Cale di pipi kirinya. Tangan terulur ke depan dan-
"Aaa~"
Jika Dokja tidak sadar bahwa mereka sedang berada di atas motor, mungkin oleng seketika.
Cobaan apa lagi ini.
Apa Cale sengaja membuatnya menderita penyakit jantung?! Dengan manisnya mengulurkan tangan untuk menyuapi Dokja dengan pai apel sakralnya?!
"Tidak mau?" Tanya si rambut merah, hampir sedih dan aawwww... Dokja rela melakukan apapun untuknya agar sang idola tercinta tidak pernah bersedih!
Hei, pernahkah kalian melihat idola menyuapi fans-nya? Tidak, 'kan? Lihat Dokja sekarang!
"Haap-" sang Pembaca menyantap pai apel dan dibalik kaca spion motor, ia melihat Cale tersenyum kecil.
"Hehe."
Oh no.
Motor dihentikan mendadak.
Oh no.
"Yak?! Kenapa kau berhenti mendadak seperti itu?! Apa kau akan ingin membuat kita terjatuh-huh, Dokja-ssi?"
Oh no no no no no.
Wajah Heewon menjadi datar. Hyunsung yang tersenyum geli dan Cale mengedipkan matanya polos.
Dokja, di sisi lain begitu menyedihkan.
Masih menyantap pai apel tetapi sambil menutupi wajahnya yang memerah cerah.
Hadiah Cale Henituse bersama Pai Apel sakralnya, sangat berbahaya untuk jantung Kim Dokja.
******
"Dokja-hyungnim?"
Ketika si pembaca menoleh, jantung segera berdebar. Pria berambut merah menyodorkan pai apel dengan senyuman kecil.
"Hadiah untukmu."
Pria itu dengan dengungan senang menyantap pai apel langsung di suapi Cale. Mengabaikan tatapan jengah dari Sungkook dan Minseob disisinya.
Memang berbahaya. Angguk Kim Dokja bijak.
Tapi ia senang mendapatkan hadiah khusus seperti ini-
"Ini untuk, Hyunsung-hyungnim dan Heewon-noonim."
Seperti ada suara retakan entah dari mana.
Heewon tampak menahan tawa terbahak-bahak pada ekspresi membeku Dokja sedang Hyunsung memberikan senyuman lebar polos, penuh berterima kasih kepada Cale.
"Ini... untuk kalian," suara pria berambut terdengar tenang saat memberikan potong pai Apel kecil kepada dua orang yang menjadi tawanan mereka saat ini.
Hah, tentu saja.
Apa yang Dokja harapkan saat Hanibaram tercinta begitu pengasih dan penyayang??? Tapi, tetap saja-
"Suapi aku," pinta Dokja, suaranya kecil dan berharap hanya Cale yang bisa mendengarnya. Memberikan delikan sinis saat Heewon menyeringai mengolok padanya. Wanita iblis.
"Ini," balas Cale tenang dan tentu saja, lagi.
Nikmat apalagi yang Dokja dustakan?
Ketika Idol yang kau cinta menyuapimu???
Momen Pai Apel memang dan akan selalu memiliki tempat khusus di hati Kim Dokja.
Editan kecil Dokja x Cale yang lagi bobok ciang 🤫😩👌🐻🤎✨️
BERSAMBUNG
Terima kasih semua atas ucapan manisnya! 🥺🙏🤍🐼✨️
Neri akan kembali dengan update fic lainnya.
Terima kasih banyak sudah mendukung Neri sejauh ini *membungkukhormat
Apabila ada salah kata atau bersikap atau bahkan kesalahan tulis, mohon dimaafkan ya, guys 🥺🥺🥺🤗🙏💛🌻
.
.
.
Salam cinta,
Neri (Tressie_G)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top