#7 - Being Real, My Dream 'HOME'

❤️🌻

.
.
.
.
.

Jangan lupa untuk VOTE dan KOMEN guys
👁👄👁🤏💜

Dan Neri mengharapkan komentar yang lebih dari kata 'NEXT' (¬‿¬)

[Cale Henituse's POV]


Tidak pernah bangun terasa sesegar ini.

Dibawah pengawasan Lee Hyunsung, pria berambut merah itu mekar, menguap dengan tangan yang terbentang.

Samar-samar, terdengar tawa Hyunsung dan tangan yang mengacak-acak rambut merahnya.

"Tidur nyenyak, Cale-ya?" Mengangguk, Cale bahkan tanpa sadar tersenyum linglung.

Bagaimana tidak nyenyak? Bayangkan ya, ia sedang berperang melawan White Star, menusuk dirinya, kemudian tanpa aba-aba ber-isekai ke dunia ini, yang rupanya sedang kiamat, di penuhi monster dan bahkan biaya hidup tergantung koin. Belum cukup disitu saja! Banyak orang aneh yang hadir, seperti ingin memukulnya atau melindunginya.

Pokoknya... Cale tidak sempat istirahat, baik di dunianya ataupun di dunia ini.

Sekarang, memunculkan dua potong pai apel di tangannya, Cale memulai kegiatan dengan memakan kue kesukaannya. Mendapatkan tawa dari Hyunsung sekali lagi.

"Aigooo, uri donsaeng kiyowo sekali."

"Tidurku nyenyak, Hyunsung-hyungnim." Seperti bapak-bapak yang bangga anaknya berhasil tidur siang, Hyunsung mengangguk.

"Ah ya, sudah berapa jam aku tidur?" Yang lebih tua kemudian melirik arlojinya.

"Sudah hampir 3 jam. Kau beristirahat dengan baik, Cale-ya." Mengangguk bangga pada dirinya sendiri, Cale kembali lanjut makan pai apelnya.

"Hyungnim mau?" Tersenyum berseri pada tawaran Cale, Hyunsung mengangguk dan mengulurkan tangan untuk menerima pemberian.

"Terima kasih-" Sebelum sebuah tangan ikut terulur dan keduanya, baik Hyunsung dan Cale mengikuti arah tangan.

"... Jonghyuk-ssi, bukan?" Tanya Cale sembati memberikan potongan baru pada penyelamat ketiga atau keempatnya? Karena sudah ada Dokja, Heewon, dan Hyunsung yang menyelamatkannya duluan.

"Hm. Dari mana pai apel ini datang?" Tanya sang penyelamat keempat dengan mata kritis pada kuenya. Membuat Cale merenggut sejenak.

Ingin ia jawab 'hadiah dari para naga', yang sangat tidak mungkin dan mencurigakan. Jadi, ia dengan tabah menjawab, "Keluargaku."

Tak lupa sambil memberikan tatapan tajam yang disalahartikan sebagai tatapan penuh harap agar tidak bertanya balik oleh si protagonis.

"Hm. Bagaimana keadaanmu sekarang?" Menggigit kecil potongan kue, Jonghyuk berjongkok di depan pria yang lebih kecil, sambil bertanya ringan.

"Keadaanku sangat baik sekarang. Hanya saja..." Wajah sumrigah menjadi sedih kecil saat melihat lingkungan sekitarnya. Penonton, Hyunsung dan Jonghyuk mau tak mau mengikuti arah pandang si rambut merah.

"... kurang cahaya matahari," gumam Cale, menghabiskan pai apelnya dan menghela napas berat. Ia merindukan pagi hari saat berada di Kerajaan Roan. Bahkan di villa-nya!

"Ke-kenapa kau membutuhkan sinar matahari, Cale-ya?" Si empu yang ditanya memberikan tatapan 'apa-kau-bercanda?' pada Hyunsung. Tidak memberikan jawaban langsung, tubuh Cale menegak. Kemudian tangan kanannya bergerak kebelakang, bagian punggungnya ditepuk tiga kali.

"Selayaknya tanaman, kita butuh berfotosintesis. Aku butuh sinar matahari agar tidak terkena osteoporosis," jelas Cale dengan pikiran logis. Yang dihadiahi tatapan kosong dari kedua pria lainnya.

"Jadi... kau mau keluar untuk merasakan sinar matahari?" Beo Hyunsung menunjuk atas dengan wajah kebingungan. Cale berkedip dua kali sebelum mengangguk.

"Ya! Tapi-"

"Biar aku yang membawamu ke atas," potong Jonghyuk tetiba di tengah-tengah argumen antara Hyunsung dan Cale.

"Tidak. Boleh. Jonghyuk-ssi." Tolak Hyunsung sambil menggelengkan kepalanya tegas.

"Cale baru saja sembuh dari lukanya, kemudian ke atas lagi untuk menghadapi monster? Tidak." Kedua tangan menyilang tidak terima. Cale melotot ringan sesaat. Sejak kapan ia bilang mau menghadap monster? Hyunsung menatap balik, kini ikut melotot. Membuat Cale mau tidak mau disisi lain mengalah. Ia selalu saja lupa, bahwa kiamat ini penuh monster merajalela.

"Lagipula, kita sedang menunggu Dokja-ssi. Ingat?" Tatapan tegas melunak dan memohon pada Cale, yang menegakkan tubuhnya.

"Yang dia inginkan, hanyalah merasakan sinar matahari... bukan untuk mati lagi," cetus Jonghyuk dengan wajah risih. Ia sudah berbaik hati akan membawa Cale ke permukaan, tapi kenapa si mantan Tamer beraksi berlebihan seperti ini?

"Aku bisa melindunginya," lanjut pria itu lagi dengan suara tidak diperdebatkan.

"Aku kuat." Timpal Jonghyuk final kini memberikan keputusan akhir pada Cale.

Aigo.... hidupku yang malang... bahkan sinar matahari pun menjadi pilihan?

"Tidak apa-apa, Hyunsung-hyungnim... hanya sebentar, jebal? Aku ingin melihat saja dan kalau memang bisa merasakannya sebentar, aku sungguh manusia yang beruntung..." Cale kemudian menghadapkan seluruh badannya ke Hyunsung, dan mulai dengan suara lembut membujuk pria itu. Ia berulang kali mendengar dari Rosalyn bahwa trik ini ampuh sekali untuk meluluhkan hati seorang pria...

... walau dirinya sendiri juga pria.

Trik.. menangkupkan kedua tangan di depan dengan mata lebar berkaca-kaca?

Dan Hyunsung... mencoba menahan trik itu dengan memalingkan wajahnya, yang ia tahu tidak akan pernah mempan pada wajah cantik menyedihkan itu. Menghela napas, pria itu pun mengangguk pasrah.

"Aih, baiklah, baiklah. Selama kau menurut pada Jonghyuk-ssi! Aku akan menunggu disini. Dan jika dalam 30 menit kau tidak kembali, aku akan menyeretmu turun, Cale-ya." Di omeli seperti anak kecil, Cale hanya bisa bergumam 'ya' dan segera bangkit dari duduknya, yang dibantu oleh Jonghyuk.

"Terima kasih." Pria yang lebih tinggi mengangguk tenang.

"Hanya perlu naik anak tangga itu ke atas." Tunjuk pria dengan pedang di pinggang itu ke sisi kanan Cale. Kedua mata coklat kemerahan melihat dengan tatapan kritis sesaat.

Duh, naik tangga pulak...

"Ingin aku menggendongmu ke atas sana?" Tanya Jonghyuk, menawarkan diri tanpa di mintai oleh Cale. Mengedipkan mata dua kali pada tawaran tak terduga, pria berambut merah itu segera mengangguk.

Mengambil ancang-ancang menaiki punggungnya, Cale malah berkedip bingung saat lengan kuat menopang tubuhnya. Terkejut dengan gerakan tiba-tiba, dua tangannya segera menggenggam bahu Jonghyuk untuk menjaga keseimbangan. Keduanya saling menatap sesaat, sebelum diputuskan oleh helaan napas berat Cale.

... ah sudahlah... lagian harga dirinya sebagai lelaki jantan memang sudah runtuh sejak di gendong ala bridal style oleh Kim Dokja.

"Kalau begitu, aku ke atas dulu sebentar ya, Hyunsung-hyungnim. Kalau Dokja-hyungnim duluan sampai, tunggu sebentar atau nyusul ke atas saja sebentar." Tersenyum kecil, Cale hanya melambaikan tangan pada pria baik hati lain sebelum fokus pada Jonghyuk yang bergerak ke atas.

"Pelan-pelan," gumam pria berambut merah sambil menepuk bahu Jonghyuk, yang hanya di balas tatapan rumit.

"Mwoya? Waeyo?" Tanya Cale agak menggigil pada intensitas yang dihasilkan tatapan pria lain.

"... tidak ada." Jika orang lain, mungkin tangannya sudah kupotong-

"Mau kemana mereka, Hyunsung-Oppa?" Sayup-sayup, terdengar suara gadis remaja, Lee Jihye bertanya pada Lee Hyunsung, yang berjaga-jaga di ujung tangga.

"Mereka akan ke atas sebentar. Cale berkata ingin menikmati sinar matahari." Hampir tertawa pada alasan absurd Cale, Jihye hanya melihat bayang kedua manusia yang hilang di balik dinding.

"... tapi, apa ada sinar matahari di dunia seperti sekarang?" Tanya Jihye dengan tawa yang mulai hilang. Hyunsung bersenandung sesaat sebelum senyuman kecil muncul di wajahnya.

"Bahkan jika matahari tidak lagi memunculkan sinarnya, kita bisa menemukannya di hati seseorang." Pada jawaban puitis itu, Jihye hanya terdiam. Menatap Hyunsung yang menatap dengan tatapan melankolis di udara.

Jika orang itu Cale...

Senyum kecil nan tulus lambat laun terukir di wajah Jihye.

.
.
.
.
.

[Third Person's POV]

Hari yang menyambut Cale masih sesuram saat pertama kali Dokja menyelamatkannya.

Samar-samar, ia dapat melihat uap napas keluar saat dirinya menghembuskan napasnya. Tak terasa, udara di luar bahkan sangat dingin di pagi hari. Cale bergumam pelan. Ia sudah membuat tubuh lemahnya terjaga selama seharian.

"Bagaimana?" melirik ke Yoo Jonghyuk, yang mendudukkannya di sebuah reruntuhan, Cale hanya mengangkat bahunya.

"Yah... tidak ada apa-apa disini," bisik pria bermata coklat kemerahan itu pada sekitarnya.

Akhirnya, ia bisa melihat keadaan dunia sebenarnya, yang tidak jauh berbeda saat dirinya menjadi Kim Rok Soo. Hanya menyisakan sisa-sisa peradaban manusia yang sudah hancur oleh serangan monster. Ada perasaan melankolis kuat mendadak muncul di hatinya saat angin berhembus melewatinya. Pria itu berdiri dari duduknya dan mengangkat tangan untuk meraih abu yang terjatuh di sekitarnya.

"Begitu mudahnya...," gumam pria berambut merah itu dengan suara kecil. Tanpa sadar, tangannya bergerak untuk menyentuh lukanya.

Apa niat Death mengirim Cale ke dunia ini? Dari yang di ingatnya, ada Fragmen kecil tentang Cale yang membuat kehadirannya di terima di dunia ini. Kemudian, sembuh dari apa yang dimaksud? Ia sudah sembuh dari luka tusukannya, bukankah ia sudah bisa kembali ke rumahnya? Apa yang membuatnya masih tertahan di dunia hancur ini?

Ribuan pertanyaan menenggelamkan Cale dalam pikirannya. Membuat Yoo Jonghyuk, disisi lain melihat sosok manusia lain yang tengah menangisi alam yang hancur. Ia melihat rambut kemerahan itu berhembus lembut, menyapu pipi pucat kemerahan lembut dengan tatapan penuh kesedihan. Tangannya juga ada di jantungnya, seolah-olah merasakan tangisan dari alam itu sendiri dan menghancurkan Cale serta dari dalam hatinya.

Mungkin... selama regresinya terjadi, hanya Cale Henituse satu-satunya sosok yaang menangisi hancurnya alam.

Memasukkan dua tangan ke saku mantel hitamnya, Jonghyuk ikut menahan sekitarnya. Kota yang hancur, rumah yang rata dengan tanah, jalanan yang retak, pamflet nama yang memudar dimakan tanaman, serta abu yang menyebar di udara sekitar.

Peradaban manusia hancur dalam sekali serang dan Jonghyuk baru menyadari hal itu di regresi ketiganya.

"Tidak apa-apa." Cale tiba-tiba mengulurkan tangannya ke depan, ada senyuman kecil di wajahnya saat melihat langit mendung. Bahkan samar-samar kilauan rasi bintang yang mengelilingi pria berambut merah itu ikut mengindahkan visual manusia bermata permata itu.

"Alam akan sembuh dengan sendirinya," bisik Cale di udara dengan mata terpejam Mengingat setiap momen dunia kembali pulih saat dirinya menjadi Kim Rok Soo, dan pasca perang saat ia menjadi Cale Henituse.

"Dan semua, akan kembali seperti sedia kala."

Tepat setelah mengatakan itu, ada cahaya keemasan kecil menyentuh mata coklat kemerahan Cale. Yoo Jonghyuk disisi lain memperhatikan bagaimana langit membelah dirinya, menampakkan secercah sinar matahari yang menyinari tubuh Cale dengan mistiknya.

"Hangatnya..."

... dan indahnya. Yoo Jonghyuk tidak bisa melepaskan pandangannya dari sosok manusia berambut merah bercahaya di depannya ini. Cale tertawa kecil sesaat, hampir terdengar seperti loncengan peri di negeri dongeng.

... dari mana asalnya manusia dengan hati semurni Cale? Mengapa sosok dengan mata penuh kebaikan itu terjebak di dunia yang hancur ini?

"... Cale-ya?" Tawa kecil terhenti, keduanya berpaling untuk melihat sosok pria lain datang perlahan-lahan mendekati mereka. Cale yang menyadari sosok si pembaca kembali, memberikan senyuman kecilnya.

"Halo, Dokja-hyungnim," bisiknya manis.

*****

[Skenario Utama #2 diaktifkan]

[Skenario - Pertemuan]

[ Kategori : Sebrangi terowongan dan temui korban di pangkalan utama pertama.

Batas waktu : tidak ada

Kompensasi : 500 koin

Kegagalan : ??? ]

"Pelan-pelan Dokja-ssi. Hyunsung-ssi dan Cale tidak kemana-mana, kok? Jangan khawatir, Hyunsung-ssi juga bukan tipe pencuri kekasih-"

"Jung Heewon-ssi!"

"-ups." Tidak merasa bersalah, Heewon tertawa geli pada wajah kemerahan Dokja. Bahkan dalam keadaan yang lumayan gelap, dapat terlihat bagaimana memerahnya wajah pria berambut hitam itu.

"Ah ya, omong-omong, pangkalan utama? Dimana itu?" Gilyoung, yang berusaha mengatur napas di samping Dokja bertanya sambil menatap layar biru di depannya.

"Ah, itu di Chungmuro." Seolah-olah membenarkan jawaban Dokja, layar menunjukkan bahwa Basis Utama Berikutnya adalah Chungmuro.

"Aiyah, itu masih agak jauh, bukan? Sekitar tiga pemberhentian lagi? Seharusnya jika ingin cepat-cepat berjumpa, kenapa tidak di Stasiun Yaksu?" keluhan Heewon di diamkan oleh pemandangan mayat dan monster saat mereka tiba di Stasiun Yaksu.

"Tinggal 2 stasiun lagi, ayo kita pergi." Rasa rindu yang begitu kuat tidak pernah menghantam perasaan Dokja selama ini. Rasanya, ia ingin cepat-cepat menuntaskan semua ini, atau bahkan mengambil langkah cepat penuh energi sihir agar cepat sampai dan bertemu dengan Hanibaram-nya.

Perjalanan jauh 2 km membuat tim kelelahan dengan cepat. Apalagi dengan serangan monster bertubi-tubi yang tidak memberikan waktu untuk mereka istirahat sejenak.

Ini menyebalkan. Tersisa 1 stasiun lagi sebelum mereka sampai di Chungmuro. Membiarkan tim-nya istirahat sejenak, mata Kim Dokja kemudian melihat ke arah pintu keluar Stasiun Dongdae dan teringat pada sesuatu.

"Ah ya, patung itu..."

"Yeorobun, aku akan ke atas sebentar." Tiga pasang mata menatapnya. Satu dengan terkejut, satu dengan memaklumi dan satu lagi dengan menyipit.

"Aku curiga kau akan berlari cepat untuk menemui Cale-"

"Heewon-ssi!" Wanita itu tertawa riang.

"Ya Ampun! Menyenangkan sekali menganggu Dokja-ssi!"

"Hei, sudahlah, Heewon-ssi. Kasihan Dokja-ssi, wajahnya memerah padam." Bujuk Sangah mencoba melerai pertengkaran.

"Ada Gilyoungie, loh." Kedua orang dewasa segera terdiam menatap anak kecil dan saling meminta maaf kecil, sebelum Dokja pergi ke permukaan dan menghadap patung Samyeongdang.

*****

Sudah hampir 20 menit sejak Gilyoung menggunakan kekuatannya, sehingga mereka dapat bergerak di stasiun Chungmuro dengan aman. Saat pintu terowongan terlihat lebih cerah, mau tidak mau Dokja mengingat akan 1 Sub Skenario menyebalkan yang di alami sang protagonis saat tiba.

[Sub Skenario baru telah di aktifkan!]

"Semuanya, bersiap-siap!"

Bahkan setelah 15 menit berlalu, efek sub skenario masih terasa. Gilyoung masih memiliki bekas air matanya, sedangkan Jung Heewon mencoba berkali-kali menghembuskan napasnya untuk menenangkan diri. Jika bukan karena skill ekslusifnya, Fourth Wall, ia sudah memiliki efek sama dengan yang lain.

Sekelebat bayangan merambut merah, hitam dan wajah seseorang sempat memenuhi visinya sebelum skill ekslusifnya bertindak.

"Gilyoungie, kau baik-baik saja? Heewon-ssi?"

"Mundur! Jika tidak aku akan membunuh kalian semua!" Mata Heewon terlihat memerah, wanita itu masuk ke tahap 'Demon Slaying' dalam skill-nya.

"Grrrrr..." Arggh! Kesialan menyebalkan lainnya?!

"Sangah-ssi, tolong urus Heewon-ssi! Aku akan menghadang monster ini!"

"A-arasso, Dokja-ssi!"

Mengalahkan Spectre kelas 8 tidak sesulit menghadapi efek sub skenario tadi. Mengantongi batu-batu sang monster, Dokja berbalik untuk melihat keadaan party-nya. Baru saja ia hendak mengatakan sesuatu, sebuah pedang terhunus dalam kegelapan di belakangnya.

"Dokja-ssi!" si empu yang dipanggil mengangkat tangannya, mencoba menenangkan Sangah yang terlihat sangat pucat.

"Siapa kalian?" terdengar suara seorang gadis muda berusia sekitar 17 belasan tahun, dengan topi putih di kepalanya. Dokja langsung mengenali karakter baru ini. Salah satu alasan Jonghyuk ke Chungmuro dalam waktu singkat.

"Bagaimana kau... hanya Master yang bisa menangkat monster hantu nyebelin ini!" ucap gadis iitu, Lee Jihye, agak tidak terima saat melihat batu-batu Spectre di tangan Dokja.

"Ah, ini-"

"Jihye, kenapa kau mendadak lari kemari?" semua pasang mata, termasuk Dokja sendiri melebar saat mendengar suara yang tidak asing memasuki gendang pendengaran mereka.

"Hyunsung...ssi?" beo Sangah tidak percaya saat wanita itu perlahan berjalan mendekati Kim Dokja dan Lee Jihye.

"Heol? Kalian kenal Hyunsung-Oppa?" Bersamaan dengan pertanyaan ini, sosok bertubuh kekar hadir di samping Jihye dengan ngos-ngosan kecil.

"Bicara dengan siapa kau, Jihye-? Sangah-ssi?" Lee Hyunsung, sang Tamer yang dpercaya Dokja untuk menjaga Cale, ada di depan mereka.

"Dokja-ssi? Heewon-ssi? Gilyoungie?" Menge-check satu persatu kehadiran pendatang baru, lambat laun senyuman berair muncul di wajah mantan perwira itu yang terlihat sangat bahagia seketika.

"Hyunsung-hyung!" Gilyoung melupakan lelahnya itu segera berlari dan memeluk pria bertubuh kekar lainnya.

"Ya ampun, baru saja berpisah, kau sudah bertubuh sekekar ini, Hyunsung-ssi." Dengan mata berkaca-kaca, Heewon menepuk pundak Hyunsung. Sangah di sisi lain tersenyum berair dengan tawa lega.

"Kalau begitu, Cale?"

"Kalian kenal Cale-Oppa juga?"

Cale. Mata gelap Dokja bergetar ringan. Ia hampir lupa dengan nama yang selalu menghantui benaknya saat melangkahkan kaki menuju stasiun ini.

"Ah, Cale?" Menatap lamat pada Hyunsung, mantan perwira militer kemudian terkekeh kecil.

"Cale saat ini ada di permukaan tanah. Katanya mencoba menikmati cahaya matahari sebentar." Tawa terdengar dari Sangah dan Heewon. Bahkan Gilyoung tersenyum dalam gendongan Hyunsung. Jihye hanya menatap kerumunan dengan wajah bingung.

Dan Dokja kemudian berjalan ke sisi Hyunsung, ada senyuman di wajahnya. Membayangkan wajah Cale yang mengatakan ingin menikmati sinar matahari.

"Dan tenang saja, Dokja-ssi!"

"Ya?" Pada senyuman bisnis Dokja yang muncul mendadak. Perasaan tidak enak muncul di hatinya sesaat saat melihat wajah Hyunsung. Iya juga... kan Cale terluka...? Kenapa dibiarkan ke atas sendirian? Kecuali...

"Ada Jonghyuk-ssi di atas bersamanya."

Samar-samar, ada suara retakan terdengar.

"Sebelah mana keluar ke atas?" pada senyuman bingung Hyunsung, pria itu tetap menjawab sambil menunjukkan tangga disamping kanan mereka.

"Sebelah sini-"

-WUSH!

Angin kencang menerpa sisa party saat Dokja menggunakan semua kekuatannya untuk ke permukaan.

"... cara yang pintar untuk memanasi seseorang, Hyunsung-ssi." Respek Heewon sambil menepuk bahu Hyunsung yang masih kebingungan. Jihye, yang notabene sangat peka langsung ber-whoah dengan wajah terkejut.

"Ada saingan?!" Melirik Jihye, Heewon mengangguk serius. Kedua gadis dan wanita itu heboh berdua dengan wajah sugestif. Membuat Sangah menghela napas dengan senyuman geli.

"Hei, sudahlah, jangan dilanjutkan lagi."

"Jangan menyangkalnya, Sangah-ssi! Ini kompetensi yang langka!"

"Dokja-ssi! Ataauuuu..." Jihye terkikik.

"Jonghyuk-ssi!"

.
.
.
.
.

[Kim Dokja's POV]

Rasanya tidak pernah ia berlari secepat ini saat mendengar hal yang ditakutkan terjadi.

Aneh!

Sungguh aneh!

Kenapa Yoo Jonghyuk masih ada di Chungmuro?

Bukankah protagonis sialan bajingan mola-mola itu ada urusan lain sendiri? Kenapa si brengsek kuat itu kembali ke stasiun Chungmuro? Apa karena Lee Jihye? Bukan, bukan itu alasannya! Pasti ada alasan lain kenapa Jonghyuk kembali-

... Hanibaram?

"Aih, masa sih?!" geram Dokja setiba di atas. Dirinya terkejut sesaat, melihat udara bersih sekitarnya, yang seharusnya masih dipenuhi oleh kabut beracun.

Menahan diri untuk tidak segera memanggil Cale, Dokja menatap sekitar sesaat dengan waspada, tangan juga tertumpu pada pedang di sisi pinggangnya. Samar-samar, ia mendengar interaksi kecil antara dua orang dari arah berlawanan. Dipenuhi dengan hati gundah, gelisah, penuh harap, kerinduan, dan ketakutan, Dokja berjalan mendekati sumber suara.

Matanya menangkap dua sosok manusia dengan warna rambut yang berbeda berdiri bersandingan. Satu lebih tinggi, berambut hitam bergelombang pendek dengan mantel hitam selututnya. Sosok gelap itu menatap penuh perhatian pada sosok lainnya yang berambut merah panjang. Ada selimut di sekitar sosok bertubuh ringkih itu, yang diterpa oleh hembusan angin.

Kemudian, entah kenapa ada sinar matahari hadir, menyambut sosok berambut merah, membuat visual angelic dari belakang, mengambil alih setiap detak jantung Kim Dokja dalam sekali tarikan nafas.

Indahnya sosok yang sangat di cintai alam itu.

Aura mistik yang menguar dari belakang, membuat Dokja bertanya-tanya, kenapa bisa sosok setak nyata seperti Cale ada di dunianya? Hadir bagai mimpi yang tak bisa di jangkau?

... tak bisa.. dijangkau?

"... Cale-ya?" tanpa sadar, Kim Dokja memanggil nama itu dengan suara lemah, gemetar, dan diliputi keputusasaan.

Tolong jawab aku...

Jangan biarkan kehadiranmu hanyalah mimpi untukku...

Jebal...?

Dokja kemudian menyaksikan bayangan tumpah tindih dengan kenyataan. Perasaan deja vu yang seketika memenuhi sanubarinya saat melihat dua sosok impiannya berbalik. Mata hitam melebar saat mimpi yang pernah ia alami menjadi nyata di depannya.

Ada sosok protagonis, dengan wajah cemberut andalannya, tetapi tatapannya memiliki intensitas lembut. Rambut hitamnya bergelombang diterpa angin, dengan mantel hitam memeluk tubuh kuatnya. Sang protagonis, Yoo Jonghyuk berdiri di sana, menghadap Kim Dokja dengan tatapan 'sadar'.

Menyadari bahwa Kim Dokja hidup, nyata dan 'ada'.

Kemudian, sang Hanibaram yang kini tersenyum kecil namun tulus padanya. Rambut merah panjangnya yang melingkupi wajah indah, berterbangan lembut menyapu pipi kemerahan lembutnya. Ada tatapan penuh ketenangan di mata coklat kemerahan permatanya saat melihat Dokja. Penyambutan. Penerimaan. Dan keterbukaan.

Serta bau alam kuat yang mengingatkan Dokja pada tawa musim panas di saat ia kecil.

"Halo, Dokja-hyungnim," bisik sosok Hanibaram manis, mengirim sejuta rasa kehangatan dalam hati Dokja.

Ini... mimpi, bukan?

Terlalu indah untuk menjadi kenyataan... dua sosok yang sudah lama di impikan Dokja.. ada di depannya..

Ja-jangan bangunkan Dokja dari mimpi ini...

"Hyungnim? Kau menangis?" Langkah kaki kemudian terdengar menggema ke detak jantungnya. Dokja menatap penuh perhatian saat Cale berjalan mendekatinya, mengulurkan tangan pucatnya ke pipi sang pembaca.

Dokja meraihnya dengan sama gemetar dan menutup matanya untuk bersandar pada kehangatan dan bau alam yang sudah lama dirindukannya.

"Cale."

Jempol milik pria yang lebih muda mengusap air mata.

"Kerja bagus." Terkejut pada ucapan lembut Cale, Kim Dokja membuka matanya dan menatap pria lain tersenyum kecil padanya. Ada kilauan bangga di mata permata itu saat melihat Kim Dokja.

Lebih tepatnya, melihat ke sosok kecil- remaja-pekerja Kim Dokja yang tengah bersembunyi di sanubarinya.

"Terima kasih sudah bertahan, Dokja-hyungnim." Tangan bergantian untuk mengusap kepalanya.

"Kau hebat."

Dan saat itu, pertahanan Kim Dokja hancur.

Ada tawa basah terdengar saat menerima tepukan lembut dari Cale.

... hangatnya.

Bahkan dalam buram visinya, Dokja masih merasakan Cale tersenyum kecil padanya. Mimpinya... 'rumahnya' sedang tersenyum untuknya.

... apakah ini hadiah untuk Dokja?

Hadiah sebenarnya setelah kesabaran yang telah Kim Dokja alami? Hadiah karena ia sudah bertahan?

"Hush, jangan mengejek Dokja-hyungnim dengan tatapanmu, Jonghyuk-ssi."

"... kau memanggilnya 'hyungnim'?"

"Itu yang kau pedulikan? Kalau begitu, diam saja, Jonghyuk-ssi. Alihkan tatapan membaramu. Biarkan pria tua ini menenangkan seorang bayi besar, okay?"

"Pfftt, bayi besar."

"Jonghyuk-ssi!"

"Cale-!" terkejut pada ledakan mendadak Dokja, keduanya melihat sosok pria lain mencoba menghapus air matanya dengan gerakan kasar. Belaian di kepala terhenti, membuat sang pembaca melirik marah pada si protagonis yang menganggu momennya sesaat.

"-bukan pria tua..." Berkedip pada protes Dokja, Cale hanya terkekeh dan mengangguk.

"Tentu, tentu. Aku masih muda. Lebih muda dari kalian. Jadi, harus di lindungi." Pria berambut merah itu kemudian men-scanning Dokja dan mengerutkan kening melihat penampilan pria lainnya.

"Kenapa tidak istirahat dulu, Dokja-hyungnim? Kau terlihat kacau...," gumam Cale mengambil selimut di sekitar bahunya, berniat menyelimuti Dokja yang segera ditahan oleh tangan yang bersangkutan.

Dokja tersenyum kecil dan menggeleng. Membungkus Cale dengan lipatan selimut, menyentuh rambut merah di sekitar lehernya kemudian di sekitar dahi dan sekitar mata coklat kemerahan permatanya. Hanya terkekeh pada pemandangan imut sang Hanibaram yang mengedipkan sebelah mata pada gerakan Dokja.

Kekehan menjadi senandung. Dengan tatapan lembut, Dokja mengukir dengan lamat setiap memori Cale Henituse dalam benaknya.

"Aku baik-baik saja, Cale-ya. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

Terima kasih sudah hadir untuk menjadikan mimpiku sebagai kenyataan yang indah.




















BERSAMBUNG~

Asli, Neri mewek ngetik chapter ini sumpaaahhh 〒▽〒)
Adegan Dokja yang bertanya berkali-kali, mimpikah ketemu sama Hanibaram-nya, dipadu ngetik adegan terakhirnya sambil dengan music sedih, cuyyy dapet banget 😭👌✨

Gimana ya, mental Dokja itu loh, dia butuh pelukan 😭
Tepukan, dengan kata-kata 'Makasih udah mau bertahan. Kamu hebat.'
Dah lah, mewek lagi aing ಥ_ಥ)

Dokja-yaaaaaa 😭😭😭😭😭
Inilah alasan Neri ngetik Fanfic ini, untuk Dokja sendiri yang butuh sebuah pelukan dan itu datang dari CALE 😭😭😭
Enggak tau tu, bagi Neri, Cale emang bawaannya punya ketenangan sendiri, yang menjadikan Cale rumah bagi sosok yang homeless ? ಥ_ಥ)🤌

Semoga kalian suka dengan chapter ini. Jangan pelit-pelit komentar ya cintaku 🥺
Salam Hangat,

Neri 💜('。_。`)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top