#18 - Reasons to Survive

Hati Dokja sakit.

Air mata entah kenapa mengenang.

Pelukan ini... kehangatan ini.. sudah berapa lama Kim Dokja memimpikannya?

.
.
.

HIII GUYYYSSS ><)9
Eheheh
...
Ada yang miss sama fic ini? ._.)
...
s-selamat membaca ya....
(Neri kangen kalian, btw. Xixixi)
Jangan lupa untuk VOTE, KOMEN dan FOLLOW ya guys, sebagai apresiasi :")
Bacanya ribuan... tapi vote-nya rata² tak mencapai 300 ☺️🥲

Jangan lupa baca NOTE di akhir cerita.
(Word : 8.6k)

[Raon Miru's POV]

Mata biru menatap langit biru tanpa henti selama berjam-jam.

Naga hitam Raon Miru sekarang duduk di tempat sakral keluarga mereka. Menikmati pemandangan yang mengelilingi tempat itu, dipenuhi oleh lautan bunga serta danau buatan dengan beberapa pohon rindang.

Senyuman terpatri di wajah muda berusia 11 tahun itu. Bahwa tempat ini merepresentasikan spot yang sangat disukai manusianya. Begitu damai, tenang dan sejuk.

Mata biru tertutup. Mulai membayangkan satu adegan dimana jika manusia masih ada disisinya, mereka akan mengadakan piknik disini. Menggelar selimut tebal dibawah pohon yang rindang, kemudian banyak bantal, kue, cemilan, minuman serta waktu berdongeng untuk Raon, On dan Hong.

Tak jauh dari mereka akan ada Choi Han yang mengawasi dengan senyuman kemudian melanjutkan sparring dengan Lock dan Hannah. Kemudian Ron yang menyiapkan teh, Beacrox yang menyiapkan makanan serta Eruhaben yang ikut duduk bersandar di pohon sambil membaca gulungan perkamen dengan wajah santai.

Disisi Eruhaben, akan ada Rosalyn, Mary, dan Jack yang berdiskusi mengenai sihir dan sejarahnya. Di danau juga akan ada sepasang saudara paus, Witira, Paseton dan Archie, menantang Toonka dan Ratu Hutan dalam berduel di air.

Tak lupa disisi Ron, di kursi dan meja yang telah disiapkan, duduk Alberu bersama Taylor dan Bud yang berbincang ringan mengenai pekerjaan mereka.

Namun, tetap saja, sumber damai itu datang dari wujud pemuda yang begitu dirindukan oleh mereka. Yang bayangannya kian memudar dari angan-angan, membawa Raon menuju kenyataan bahwa ia sedang bersandar di Batu Nisan manusianya, Cale Henituse.

"Ayah..." panggil Raon lirih.

Mata biru bercelah mulai berkaca-kaca. Lengan bergerak memeluk lutut dan menyandarkan kepalanya di atas lipatan lengan. Wajah menghadap ke batu nisan dengan tatapan sendu.

Seminggu telah berlalu sejak insiden bersejarah. Yang tidak hanya memecah rekor sejarah mengenai pengetahuan antar-dimensi, juga membawa kabar gembira bahwa mereka mengetahui koordinat dunia yang ditempati manusia-nya sekarang.

... bahkan jika manusianya masih hidup, di dunia sana, tetap saja Raon sangat merindukan kehadiran pria terpenting dalam hidupnya itu. Sudah 4 tahun berlalu dan Raon tidak tahu menahu kabar tentang manusia tercintanya itu.

Bagaimana kabar di dunia itu? Apa yang terjadi padanya? Apa manusianya akan terlihat lebih tua? Apa manusianya baik-baik saja? Ada ribuan pertanyaan terlintas di pikirannya setiap hari, setiap malam namun hanya berbalaskan jawaban yang buntu.

Kemudian, tidak terpungkiri ada beberapa hal yang sangat mengganggu Naga Hitam itu.

Dibandingkan yang lain begitu antusias untuk melanjutkan penelitian kepuncak yang lebih tinggi, Raon disisi lain bertanya-tanya mengenai 'perasaan menyesal' yang ia rasakan dari kehadiran asing itu.

Mengapa sosok itu menyesal?

Apa karena telah menahan manusianya?

Apa sosok itu adalah dewa didunia sana?

Kemudian juga mengenal manusianya? Bagaimana bisa?

Dewa Kematian menyebalkan ada memberikan penjelasan, bahwa manusianya bisa sembuh di dunia sana karena ada tersisa fragmen jiwanya di dunia itu. Yang mana di dunia ini telah habis... oleh pengorbanannya agar bisa menghancurkan White Star bajingan.

.... manusia akan mencubit Raon jika ia ketahuan berkata kasar.

Naga kecil itu terkekeh penuh rindu.

Kemudian, alisnya kembali mengerut bingung.

Apa yang dimaksud oleh Dewa Kematian dengan fragmen jiwa manusia-nya di dunia itu? Apakah dunia itu adalah dunia yang sama dengan dunia Kim Roksoo? Tetapi... Raon meragukan teori terakhir itu entah kenapa.

Dewa menyebalkan itu juga ada mengatakan, entah kenapa, ada cerita tentang manusianya di dunia itu. Karena dunia itu berjalan dan  berputar berdasarkan sistem 'cerita-cerita' ini. Bahwa sumber kekuatan darinya juga merupakan 'cerita'. Mata biru bercelah berbinar dingin mengingat penjelasan itu.

Manusia-nya itu lemah dan dunia merepotkan itu tentu saja akan membahayakan manusia-nya!

"-on-nim!" Tubuh berusia 11 tahun tersentak. Ia menatap terkejut kepada sosok yang telah membuyarkan lamunannya.

"Choi Han yang kuat," gumam anak kecil terdengar lesu. Membuat pria berambut hitam mengerutkan keningnya khawatir.

"Kenapa, Raon-nim? Apa kau merindukan Cale-nim?" Naga Hitam hanya mengangguk kecil. Ahli pedang itu terdiam sesaat kemudian bergerak untuk menggendong Raon ke pelukannya.

Naga kecil segera melingkarkan lengannya di bahu kekar ksatria manusia-nya. Bersandar di bahu bidang itu dengan mata berkaca-kaca.

"Choi Han yang kuat..."

"Ya, Raon-nim?"

Mata gelap yang kini memiliki binar berpaling dari kertas teleportasi yang akan mereka gunakan.

"Bagaimana jika..." bibir mengatup gugup. Tidak yakin dengan pendapatnya sendiri, sedang matanya mulai berkaca-kaca.

"Bagaimana jika kita menyakiti Ayah disana?"

Choi Han terdiam sesaat. Suasana santai hancur dengan kecanggungan.

"Mengapa kita menyakiti Cale-nim? Kita tidak pernah, bahkan sampai aku matipun, tidak pernah memiliki niat seperti itu," jawab Choi Han, terdengar bingung namun suaranya bergetar. Seketika terpengaruh oleh perkataan Raon.

"Tentu, Choi Han. Naga ini tidak pernah meragukan perkataanmu, ksatria sesumpah untuk manusiaku," jelas Raon, suaranya serius, berwibawa dan menuntut. Ciri yang diwariskan Cale meski lebih agresif.

"Hanya saja, apa kau ingat apa yang dikatakan oleh dewa kematian menyebalkan?" Choi Han mengangguk lamat. Pria itu kemudian menurunkan kembali Raon ke tanah dan duduk berhadapan tak jauh dari makam 'Cale Henituse'.

"Ada beberapa hal yang bisa kusimpulkan dari informasi Dewa Kematian," mulai Raon, mengangkat jari telunjuknya.

"Pertama, dunia ini memiliki otoritas. Sistem mereka sendiri, sama seperti hakikat dunia mereka? Layaknya dunia kita memiliki beberapa dewa yang mengawasi." Pria berjubah hitam itu mengangguk serius.

"Kedua, Ayah memiliki 'kepingan' cerita di dunia itu. Menjadi celah bagi Dewa Kematian untuk menyembuhkan Ayah disana. Itu berarti, Ayah sempat ada disana dan kehadirannya mempengaruhi jalan cerita dunia itu." Tangan Choi Han terkepal erat. Mereka tidak pernah berekspetasi bahwa tusukan dari ranting itu tidak hanya memerlukan darah dari Cale... tetapi juga menusuk jiwa pria berambut merah itu secara spiritual.

Menjadikan mereka meneror pohon itu tanpa ampun di awal-awal kematian Cale.

"Apa itu dunia Kim Roksoo?" Naga yang ditanya menggelengkan kepalanya ragu.

"Dari cerita Ayah, dunia Kim Roksoo tidak memiliki sistem cerita-cerita seperti ini. Dunia mereka hanya hancur karena serangan monster dan Dungeon." Ksatria yang mendengar menggigit bibirnya dengan wajah sedikit frustasi.

"Ketiga, ada yang melindungi Ayah disana," gumam Raon, hampir tidak yakin oleh perkataannya sendiri. Mata biru bercelahnya kembali berkaca-kaca.

"Maksud Raon-nim?" Mata menakjubkan itu berkedip lamat sesaat kepada Choi Han. 

Bisakah ia mengatakan hal ini kepada pria yang bersumpah setia untuk manusia-nya? Ia tidak ingin merusak kebahagiaan keluarganya yang lain.. tetapi... hatinya tidak tenang.

"Apa Choi Han ingat... dengan orang yang kita rasakan dibalik portal itu?" Tanya naga hitam ragu. Choi Han mengangguk pelan. Ekspresinya kosong tanpa emosi. Sangat menakutkan.

"Aku... merasakan rasa 'penyesalan' dari orang itu sebentar." Wajah Choi Han mengerut tidak percaya sesaat, tidak yakin dengan apa yang ia dengar dan hati Raon agak mencelos pada reaksi itu. 

Tentu saja! Raon bisa memaklumi reaksi itu.

Mereka semua sangat ingin berjumpa dengan manusia terkasih mereka. Siapa yang tidak? Semua merindukannya!

Tetapi, jika keinginan mereka berakhir menyakiti manusia-nya?

"Apa Raon-nim lebih mempercayai orang asing itu?" tangan kecil gemetar mendengar suara dingin Choi Han. Dengan berat hati menggelengkan kepalanya sedang air mata sudah mengalir keluar dari pelupuk mata. Mengejutkan pria berambut hitam yang lekas menghapus air mata itu. 

Ekspresinya yang semula dingin, menjadi penuh kesedihan.

"Apa yang sebenarnya sedang terjadi, Raon-nim?" tanyanya lembut dan tangis Raon pun pecah.

"A-aku- hiks.. ta-takut!" Choi Han kembali memeluk tubuh muda itu.

"O-orang itu me-menyesal! Hiks... s-seperti d-dia ingin me-melindungi Ayah? Hiks! A-aku ti-tidak ingin me-menyakiti Ayah! Huwaaaaa-! Ungh-hiks!" ucap Raon, suaranya tersedu-sedu memilukan. Membuat hati Choi Han ikut sakit mendengarnya.

Pasti anak kecil ini sudah menahan beban pikiran itu selama seminggu ini, tanpa memberitahu siapapun.

"M-maafkan aku yang sudah bereaksi seperti itu, Raon-nim," bisik Choi Han penuh penyesalan. Menciumi puncak kepala sang naga kecil dengan penuh kasih. Berharap bisa menenangkan anak dengan hati rapuh itu sesaat.

"A-aku j-juga hiks... i-ingin b-bertemu dengan Ayah! T-tetapi t-tidak ingin me-menyakiti hiks.. nya!" 

Tangis berlangsung selama 10 menit lamanya.

Raon melepaskan seluruh bebannya di tangis dalam pelukan hangat Choi Han. Bersyukur bahwa pria lainnya akhirnya ingin mengerti.

"K-kalau begitu..." Pelukan dilepaskan, mata biru bercelah yang masih basah akan air mata berbinar penuh tekad.

"Ma-mari kita u-ubah arah t-tujuan kita, C-choi Han yang k-kuat," teguh si kecil meski suaranya masih segukkan. Choi Han tersenyum lembut dan mengusak rambut hitam dengan kilau biru navy itu penuh sayang.

"Oke, Raon-nim."

"K-kita harus mencapai otoritas t-tertinggi dunia itu dulu," gumam naga hitam kecil, mulai berpikir dan sang ksatria bangga melihat betapa jeniusnya anak asuh Cale-nim-nya.

"J-jika kita memiliki izin dari otoritas tertinggi, kita tidak akan me-menyakiti Ayah... k-kita sudah mencoba masuk paksa..." 

"M-mungkin karena kita yang memaksa, maka menjadi alasan orang itu menghentikan kita? Agar ti-tidak menyakiti Ayah?" 

Mata Choi Han melebar pada kalimat itu.

Meski hanya teori, bukan berarti tidak mungkin terjadi.

"Ayo kita pergi ke Eruhaben-nim, Raon-nim."  

.
.
.

[Cale Henituse's POV]

-BUK!

Cale menganga melihat ketua party mereka, Kim Dokja, dengan mudah memukul Yoo Jonghyuk hingga melemparkan tubuh pria itu sejauh 5 meter.

"Go Go Go! Dokja-ssi! Perjuangkan hak (dominan)-mu!"

"MASTEEERRRRRRR!!! JANGAN MAU KALAH!!!"

"Kalian..." speechless Cale kepada dua perempuan di sampingnya ini. Apakah mereka tidak khawatir mengenai kondisi kedua pria kuat mereka? 

"Yang mana sudah lama duluan dengan Cheonsa-Oppa?"

"Dokja-hyung! Mereka sudah bersama-sama sejak dulu dan selamanya akan selalu bersama!"

"Oppa-ku?"

"Oppa-mu itu pencuri partner-nya Dokja-hyung!"

"Tapi, Dokja-ahjussi-mu itu jelek! Dia cocok dengan Oppa-ku!"

"Enak saja! Dokja-hyung itu sangat tampan!"

"Tidak peduli! Siapapun yang membuat Cheonsa-Oppa senang, aku memilih dia!"

Pria berambut merah menghela napas panjang. 

Kenapa ending-nya begini coba? Mencoba membuat Cale memilih antara dua pria berambut hitam kuat itu. Sungguh bayangan yang sangat menakutkan! Bayangkan jika memang terjadi, bukankah Cale akan menjadi sasaran dendam pria lainnya? Karena tidak memilih dia? 

Bukankah bersama-sama itu lebih kuat?

"Kenapa kalian semua ingin memisahkan kita?" Semua orang yang sibuk berdebat kompak melihat ke arah Cale. Membuat pria bermata coklat kemerahan meneguk ludah gugup.

Ke-kenapa mereka melihatnya seperti itu?

"Cale-ya... kau menyukai keduanya?" tanya Sangah dengan suara hati-hati. Mata Cale melirik bingung ke wanita berambut coklat cerah itu, kemudian dengan tenang mengangguk.

"Tentu saja. Aku menyukai kalian juga. Kita kuat bersama-sama," senyum Cale lebar nan manis juga menipu. Namun, entah kenapa ada aura suram mengambang disekitar mereka, bahkan tiga anak kecil ikut serta.

"... Cale-Oppa... sangat tidak peka..."

"Itu menandakan donsaeng cantik kita ini juga murni hati dan pikirannya." Sangah mengangguk oleh perkataan Heewon.

"Aku tidak murni," gerutu Cale agak protes, ditanggapi dengan wajah tidak percaya.

"Cheonsa-Oppa.. sangat rendah hati!" Tidak.

"Ya, 'kan? Cale-hyung juga memiliki pelukan terhangat yang pernah ada!" Well, apa itu alasan mengapa Gilyoung suka memeluknya?

"Oppa-ku suka hal-hal yang cantik." Ia tidak cantik.

['Supreme Ruler Yoo Jonghyuk' telah dikeluarkan dari pertandingan.]

"YESSSHHHHH! ITU BARU BESTIE-KU! DOKJA-BROOOO-!" pada seruan Heewon, semua mata memandang Dokja yang saat ini tersenyum canggung, sambil mencoba menyadarkan Jonghyuk yang sudah tergeletak tak sadarkan diri.

[Selamat! Inkarnasi 'Kim Dokja' telah lolos melewati semua cobaan 'The Absolute Throne'!]

"Cale!" 

Wajah sosok yang memanggilnya seketika terlihat cerah. Dinding yang memisahkan mereka kemudian retak, hancur dan menghilang dalam kepingan semu. Membuat pria berambut merah berjalan mendekati pria itu.

"Dokja-hyungnim."

[Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' bertepuk tangan pada hasil pertandingan dominan!]

[1000 koin di sponsori!]

[Konstelasi 'Prisoner of the Golden Headband' terkekeh dibalik telapak tangannya dan mengucapkan selamat kepada Inkarnasi 'Kim Dokja'.]

[500 koin di sponsori.]

[Konstelasi 'Queen of the Darkest Spring' bertepuk tangan bangga.]

[1200 koin di sponsori.]

"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Cale dengan suara tenang seperti biasa, meski matanya memiliki sirat kekhawatiran tulus. Bagaimanapun juga, Dokja adalah pelindungnya didunia ini. Cale memiliki tanggung jawab untuk melindungi pria ini.

Ia mendapati elusan kepala sebagai balasan. Jantung berdebar saat pria itu tersenyum kecil penuh terima kasih kepadanya.

"Terima kasih sudah bertanya, Cale." Si rambut merah mengangguk linglung. Matanya kemudian melihat Jonghyuk yang tidak sadarkan diri.

"Master-! Kyaaak-!" Jantung Cale hampir copot saat Jihye memalingkan wajah Jonghyuk menghadap mereka namun pria itu malah melotot. Membuat Dokja tertawa terbahak-bahak.

"Apa dia pingsan dengan mata terbuka?" tanya Heewon sambil menahan tawanya. 

"Itu mengejutkan," gumam Cale. Masih merasakan betapa kencang detak jantungnya. 

Di sisinya, sang Pembaca masih terkekeh. Namun sudah bergerak lebih dekat sehingga tubuhnya sendiri hampir bersandar ke tubuh Cale. 

"Cale."

"Hm?"

Dokja tidak menjawab. Sebaliknya membiarkan pipinya bersandar di ubun-ubun kepala rambut merah. Menutup mata dan menikmati momen menenangkan untuk melepaskan kerinduannya. 

"Apa Dokja-hyungnim lelah?"

"Tidak juga," jawab pria lain dengan suara lembut. Mata Cale meneduh. Membiarkan sosok yang lebih tinggi melingkarkan lengan kiri di sekitar pinggang, hampir setengah memeluknya.

Mereka tidak menyadari tatapan hangat dari kelompok lain. Melihat interaksi antara dua pria itu dengan senyuman

"Perhatian semua Inkarnasi Seoul!

Cale menyayangkan Dokja yang tersentak dari sandarannya. Wajah lembut menghilang menjadi ekspresi dingin seperti biasa, mengikuti semua pandangan yang melihat ke arah Dokkaebi.

"Master baru untuk 'The Absolute Throne' telah lahir!" seru Dokkaebi yang bertanggung jawab, melayang di atas Dokja dengan Cale disisinya. Perkataan itu membuat semua inkarnasi yang hadir berbisik tidak percaya, ketakutan, iri, dendam, dan tidak senang.

"Tunggu sebentar."

Cale melirik Dokja dengan raut tenang tak berekspresi, meski ia bingung oleh tindakan pria itu. Apakah sang Pembaca akan melawan skenario yang sebenarnya dari novel yang ia baca?

"Apa lagi?"

"Kenapa terburu-buru, hm? Aku bahkan belum duduk di tahta, kenapa kau bisa mengumumkan langsung seperti itu?" Cale kemudian menoleh untuk melihat tahta yang di maksud. Bangunan itu tidak terlihat megah, tetapi memiliki aura tertentu. Dengan lapisan keemasan disetiap sudut dan tangga yang menuju kursi ditengah-tengahnya, tahta.

"Untuk apa? Kau akan segera mengklaimnya?" Dokja menyeringai remeh. 

"Hmm, begini. Coba jelaskan, apa kekuatan yang kuperoleh apabila mengklaim tahta ini?"

Cale mendengarkan penjelasan Dokkaebi dengan khidmat dan mengerutkan kening pada akhir penjelasan. Terdengar terlalu bagus untuk menjadi nyata. Apalagi Dokja selalu mengatakan untuk tidak mempercayai omongan Dokkaebi.

"Jadi, kau bilang tahta ini bisa digunakan tanpa memerdulikan 'batas wajar'?" Pada pertanyaan ini, Cale bisa merasakan sesuatu akan terjadi.

"Gilyoungie, Yoosung, Mia," panggilnya dengan suara berbisik kepada tiga anak kecil untuk mendekat. Mata coklat kemerahan melirik Heewon, Sangah dan Jihye. Memberikan instruksi diam dan isyarat untuk berhati-hati yang untungnya dipahami oleh Sangah dengan cepat. Wanita pintar.

"-kalau kau tidak berhenti mengatakan omong kosong, akan kuhancurkan tahta ini!" geram Dokkaebi karena Dokja terus menolak dan mengulur waktu. 

"Cale-hyung."

"Cheonsa-Oppa."

"Kalian bersiap-siap," gumam Cale. Tangannya menepuk masing-masing bahu ketiga anak-anak, mendapatkan anggukan serius dari wajah mereka. Membuat pria itu merasa nostalgia sesaat, mengingatkan dirinya kepada On, Hong dan Raon.

"Hancurkan saja."

Dengan raut wajah dingin, acuh tak acuh, Dokja menghadap semua inkarnasi yang berkumpul di jalanan Gwanghwamun.

"Dengar semuanya-" Petir bergemuruh dari balik awan-awan gelap. Sunyi membuat suara sang Pembaca menggema keseluruh pendengar.

"Aku tidak akan pernah duduk di atas The Absolute Throne."

Kemudian hujan turun dengan sangat deras. Semua terlalu terkejut untuk bereaksi pada proklamasi Dokja yang masih memiliki ekspresi diam, serta tatapan mengintimidasi.

"Kau bilang apa tadi?!" geram Dokkaebi, urat-urat tidak menyenangkan mulai bermunculan disekitar dahinya. Bersamaan dengan banyak petir yang menggelegar di langit-langit Seoul Dome.

Pria berambut hitam terkekeh sesaat. Wajahnya menunduk dengan helaan napas kemudian mendongak pelan. Bersamaan dengan tangan yang menyibakkan rambut kebelakang, membuat wajah tampan itu tertampang jelas dengan sinar petir. Sedang matanya berbinar bagai bintik bintang mempesona dipadu dengan seringai mengejek kepada Dokkaebi.

Wow... Cale termangu melihat ekspresi Dokja yang seperti itu.

"Aku tidak tertarik dengan Tahta."

Kekehannya menggema dalam pikiran Cale. Terdengar menghantui, begitu kuat dan gagah. Mampu membuat jantungnya berdetak kencang sekarang, sedang pipinya menghangat kemerahan semu.

[Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' merasakan jantungnya berdegup kencang oleh kegembiraan!]

[2000 koin di sponsori!]

[Konstelasi 'Prisoner of the Golden Headband' mengangguk senang pada ekspresi Inkarnasi 'Kim Dokja'.]

[700 koin di sponsori.]

[Konstelasi 'Secretive Plotter' bertepuk tangan ringan dengan seringai kecil.]

[400 koin di sponsori.]

Kemudian matanya memandang dirinya, mengabaikan ocehan Dokkaebi yang marah-marah di atas mereka. Ada senyuman kecil disana, sedang mata berbintik bintangnya menyiratkan kehangatan yang selama ini selalu diberikan untuk Cale semata.

Bibir pria itu bergerak pelan.

Bersiap-siap, Cale. 

Cale mengangguk pelan, menambah lebih banyak koin untuk meningkatkan kekuatannya. 

Tidak apa untuk kekurangan koin sekarang. Demi keselamatan dirinya dan kelompoknya, Cale bisa memanen koin dengan cara lain. 

Yang terpenting sekarang adalah bertahan hidup.

APA KITA AKAN BERTARUNG LAGI, CALE?! PETIR! KITA CAMBUK MEREKA DENGAN PETIR API!

HAHAHAH AIR! KITA XXXX TENGGELAMKAN MEREKA SEMUA DENGAN XXXX AIR KITA! 

Aku akan melindungi kita semua, Cale.

Aku mengandalkan kalian semua.

.

.

.

[Kim Dokja's POV]

Jika Kim Dokja menggunakan 'The Absolute Throne', maka ia tidak akan pernah encapai skenario terakhir dari cerita ini.

Mata sang Pembaca teralih dari bangunan itu, menatap para Inkarnasi yang sudah mengeluarkan protes. Wajah mereka dipenuhi dengan berbagai emosi negatif dan yang paling mendominasi adalah kebencian, iri serta tidak senang.

"Kenapa kau tidak mau duduk disana?! "

"Kau bajingan egois! "

"Kenapa kau tidak mau menjadi Ruler?! "

"Seharusnya aku yang bertanya kepadamu, sialan," ucapnya dingin, puas saat semuanya tersentak mendengar suaranya.

"Kenapa kalian ingin aku menjadi 'Ruler', hm?" senyuman yang muncul di wajahnya membuat semua membeku. Namun, entah kenapa negatif yang dihasilkan dari ekspresi mereka tidak membuat Dokja ketakutan. Justru sebaliknya ia merasa sangat aman sekarang.

Punggungnya terasa terlindungi dengan aura hangat melingkupinya, walau hujan turun begitu deras.

Ada sepasang mata garnett cantik yang mengawasinya dari belakang.

Hanibaram-nya.

"Bagaimana jika semisal, aku membunuhmu setelah menjadi 'Ruler' yang kau inginkan?"

Sunyi melanda sekitar. Senyuman di wajah Dokja luntur menjadi ekspresi kosong.

"Sama untuk semua orang disini. Apa kalian lupa? Bahwa kita aslinya tidak hidup dalam era Kerajaan. Tapi-"

Kepala dimiringkan kecil dengan aura mulaii menguar mengintimidasi. Rambut yang ia sibakkan kebelakang membuat pandangannya menjadi jelas.

"-mengapa kalian semua malah bertingkah seperti bawahan 'Ruler?'"

Dokja menghela napas sesaat, kemudian mulai mengambil posisi.

"Aku tidak ingin menjadi Ruler yang harus merepresentasikan manusia buruk seperti kalian semua," ucapnya dengan suara pelan, menggema nan menghantui.

"Itulah kenapa aku tidak akan pernah mengklaim 'The Absolute Throne'." 

Mata hitam berbintik bintang melirik langit, "Dan aku juga tidak ingin rasi bintang rendahan seperti kalian menjadi sponsorku."

Sang pembaca mundur sesaat. Merasakan semua mulai tersentak karena gerakannya. Pria berusia 28 tahun itu kemudian memandang semua rekannya, senang melihat bahwa semua juga sudah siap. Cale benar-benar sangat bisa di andalkan.

"Namun-"jubah hitam disibakkan, dan Dokja menunduk sedang tangan meraih pedangnya. Semua membeku saat sepasang mata gelap memandang mereka dalam kesunyian mengancam.

"Aku juga tidak akan mengizinkan siapapun menyentuh tahta."

 *****

[Sub-Skenario Baru telah Muncul!]

[  Sub-Skenario : Seize the Throne (Rampas Tahta)

    Kategori : Sub

    Kesulitan : B
    Kondisi : Bunuh Inkarnasi 'Kim Dokja' yang menolak duduk di atas tahta dan rebut tahta itu menjadi milikmu sendiri!

    Batas waktu : 30 menit
    Hadiah : 6000 koin

    Kegagalan : -  ]

Yeah... shit.

Dokja pada tahu pada akhirnya akan seperti ini. Dengan mata yang sebelumnya tergerak oleh penjelasannya, kini semua menggelap dan tergiur oleh 'Tahta'.

Dan saat semua bergerak untuk menyerang, petir bergemuruh sangat keras sehingga semua tersentak ketakutan. Begitu pula Dokja. 

Gemanya sangat keras sehingga membuat jantung mereka seolah ikut bergemuruh. 

Langkah kaki kemudian terdengar jelas dalam ketakutan dan kekacauan.

Aroma alam unik mengikuti jejaknya. Bersamaan dengan rambut merah cantik yang mulai tergerai mengikuti aliran air, sangat menghipnotis.

"Kalian semua-" 

Termangu, Dokja melihat Cale berjalan maju dan menutupi tubuhnya dengan tubuh pria itu sendiri. Bersamaan dengan itu, kedua antingnya bersinar cerah berwarna merah keemasan. Begitu pula petir yang mulai kembali menggema.

"-dekati Dokja-hyungnim atau kubakar."

-CTAR!

Semua tersentak ketakutan saat petir menyambar di tengah-tengah antara kelompok Dokja dan para Inkarnasi.

"K-kami tidak takut padamu! "

"J-jumlah kami lebih banyak! "

"Kenapa kau melindunginya?! "

Kemudian Dokja melihat satu persatu orang mulai mendekatinya. Namun, Cale tidak bergeming, seolah tahu mereka yang mendekati dengan langkah pelan tidak memiliki niat jahat.

"Representatif-nim, terkadang kau terdengar lebih seperti Protagonis yang asli dibandingkan Yoo Jonghyuk," kekeh Minseob gugup, sambil menyerahkan artefak yang ia minta sebelumnya.

"Well, Yoo Jonghyuk tidak akan melakukan hal segila ini," gumam Sungkook menahan takut.

"Dokja-ssi melakukan yang benar. Aku setuju dengan pendapatmu bahwa masih terdapat beberapa hal yang tidak boleh dilupakan." Senyum Sangah, mengambil posisi di samping kiri Dokja.

"Langkahi mayatku jika kau ingin lewat, bajingan sial," ucap Heewon dengan suara menakutkan, berdiri didepan Dokja, tepat disamping kanan Cale.

"Kami bersama Dokja-hyung!"

"Cheonsa-Oppa! Hati-hati!" 

"Aku akan menjaga Oppa disini bersama Jihye-noona."

Ketiga anak kecil mengambil posisi berlindung mereka masing-masing.

"Kali ini, izinkan aku membantumu," ujar Ruler of Beauty dengan senyuman kecil.

"Hasil dari bacaan hatiku saat melihatmu sudah menyakinkan diriku," sambung Maitreya Ruler dengan wajah serius.

Melihat semua orang yang mengelilingi untuk melindunginya membuat sesuatu retak dalam diri Dokja. Mata hitam menatap semua punggung dan wajah yang hadir, merasakan dinding yang ia bangun perlahan mulai hancur oleh gelombang perasaan lega dan hangat.

Mereka.. memutuskan untuk melindunginya... dengan keinginan mereka sendiri, bukan?

[Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' menahan air mata terharu pada adegan yang begitu menyentuh hati!]

[1200 koin di sponsori!]

"Dokja-hyungnim." Panggilan itu mengalihkan perhatiannya, melihat si empu berambut merah menoleh dari balik bahunya. Ada senyuman di wajahnya seiring dengan artefak yang mengelilingi tubuh pria muda itu bersinar cerah oleh warna biru, merah dan putih.

"Lakukan apa yang kau butuhkan."

"TUNGGU APA LAGI?! DASAR SERANGGA SIALAN! SERANG MEREKA SEMUA!" geram Dokkaebi dan pada seruan itu serentak membuat semua Inkarnasi lawan bergerak menyerang.

Namun-

[Atribut Pribadi 'The Indestructible Shield/Wood (Lv.???)' di aktifkan!]

Helai bulu berterbangan saat perisai putih dengan pendar keperakan muncul. Membuat ruang terpisah antara kelompok Dokja dan para Inkarnasi. Mata sang Pembaca melebar pada ukuran besar perisai yang tercipta, bahkan menutupi The Absolute Throne!

"Cale!" serunya, melupakan sejenak tugas yang harus ia selesaikan. Bayangan pria muda lainnya yang muntah darah terngiang-ngiang dalam ingatannya.

"Jangan lakukan itu, CALE!!" geram Heewon, memukul orang yang mendekati perisai. Beberapa juga menyerang dari serangan jauh, namun perisai itu tidak retak dan masih kokoh.

"Tidak apa, hyungnim! Noonim! Aku bisa mengatasinya!" Mata coklat kemerahan membara bagai api, sedang dahinya bersinar cantik senada dengan kekuatan perisainya.

"Selesaikan dengan cepat, Dokja-hyungnim!" Dengan berat hati, Dokja terfokus kepada tahta, dengan dua benda ditangannya. Disisi lain bisa merasakan tatapan terkejut tak percaya Dokkaebi yang mengawasi.

[Fitur Khusus 'Ganpyeongui', 'Echo of the Stars' telah di aktifkan.]

Bertahan semuanya. Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat!

.

.

.

[Shin Yoosung's POV]

Shin Yoosung mendapati dirinya membeku ketakutan saat kedua belah pihak mulai menyerang satu sama lain.

Meski dirinya terlindungi didalam perisai cantik nan kuat milik Cheonsa-Oppa, tetap saja ia masih ketakutan.

"Hei! Apa kau ketakutan?!" seru suara anak laki-laki yang menyebalkan, berdiri disamping Sangah-noona dengan satu tangan terulur. Matanya mengikuti gerakan tangan itu, melebar pada beberapa serangga yang mengganggu fokus penyerang mereka.

"Tidak apa untuk ketakutan, Yoosung-ah," senyum Sangah-noona menenangkan, begitu cantik dan dapat dipercaya. Benang emas keluar dari tangannya, mencekik beberapa Inkarnasi dengan kejam dan tanpa ampun.

"Yoosung?"

Cheonsa-Oppa.

Hati gadis kecil berusia 11 tahun bergetar melihat senyuman kecil dari pria berambut merah itu.

"Tenang."

Ucapan itu terdengar sangat lembut, mendayu-dayu namun langsung menenangkan ketakutan anak kecil dengan cepat. Matanya mulai kembali mendapatkan cahaya dan mengangguk disisi Cheonsa-Oppa. Ia akan melindungi sosok yang telah begitu baik hati membawa Yoosung pergi bersamanya.

"Lihat aku," ucap pria pemilik mata permata garnett, terdengar seringai dari ucapannya. 

Dua tangan yang semula terangkat untuk mengokohkan perisai, salah satunya kemudian bergerak ke atas. Tepat kepada langit yang bergemuruh menakutkan dengan sinar emas di balik awan gelap. Bersamaan dengan itu, anting cantik pemuda itu ikut bersinar cerah, membuat mata dan rambutnya berkilau bagai api di tengah-tengah hujan deras.

[Atribut Pribadi 'Fire of Destruction/Fire (Lv.???)' di aktifkan!]

"Hancurkan semuanya, The Cheapskate," gumam Cheonsa-Oppa, menurunkan tangannya dengan gerakan yang begitu anggun. Menghasilkan berbagai petir menyambar di gedung-gedung sekitar. Menciptakan begitu banyak kekacauan, ketakutan dan intimidasi.

[Konstelasi 'Abyssal Black Flame Dragon' bersorak keras mengagumi pertarungan!]

[500 koin di sponsori!]

Yoosung mengagumi kekuatan pria itu dan menganga takjub. 

Serangan itu menyebabkan beberapa Inkarnasi mundur untuk tidak menyerang. Menyadari seberapa besar jarak kekuatan mereka dengan yang Cheonsa-Oppa perlihatkan.

Namun, melihat beberapa penyerang masih tidak menyerah menghasilkan decakan lidah dari pria berambut merah itu. Kalungnya kemudian bersinar biru cerah, menghentikan deras hujan disekitarnya, dan melawan gravitasi. Dua tangan kemudian bergerak tertuju ke depan, membuat gerakan melingkar dan tersenyum manis.

[Atribut Pribadi 'Sky Eating Water/Water (Lv.???)' di aktifkan!]

Air disekitar mulai berkumpul, membuat pusaran di sekitar perisai yang menghilang, naik ke atas melawan langit kemudian turun bagai gelombang air besar yang membuat semua Inkarnasi menjauh dari The Absolute Throne.

"Cheonsa-Oppa!"

Seru Yoosung, pipinya memerah manis sedang mata berbinar sangat cerah. Wujud gadis kecil yang menggemaskan, mengingatkan Cale kepada On yang menunjukkan sisi anak-anaknya.

"Sangat keren, Cale-hyung!!!" gadis kecil itu kemudian memeluk erat sang Cheonsa-Oppa. Di ikuti oleh tawa anak laki-laki bernama Gilyoung yang memeluk pria lain disisinya. Membuat tangan Cheonsa-Oppa refleks untuk menepuk kepala mereka.

Kemudian, aliran air hujan setelah gelombang air yang dihasilkan Cale berhenti.

Semua mata memandang Kim Dokja, kini memegang artifak yang bersinar cerah.

"Aku akan memanggil Rasi Bintang."

[Menggunakan Echo of the Stars, Anda dapat memanggil Rasi Bintang Tingkat Tinggi.]

"Aku ingin memanggil 'Seven Stars of the Big Dipper'."

Semua mata Inkarnasi yang tersisa menyaksikan bagaimana wajah Dokkaebi yang semula terdiam, kini sangat menakutkan dengan celah mata mengecil. Urat-urat amarah juga bermunculan disekitar dahinya.

[Navigasi Bintang telah dimulai.]

Ruang disekitar mereka mendadak menggelap dan dipenuhi oleh langit berbintang. Namun, di antara itu semua, ada tujuh titik yang bersinar sangat cerah.

Mata Yoosung termangu melihat bintang-bintang itu. Mereka memang cerah, tetapi-

-mengapa Cheonsa-Oppa terlihat lebih bersinar?

Wujudnya mengeluarkan pendar keperakan lembut, dengan mata coklat kemerahan bagai permata yang memandang langit dengan tatapan... nostalgia 

[Konstelasi 'Secretive Plotter' tersenyum dibalik tangannya.]

"Cheonsa-Oppa?"

"Ya, Yoosung?"

Tangan kecil beralih untuk menggenggam ujung sweater yang dipakai pria itu. Ada sesuatu dari ekspresi dan cahaya putih ini yang mengganggu hati kecilnya. Meski ia tahu bahwa pria berambut merah itu masih berdiri disisinya, tetapi mengapa tatapan mata itu menyiratkan jarak mereka yang begitu jauh?

"Kau akan tetap ada disini, bukan?"

Tanya gadis kecil itu dengan suara lirih. Mata mulai berkaca-kaca saat pendar keperakan itu belum menghilang. Seolah-olah para bintang yang bersinar itu memanggil sesuatu dalam diri Cheonsa-Oppa tapi, Yoosung tidak tahu itu.

"Tentu, Yoosung," ucap pria bermata api itu dengan senyuman kecil hangat. 

"Aku akan berada disini sampai □■□■□-" Huh? Apa yang kau katakan?

"Cheonsa-?"

"Dokja-hyungnim." Mata mereka mengawasi pria berambut hitam lain yang mulai terbatuk darah. Namun, tangannya terangkat untuk menghentikan mereka yang hendak bergerak mendekat.

"Bintang-Bintang Big Dipper!" seruan Kim Dokja-ahjussi menggema, membuat para Inkarnasi tersisa mengawasi dengan mata terhipnotis. Pertempuran usai dengan kekalahan telak mereka saat menghadapi kekuatan Cheonsa-Oppa. Kini, semua mata terfokus pada sosok penting yang sangat dilindungi Cheonsa-Oppa.

Kim Dokja.

Ada sesuatu dalam diri Yoosung bergetar mendengar nama itu.

"Aku ingin meminta bantuan untuk memotong Constellation Link. Pinjamkan aku kekuatan pedangmu!" tatapan Dokja-ahjussi penuh tekad, meski wajahnya kini pucat. Namun, tangannya memegang gagang pedang dengan erat.

"-aku tidak mencari keributan-"

"-aku hanya ingin memotong hubungan antara rasi bintang dan item ini-"

Dokja-ahjussi terbatuk dan Yoosung merasakan lengan Cheonsa-Oppa bergetar. Menahan diri untuk tidak bergerak meraih pria lainnya. 

Oh... 

Bukankah sudah jelas?

Siapa yang lebih dekat dan disenangi Cheonsa-Oppa ?

[Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' terkikik gemas pada adegan Inkarnasi kesukaannya!]

[Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' juga mencemaskan para Inkarnasi yang baik!]

[800 koin di sponsori!]

[Konstelasi 'Abyssal Black Flame Dragon' mengira ia sedang menonton drama picisan dan mendengus.]

[Konstelasi 'Prisoner of the Golden Headband' merasa gugup.]

[400 koin di sponsori.]

"Akulah yang akan menilai itu," batuk pria berambut hitam itu, mengelap bekas darah di bibirnya dengan tatapan bengis.

Kemudian pria berjubah hitam itu mengangguk, berdiri tegak, langsung menghadap Cheonsa-Oppa yang melebarkan matanya. Yoosung melihat Dokja-ahjussi tersenyum kecil sesaat, matanya tidak lepas dari Cheonsa-Oppa.

"Ayo kita mulai."

Pedang itu mulai bersinar dengan warna merah cerah, kemilau keemasan bagai api dengan aura yang begitu kuat dan menakutkan.

[Konstelasi 'Secretive Plotter' merasa nostalgia.]

Kemudian, pada saat bersamaan, pendar keperakan yang mengelilingi Cheonsa-Oppa menghilang. Gadis kecil memandang aura itu dengan mata bingung, sebelum melebar merasakan kekuatan itu bergerak menuju Dokja-ahjussi.

Pria yang lain juga terlihat sama terkejut.

[Item Tingkat-S+ 'Four-Tiger-Evil-Cutting Sword' berevolusi menjadi Relik Bintang 'Four-Tiger-Evil-Cutting Sword'!]

[ Kau akan mati disini ]

Suara itu terdengar samar, namun wajah Cheonsa-Oppa mengerut tidak senang mendengarnya.

"Tidak akan kubiarkan."

[Stigma 'The Person Who Loved by Gods and Nature (Lv. ???)' di aktifkan.]

[Keahlian Eksklusif 'Annual Rings of the Life (Lv. ???)' di aktifkan.]

[Atribut Pribadi 'The Indestructible Shield/Wood (Lv.???)' di aktifkan.]

Kemudian Yoosung menyaksikan pendar perak yang semula melingkupi tubuh pria berambut merah, berpindah ketubuh Dokja-ahjussi. Mengejutkan pria itu dan membuat ekspresi serius lengah sesaat. Wajah pucah yang ia lihat juga berangsur-angsur memiliki warna sehat. 

Kemudian,

[Stigm■■■ 'The ■■■■■■■■■■ (Lv. ???)' di aktifkan!]

.

.

.

[Third Person's POV]

Stigma apa itu barusan?

Cale bisa merasakan sesuatu yang asing meluap keluar dari jiwanya, perlahan bergabung dengan kekuatan lain untuk melindungi Dokja dari dampak menampung kekuatan rasi bintang.

Ia juga bisa mendengar seruan Rasi Bintang yang dipanggil Dokja. Hal yang Cale sadari saat melihat wajah kebingungan anggota Party lainnya.

Apa yang sedang terjadi pada dirinya?

Cale! Kau harus tenang!  seru Glutton penuh kekhawatiran. Suaranya menggema dalam pikiran pria muda itu, membuatnya kembali fokus pada Dokja.

Pedang dengan sinar merah keemasan itu tidak kehilangan cahayanya. Justru semakin membesar saat Dokja mulai mengambil ancang-ancang untuk menghancurkan tahta.

"-apa dia benar-benar akan menghancurkan tahta?! "

"-kita harus menghentikan mereka-! "

"-apa-apaan itu, bajingan-! "

"HENTIKAN MEREKA SEMUA-!!"

Para inkarnasi yang tersisa, menyaksikan Dokja yang mulai menghancurkan The Absolute Throne kembali bangkit untuk menyerang. Namun, segera di hadang oleh Heewon, Sangah dan dua Ruler lain bersama pasukannya. Dengan Cale dengan tenang mengaktifkan perisai untuk melindungi ruang lingkup sekitar tahta.

"DOKJA-SSI!!!"

Semua mata menyaksikan sang Pembaca, dalam gerakan terakhirnya yang menghasilkan suara keras, membelah tahta dan menghancurkannya hingga berkeping-keping. Bersamaan dengan itu, cahaya keemasan keluar menyilaukan mata. Membuat semua menutup mata.

[Perlindungan yang melapisi 'The Absolute Throne' telah menghilang.]

Kim Dokja berbalik menghadap kerumunan.

Masih dengan pendar keperakan halus yang mengelilinginya. Wajah serius tanpa ekspresi, meski matanya berbinar akan rasa puas.

[Sub-Skenario telah dihentikan dengan paksa.]

"Kau..."

['Unknown God' telah menyadari revolusi dari dunia ini.]

"KAU TAHU APA YANG TELAH KAU PERBUAT, SERANGGA RENDAHAN SIALAN-?!"

['■k■■s■en■i ■si■■g' melihat dunia ini dengan mata tenang.]

Mata Cale melebar sesaat pada notifikasi layar itu. 

Konstelasi asing itu-!

[ Hadapi badai plausabilitas yang akan kau tanggung, Inkarnasi 'Kim Dokja' ]

Kemudian sulur hitam mulai keluar dari bawah tubuh Dokja, seiring pria itu jatuh bersimpuh dan terbatuk mengeluarkan darah. 

Fokus, Cale!

Dokja-hyungnim adalah prioritas sekarang!

"ARRGHHH-!!"

"Dokja-hyungnim!"

Jantung Cale terpacu cepat saat melihat darah keluar dari mulut Dokja. Sangat banyak dan berwarna hitam. Hati mencelos menyadari bahwa inilah gambaran dirinya yang dilihat oleh keluarganya dulu.

"Dokja-hyungnim!"

"Hahaha, pasti kau tidak mengira bahwa tindakan sialanmu ini tidak datang tanpa konsekuensi, huh-?"

"Diam kau, bajingan." 

Dokkaebi terdiam dengan cepat saat sepasang mata garnett yang membara bagai api tertuju ke arahnya. Bersamaan dengan gelombang kekuatan otoritas alam yang menguar menakutkan dari Inkarnasi asing itu.

Siapa... kenapa ia baru menyadari kehadirang Inkarnasi berambut merah itu?!

"Bertahanlah, hyungnim."

Suara yang hampir menyerupai bisikan itu menembus rasa sakit yang Dokja alami sekarang. Rasanya tubuh sang Pembaca bagai terbakar oleh api hitam, dengan rasa sakit teramat sangat, hampir menghilangkan kewarasannya. Namun-

[Sti■■ma■lasi 'The ■■■■■■■■■■ (Lv. ???)' di aktifkan dan menggema keras!]

-ada aura keperakan yang mulai terlihat ditangannya. Mata hitam berbintang melebar disela keburaman penglihatannya. Pada kaitan tangannya dengan tangan sang Hanibaram.

"C-Cale...?" Hanibaram? Rumahku?

"Ya, hyungnim. Ini aku," jawab suara itu sangat lembut. Bagai tengah menyatukan Dokja yang hancur berkeping-keping oleh rasa sakit ini.

"Pa-panggil n-namaku..."

"Kim Dokja. Ini aku, Cale Henituse." 

Bersamaan dengan aura keperakan yang mengelilinginya, langsung seperti memeluk jiwa Dokja, begitu pula pandangannya menjelas. 

Hati Dokja gemetar melihat senyuman yang terpatri di wajah Cale. Rambut merahnya basah akan air hujan, namun menempel lembut bagai ukiran di sekitar pipi, dagu dan leher jenjangnya. Kulit pucat pualam berona merah manis, bersinar lembut oleh anting ruby ditelinganya.

"Kim Dokja. Ini aku, Hanibaram."

Pada ucapan itu, begitu pula rasa sakitnya mulai berkurang.

[Konstelasi 'Maritime War God' sedang melihat Inkarnasi 'Kim Dokja'.]

Dibalik kegelapan malam dan hujan yang turun deras, satu persatu bintang mulai menunjukkan cahaya terangnya.

[Konstelasi 'Bald General of Justice' sedang melihat Inkarnasi 'Kim Dokja'.]

[Konstelasi 'Last Hero of Hwangsanbeol' sedang melihat Inkarnasi 'Kim Dokja'.]

[Konstelasi 'King Heungmu the Great' sedang melihat Inkarnasi 'Kim Dokja'.]

[Konstelasi 'Onye Eyed Maitreya' sedang melihat Inkarnasi 'Kim Dokja'.]

[Konstelasi 'First Star of the Big Dipper' sedang melihat Inkarnasi 'Kim Dokja'.]

[Konstelasi 'Second Star of the Big Dipper' sedang melihat Inkarnasi...]

[Konstelasi 'Third Star of the Big Dipper' sedang melihat...]

[Konstelasi 'Fourth Star of the Big Dipper' sedang...]

[Konstelasi 'Fifth Star of the Big Dipper'...]

[Konstelasi 'Sixth Star ...]

[Konstelasi ...]

Kim Dokja terpaku.

Pada kumpulan bintang bersinar cerah dibalik tubuh wujud Cale Henituse yang tengah menatapnya dengan binar hangat.

Rasa sakit yang ia derita juga perlahan menghilang.

Namun, diantara semua notifikasi layar dari para rasi bintang, langsung dari mata Cale, Dokja bisa merasakan kehadiran asing dari Hanibaram.

[Stig■■■lasi '■■■■■■■■■■■■■' sedang melihat Inkarnasi 'Kim Dokja'.]

Siapa itu... ?

"Dokja-hyungnim."

[■■■stelasi '■■■■■■■■■■■■■' sedang melihatmu.]

Cale... ?

Mata coklat kemerahan yang berkilau bagai permata mengalihkan seluruh perhatian sang Pembaca. Seiring dengan semilir angin lembut membasuh sakitnya, mengubah semua bingung menjadi ketenangan batin. 

Kehadiran Cale Henituse yang bersimpuh didepannya terasa bagai 'dunia' untuk sesaat. 

"Kau akan baik-baik saja." 

Senyuman yang diberikan terasa seperti air ditengah oasis dahaga sakitnya.

Kim Dokja terbuai dan pria itu mengangguk dengan hati dipenuhi kelegaan.

"Kita akan baik-baik saja."

Siapapun kau, Cale... tidak mengubah apapun.

Dokja menyandarkan dahinya disekitar pelipis jantung alam itu. Mmebiarkan kehangatannya membasuh kelelahan yang ia derita.

Kau tetaplah rumahku, Cale.

.
.
.

[Third Person's POV]

Semua membisu sesaat.

Pada kehadiran berbagai rasi bintang yang bersinar cerah di langit malam.

[ Inikah kisah yang ingin kau ciptakan? ]

Kim Dokja bergerak enggan dari sandarannya dengan Cale, mata memandang langit dengan tatapan terkejut. Sedang pria berambut merah mulai bangkit dari bersimpuhnya, berniat melindungi wujud rentan Dokja dari serangan apapun yang akan datang.

[ Kami akan mengamatimu, 'King of A Kingless World'. ]

Kemudian semua pergi secara bersamaan.

[Skenario Utama #4 telah berakhir secara paksa.]

[Inkarnasi 'Kim Dokja' telah mendapatkan pencapaian yang tidak pernah ada.]

['FABLE' BARU ANDA TELAH DICIPTAKAN.]

Hujan turun semakin deras, tetapi notifikasi layar kuning itu mencerahkan seluruh langit Seoul Dome.

[FABLE 'KING OF A KINGLESS WORLD' TELAH LAHIR.]

Mata Kim Dokja tertutup sesaat. Membiarkan air hujan membasahi wajahnya, berharap bahwa lelah yang ia rasakan ikut turun bersama dengan tetesan air itu.

[Dikarenakan penciptaan cabang yang tidak terduga, penyelesaian skenario akan memakan waktu.]

Hah....

Akhirnya.

Dokja bisa merasakan sebagian hatinya membuncah akan kelegaan, kemudian antisipasi dan senyuman kecil melankolis.

Dokja tidak memiliki kekuatan 'regresi' seperti protagonis Yoo Jonghyuk atau 'reinkarnasi' untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya.

Tetapi...

"Kim Dokja-hyungnim."

Kim Dokja akan mencapai akhir dunia ini dengan caranya sendiri.

Mata hitam berbintik bintang terbuka pelan. Merasakan bintik hujan tidak lagi membasahi wajahnya. Ia tersenyum melihat wujud Cale memasuki pandangannya, dengan wajah tenang meski matanya yang begitu ekspresif berkilauan akan kekhawatiran.

Pria yang dicintai alam itu berdiri dihadapan Kim Dokja, dengan dua tangan terangkat dan menciptakan sebuah penghalang agar air hujan tidak membasahi mereka.

"Cale."

"Hm?"

"Bolehkan aku memelukmu?" 

Wajah tenang dihangatkan oleh ekspresi pengertian. Jantung Dokja berdetak kencang oleh perasaan manis ini.

"Tentu, Dokja-hyungnim."

Cale masih berdiri, dan Dokja dalam bersimpuh melingkarkan lengannya dipinggang pria berambut merah cantik itu. Ada kehangatan dalam pelukan itu, bersamaan dengan tangan Cale yang bergerak untuk mengelus rambut hitamnya. 

Hati Dokja sakit.

Air mata entah kenapa mengenang.

Pelukan ini... kehangatan ini.. sudah berapa lama Kim Dokja memimpikannya?

"Cale."

"Hm?" Suaranya begitu lembut. Pertahanan Dokja terasa hancur hanya dengan mendengarkan suara itu.

"Apa aku sudah melakukan hal yang benar?"

Gerakan membuai itu terhenti sesaat. Dua tangan bergerak untuk membawa wajah Dokja mendongak menghadap Cale yang kini tersenyum kecil.

"Bertahan hidup adalah hal yang terpenting." Jemari jempolnya bergerak mengusap pipi Dokja dengan gerakan manis.

"Aku melihat Dokja-hyungnim malah menciptakan sesuatu yang luar biasa." Kemudian, senyuman kian melebar hingga melengkungkan mata garnett cantiknya. 

"Menurutku, hal itu lebih dari 'perbuatan benar', Dokja-hyungnim."

Seketika, semua keraguan, ketidakpastian dan ketakutan yang merasuki hati Dokja menghilang. Hanya dengan sentuhan dan ucapan lembut itu, mampu membuat semua perasaan negatif dalam dirinya sirna dan Dokja tidak keberatan membiarkan dirinya terbuai dalam sentuhan hangat nan menggoda ini.

Inilah yang ingin kurasakan.

Kehangatan ini.

Rasa untuk dilindungi.

Ahhh... rasanya seperti Kim Dokja jatuh kedalam buaian Hanibaram, sang jantung alam, semakin dalam namun bagai dikelilingi cahaya.

Kim Dokja mencintai-

Mata hitam dengan bintik bintang melebar.

"Kau baru saja melakukan perbuatan buruk.

Cale, langsung sigap menghalangi tubuh Dokja dari Dokkaebi berkaca mata yang mendekati mereka.

"Aku bersumpah atas kewibawaanku bahwa kau akan menyadari betapa buruknya keputusanmu."

"-a-apa yang sedang terjadi?! "

"TIDAK! Me-mengapa kau MENGHANCURKAN TAHTA ITU?! "

"-buatkan 'The Absolute Throne' lainnya sekali lagi! Kami akan berpartisipasi lebih serius! "

"Kami akan memutuskan Masternya dengan bijak! "

Dokkaebi mendengus dengan tatapan remeh. 

"Tidak ada siapapun yang bisa merubah hasil skenario yang telah berakhir. TIDAK ADA lagi yang bisa kalian lakukan." Kemudian, mata merah bersklera hitam menyeringai menunjuk ke arah Dokja dengan senyuman penuh dendam.

"Lagipula, salahkan bajingan ini yang telah membawa malapetaka untuk kalian!"

"Si anjing," geram Dokja. Merasa kesal akan provokasi menyebalkan Dokkaebi lainnya. 

"Cale-ya."

Pria yang lebih muda segera berjongkok mengikuti Dokja dengan wajah tenang. Sontak menghapus segala kekesalan dalam diri pria yang lebih tua. 

"Mendekat denganku agar tidak terkena rabies anjing." Sontak, ucapan itu membuat Dokja mendapatkan tatapan penuh kebencian dari Dokkaebi berkaca mata.

"Sialan, Kingless World, huh?" tangan kecilnya menjentikkan suara.

"Kalau begitu, ayo kita meriahkan seluruh Skenario Utama dunia ini!"

Hal yang tidak disangka-sangka, cahaya keemasan mulai melingkupi para Inkarnasi yang tersisa dan masih hidup. Mata hitam Kim Dokja melebar, menyaksikan semua satu persatu menghilang dari jalanan Gwanghwamun.

"Huh? Apa yang sedang terjadi?! "

"Ayo kita lihat, sebanyak mana Inkarnasi rendah seperti kalian bisa selamat?"

"Akkhhh! T-tolong aku! "

"Tanpa siapapun yang memimpin kalian."

"A-apa! Ke-kemana perginya semua orang?! "

Rasa dingin menjalar dalam diri Dokja. Tidak berekspetasi bahwa hal ini akan terjadi. Matanya dengan panik juga bergetar melihat anggota party-nya mulai hilang ditelah oleh cahaya keemasan.

"Dokja-ssi! Cale!" seru Heewon dan Sangah, pandangan mereka berakhir dalam kedipan mata.

"Dokja-Hyung! Cale-hyung!" Gilyoung yang mencoba mendekat.

"Cheonsa-Oppa!" Yoosung yang belum sempat Dokja tangani.

"Master!" Jihye tetap berada di dekat Jonghyuk, bersama dengan Mia disisinya.

Kemudian, sinar emas mengelilingi mereka berdua. 

Seolah momen waktu berjalan lambat saat Dokja menoleh, melihat wajah Cale kini sama paniknya dengan yang lain.

"Camkan kata-kataku."

"Cale-ya ?" Tangan Dokja mencoba meraih pria berambut merah.

"Jika dunia ini jatuh kedalam kehancuran-"

"Dokja-hyungnim !" Dengan penuh harap, Dokja melihat tangan Cale yang menggenggam tangannya. Setidaknya, biarkan mereka tetap bersama-

"-semuanya salahmu."

Hening melanda area Gwanghwamun, menyisakan mayat para Inkarnasi yang tidak beruntung dan Cale yang perlahan-lahan mulai memudar bersama cahaya keemasan. 

Amarah membara dalam diri sang Pembaca. Memandang penuh kebencian pada Dokkaebi yang menyeringai padanya sambil menjentikkan jari.

"Cale!" Hanibaram!

Cahaya keemasan melingkupi mereka dan hal terakhir yang ia dengar adalah-

"Kita akan berjumpa lagi, Dokja-hyungnim."

Bersama layar biru yang bertuliskan-

[Ko■■■■lasi '■■■■■■■■■■■■■' sedang melihatmu.]

Siapa kau.. sebenarnya.. ?

Kegelapan mengambil alih kesadaran.

Cale...

.
.
.

[Sekarang]
[Cale Henituse's POV]

Cahaya keemasan itu membutakan penglihatan pria muda itu sesaat sehingga ia menutup matanya erat.

Merasa tidak mengalami perubahan apa-apa, mata berhiaskan kilau garnett terbuka pelan. Terkejut mendapati dirinya masih berdiri di atas tahta yang sudah hancur. Bersama dengan suasana sunyi seperti kota mati dan seluruh anggota Party Kim Dokja yang menghilang.

"Apa..?"

Mata Dokkaebi yang sedari tadi mengawasi dengan senyuman puas, kini menatap lebar pada satu-satunya manusia yang tersisa di tengah-tengah kota Seoul. Tepatnya didepan The Absolute Throne yang sudah hancur oleh perbuatan Inkarnasi sok pintar. Selain yang sudah mati tentunya.

"Kau-!"

Geram Dokkaebi, menunjuk pria berambut merah yang masih mengedipkan matanya bingung. Cale tersentak kecil, segera bangkit dari berdirinya saat ada aura tertentu mulai menguar disekitar Dokkaebi.

"Siapa kau sebenarnya?! Kenapa aku tidak bisa membacamu?!"

Apa yang dimaksud dengan Dokkaebi ini?

Hanya sedetik setelah memikirkan itu, mata coklat kemerahan Cale melebar hingga pupilnya mengecil. 

... apakah ini berkaitan dengan dirinya yang berasal dari luar dunia ini?

Jantung Cale berdetak kencang oleh rasa takut, meski wajahnya tidak menunjukkan secara langsung. Tetapi, ia tidak pernah memikirkan situasi ini lagi. Karena setelah fenomena yang menyerangkan secara individu di Chungmuro, situasi tampak kembali aman tanpa bahaya apapun yang mengancam nyawanya.

Namun, betapa bodohnya Cale bisa terlena dalam rasa amannya?

Seharusnya pria bermarga Henituse ini tidak lupa bahwa ia bukanlah asli penduduk bumi ini. Kehadirannya disembunyikan oleh Dewa Kematian dan sosok yang tidak dikenal. Cale terbantu oleh mereka selama ini tetapi tetap saja tidak berdaya jika ia tidak memiliki kehendak apa-apa, seperti esensi aslinya di dunia ini.

Di sisi lain, pikiran Dokkaebi terpacu. Seharusnya, dengan skill yang ia gunakan, dapat memindahkan semua manusia ke tempat yang paling mereka takuti, berdasarkan trauma dan melihat dengan sendirinya hasil perbuatan bodoh mereka sendiri.

Kingless World.

Seharusnya semua menanggung akibat dari tidak mengikuti Skenario Utama #4 yang seharusnya! 

Tetapi,...kenapa Inkarnasi ini tidak memenuhi syarat skill-nya?

"Aku..."

"Cukup! Kau pasti anomali ! Makhluk luar Star Stream yang-UGHR-!"

Tajam, menjalar dengan cepat dan menyakitkan, napas sang Dokkaebi bagai tercekik. Mata sklera hitam dengan pupil merah melebar. Merasakan kehadiran asing dibalik tubuh sang jantung alam, alias yang ia dengar dengan sebutan Hanibaram.

Mata Cale melebar menyaksikan Dokkaebi itu tiba-tiba terengah sakit. Seolah-olah ada serangan yang menyerang bagian internalnya.

"K-kau-! De-dengan siapa kau berafili-AARGH!"

['Eksistensi Asing' menatap tajam.]

Rasanya seperti dihadapkan dengan ribuan mata dalam kegelapan. Menyelimuti dengan erat, memekakkan dan sesak namun sang Hanibaram masih berdiri kebingungan disana. Wajahnya yang semula berekspresi tenang, kini terlihat sangat terkejut dan mundur selangkah pada kehadiran tak asing yang memenuhi area sekitar.

['Eksistensi Asing' mengeluarkan Otoritasnya.]

Aliran waktu seperti terhenti.

Mata coklat kemerahan menyaksikan dengan tatapan termangu saat semua bergerak berlawanan dari kehendak. Dokkaebi itu juga masih berhenti dalam waktu sakitnya. Jantung berdetak sangat kencang, dipenuhi oleh emosi negatif dan gemetar kecil. 

Dengan ketakutan, ia mencoba berbalik. Menatap layar notif yang melayang ringan, namun menunjukkan kehadiran yang begitu berat.

"Kau... "

Tangan terulur ragu.

"Siapa kau?"

Sosok yang hadir itu memberikan aura canggung sesaat, kemudian rasanya seperti tengah tersenyum kepada Cale.

"Apakah... kau yang melindungiku selama ini?" tanya Cale, dengan suara bisikan. Seiring rasa takut mulai berkurang dalam dirinya. Kehadiran asing itu tidak menanggapi apa-apa, hanya memberikan suasana hangat disekitarnya.

['Eksistensi Asing' meminta Inkarnasi 'Cale Henituse' agar segera pergi.]

Mata coklat kemerahan menatap ragu pada pemberitahuan itu. Matanya melirik Dokkaebi yang masih melayang dengan wajah kesakitan di atas mereka. Namun, pandangannya segera ditutupi oleh notif layar biru yang sama.

"Tapi-"

Ada aura mendesak mengelilinginya. Memberitahu Cale bahwa ia benar-benar harus pergi dari tempat ini.

"Tapi... kemana?"

Hati Cale bagai mencelos.

Menyadari bahwa dirinya benar-benar sendirian sekarang.

Tanpa Kim Dokja.

Jung Heewon.

Yoo Sangah.

Lee Hyunsung.

Yoo Jonghyuk.

Lee Jihye.

Tiga anak-anak... sial, bagaimana dengan keadaan Yoosung? Cale baru saja menyelamatkan gadis kecil itu!

Namun, kesadaran pahit menghantam Cale tanpa ampun dan menyakitkan. Bahwa selain mereka, ia benar-benar sendirian di dunia ini. Tanpa koneksi apapun yang menghubungkan Cale dengan keluarganya di dunia aslinya.

Sesaknya. Hingga mampu membuat pandangannya buram akan air mata.

Tidak pernah... Cale merasa tidak berdaya seperti ini.

Tidak semenjak... kematian Lee Sohyuk dan Choi Jungsoo.

['Eksistensi Asing' mengawasi Inkarnasi 'Cale Henituse' dari jauh.]

Mata coklat kemerahan berkaca-kaca berkedip sadar pada layar biru yang mencuri perhatiannya lagi. Membuyarkan pikiran negatif pada perasaan kesepian yang melandanya.

['Eksistensi Asing' mengatakan bahwa Inkarnasi 'Cale Henituse' itu pintar.]

Pada notif ini, Cale terkekeh melankolis. Pintar? Yah, bukan tanpa alasan ia mendapatkan posisi sebagai ahli strategis.

['Eksistensi Asing' mengatakan bahwa Inkarnasi 'Cale Henituse' bisa melewati semuanya.]

Senyuman kecil terukir pada kalimat ini. Tangannya terangkat untuk mengelus bagian kata 'melewati semuanya' dengan lembut. Kemudian ikut merasakan aura senang disekitar kehadiran asing ini.

"Kau akan menemaniku, bukan?"

['Eksistensi Asing' mengawasi Inkarnasi 'Cale Henituse' dari jauh.]

Rasanya seperti pikiran Cale kembali jernih.

Segala keraguan yang merasukinya perlahan menghilang dan pria itu menertawakan sisi paniknya tadi.

Tentu saja... mengapa Cale sempat menyerah begitu mudah tadi?

Itu bukan seperti 'Cale Henituse'.

Bukan seperti 'Kim Roksoo'.

Yang berjuang untuk bertahan hidup walau sendirian. Sampai ia berjumpa dengan kelompok Lee Sohyuk dan Choi Jungsoo.

CALE! KENAPA KAU MELUPAKAN KAMI-?!  Pemuda berambut merah tersentak dan meringis saat suara teriakan Glutton menggema keras di pikirannya.

IYA! KAMI DARI TADI SUDAH MEMANGGILMU! SIAL! APA KITA HARUS MEMBAKAR SEMUA YANG MENYAKITIMU?!  geram The Cheapskate. Mengkhawatirkan Cale dengan gaya biasanya.

IYAAA HUHUHU XXXX KAMI HAMPIR MENGIRA KAU XXXX TIDAK MENDENGARKAN KAMI XXX LAGI!  isak tangis Crazy Kid, menciptakan pendar biru di item kalungnya.

M-maafkan aku, semuanya.  Sesal Cale yang dibalas perasaan dipeluk. Tentu saja... ia tidak sendirian. 

Bodoh Cale.

Padahal ia juga memiliki sisa kekuatan kuno yang harus dikumpulkan.

"Aku harus menemukan Dokja-hyungnim dan yang lainnya," gumam Cale pada keputusan yang dibuat. Kemudian mengangguk untuk meyakinkan dirinya sendiri. Mata coklat kemerahan melengkung akan senyuman kepada sosok asing yang masih menemaninya.

Memberikan pendar keemasan tak asing, memeluknya seperti selimut hangat.

Cale tertawa kecil.

"Kau benar-benar melindungiku selama ini..." ucapnya, hampir dengan nada berbisik. Sedang kehadiran asing juga ikut tersenyum dibalik layar biru.

"Terima kasih, Hoja-nim*." ( *보호자 (baca : bohoja) yang berarti Pelindung.)

['Eksistensi Asing' tersenyum senang.]

"Baiklah. AKu harus segera pergi dari sini. Menghentikan aliran waktu seperti ini lambat laun akan diperhatikan oleh sistem Star Stream, bukan?" Hoja-nim memberikan dengunan setuju cemas.

Pria berambut merah kemudian segera bergerak dari atas Tahta yang sudah hancur menuju jauh dari area Gwanghwamun. Mata melirik dari balik bahu, pada aliran waktu yang kembali berjalan di area itu, kemudian gerutuan dari Dokkaebi. Apa makhluk itu tidak mengingat dirinya.

Dengungan samar terasa di sekitarnya. Hoja-nim kembali membantunya. Membawa senyuman ke wajah cantik itu.

"Kemana arah tujuan kita sebenarnya...? Hmm... "

['Eksistensi Asing' akan mengawasi Inkarnasi 'Cale Henituse' dari jauh.]

"Apakah itu berarti.. kau akan pergi?" tanya Cale cemas. Hoja-nim terasa sangat kesakitan sekarang. Walau memiliki otoritas tinggi yang dapat menghentikan waktu, Dokkaebi, dan Star Stream, tetap saja ada yang salah dengan kehadirannya sekarang.

['Eksistensi Asing' tersenyum kecil sedih.]

"Tidak apa-apa. Aku... akan menantikan pertemuan kita selanjutnya." Kehadiran asing itu memberikan dengungan setuju senang.

['Eksistensi Asing' meminta Inkarnasi 'Cale Henituse' untuk pergi ke titik awal kehidupan.]

"Maksudnya?"

['Eksistensi Asing' mengatakan bahwa Inkarnasi 'Cale Henituse' bisa menemukan-]

Dan disaat itu pula, kehadiran sosok itu menghilang. Seperti terputus langsung tanpa aba-aba. Meninggalkan Cale sendirian dalam kegelapan gang, bersama dengan pendar keemasan yang melindunginya.

"Apa... apa yang dimaksud olehnya 'titik awal kehidupan'?"

Kemudian, pandangan Cale dipenuhi oleh layar biru.

[Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' berseru cemas dan lega saat melihat Inkarnasi 'Cale Henituse'!]

[Konstelasi 'Abyssal Black Flame Dragon' hampir mengira Inkarnasi 'Cale Henituse' menghilang.]

[Konstelasi 'Prisoner of the Golden Headband' menghela napas lega.]

[Konstelasi 'Secretive Plotter' memasang raut wajah prihatin.]

Aah.. tentu saja Cale tidak sendirian!

Dunia para rasa bintang, yang menyaksikan Inkarnasi berambut merah tersenyum begitu lebar nan cantik bergetar. Seperti seluruh layar Stream yang retak oleh cengkraman beberapa rasi bintang karena terlalu terpesona.

"Syukurlah..." Mata coklat kemerahan bagai garnett berbinar hangat pada layar biru yang tertampang didepannya.

"Aku kira kalian menghilang juga..." Wajah cantik memiring pelan, membuat helai kemerahan jatuh membingkai manis wajah pucat pualam. Bersama dengan denting lembut dari anting ruby-nya.

"Terima kasih sudah mengkhawatirkan Inkarnasi yang lemah ini, para Konstelasi-nim terhormat."

Notif layar biru memenuhi pandangan. Membuat Cale tertawa geli pada reaksi spontan konstelasi yang mencoba menenangkannya dengan berbagai hadiah dan uang.

"Kalau begitu-" mata bagai kilau permata terfokus pada satu layar. Rasi bintang yang sudah bersama Dokja sejak awal skenario dan yang pertama kali ia lihat saat ia sadar di dunia ini.

"Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire'-nim," sosok yang mengawasi dari layar itu tersentak dan gemetar. Menahan isak tangis saat namanya dipanggil begitu manis oleh Inkarnasi berambut merah cantik itu.

"Bisakah kau membantuku memberitahu dimana posisi Dokja-hyungnim sekarang?"

[Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' berteriak heboh dan mengatakan 'YA!!!' untuk Inkarnasi 'Cale Henituse'!]

[Konstelasi 'Demon-like Judge of Fire' akan kembali dalam waktu 3 detik! Tidak! Dalam waktu-!]

[Konstelasi 'Prisoner of the Golden Headband' mengatakan bahwa Inkarnasi 'Kim Dokja' saat ini berada di atas gedung perusahaan bernama Minosoft.]

Sosok dibalik layar tertawa terbahak-bahak dan puas saat ia menghindar dari lemparan ganas konstelasi yang diminta bantu.

"Benarkah?"

Semuanya membeku melihat senyuman berona pipi, yang begitu manis nan hangat diberikan.

"Terima kasih, Konstelasi 'Prisoner of the Golden Headband'-nim!" Ah... yang dipanggil namanya bisa merasakan jantungnya terasa meleleh.

[Konstelasi 'Secretive Plotter' mengatakan agar Inkarnasi 'Cale Henituse' berhati-hati.]

Pria berambut merah mengangguk dengan wajah serius.

"Tentu. Terima kasih atas kekhawatirannya, konstelasi 'Secretive Plotter'-nim." Apa hanya perasaan Cale saja, ia bisa melihat layar itu memiliki semburat merah muda disekitarnya?

Perusahaan Minosoft, hm?

Itu adalah perusahaan tempat Dokja bekerja dan pria itu pernah menceritakannya sekilas. Ditambah oleh Sangah yang menyambung cerita dengan kisah mereka selama diperkantoran.

Namun, saat kakinya melangkah menuju daerah itu, Cale berhenti. Matanya melirik pakaian yang dikenakannya, penuh kotoran dan beberapa darah. Kemudian pada kulit wajahnya yang berminyak serta rambut merah yang lepek akibat basah gara-gara hujan.

....

"Mari kita berbelanja dulu."

Rasi bintang disekitar yang mengawasi memberikan kekehan geli mereka. Semua layar mengelilingi Cale, bagai memberikan perlindungan kepada sang jantung alam yang begitu dicintai itu. 

Pemuda itu tengah sibuk berbelanja di toko untuk membeli pakaian baru, makanan dan mungkin perlengkapan mandi. Sesekali, beberapa dari mereka akan memberikan saran baju yang bagus, mendapatkan senyuman manis Cale sebagai hadiah.

Tetapi... tetap saja. Apa yang dimaksud Hoja-nim tentang titik awal kehidupan?

.
.
.

[Skill Ekslusif 'Omniscient Reader's Viewpoint Lv. 3' telah di aktifkan.]

"Hey, apa kau bisa mendengarkanku? Kau baik-baik saja?"

"Representatif-nim?"

"Dokja-ssi? Kau dimana? Cale-ya! Hyunsung-ssi! Sangah-"

"Master!? K-kenapa aku dipindahkan kembali ke sekolah-?!"

"Ini.. tempat ini.. hugh-! C-cale-! I-ini bukan akademi, ta-tapi markas pasukan...?"

"Dokja-ssi? Cale-ya? Anak-anak?!"

"Dokja-hyung?! Cale-hyung?! Noonadeul?! Hyungdeul?!"

"Cheonsa-Oppa?! Semuanya?! CHEONSA-OPPA-!!!"

Kesadaran itu kemudian terpaku pada sosok berambut merah yang tengah berlari dari... Gwanghwamun?! Mengapa Cale masih berada di dekat The Absolute Throne ?!

Suaranya seperti cekat saat ingin memanggil nama sosok terpentingnya.

[Skill Eksklusif 'Omniscient Reader's Viewpoint LV.3' telah dibatalkan.]

Tidak!

Jangan sekarang!

Tidak dengan Cale yang berada dalam bahaya-!

Kegelapan mengambil alih kesadaran.













































































BERSAMBUNG!

Akhirnya, siap juga ngebut chapter ini ya Allah, pegel kaki dan vantatku gegara duduk melulu ಥ_ಥ
Ngetik kali ini no edit-edit lagi ges, semoga hasilnya memuaskan ya :")

NOTE :
1. Jadi, ada beberapa informasi baru yang mengejutkan 'kan ya? Ada yang bisa nebak dibagian itu?? (¬‿¬) Hahahaha

2. Btw, mungkin ada beberapa yang bingung, kenapa Cale jarang banget terlihat 'meminta' koin sebagai imbalan??? Padahal 'kan itu sifat dan nalurinya, 'kan ya?
Well, ada alasan, chingu-chingu manisku.

Kalian tahu sendiri, Cale tiba di dunia ORV sendirian. Tanpa tahu-menahu soal dunia ini, gimana cara kerjanya, dan ada fenomena yang bahkan bisa menyakitinya secara langsung. Ibaratnya kita berada di rumah orang lain, kita jaga sikap. Begitu pula dengan Cale yang menjaga pribadinya sampe kayak sekarang. Vibes-vibes White Lotus gitu o( ̄┰ ̄*)ゞ

3. Soal, Hoja-nim... kalian kayaknya sudah tahu siapa ini? Hahahah (✿◡‿◡)👌✨

4. Jangan lupa vote dan komennya, guys.. sebagai penyemangat hiks :")
     sedih deh, yang baca ribuan, tapi votenya mencapai 300-an ('。_。`)

Salam hangat, 

Neri 🍓❤✨
PS. Jangan lupa berkunjung ke fic baru!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top