#4 - To Begin Again
-and the war
.
.
.
.
.
"Altalune-ku."
"Aku mencintaimu, Sayang."
Park Kyunghye saat itu tengah memasak untuk makan malam saat mendengar anak sulungnya menangis.
Dengan hati panik, wanita beranak dua itu hampir berlari memasuki kamar anaknya dan terkejut melihat si sulung yang biasanya begitu diam dan dewasa, menangis begitu keras. Bahkan membangunkan Jinah yang tertidur di sisinya.
"Sssstt, sayangku, kenapa kau menangis, nak?" mata Kyunghye gemetar merasakan keputusasaan dalam tangisan putranya. Yang aneh karena anaknya baru berusia 6 tahun dan tidak memiliki riwayat trauma.
"Dia pergi! Hugh... huwaaaa-! Dia pergi! Aku tidak bisa-!" racauan tidak jelas keluar dari mulut Sung Jinwoo, menangisi sesuatu yang tidak Kyunghye ketahui.
"Yeobo." Rasa lega sedikit membasuhi hati Kyunghye melihat suaminya, Sung Il-Hwan masuk ke dalam kamar, kini membantu menenangkan Jinah yang masih menangis walau sekarang segukkan. Tidak sehisteris Jinwoo yang meraung-raung di pelukannya.
"Ssshh.. Kau aman disini, Jinwoo-ah... ssshhhh..." Anaknya menggelengkan kepala.
"Tidak! Tidak aman! Dia tidak aman!" Dia siapa?
Kyunghye menatap suaminya, yang memiliki ekspresi bingung sama.
"Siapa, nak?" tanya Ilhwan mendekati mereka dan duduk di sisi Kyunghye. Tangannya yang bebas satu lagi mengusap kepala anak laki-laki mereka dengan wajah sama khawatirnya.
"... ayah?" membeku, Jinwoo mendongak cepat, menatap wajah ayahnya dengan ekspresi tidak percaya, membuat wajah penuh derai air mata itu semakin menyakiti hati Kyunghye.
Karena ia tidak tahu apa yang sedang terjadi pada anaknya.
Hati seorang ibunya berdarah karena tidak berdaya tidak bisa membantu meringankan rasa sakit itu.
"Ayah masih hidup?"
Kedua pasangan suami istri Sung membeku pada pertanyaan itu.
"... Ibu?" Mata kosong, bagai tenggelam dalam ingatan melihat ke arah Kyunghye. Kemudian menatap Jinah sama terkejutnya.
"... Cassie?"
Nama asing, bukan nama Sung Jinah.
Belum sempat pasutri itu bereaksi, Jinwoo melepaskan diri dari pelukan Kyunghye, berjalan mundur pelan dengan tubuh mungil yang gemetar hebat.
"Dimana... dimana aku?!" Mata menatap sekeliling kamar tidur dengan wajah seperti melihat sesuatu yang asing.
"Menghilang... semua menghilang!"
"Jinwoo-ah!"
"ITU BUKAN NAMAKU!" geram anak berusia 6 tahun dengan suara yang hampir terdengar tidak manusiawi. Dengan ekspresi yang begitu asing di wajah mungil anak sulungnya, Kyunghye menyaksikan bagaimana mata keabu-abuan itu hampir bersinar keperakan menakutkan.
"NAMAKU ITU-!" terdiam. Tatapan ganas mengintimidasi lenyap saat kepanikan mengambil alih.
"Na-namaku?" Kepanikan berubah menjadi sesak napas, Kyunghye lekas mendekat, mencoba membuat sang anak tenang barang kali sedikit, histeris saat si sulung pingsan dipelukannya.
"Jinwoo-ah!"
*****
Pandangan bertanya Jinwoo saat sadar di rumah sakit membuat Kyunghye dan Ilhwan tertegun.
Seolah-olah kejadian bagaimana si sulung begitu histeris, seolah-olah kerasukan dalam ingatannya sendiri, bagai angin lalu dan tidak terjadi.
Saat ini, si sulung tampak asyik bermain dengan Jinah di pangkuannya, meninggalkan Kyunghye yang bersandar di pelukan Ilhwan. Mendadak sakit kepala memikirkan segudang pertanyaan tanpa jawaban atas kejadian yang menimpa anaknya.
Bahkan para dokter sangat kebingungan dan semakin meragukan setiap detik Kyunghye bercerita dan sigap di hentikan oleh Ilhwan saat raut wajah mereka menjadi aneh.
"Tenanglah, Hye," bisik Ilhwan, pandangan tidak pernah lepas dari dua anaknya dengan senyuman kecil.
"Anak kita, Jinwoo, sangat istimewa." Tangan suaminya mengelus bahu Kyunghye, usapan sederhana yang menghangatkan hati wanita itu, membuat mata Kyunghye berkaca-kaca dan mengangguk.
"Dia pasti bisa melalui semuanya, Hye." Usapan menjadi cekraman kuat dan meneguhkan.
"Dan kita akan berada disana untuk membantu Jinwoo melalui semuanya."
.
.
.
[Present Time]
[
Sung Jinwoo's POV]
Mata greyish bersinarkan silver tidak bisa menahan senyuman saat melihat Cale dengan telaten mengumpulkan surat-surat.
Melihat dari ribuan surat yang ada, memunculkan satu ide dalam benak Jinwoo.
Igris. Dengungan sambutan menggema dalam jiwa Jinwoo.
Kumpulkan para bayangan yang bisa membaca-
Hamba! Hamba bisa, Rajaku! Hamba-!
-tulisan-? Eh? Jinwoo mendadak merenung. Bukankah tulisan di surat Cale dalam bahasa Kerajaan Roan? Bukan Korea? Itu berarti...
Dan sepertinya, aura murung yang terpancar dari Jinwoo membuat Cale tersadar dari kegiatan mengkategorikan surat sesuai nama pengirimnya.
"Jinwoo-ya? Kenapa?" Yang ditanya menggelengkan kepala dengan senyuman malu.
"Aku ingin membantu. Tetapi-"
Tidak apa. Aku bisa membuat para bayangan merasa dapat membaca tulisan Kerajaan Roan. Suara Ashborn menenangkan kegelisahan Jinwoo. Senyuman malu berangsur menjadi cerah bertepian antusias.
"Tidak apa lagi. Biarkan para tentara bayanganku membantu, Cale." Mata coklat kemerahan berkedip bingung. Tatapannya kemudian kian melebar saat melihat banyak bayangan keluar dari bayangan Jinwoo sendiri. Yang keluar beberapa tentara terpilih dari Igris. Termasuk Beru, Tusk, Iron, bahkan ia sendiri.
"Tapi, ini bahasa Roan-?"
"Hmm tidak apa. Ashborn mengirimkan kekuatannya agar mereka mampu membacanya." Sekali lagi, senyuman penuh terima kasih, penerimaan, dan kehangatan terukir di wajah cantik sang kekasih rembulan itu.
"... terima kasih, Jinwoo-ya, Ash-ya." Perasaan hangat kabur menguar di sanubari Jinwoo. Menahan rasa senang, pria berambut hitam kini ikut duduk di samping Cale, bahu membahu dengan tangan bergerak untuk memilah surat.
"Apapun untukmu, Cale." Mata abu-abu sedikit melebar saat ia tanpa sadar mengucapkan kata itu.
Aneh.
Apakah karena masih terpengaruh oleh emosi dari fragmen Ashborn?
Jinwoo yakin dengan pendapat itu.
Bahwa perasaannya sendiri sudah di acak-acak semenjak ia menerima Black Heart.
Tetapi, mengapa suara debaran jantungnya ini semakin jelas setiap kali ia mengamati senyuman Cale dalam kesunyian?
Seolah-olah, ia adalah Ashborn itu sendiri, saat menyaksikan Cale dengan penuh kasih dan sayang.
Seolah-olah ia sudah mengalami hal ini berulang kali- berkedip heran, Jinwoo menggelengkan kepala pada pemikiran anehnya. Mendapatkan pandangan bingung dari Cale.
"Ada apa, Jinwoo-ya?" mengulas senyuman tipis, pria yang ditanya menggelengkan kepalanya lagi.
"Hanya tenggelam sesaat dalam pikiran." Meski masih khawatir, Cale menggangguk. Tidak ingin memaksakan kehendak lebih jauh, menghargai privasi Jinwoo, yang sangat dihargai oleh pria itu sendiri.
Sepuluh menit berlalu.
Jinwoo saat ini sedang mengumpulkan surat dari sosok bernama 'Alberu Crossman'.
Disetiap suratnya akan tertulis, 'Dari Hyungnim kesayanganmu'.
Terkadang 'Dari Hyungnim yang setress karena dokumenmu'.
Kemudian 'Dari Kaisar tak Bermahkota karena Dirimu.'
Bahkan sampai 'Dari Hyungnim lajang abadimu.'
Jinwoo menahan geli, tiba-tiba bisa membayangkan sosok pria 'hyungnim' ini saat menghadapi Cale. Pasti dipenuhi dengan kepala yang berdenyut, gusar dengan wajah cemberut. Tetapi, matanya tidak akan bisa menyembunyikan kasih sayang kepada Cale, saudara sesumpahnya.
"Ra-Ratu..." nostalgia Jinwoo dihentikan saat ia melihat Beru mendekati Cale dengan perasaan malu-malu menguar di jiwa Jinwoo.
"Beru." Sudah kebilang jangan panggil Cale begitu. Bayangan bandel itu tampak buta pada pandangan tajam Jinwoo. Merasa terlindungi pada kebingungan dan ketertarikan Cale.
"Ya, Tuan?" Rasa shock, kaget, tidak percaya, dan histeris memenuhi Shadow Realm Jinwoo.
"T-T-Tuan?! Ha-hamba tidak pantas pada julukan megah dari Ra-ratu-!" Panik Beru, mulai sujud ketakutan dengan tubuh bayangan chimera semut yang gemetar menyedihkan.
Beberapa bayangan lain juga protes tidak terima.
"Tidak Tuan!"
"Bukan Tuan!"
"Kami budakmu!"
"Ratu kami!"
"Injak kami!" HEH.
Jinwoo merasakan kepalanya berdenyut sakit pada seruan tak ada habisnya. Samar-samar, ia bisa merasakan geli menyebar dari fragmen kekuatan Ashborn yang menikmati pertunjukan.
Tidak tahan lagi, Jinwoo tanpa sadar merangkul Cale lembut, mendekatkan tubuh mereka sehingga ia bisa merasakan kelembutan rambut merah di bawah dagunya yang menggelitik.
"Cukup semua. Kalian membuat Cale takut." Pada ucapan ini, semua bayangan kompak diam. Menghela napas, Jinwoo ingin mengatakan sesuatu saat merasakan bahu yang lebih kecil gemetar ringan. Ia menunduk, rasa khawatir segera sirna ketika melihat pria berambut merah itu tertawa ringan.
Cantiknya.
Megahnya.
Indahnya.
Rasa hangat dari tawa sederhana itu bagai datang dari sinar matahari itu sendiri. Jinwoo merasa kelu, menatap lebar -hampir rakus- dan termangu dalam waktu lama untuk mengukirnya kedalam ingatan.
Cale kemudian mendongak, membalas tatapan Jinwoo dengan mata coklat kemerahan permata melengkung akan senyuman kecil manis. Mencuri setiap napas Jinwoo saat ia melihat dan menyadari bahwa senyuman itu tertuju untuk Sung Jinwoo.
Bukan karen Ashborn-
"Perkenalkan kami, Jinwoo-ya. Kasihan para Tuan-Tuan ini-"
"Aaahh! Bukan Tuan! Tidak pantas!" seru para bayangan kembali protes. Igris menggelengkan kepalanya lelah tak jauh dari mereka.
"Baiklah. Maafkan aku untuk perkenalan terlambat, Cale." Jinwoo mengulas senyuman maaf, secara mental mulai menyuruh pada bayangan untuk mengatur barisan. Semuanya tampak bersemangat mengambil tempat, dengan antusias dan.. apa itu garis-garis merah muda di armor gelap mereka?
Dengan wajah datar, Jinwoo menunjuk Beru, yang memang berdiri paling depan. Seketika tampak agak konyol dengan tangan memeluk banyak surat.
"Ini Beru. Sapa Cale-" Mantan chimera semut berlutut dengan anggun membuat sudut bibir JInwoo berkedut.
"Hamba yang rendah dan tidak pantas atas keagungan menghadap Ratu. Hamba, dinamai langsung oleh sang Raja, Beru, siap melayani kebajikan Dikau wahai Ratu kami yang begitu indah, cantik, luar biasa-" Jinwoo hampir ingin menyembunyikan wajahnya dari Cale. Mendadak malu pada tentara bayangannya sendiri yang sudah menjadi semakin tidak waras sejak di racuni oleh drama-drama TV.
"... salam kenal, Beru-ssi. Tolong jaga aku mulai sekarang." Cale yang malang. Pasti sulit memaksakan diri untuk tersenyum dan mengangguk pada Beru. Mencoba menganggap bahwa keanehan si prajurit bayangan tidak terjadi.
"Kemudian, ada Igris. Salah satu yang terkuat dari bayanganku. Igris, sapa Cale Henituse." Igris maju dan menunduk hormat pada Cale.
"Salam kenal, Ratu. Nama saya adalah Igris, Marshal dari Shadow Army Tuanku-" .... jangan kau juga di racuni, Igris. Tidak biasanya bayangan itu akan berbicara.
"... Tusk." High-Orc, yang mengerdilkan sebagian bayangan maju malu-malu, menjaga agar surat di tangannya tidak terjatuh.
... jatuh cukup menggemaskan, mengingat ukuran tubuh si bayangan High-Orc yang besar.
"Ratu." ... kepala Jinwoo mulai sakit. Rasa malu tidak hilang dari benaknya, seiring Ashborn yang semakin geli. Cale juga mulai memerah pada julukan.
"Iron." Mantan Hunter Kimchul maju dengan dada membusung bangga dan mempertegap tubuhnya, membuat beberapa bayangan bersorak untuknya.
"Salam kenal, wahai Ratu-ku. Terima kasih, sudah hadir dalam hidup Rajaku yang begitu kesepian-" Jinwoo mengirimkan tatapan maut, membuat Ksatria Elit bayangan meringkuk sedikit. Samar-samar, ia bisa melihat cemberut pada wajah bayangan itu.
"Tank." Mantan Last Boss beruang Es memberikan dengkuran ringan. Mengejutkan Jinwoo dan para bayangan saat bayangan itu mulai membuat dirinya menjadi lebih kecil, untuk duduk di samping Cale yang kosong.
"Hei! Curang!"
"Jangan sentuh Ratu!"
"Mau sentuh Ratu juga!" HEH.
"Menjauh!" Cale hanya terkekeh, mengangkat tangan bebasnya untuk mengusap kepala bayangan Tank. Membuat si beruang kecil mendengkur senang, menyebarkan rasa iri dengki yang luar biasa para bayangan dalam hati Jinwoo, mendapatkan gelak tawa samar dari Ashborn yang sangat terhibur.
"Kaisel."
Wyvern bayangan yang keluar dari bayangan Jinwoo tampak sangat megah, kemudian menunduk hormat dan mengerdilkan dirinya untuk menyapa Cale di pipi, membuat wyvern mini itu kini hinggap di bahu Cale.
Rasa cemburu memanas, bahkan Igris yang notabene bayangan yang paling tenang di antara semua bayangannya.
"Kemudian-" Perkenalan berjalan cukup lama dan Cale tampak sangat tidak keberatan. Sebaliknya, calon Shadow Monarch melihat kekasih Ashborn itu sangat menikmati interaksinya bersama para bayangan.
Para bayangannya juga terlihat begitu terpikat untuk menyenangkan hati Cale. Bersahut-sahutan bagai anak kecil haus perhatian, tampak sangat kekanak-kanakkan, mengingat bahwa mereka adalah tentara bayangan yang termasuk kuat.
Bahkan Igris juga akan menyempil, menampakkan kerjaan surat yang sudah dikumpulkan. Secara tidak sadar mengharapkan pujian dari Cale.
"Ah, itu surat dari Alberu-hyungnim?" mata Jinwoo berkedip, sadar dari lamunan saat Cale memasuki pangkuannya untuk melihat surat yang terkumpul di pangkuannya. Agak gugup, pria yang lebih muda mengangguk dan memerah kecil pada kedekatan tiba-tiba Cale.
"Ya."
"Sudah terkumpul semua?" Mata Jinwoo terpejam, merasakan beberapa surat lagi dengan aliran mananya.
"Sedikit lagi, Cale." Pemuda berambut merah itu mengangguk dan tersenyum kecil.
"Terima kasih atas bantuan yang kau berikan, Jinwoo-ya." Pada pandangan bertanya lainnya, Cale terkekeh dan mengendarkan pandangan kesekitar, pada surat yang perlahan mulai terpilah, disusun rapi sesuai nama pengirim, dan lambaian beberapa tentara bayangan yang merasakan tatapan Cale.
"Para rekanmu sangat membantu juga." Beru, yang mendengar sebutan 'rekan', heboh secara internal. Tidak bisa menahan histeris bersama dengan Iron yang jingkrak-jingkrak tak jauh dari mereka.
"Mereka lebih dari senang untuk membantu, Cale. Kau bisa meminta mereka kapan saja yang kau mau, untuk bantuan apapun itu," balas Jinwoo, tersenyum sama lembut dengan Cale, membuat pria yang lebih tua mengedipkan matanya dan mengangguk linglung.
Surat yang awalnya begitu berantakan, hampir seperti lautan yang menutupi mereka, lambat laun tersusun rapi sesuai dengan napa pengirim.
Jika berani Jinwoo asumsikan, mungkin lebih dari satu juta surat ada. Mengingat banyaknya keluarga dan rekan Cale di kehidupan sebelumnya. Kehadiran sosok rumah seperti Cale Henituse, yang sudah menjadi penolong bagi banyak keluarga dan suku, pasti menghantarkan banyak kerinduan dalam setiap bait surat itu.
Dari sudut pandangannya, ia bisa merasakan antisipasi dan senyuman penuh nostalgia, terima kasih, syukur dan kerinduan dari sosok berambut merah itu.
Jinwoo.
Mata keabu-abuan si empu yang dipanggil berkedip.
Sudah saatnya menceritakan semua pada Cale. Jantung Jinwoo terasa berhenti berdetak sesaat dengan perasaan dingin merayapi perasaannya.
Cale baru saja bahagia karena sudah terhubung dengan keluarganya dan Ashborn sudah ingin membuat-
Ini penting, Jinwoo. Sekarang atau tidak sama sekali. Bisik fragmen Ashborn merasa bersalah dan putus asa. Jinwoo mengepalkan tangan, melampiaskan sebagian amarahnya dengan frustasi yang sunyi.
"... Cale." Yang dipanggil menoleh, mata coklat kemerahan yang kini terlihat sangat cerah berkedip bingung.
"Ya?"
"Ada sesuatu yang harus kita bahas," lanjut Jinwoo. Suaranya yang serius membuat aura damai dan senang di sekitar Cale segera terjatuh. Tergantikan oleh tatapan sama serius dengan tepian tajam dan fokus. Bayangan komandan perang terlintas di benak Jinwoo, yang berkedip kagum pada visual mendadak yang hadir di ingatannya.
Melihat sekilas pada surat yang akhirnya sudah tertata semua, Jinwoo kemudian memindahkannya ke Shadow Realm untuk di jaga oleh para bayangan. Memberi instruksi diam pada tentaranya, mereka masuk kembali ke dalam kecuali Kaisel yang sudah membesar kembali.
"Mari kita bicarakan dalam waktu pulang. Sudah hampir pagi disini," gumam Jinwoo mendekati Cale dengan tangan bergerak ke sisi kanan pinggang ramping pria berambut merah itu. Yang lebih tua mengangguk, membiarkan yang lain merawat dan memangkunya dengan nyaman di atas wyvern bayangan.
Kaisel kemudian mulai mengepakkan sayap lebarnya dan terbang dengan pelan menuju ke rumah mereka. Dan atas desakan Ashborn, Jinwoo langsung mengatakan inti pembahasan mereka.
"Ada musuh yang masih harus kita kalahkan." Mata coklat kemerahan berkedip, mendongak menatapnya dari pandangan langit fajar.
"... apa musuh yang sama dengan saat kami berperang dulu?" tanya Cale tenang meski matanya meneriakkan kenangan pahit.
"Ashborn berkata 'ya'." Gemetar, Jinwoo melihat Cale mengatupkan bibir dengan dua tangan terkepal di depan dadanya. Angin pagi berhempus pelan, membingkai wajah rupawan Cale yang bahkan dalam kekalutan dan kesedihannya, tidak bisa menyembunyikan keindahannya.
"Ceritakan lebih detail, Jinwoo-ya."
"Yang kita hadapi untuk sekarang adalah serangan dari para Monarch dan Rulers." Mata permata berkedip agak bingung.
"Mereka adalah mantan rekan Ashborn setelah ia berubah menjadi Rulers dan Shadow Monarch," jelas Jinwoo, mengulang kembali penjelasan sama dari fragmen Ashborn. Mata Cale melebar, tidak menduga informasi yang keluar dari Jinwoo adalah salah satu sepenggal kisah The Absolute One di Kerajaan Velaris.
"... Rulers dan Monarch yang sama dengan legenda The Absolute One?" Jinwoo mengangguk, mata menajam. Memikirkan para kandidat Monarch yang tersembunyi di antara kehidupan manusia. Hanya menunggu waktu untuk menyerang dan menghancurkan mereka.
"Dan Ash-ya menjadi salah satu dari mereka?" tanya Cale dengan nada tidak percaya. Jinwoo kembali mengangguk mengonfirmasi. Pemuda berambut merah kemudian terdiam dan tenggelam dalam pikirannya. Mata coklat kemerahannya meneduh, memikirkan berbagai kemungkinan dengan pikiran cerdasnya. Tiga menit berlalu dan mata Cale melebar.
"... Ashborn di khianati." Suaranya terdengar kosong dengan mata kehilangan emosi.
"Oleh kedua pihak. Ashborn di khianati, bukan?" tanya Cale tajam. Mata menyipit dingin, membara dengan badai alam yang tidak bisa di sembunyikan. Kaisel gemetar ringan di bawahnya, dapat merasakan kekuatan tersembunyi di balik tubuh ringkih Cale.
"... ya."
Dan Jinwoo termangu saat merasakan amarah menguar hebat dari tubuh Cale. Bagai bencana alam yang siap memusnahkan peradaban. Ia bisa mencium bau gunung berapi meletus, gelombang tsunami yang menghantam tanpa ampun, angin berkilauan petir bagai tornado yang menghancurkan semuanya, gempa yang bisa meluluh lantahkan tanah.
Semuanya datang dan termanifestasikan dari tubuh seorang pemuda berambut merah berapi-api dengan sepasang mata coklat garnet yang membara.
Indah.
Megah.
Luar biasa.
Cale tampak seperti seorang dewa yang turun dari langit dan bersiap untuk perang. Begitu mistik dan cantik untuk di puja.
"Aku akan membantumu, Jinwoo-ya," ucap Cale penuh tekad.
"Hatiku tidak akan tenang untuk menikmati kehidupan malas saat memikirkan para bajingan sialan yang sudah menghancurkan keluargaku masih bernapas dengan tenang di luar sana."
Para bayangan di Shadow Realm bersorak heboh.
YEEAAAHHH-! GO FUCKING KILL THEM ALL-!
"Kita tidak boleh membunuh mereka." Wajah Cale menenang, namun matanya bertepian dingin. Ada seringai kecil dan akrab terukir di wajah dengan binar permata yang menjanjikan penyiksaan.
"Mari kita buat mereka memohon untuk mati, Jinwoo-ya," Bisik Cale manis, matanya melengkung dengan senyuman begitu cantik sehingga Jinwoo bisa merasakan debaran jantungnya meningkat tak karuan.
Kemudian, sinar matahari membasuhi tubuh Cale dari belakang. Dengan semilir angin yang benerbangkan helaian rambut kemerahan, membuat sosoknya bersinar dengan bara api yang laur biasa megah. Berpadu dengan senyuman dan mata berjanjikan dendam-
Jinwoo jatuh cinta pada pemandangan itu.
Dan pria berambut hitam ikut menyeringai sama tajamnya.
Tangan terulur dan bergerak untuk membawa kedua tangan Cale ke depan bibir kemudian menciuminya dengan lembut.
"Apapun yang kau inginkan, Cale." Mata keabu-abuan bersinar keperakan biru.
"Mari kita tambahkan ceri merah di atas kue agar terlihat semakin manis."
Mari kita basahi dendam dengan darah mereka agar terlihat manis dan memuaskan.
.
.
.
[Cale Henituse's POV]
Topik percakapan serius dengan Jinwoo masih membayangi pikiran Cale selama sisa perjalanan pulang mereka.
Ada begitu banyak hal yang sudah ia lewatkan selama beberapa dekade.. tidak, abad setelah tidur panjangnya yang menyiksa.
Mata Cale tanpa sadar berkaca-kaca.
Memikirkan rasa sakit yang telah di hadapi oleh Ashborn saat berperang melawan Rulers dan Monarch. Sendirian. Tanpa siapapun yang membantu.
Keluarganya? Cale yakin mereka sudah berusaha untuk membantu dan berhasil nihil, tidak bisa melakukan apa-apa, seperti dirinya.
... semuanya pasti sangat terpuruk, bukan? Dan Cale hanya bisa menunggu, dalam kegelapan. Tidak berdaya. Tidak bergerak. Dan membisu.
"Hentikan pemikiran tidak berguna itu, Cale," gumam pemuda yang setengah memeluknya di belakang. Cale mendongak, mengamati dengan hati sakit oleh kerinduan pada tatapan yang begitu sama dengan Ashborn.
Ia seolah-olah sedang menghadapi sisi lain Ashborn, yang memiliki identitas dan bernama Sung Jinwoo.
Ada keanehan di antara pria dalam kenangan dan pria nyata di sisinya ini.
Ashborn olie Velaris.
Sung Jinwoo.
Meski memiliki raut dan fisik wajah yang berbeda, mata yang dimiliki dua pria itu sama.
Terkadang, Cale akan melihat bintik perak silver bersinar dibalik greyish mata Jinwoo saat pria itu dipenuhi oleh kekuatannya.
Kemudian gelagat berpikirnya sama dengan Ashborn.
Caranya mengangkat alis.
Caranya memiringkan kepala saat menggoda.
Caranya tersenyum lembut.
Dan caranya menenangkan Cale dengan menyentuh pipi, membuat pria berambut merah bersandar di telapak tangan besar nan hangat.
Jinwoo berbau seperti Ashbon.
Dan pada bersamaan juga tidak, hanya ada Jinwoo dengan bau yang begitu asing namun tetap memikat Cale untuk merasa aman bersama pria yang lebih muda itu.
"Cale?" berkedip pada lamunan yang buyar, mata coklat kemerahan melihat Jinwoo menatap bingung, namun wajahnya memerah. Seperti malu karena Cale sudah lama sekali menatapnya sambil tenggelam dalam pikiran.
Cara Jinwoo malu, memerah dan mengalihkan pandangan ke samping. Jantung Cale berdetak akan kerinduan menyakitkan pada kesamaan sikap dengan Ashborn.
Kemudian rasa bersalah karena sekilas hampir berpikir bahwa Jinwoo adalah Ashborn dan ia hampir memberikan perlakuan yang sama. Untuk mengabaikan identitas 'Sung Jinwoo' dan menganggap pria didepannya adalah 'Ashborn olie Velaris'.
Kejam.
Bagaimana bisa Cale berpikir kejam seperti itu?
"Apa kau baik-baik saja, hm?" dua tangan familiar -ya tuhan, rindu ini- menggenggam pipi Cale, mencoba membuat mata coklat kemerahan berkaca-kaca fokus pada wajah di depan.
Sung Jinwoo berbayang Ashborn tampak sangat khawatir dengan mata berbinar penuh kasih.
"Maafkan aku, Jinwoo-ya," bisik Cale, mendengus ironis pada rasa malu di hatinya.
"Untuk alasan apa kau meminta maaf? Kau tidak bersalah, Cale-"
"Tidak. Aku memalukan," potong Cale cepat menggelengkan kepalanya. Sulur kegelapan dari fragmen Ashborn menguar protes di balik tubuh Jinwoo. Membuat si rambut merah hanya bisa tersenyum lemah.
"... aku terkadang akan melihat Ashborn dalam dirimu." Perkataan Cale membuat pria berambut hitam sejenak tertegun. Berakhir sudah, Cale sudah membuat sosok penyelamatnya merasa tidak dihargai. Tangannya gemetar terangkat untuk melepas pegangan di pipinya, berkedip terkejut saat Jinwoo semakin memaksa untuk menatapnya.
"Aku..." mata keabu-abuan berbintik silver berkedip akan rasa bingung sesaat. Kemudian, sakit, penerimaan, dan tekad.
"... tidak bisa menyalahkan kau merasa seperti itu, Cale." Jempol pria itu mengelus bagian bawah matanya dengan lembut.
"Fragmen Ashborn ada di dalam tubuhku... dan segala kenangan cintamu adalah bersamanya. Wajar kau merasa seperti aku adalah dia," bisik Jinwoo lirih. Seolah-olah mengucapkan perkataan itu juga menyakitinya.
"Tapi, aku akan mengubah pandanganmu." Lirihan menjadi suara kuat.
"Aku akan menunggu." Cale menyaksikan Sung Jinwoo menyeringai. Matanya berbinar licik dengan kekuatan misterius yang mendadak terasa sangat asing.
"Tidak peduli selama apapun itu, sehingga kau hanya bisa melihat 'Sung Jinwoo' dalam diriku." Wajah Cale yang masih dalam genggaman di bawa mendekat dan ciuman di kening di berikan. Si rambut merah membeku, mata coklat kemerahan permata melebar gemetar dengan wajah tidak percaya.
Dalam bilasan cahaya matahari, dengan rambut hitam lembut yang diterpa angin, membuat sosok Sung Jinwoo yang menyeringai cerah terlihat sangat tampan dan bebas.
"Bersiaplah untuk kurayu, Cale Henituse."
... eh?
...
Kenapa Cale memerah?
.
.
.
[Norma Selner's POV]
Norma Selner sudah memimpikan sosok rambut merah selama beberapa hari terakhir sejak Gate Rank-S muncul di Jepang.
Dalam mimpi bertindihkan realita itu menghantui kegiatannya. Tidak peduli seberapapun ia mencoba fokus pada pekerjaanya, tetapi berbayang dengan aroma alam yang tercium dari pemuda itu.
Mata bermanik hijau tertutup, mencoba membuat visual pemuda itu semakin jelas.
Rambut merah panjang sepinggang.
Membingkai wajah berkulit pucat rupawan berbentuk hati.
Tubuh ramping berbalutkan jubah putih berukir emas.
Membelakangi Norma Selner, menghadap ke arah dunia yang dipenuhi oleh bara api. Namun, anehnya wanita itu tidak takut. Api yang dihadapi justru terasa hangat.
Tangan pria itu terangkat kedepan, melambai ke samping dan dalam sekejab pandangan, dunia api memadam menjadi pemandangan alam yang begitu indah.
Mata hijau terbelalak kaget dan terbangun dari penglihatan itu.
Kemudian, di lain waktu ia mendapatkan penglihatan sosok pria berjubah gelap familiar akan berdiri di sisi pemuda berambut merah. Menjulang tinggi, mengintimidasi dan mematikan namun meneriakkan perlindungan dan ancaman.
Dan penglihatan berakkhir saat ia melihat sosok Christopher Reed, Hunter Nasional, akan mati berhadapan oleh banyak pria asing. Mimpi itu nyaris membuat Norma Selner tenggelam dalam ketakutan, bahwa salah satu harapan manusia, akan mati di bunuh oleh manusa berkedok monster ini.
Ia kemudian memanggil asistennya, untuk bergegas ke rumah Christopher Reed dan memperingatinya.
Mata hijau menyipit.
Jika ada Hunter yang bisa melindungi sosok setingkat nasional seperti Reed, pastilah Hunter Sung Jin Woo.
Dan... pendatang baru berambut merah yang bersama Hunter Sung Jin Woo.
*****
[Dunia Saat Ini]
Berita Raid Jepang yang sudah pecah membuat dunia gempar.
Semua fokus kini teralihkan kepada sosok Hunter Korea Selatan tertentu, yang dikabarkan sudah menghilang sejak Raid Jepang selesai, dan tidak mengabari dunia hampir seminggu lamanya.
Jepang, yang merasa sangat berhutang budi sekarang gemetar malu di depan kamera. Tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada penyelamat mereka yang menghilang tanpa jejak. Bahkan Asosiasi Hunter Korea tidak bisa menahan arus media massa yang mempertanyakan kehadiran Hunter Rank-S tersebut.
Go Gun Hee memijit kepala, rasa sakit kepala yang sudah ia derita tiga hari ini tidak kunjung mereda. Samar-samar, bahkan dari kantornya yang kedap suara, ia bisa mendengar kegaduhan para pekerja asosiasi hunter yang menjawab telpon, mencoba memblokir informasi pribadi Sung Jin Woo.
"Masih tidak ada kabar darinya?" Woo Jin Chul, yang berbagi keprihatinan sama menggelengkan kepalanya.
Terlebih lagi pada informasi yang baru saja kembali menggemparkan dunia, bahwa Hunter Rank-Nasional Christopher Reed ditemukan tewas di rumah dengan api yang sangat susah di padamkan. Di kabarkan membutuhkan lebih dari 1800 petugas pemadan kebakaran dan 14 Hunter Mage agar bisa memadamkannya.
"Bagaimana ke rumahnya lanngsung?" Jinchul tersentak kecil dan menggelengkan kepalanya tergesa.
"Kita sudah diperingatkan untuk tidak mengusik keluarganya dalam bentuk apapun, bahkan untuk sekedar informasi mengenainya." Wakilnya menghela napas.
"Bahkan jika kita mencoba menghubungi keluarganya, ada para bayangan Hunter Sung yang mengawasi serta barier di sekitarnya," lanjut pria itu lagi dengan mata sayu lelah. Ia sudah tidak tidur hampir tiga hari ini karena asosiasi begitu sibuk.
"Mister Adam White juga tidak berhenti mencoba menghubungi kita. Ada panggilan mendesak yang berkaitan dengan kematian Hunter Christopher Reed." Go Gunhee tidak bisa menahan helaan napas panjang.
Membuang sisi martabatnya sebagai ketua, pria paruh baya itu menopang dagu dengan tangan. Kepala dimiringkan menatap langit cerah pagi hari Seoul dengan cemberut tidak bisa di tahan di wajah berkerutnya.
Kemana perginya Hunter Sung?
Kehadirannya saja sudah mengguncang dunia.
Ketidakhadirannya membuat dunia semakin menggila.
"Yang bisa diharapkan pria tua ini hanyalah kau muncul, Hunter Sung."
*****
[Adam White's POV]
"Mengapa Asosiasi Hunter Korea belum menanggapi?" pria berambut pirang strawberry menatap jendela pesawat pribadi dengan kegelisahan yang tidak bisa di sembunyikan.
Foto pria yang diyakini oleh pemimpin guild terkemuka di dunia yang di yakini sebagai ayah dari Hunter Sung Jin Woo.
Ia harus segera menemui Hunter Sung dan mengatakannya langsung.
Sudah dua hari undangan dari Konferensi Guild Internasional tertunda terus menerus. DIkalahkan oleh arus berita mengenai Hunter Korea Selatan, Sung Jin Woo, yang sudah tidak berkabar seminggu lebih. Adam White hampir tidak bisa mempercayainya.
Konferensi yang begitu terkemuka dan hampir dinilai sangat tinggi, karena berisi dengan kehadiran para pemimpin guild-guild hebat dari berbagai negara, tertunda hanya untuk mempertahankan 'hubungan baik' dengan Hunter Sung Jin Woo.
Lagi pula, Adam White tidak bisa menyangkalnya.
Guild Ahjin, yang dipimpin Sung Jin Woo sudah menjadi topik pembicaraan hangat di konferensi sebelumnya.
"Coba hubungi lagi siapapun yang dekat dengan Hunter Sung Jin Woo. Kita harus mencapainya terlebih dahulu jika tidak ingin Asosiasi Hunter Amerika terkena getahnya."
Para bawahannya mengangguk dan kembali bekerja. Meninggalkan Adam White yang menghela napas lelah.
*****
[Media Sosial Sekarang]
KEMANA HUNTER SUNG JIN WOO MENGHILANG?
Tema yang menjadi sangat viral sekarang dan tidak berhenti di perbarui postingannya setiap detik.
Semua pengguna internet gempar, bagai api yang dilumuri minyak mencoba membantu mencari keberadaan Hunter itu sendiri.
Ada beberapa yang mencemooh bahwa Hunter Sung Jin Woo sengaja menghilang karena merasa sombong dan mereka tidak pantas mendapatkan perhatiannya. Namun segera senyap sedetik postingan itu di publis.
hunterlovers : kurasa bukankah lebih baik membiarkan Hunter Sung istirahat sebentar? Dunia terlihat sangat bergantung padanya sekarang... memalukan.
> jisunghan : apa sekarang menurutmu waktu yang tepat untuk istirahat?
> oliviachoi : tetap saja, Asosiasi Hunter dunia memang terlihat bergantung pada Hunter Sung.
> see more replays...
Internet juga pecah dengan berbagai argumentasi.
Dan tidak mereda.
Sampai seseorang menuliskan sesuatu.
HEI, AKU MELIHAT INI. BUKANKAH ITU TERLIHAT SEPERTI NAGA BAYANGAN HUNTER SUNG DI JEPANG?
see the link-
Laman hampir eror saat semua pengguna yang terpancing meng-click link tersebut.
Kualitas videonya buram.
Di hari yang cerah.
Jauh dari kamera, namun terlihat seperti di langit-langit pinggiran kota.
Ada sebuah bayangan berbentuk seperti naga. Gelap seperti yang dikabarkan, terbang dengan kepakan yang diyakini oleh pengguna sayap dengan setitik samar kecil di atas naga itu.
Seolah merasakan seseorang mengawasi, naga kemudian menghilang dalam kedipan mata, membuat kamera bergetar dan mati sedetik kemudian.
Internet pecah dengan video berdurasi 17 detik itu.
Dan Asosiasi Hunter di berbagai belahan dunia, khususnya Korea, mulai bergerak untuk mengidentifikasi lebih lanjut kebenaran dari video itu.
"Kirim panggilan sekali lagi kepada Wakil Guild Ahjin!"
"Panggil Asosiasi Hunter Korea!"
"Hubungi Guild Ahjin!"
"Panggil Wakil Guild Yoo Jinho sekarang!"
.
.
.
[Sung Jinwoo's POV]
Tidak menyadari kekacauan yang sedang melanda dunia, Jinwoo setengah memeluk Cale ke sisinya, kemudian menggunakan Shadow Exchange langsung ke kamarnya tak lama setelah Kaisel memberikan perasaan di awasi.
Enggan, Jinwoo melepaskan tangannya dari pinggang ramping Cale. Menyayangkan aroma alam yang segera menjauh darinya saat pria berambut merah berjalan ke kasur tunggal di ruangan.
"Sudah pagi," gumam si rambut merah, mengamati sinar matahari yang menembus jendela kamar pria yang lebih muda. Jinwoo mengangguk.
"Mari kita keluar, mungkin Eomma sudah membuat sarapan." Tidak ada tanggapan, mata keabu-abuan melihat Cale malah menatap dirinya sendiri. Lebih tepatnya pada pakaian yang sudah ia kenakan seharian.
"Hmm.. kurasa kita akan berbelanja pakaianmu dalam waktu dekat," ucap si sulung Sung, mulai memikirkan berbagai peluang warna yang akan cocok dipasangkan dengan Cale. Ia ingin yang bisa menonjolkan keindahan Cale. Sehingga siapapun bisa melihat bahwa si rambut merah adalah sosok yang pantas mendapatkan begitu banyak perhatian dan cinta.
Tetapi, bukankah akan ada banyak mata nantinya? Cale bisa mendapatkan pandangan busuk dan mesum dari orang-orang berakal hewan. Jinwoo cemberut.
Haruskan ia membiarkan Cale memakai pakaiannya saja?
"Tunggu sebentar." Cale mengangguk, mengintip bahu lebar Jinwoo yang menutupi bagian depan lemari sederhananya. Kemudian pria berambut hitam berbalik dan memamerkan kemeja hitam terkecil yang ia punya. Ini adalah baju pertama yang ia beli setelah tubuhnya berubah oleh peningkatan stat.
Kemudian tidak muat lagi setelah tiga bulan kemudian.
Sehingga menjadi kemeja terkecil yang ia punya.
Cale mengambil kemeja itu dan segera mengantinya. Menahan diri untuk tidak menghela napas karena biarpun Jinwoo mengatakan kemeja terkecilnya, tetap saja mengerdilkan bentuk tubuh Cale.
"... hamba kecewa, Rajaku... Engkau membuat Ratu memakai pakaian pemakaman juga..." celetuk Beru terdengar sangat sedih dan murung di pojokan.
"Igris-nim! Tolong paksa Rajaku untuk berbelanja kebutuhan keluarga bersama Ratu-!" Buat dia diam, Igris.
Ashborn tidak berhenti mengeluarkan perasaan geli di benak Jinwoo.
"Bagaimana?" Saat melihat Cale memakai pakaiannya, entah kenapa Jinwoo merasa sangat puas. Ia tersenyum lebar dan mengangguk, tak lupa memberi jempol.
"Sebentar." Yang lebih tinggi berjalan kebelakang Cale, mengeluarkan salah satu ikat rambut yang sempat ia minta pada bayangan untuk ambil dari kamar Jinah, kemudian dengan serius dan penuh fokus mencoba mengikat rambut merah Cale.
Dan begitulah pemandangan yang dilihat oleh Sung Jinah saat ia masuk ke kamar kakak laki-laki-nya, sesudah diberi tahu oleh bayangannya bahwa pria itu sudah pulang.
Sang Oppa, Hunter Rank-S yang sangat di cari dunia sekarang, terkuat di Korea Selatan, pemimpin para tentara bayangan yang telah menjaga keluarga mereka, saat ini mencoba mengikat rambut Cale Henituse dengan alis mengerut fokus.
Sesekali akan gusar karena hasilnya tidak bagus dan menatap ikat rambut -apa itu miliknya?- seolah-olah benda mati itu adalah musuh alaminya.
"... disinilah... terletak kehebatan Rajaku yang telah kalah oleh sebuah ikat rambut..." Igris, bunuh Iron.
"... Oppa." Tidak ada tanggapan.
Sung Jinwoo masih menganggap sangat serius pertarungan mengikat rambut indah milik Cale. Menjengkelkan Jinah dan membuat Cale, yang menjadi korban, terkekeh geli.
"Oppa!"
"Mwoya! Tidak bisakah kau melihatku bertempur, Jinah-ya!?" anak bungsu Sung sweatdrop.
"... dengan ikat rambutku?" Jinwoo mengangguk jengkel.
"Rambut Cale harus tertata indah. Dan benda mati sialan ini tidak bisa di ajak bekerja sama," gerutu Jinwoo cemberut tidak bermartabat di wajah tampannya.
"Itu hanya karena tanganmu kaku, Oppa bodoh." Tidak tahan lagi pada kekonyolan kakak laki-lakinya, ia berjalan mendekat. Agak melunak melihat Cale sangat menikmati penyiksaan tanpa akhir Jinwoo. Membuat mata coklat kemerahannya bagai permata berbinar cantik.
Mencuri setiap napas Jinah saat melihatnya.
Bahwa sosok seperti Cale Henituse mau dengan kakak laki-lakinya, Sung Jin Woo.
"Sini. Berikan kepadaku. Biar aku yang mengikatnya." Enggan, Jinwoo merelakan musuh barunya itu ketangan sang adik, menonton dengan kecemburuan ringan saat tangan Jinah menyentuh rambut kemerahan. Membawa setiap helaian, dari bahu kemudian ke tekut leher...
"... dia saudarimu sendiri, Rajaku." Iron tidak kapok sepertinya.
"Sudah siap!" Ikatan rambut Jinah sendiri sederhana, namun memiliki kepangan kecil ke belakang kepala Cale, bahkan membingkai hampir seperti bando. Gadis SMA mengangguk bangga pada hasilnya.
"Ah, tunggu sebentar!" ia berlari keluar dan kembali dalam dua menit kemudian dengan sebuah cliphair hitam dengan hiasan panda. Tanpa menunggu perkataan dua pria di depannya, Jinah memasangkannya pada masing-masing kepala Cale, menahan poni kemerahannya sehingga membuat wajah cantik itu terlihat jelas sekarang.
"Huwaaa-! Cantiknya!" seru Jinah ceria, mengeluarkan ponsel untuk memotret Cale.
Jinwoo dengan berat hati setuju. Jinah memang pintar mengepang sejak dulu, turunan dari Kyunghye, sehingga gadis itu terkadang sangat senang bereksperimen berbagai gaya dengan rambutnya, rambut ibu bahkan temannya.
Cassie juga sangat pandai mengepang rambut-mata Jinwoo melebar tertegun.
Terjadi lagi.
Dimana kenangan Ashborn yang mulai tumpah tindih dengan kenyataan Jinwoo.
Calon Shadow Monarch menyipitkan mata rasa sakit kepala yang terlintas sesaat. Saat ia hendak bergerak menyentuhnya, tangan hangat Cale menggenggam lengannya. Mata coklat kemerahan menatap khawatir pada Jinwoo atas kurang respon pria lainnya.
"Aku baik-baik saja, Cale." Tenang pria yang lebih muda. Tanpa sadar bergerak untuk mengelus pipi Cale, membuat pria berambut merah mengangguk singkat dengan wajah memerah kecil.
Jinah, jiwa yang baru saja menyaksikan itu menahan diri untuk tidak menganga.
Saat dunia begitu sibuk mencari kakak laki-lakinya, pria itu bermesraan dengan Cale?!
"Oppa bodoh!" geram Jinah, mendadak tidak tahan untuk tidak mengatai saudara laki-lakinya itu. Membuat Jinwoo menatapnya jengkel sesaat. Apa Jinwoo kesal karena ia menganggu acara mari-menyentuh-pipi-Cale?!
"Kau sudah menghilang selama dua hari!" Jinwoo mengangkat sebelah alisnya.
"Jadi?" Jinah terlihat sangat stress sekarang. Cale mendadak merasa kasihan pada gadis remaja itu. Gambaran Tuan Putri Cassiopeia yang sama frustasinya pada tingkah absurd Ashborn sekilas terlintas.
"Dunia sekarang gempar mencarimu, Oppa! Kemana saja kau menghilang?!" Jinwoo mengedipkan matanya bodoh. Membuat Jinah menghela napas kasar dan menepuk dahinya.
"Mencariku?" Tidak sanggup menjelaskan lebih lanjut, gadis itu menyeret Jinwoo dengan kasar dan lembut untuk Cale menuju ruang tamu, pada televisi yang menyala, sedang menyiarkan sebuah video viral, beberapa berita hangat mengenai Konferensi Guild Internasional, dan selebihnya mengenai keberadaan Hunter Sung Jin Woo yang dipertanyakan.
"Ah, anakku sudah pulang rupanya^^" senyum Kyunghye dari balik pintu dapur, melihat dua anak laki-laki yang sudah menghilang selama dua hari dengan perasaan lega.
"Cale sayang, apa kau lapar? Jinwoo-ah menjagamu dengan baik, bukan?" Kyunghye terlihat bodo amat dengan berita di TV, menyeret Cale untuk duduk ke meja bersama Jinah, membiarkan putra sulung merenungi hasil perbuatannya yang menghilang dari dunia seminggu lebih.
"Jinwoo-ya menjagaku dengan baik, Kyung-ahjumma," senyum Cale lembut dan sopan, menusuk jantung dua wanita Sung dengan cupid cinta.
"Ya Ampun, Cale-Oppa. Kenapa kau yang begitu cantik, indah, imut, tampan dan luar biasa ingin dengan Oppa-ku yang bodoh?!" celetuk Jinah, memeluk satu sisi bahu Cale yang lebih lebar dengan cemberut sedih di buat-buat.
"Heh, Jinah-"
"Huft, kali ini aku juga harus mempertanyakan itu padamu, Cale-ya. Bagian mana yang menarik dari anak laki-lakiku yang sangat padat itu?"
"Eomma! Jangan kau juga!"
Kyunghye dan Jinah tertawa terbahak-bahak. Tampak puas menggoda dan meroasting si sulung Sung yang kini duduk di samping Kyunghye, bersebrangan dengan Cale yang terkekeh.
"Karena Oppa-mu sangat tampan dan kuat," balas Cale, tersenyum manis dengan mata berbinar licik. Ada aura menggoda tertentu di wajah itu, membuat jantung Jinwoo berdegup lebih kencang dan memerah kecil.
Meski tidak terpungkiri rasa senang menghantamnya bagai air di tengah gurun pasir gersang karena terlihat tampak dan kuat di mata Cale.
Jinah bereaksi sok heboh, bersamaan dengan Beru dan beberapa tentara bayangan yang bagai menyambut hari raya nasional. Bahkan menyanyikan lagu nasional Korea.
"Sudah, sudah. Mari kita sarapan dulu, kemudian barulah kau menanggapi panggilan dunia lagi. Oke, Jinwoo-ah?" anak sulung Kyunghye mengangguk dengan senyuman kecil.
"Jinwoo-ah, Cale-ya." Kedua putra Kyunghye mendongak kompak, membuat wanita itu tersenyum manis. Bersamaan dengan Jinah yang terkikik geli, matanya berbinar cerah.
"Selamat datang kembali di rumah, anak-anakku."
.
.
.
[Cale Henituse's POV]
"Apa suratnya benar tidak muat di kamar Jinwoo-ya?" tanya pemuda berambut merah enggan pada Igris yang menggelengkan kepalanya menyesal.
Cale saat ini sangat ingin untuk mengeluarkan semua surat itu dan membacanya.
Tetapi, seperti yang di kalkulasikan oleh Igris, boro-boro kamar Jinwoo, seluruh apartemen sederhana keluarga Sung tidak bisa menampung tumpukan ribuan surat dari keluarganya.
Igris terlihat sangat tidak enak hati melihat sang Ratu mendadak murung. Mata coklat kemerahan permata agak kehilangan sinarnya. Dengan panik, Ksatria pertama Jinwoo mencoba menjelaskan secepat yang ia bisa.
"Hmm, benar juga. Aku akan membacanya sesuai urutan tanggal dari masing-masing pengirim. Jadi, terasa seperti aku mengalami hari mereka. Saran yang bagus, Igris. Kau sangat bisa di andalkan." Cale tersenyum kecil penuh terima kasih. Mengangkat tangannya tanpa sadar untuk mengelus bagian depan helmet bayangan Igris. Mendapatkan perasaan malu ringan bayangan lainnya.
"Hamba akan membantumu mendapatkan semua sesuai hari, tanggal, jam, menit, dan detik, Ratuku!" tidak mau kalah, Beru muncul membawa tumpukan hampir 50 surat yang sudah tertata rapi, bahkan memiliki hiasan pita emas yang entah dari mana semut itu dapatkan.
"Siapa yang mengambil pita emasku?! Beru!" Cale nyaris tidak bisa menahan tawa pada sosok bayangan yang dinilai sangat kuat dan mengerikan itu mendadak meringkuk ketakutan mendengar geraman Jinah.
"Ce-cepat elus kepala Hamba yang hina ini, R-Ratuku! Sebelum Hamba habis di bunuh oleh Tuan Putri!" secepat Cale mengelus kepala mantan monster chimera semut itu, dengan batin dipenuhi perasaan senang dan takut, Beru menghilang ke Shadow Realm. Meninggalkan Igris yang menghela napas lelah pada kelakukan bodoh rekannya itu.
Cale, bersama Igris di sisinya, mengamati surat yang sudah di makan usia di tangannya namun masih terawat dengan baik oleh lapisan sihir. Hati Cale menghangat saat merasakan aliran sihir yang begitu akrab.
Raon.
Naga kecilnya sekarang pasti sudah sangat dewasa dan kuat, bukan?
Cale tersenyum kecil sedih, menyesali tidak ada disana untuk melihat pertumbuhan anak bungsunya yang menjadi naga terkuat di Kerajaan Roan itu.
Dan Beru, meski sekonyol terlihat di depan Cale, melakukan pekerjaan dengan baik. Surat tertata sesuai dengan tanggal yang sama.
Tangan sejenak terhenti bergerak untuk membuka ikatan pita emas. Mata coklat kemerahan menoleh untuk mengamati Jinwoo yang mengamati ponsel di sudut kamar, dekat jendela dengan ekspresi serius.
Dari situasi yang dijelaskan sekilas oleh Jinah, dunai saat ini gempar dengan berbagai guncangan. Yang terbesar datang dari Jinwoo sendiri yang mendadak menghilang seminggu lebih. Kemudian kematian seorang Hunter Rank-Nasional. Kemunculan musuh tak terduga. Konferensi Guild Internasional. Beberapa Gate yang mulai memiliki fenomena aneh, yaitu kenaikan levelnya yang menjadi tidak stabil.
... apakah sekarang waktu yang tepat untuk mengutamakan perasaan Cale saat dunia Jinwoo tengah dihadapkan oleh perang?
Cale terdiam dalam waktu yang lama.
Jika memang benar perang akan terjadi, bukankah itu berarti kehidupan Cale tidak akan nyaman kemudian?
Ia tidak bisa membaca setiap surat yang tulis olehh keluarga terkasihnya tanpa mencoba menghindar dari serangan musuh. Siapa tahu mendadak saat ia menikmati bacaannya, misil datang dai menghancurkan kertas berharga keluarganya?!
Kemudian, musuh yang tidak diketahui ini di prediksi Jinwoo adalah sosok-sosok yang telah mengkhianati Ashborn.
Tidak hanya sekali, dua pihak yang berbeda.
Mata coklat kemerahan Cale dipenuhi oleh kesedihan.
Perang yang memisahkan mereka juga terjadi oleh perbuatan teman dekat Ashborn. Kemudian Rulers memutuskan mengkhianati The Absolute One, juga Monarch kepada Ashborn karena kekasihnya terlalu kuat?
Sudah di putuskan.
Ia akan membaca surat keluarganya sembari menyiksa para bajingan sialan yang telah membuat keluarganya, kekasihnya, dan dirinya menderita.
Pasti sangat memuaskan.
Membuat Cale tersenyum manis.
"Igris. Tolong simpan kembali surat ini ke dalam Shadow Realm." Bingung, Igris hanya bisa mematuhinya. Tidak menjelaskan lebih lanjut, Cale berdiri dari duduknya di tepi kasur dan berjalan mendekati Jinwoo.
"Jinwoo-ya." Pria yang lebih muda, namun lebih tinggi dan menjulang menoleh. Hampir menunduk untuk memfokuskan perhatian sepenuhnya pada Cale.
"Hm?"
Cale mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan Jinwoo kemudian mengepalkannya.
"Kemanapun kau pergi sekarang, aku akan ikut denganmu, Jinwoo-ya." Putus Cale dipenuhi tekad baja yang tidak menerima kata 'tidak'.
"Tidak boleh, Cale. Kau masih sangat lemah sekarang." Kenyataan pahit itu menghantam Cale dengan kejam, tetapi tetap tidak menggoyahkan hati si rambut merah.
"Biarkan Kaisel pergi denganku ke Dungeon tempatku dikunci-"
"Cale!"
"-aku akan mendapatkan kekuatan kunoku kembali disana." Selesai Cale. Tidak mengubris Jinwoo yang terlihat pucat dengan kepanikan yang nyaris tidak tersembunyikan di mata abu-abunya.
"... biarkan aku memikirkan ini sejenak." Mendadak Jinwoo terlihat sangat lelah sekarang. Cale menyayangkannya tetapi ia tidak bisa mengubah tekadnya. Balas dendam sudah ada di depan matanya.
"Atau kau bisa menemaniku ke sana setelah menghadiri Konferensi Guild Internasional ini." Jinwoo terlihat terkejut sesaat sebelum memasang ekspresi tidak yakin. Cale menahan diri untuk tidak kesal. Apa sebeban itu membawa Cale ikut serta? Apa Jinwoo takut dinilai lemah oleh publik karena kehadirannya-?
"Tolong jangan berpikir yang tidak-tidak, Cale." Dua tangan besar hinggap di masing-masing bahu si rambut merah. Mata coklat kemerahan permata berkedip pada wajah yang mendadak tinggal beberapa inchi didepannya itu.
"Kau baru saja bangun, Cale," bisik Jinwoo dengan suara khawatir. Matanya berbinar penuh kasih dan ketulusan yang sama dengan Ashborn.
"Tidak bisakah kau istirahat sebentar? Aku akan mengurus semuanya." Tawaran itu memang menggiurkan batin Slacker Cale. Tetapi, merasa pantaskah Cale membaca surat dari keluarganya dan menghadap Ashborn nantinya?
"Aku sudah tertidur dan pergi begitu lama, Jinwoo-ya." Tenang sang kekasih rembulan, mengangkat tangan untuk menggenggam milik Jinwoo lembut. Ada senyuman kecil di wajah cantik si rambut merah dengan pandangan penuh kehangatan pada pria yang lebih tinggi.
"Lagipula, Ash-ya sendiri yang mengatakan bahwa aku juga di incar, bukan?" tersentak dengan perasaan dingin, Jinwoo hampir melepaskan kaitan tangan di bahu yang segera di tahan oleh pemuda lebih kecil.
"Tidak. Aku tidak akan setuju dengan rencana apapun-"
"Dengarkan aku dulu, Jinwoo-ya!"
"Aap yang harus didengar? Kau bertekad membuat dirimu menjadi mangsa untuk memancing para Monarch sialan itu!"
"Dan itulah intinya! Kita belum tahu siapa yang memiliki fragmen Monarch di dalam mereka!" Dengan berat hati, Jinwoo setuju dengan perkataan Cale.
"Biarkan aku ikut denganmu, Jinwoo-ya. Aku punya rencana." Mata greyish bersinar keperakan. Rencana Cale. Selama di ingatan Ashborn yang ia lihat, selalu memiliki tingkat keberhasilan di atas 90%. Banyak perang dimenangkan dibawah komando Cale, membuat si rambut merah menjadi pahlawan yang terkenal di benua bumi itu.
"Dan kau tidak keberatan dengan dunia yang menyadari keberadaanmu?" Cale agak membeku.
"Dunia ini agak berbeda dengan yang sebelumya. Cyberpunk yang merajalela, hacker yang siap dengan pekerjaan, pembunuh dalam diam, Asosiasi Hunter sialan yang tidak berhenti mengejarmu-"
"Aku mengerti apa yang ingin kau katakan, Jinwoo-ya." Si rambut merah terkekeh lemah.
"Dengan berat hati, yah... aku harus siap menerimanya." Cale tersenyum kecil, manis dan tulus.
"Lagipula, aku memilikimu di sisiku."
Hening melanda dua insan itu sejenak. Mereka saling tatapan dalam diam, menilai ketulusan dan tekad dari masing-masing binar mata. Sebelum Jinwoo memutuskan kontak dan menghela napas panjang, wajahnya mendadak memerah dan mengalihkan pandangan secepat yang ia bisa.
"... tidak adil," gumam Jinwoo tidak jelas.
"Kau mengatakan sesuatu, Jinwoo-ya?" tersentak bagai tertangkap basah mencuri sesuatu, Jinwoo menggelengkan kepalanya panik, masih dengan pipi memerah.
"A-ani, Cale. Ekhem, kalau begitu, mari kita bersiap-siap ke Asosiasi Hunter?" Jinwoo lekas berjalan keluar dari kamar dengan cepat, meninggalkan Cale yang kebingungan dengan Igris berdengung geli di sisi sang Ratu.
.
.
.
[Third Person's POV]
with
[Sung Jinwoo's POV]
Woo Jin Chul hampir menangis penuh kelegaan saat melihat pesan singkat dari Hunter Sung Jin Woo!
Aku akan kesana. Rahasiakan kedatanganku.
Air mata nyaris menetes saat ia memberitahu Sang Ketua, yang terbatuk dari acara meminum kopi ke-7 kalinya dalam pagi itu.
"K-kantor kita!" Ikutan panik, mata kedua pria itu melihat sekeliling, menyadari kekacauan yang melanda ruangan. Kemudian pada penampilan mereka masing-masing yang terlihat seperti zombie dan pakaian yang sudah tidak dicuci tiga hari -untuk Jinchul-!
"Ce-cepat beres-beres! Panggil yang lain!"
Dan saat Sung Jinwoo tiba dengan skill Shadow Exchange, mata greyish hampir menyipit pada kecerahan ruang kantor Ketua Asosiasi Hunter. Sosok yang ia kirimi pesan, Wakil Asosiasi, Woo Jin Chul menyambut dengan senyuman sangat cerah... walau memiliki kantung gelap di bawah matanya.
"Selamat datang kembali, Hunter Sung!" Jinchul hormat 90 derajat, Jinwoo menggaruk pipinya canggung pada sambutan tak terduga dan aneh pria itu.
"Ekhem." Matanya melesat menatap Go Gun Hee, yang mencoba berdeham berulang kali agar terdengar lebih bermartabat. Kelelahan di raut wajahnya juga tidak bisa di sembunyikan. Membuat pria tua itu terlihat semakin tua dan memperjelas keriputnya.
... apakah kepergiannya selama seminggu separah ini efeknya?
Jinwoo seketika merasa sedikit bersalah.
Mendengus, pria berusia 22 tahun itu kemudian mengambil tempat duduk di sofa kantor Gunhee, mengamati dengan tidak tertarik pada Jinchul yang mulai menyajikan teh.
"Aku akan menghadiri Konferensi Guild Internasional," ucap Jinwoo tanpa aba-aba dan angin dari mana, membuat dua petinggi Asosiasi Hunter Korea tersentak kaget.
Gunhee terbatuk kecil, menegapkan tubuhnya dengan pandangan serius.
"Apa kau tahu apa yang menjadi topik di konferensi nantinya, Hunter Sung?" enggan, Jinwoo mengangguk. Ia sudah membaca sekilas pesan yang dikirimkan secara diam dan anonim oleh Adam White.
Tentu, hal itu mengejutkannya dan hampir membuat emosinya pecah kembali oleh amarah. Jika tidak ada Cale yang menenangkannya, mungkin saja Jinwoo sudah menggunakan skill bayangannya untuk langsung menuju kepada Adam White dan mencekiknya.
"Ya," jawab Jinwoo, mempertegas dengan tatapan tajam.
"Kalau begitu, kami akan memulai prosedur konferensi pers kepada media-"
"Dengan satu syarat." Tangan Jinwoo terangkat, membuat Jinchul menghentikan langkahnya.
"Ya. Katakan apa syaratmu, Hunter Sung." Go Gunhee mulai mempersiapkan diri. Demi agar Jinwoo mau datang mewakilkan Korea Selatan di mata dunia, ia akan melakukan apapun yang diminta anak muda itu.
"Buatkan aku satu identitas yang menyakinkan dunia untuk rekanku." Mata Gunhee dan Jinchul kompak berkedip kaget. Rekan Sung Jinwoo? Jinho?
"Cale, kemarilah." Shadow Exchange di aktifkan. Ketua dan Wakil Asosiasi menjadi orang luar pertama selain keluarganya yang melihat Cale.
Disisi lain, kedua sosok lain di ruangan menyaksikan 'rekan' yang disinggung Jinwoo memasuki ruangan.
Jinchul menahan diri untuk tidak menganga dan Gunhee terbatuk sekali kaget.
Rambut kemerahan panjang mengalir indahnya hingga ke pinggang. Dibagian poninya di bawa kepangan kebelakang dan terikat dengan pin indah tradisional Chinese yang berwarna hitam merah. Wajahnya memiliki kulit pucat sehat, begitu kontras dengan warna rambut dan mata coklat kemerahan yang memiliki kilauan bagai permata.
Sedangkan pakaian yang dipakainya hampir seperti semi-hanbok, bagian lapisan dalam berwarna krim berpadu coklat, merah maroon kotak-kotak, diikat dengan pita berwarna hitam yang senada dengan jubah luar yang terlihat seperti coat hitam keabu-abuan. Berpadu dengan celana jeans aqua dan sepatu hitam boots hitam sebetis.
Pendatang baru menggambarkan seorang pemuda berpenampilan tradisional modis yang sangat indah untuk di pandang.
Lamunan keduanya, terkhusus Jinchul buyar dengan rasa dingin mencekam yang datang dari Jinwoo. Keduanya melihat iris grey bersinar tajam dengan bintik keperakan menakutkan.
"Jinwoo-ya," sapa si 'rekan' baru Jinwoo dengan suara yang aduhai, begitu maskulin namun sangat lembut dan bagai coklat leleh. Hunter Rank-S Korea itu mengulurkan tangan, membuat si rambut merah menyambutnya. Dan pria itu kemudian duduk di samping Jinwoo.
"Buatkan identitas untuk Cale." Tegas Jinwoo dengan mata berkata menolak penolakan.
Jinchul termangu dan Gunhee terpana.
"Salam kenal, Tuan Go, Tuan Woo," sapa Cale, memberikan senyuman bisnis andalannya.
"Namaku Cale Henituse. Aku adalah rekan Sun Jinwoo dan salah satu anggota Guild Ahjin mulai sekarang." Pada pernyataan terakhir, sang ketua asosiasi mengedipkan matanya.
"Mohon maaf sebentar, izinkan aku bertanya, Tuan Henituse, apa kau seorang Awaken?" mereka melihat mata coklat kemerahan permata Cale berkedip pada Jinwoo, berkomunikasi dalam diam sesaat kemudian mengangguk.
"Ya."
"Kalau begitu, sembari kami membuatkan identitas untukmu, izinkan kami untuk memeriksa Rank Awaken-mu juga, Tuan Henituse." Pria berambut merah mengangguk santai, berbeda dengan Jinwoo yang sudah memiliki suasana hati buruk sedari tadi.
"Kewarganegaraan apa yang ingin kau ambil, Tuan Henituse? Mengingat namamu yang berkesan.. barat."
"Korea. Anggap saja aku terlahir di Korea yang memiliki nama barat. Tetapi," semua mata, termasuk Jinwoo menatap Cale yang kini tersenyum penuh nostalgia, meski matanya berbinar jenaka.
"Jika nama Korea ditambahkan, buat saja namanya menjadi Kim Rok Soo." Pada ucapan terakhir, Jinwoo terlihat tidak memprediksinya juga. Mata pria muda itu berkedip dengan perasaan terkhianati ringan, mendapat tawa ringan Cale.
"Untuk informasi dasar mengenai identitas barumu, bisakah kau ikut denganku, Tuan Henituse? Aku tidak bisa membuat tanpa persetujuan darimu." Mata si rambut merah berkedip menatap Hunter Sung sesaat sebelum mengangguk dan mengambil tempat duduk dekat Jinchul, agar informasi lebih leluasa diberikan.
Meninggalkan Gunhee dan Jinwoo yang hening seketika.
"Jadi, Hunter Sung." Pendapat lirikan kecil Jinwoo, Gunhee memasang senyuman bisnisnya.
"... banyak yang sudah terjadi semenjak kau menghilang seminggu lebih." Hunter yang dimaksud mendengus dan bersandar di sofa dengan wajah tidak tertarik. Matanya malah berbalik menatap Cale dan Jinchul yang tenggelam dalam percakapan mereka.
"Dan kemudian kau datang membawa seorang rekan, hmmm..." pada nada penuh sok tahu ini, Jinwoo memberikan delikan tidak senang.
"Mungkin seminggu ketidakhadiranmu sepadan." Selesai Gunhee dengan senyuman penuh makna yang sangat menganggu.
"Jadi, apa kau akan membawa Hunter Henituse ikut serta ke U.S?" yang ditanya tampak diam sesaat sebelum mengangguk enggan.
"Ya. Lagipula Cale salah satu anggota Guild-ku," ketus Jinwoo.
"Kalau begitu, tentunya Hunter Sung tahu konsenkuensi yang akan dihadapi, bukan?" Menyeringai remeh dengan aura dingin yang mulai menguar, Jinwoo mengangguk.
"Tentu saja."
"Kami mendapatkan banyak panggilan yang menunjukkan banyak ketertarikan padamu, Hunter Sung. Itu berarti..." mata Gunhee melirik penuh kebijaksanaan pada Tuan Muda Henituse, melihat aura keindahan, kecantikan, ketampanan dan senyuman manisnya.
"... akan ada banyak mata melihat Tuan Muda Henituse." Jinwoo membeku, tangan di pegangan sofa mengepal menakutkan. Gunhee menahan senyuman gugup.
Aahh... tiba-tiba ia teringat dengan masa muda yang dipenuhi dengan bara api kecemburuan.
"Semangat, Hunter Sung. Aku mendukungmu."
Tatapan yang diberikan Sung Jinwoo sebagai balasan membuat Go Gunhee tertawa terbahak-bahak.
.
.
.
[Third Person's POV]
[Beberapa hari kemudian]
[Amerika]
"Wakil Ketua, ada apa dengan reporter hari ini? Mengapa terasa lebih banyak dari biasanya?" Mata biru seorang pria kelahiran Jerman menatap sekeliling dengan pandangan sedikit tertarik. Terlihat lebih ramai dari biasanya.
"Hunter dari Korea Selatan yang sedang viral dikabarkan tiba hari ini." Mata Lennart Niermann, Ketua Guild Ritcher yang datang sebagai perwakilan Jerman, melebar ringan.
"Ah, Hunter Sung yang dirumorkan sempat menghilang seminggu itu?"
"Ya. Dan Hunter Sung datang bersama rekan barunya-itu mereka." Mata Lennart lekas mengikuti arah petunjuk Wakilnya, pada sosok pria berpakaian serba hitam yang tengah berbicara dengan pemuda berambut merah yang lebih kecil darinya.
"Apa sebaiknya kita menyapanya? Tidak ada masalah dan menjadi keberuntungan untuk memiliki hubungan kuat dengan hunter kuat sepertinya-ngh!" Mata biru Lennart melebar saat merasakan aura tidak menyenangkan menguar mendadak dari Hunter Korea itu.
Semua mata menyaksikan bagaimana Hunter Sung Jin Woo menggerakkan tangan kiri dan memeluk erat pinggang pria berambut merah di sisinya. Seolah-olah mengikuti firasat semua orang di Bandara itu, sosok itu membalikkan badannya sedikit.
Membuat wajah yang begitu memikat tertampang kepada dunia.
Mata coklat kemerahan yang dirumorkan seperti permata semakin membuat dunia yakin.
Dia adalah anggota baru Guild Ahjin.
Hunter Cale Henituse.
Sosok yang dirumorkan sebagai 'kekasih' dari Hunter Sung Jin Woo.
~BERSAMBUNG~
Aaaahhh finally siap juga ini chapter huhuhu (;'༎ຶД༎ຶ')✨
Bisa ya selesai dalam dua hari ngetik 8k lebih karena mood lagi bagus banget emang, dan tiba-tiba mikir alur di SL menarik banget buat dikembangkan ಥ_ಥʃ♡ƪ)
Suke bet ngebayangin ni ship 😭😭😭
Agak kayak penyangkalan ya buat kenyataan dimata babang Jinwoo malah nikah sama siapa tu? Haein? Dan dah punya anak pula ueueueueu 😭🤣🥺💔
Semoga kalian suka dengan chapter ini! 🤧🌹✨
Jangan lupa untuk vote dan komen seperti biasa, biar jadi penyemangat buat Neri ngetik cerita ini!
Dan jangan lupa juga untuk mampir ke 2 book baru Neri kalau kalian tertarik! Mampir-mampir bentar buat liat-liat duluuu 👁👄👁
Salam Hangat,
Neri (ノ◕ヮ◕)ノ*:・゚✧
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top