#3 - Tears for Them
🖤❤️
.
.
.
.
.
⚠ WARNING ⚠
Chapter penuh dengan Depresi, Penyesalan, Rasa Bersalah, Hancur
Ada Soft juga kok
Cale yang OOC tapi yaa memang kudu OOC dengan keadaanya sekarang. Jadi, dimaklumkan ya (ಥ _ ಥ)
Jangan lupa FOLLOW, VOTE dan KOMEN ya guysss 👁👄👁🌹
[Sung Jinwoo's POV]
Setelah menjelaskan secara singkat bagaimana ia bertemu dengan Cale, akhirnya kedua wanita bermarga Sung itu pergi dari kamar. Untuk menenangkan pikiran masing-masing, sembari Kyunghye yang mencoba mencari pakaian untuk Cale.
Meninggalkan Jinwoo bersama dengan pria yang masih terlelap.
Berjam-jam di habiskan pria berusia 22 tahun itu untuk duduk di samping kasur. Mengamati dengan khidmat pada wajah tertidur si kecantikan berambut merah.
Cale Henituse secantik yang ia lihat di ingatan Ashborn. Tulang pipinya, meski lebih kurus, tidak melunturkan kelembutan fitur yang dimilikinya. Bulu matanya panjang, menyapu pipi berkulit pucat yang kontras dengan sepasang bibir penuh kemerahan. Ditambah dengan rambut merah membingkai wajah hati, memikat Jinwoo untuk menyentuhnya.
Jadi, ya, Jinwoo sentuh rambut itu. Mengagumi betapa lembut tekstur yang ia pegang. Bertanya-tanya bagaimana masih bisa selembut ini, mengingat Cale sendiri sudah tidur bertahun-tahun. Tidak lepek kah? Mata Jinwoo mendatar dengan otak mulai bekerja memikirkan jawaban pada setiap pertanyaan aneh yang muncul di otaknya.
Tanpa ia sadari, seberkas cahaya matahari menembus jendela kamarnya. Menandakan hari sudah pagi.
Dan saat sinar matahari itu menyinari wajah si rambut merah, membuat ekspresi terganggu terukir di sana. Tanpa sadar hal itu menciptakan senyuman geli di wajah tampan Jinwoo.
Tangannya terangkat untuk menghalangi sinar itu. Melihat dengan tertarik bagaimana wajah Cale menjadi tenang kembali. Kemudian, dengan iseng ia menggerakkan tangan. Menahan tawa saat ekspresi terganggu kembali hadir di wajah cantik itu.
"Jangan ganggu orang tidur...," gumam Cale membuka sebelah matanya pada Jinwoo kesal. Masih menggunakan bahasa tanah airnya dulu.
"Ah, maafkan aku," ucap Jinwoo tanpa penyesalan sedikit pun. Membuat pria lainnya mendengus. Akhirnya, kedua manik berhiaskan coklat kemerahan permata terbuka lebar. Pertama menatap langit-langit, lemari pakaiannya, cermin, dinding, dan Jinwoo. Tangannya juga bergerak lemah menyentuh selimut.
"...."
Tidak ada tanggapan, aneh. Bukankah seharusnya Cale seperti terkejut dengan perubahan dunia yang menjadi modern?
"Apa kau bisa duduk sekarang?" Tanya Jinwoo dalam bahasa Kerajaan Roan, salah satu pengaruh dari kenangan Ashborn. Cale cemberut kecil.
"Aku merasa seperti orang tua di panti jompo... bagaimana ini?" Tanya si rambut merah polos, membuat Jinwoo mencoba menahan senyuman gelinya.
"Perlu rehabilitas?" Tanya Jinwoo lagi, dengan nada bercanda. Cale menatapnya serius dan mengangguk.
"Sepertinya iya. Aku tidak ingin punggungku patah hanya karena duduk." Saling menatap lama, Cale malah bergerak untuk mencoba duduk. Lantas Jinwoo refleks ikut membantunya.
"Apakah ada tulang yang patah?" Mata coklat kemerahan menatap pria yang lebih tinggi datar.
"Apa aku mengeluarkan teriakan menyakitkan sekarang?" Jinwoo menggelengkan kepalanya. Mendapat decakan pelan dari pria yang lain.
"Ini, coba minum dulu air." Pria berambut hitam itu menyerahkan segelas air di atas nakas samping tempat tidurnya, ikut membantu Cale meminumnya.
"Terima kasih." Jinwoo mengangguk dengan senyuman kecil.
"Sama-sama."
Keduanya kembali terdiam. Baik Cale yang terlihat sedang memikirkan sesuatu, maupun Jinwoo yang menunggu tanggapan si rambut merah. Mata greyish melihat wajah tenang Cale, tetapi matanya memiliki berbagai ekspresi.
"Oke. Awal yang baru. Perkenalkan, namaku Cale Henituse. Kau bisa memanggilku Cale. Salam kenal." Pria yang lebih pucat menatap Jinwoo dengan ekspresi tegas, sebelum membungkuk dengan salam formal.
"Salam kenal, Cale. Namaku Sung Jinwoo. Panggil saja Jinwoo." Si rambut merah mengangguk, dan mereka kembali terdiam.
"Jinwoo-ssi, aku..." Dua tangan Cale menyatu, dua jempolnya bergerak, tampak tidak tahu harus mengatakan apa lagi.
Jinwoo dapat memakluminya.
Cale sudah melalui banyak hal. Berperang berkali-kali, kemudian di rebut dari keluarga yang menyayanginya, ditinggalkan dalam kegelapan begitu lama, bahkan kekasihnya kini hanyalah fragmen kecil yang tersisa.
"Jadi, aku bisa merasakan-"
Pintu kamar terbuka begitu saja. Mempelihatkan ibu Jinwoo yang masuk dengan sebuah nampan di tangannya.
"Oh? Apa aku menganggu?" Tanya wanita beranak dua itu seketika merasa tidak enak. Ia seperti sudah mengganggu suatu percakapan penting di antara dua pria di depannya.
Cale menggelengkan kepalanya. Tampak mengerti apa yang dikatakan ibunya.
"Tidak apa-apa, Nyonya Sung." Balasan di ucapkan dalam bahasa Korea membuat Jinwoo melebarkan matanya terkejut.
Cale Henituse bisa bahasa Korea?
Itu... mengejutkan? Sangat mengejutkan Jinwoo.
Karena pria itu sendiri berada dari era abad kerajaan, bahasanya juga berbeda total saat berbicara dengan Jinwoo. Tapi, balasan tadi begitu fasih dengan aksen, yang berani Jinwoo katakan antara Busan atau Daegu, atau mungkin Gwangju?
"Bagaimana kabarmu? Sudah baikan?" Kyunghye masuk ke dalam kamar, berdiri di sisi kanan Jinwoo yang masih duduk di kursinya.
Cale, menatap wanita itu sejenak dan diam dalam beberapa menit. Kemudian senyuman lembut muncul di wajahnya saat pria berambut merah mengangguk.
"Kabarku baik, Nyonya Sung. Terima kasih atas perhatiannya." Wanita yang lebih tua memerah kecil pada suara maskulin sopan dengan kelembutan yang sangat candu untuk didengar.
"Apa kau lapar, 'nak? Jinwoo-ah membawamu semalam. Pastilah kau sudah melalui hal yang berat-berat..." Kyunghye duduk di tepi kasur, dengan nampan di ulurkan pada Cale.
"Lihatlah, betapa kurusnya pipimu. Kurasa bubur adalah makanan yang baik untuk sekarang. Lambungmu tidak boleh dihadapkan hal yang berat-berat, kemudian minum air hangat dan susu ini juga-" Jinwoo memperhatikan interaksi kedua orang di depannya. Entah kenapa merasa nostalgia saat melihatnya.
Seberkas ingatan melintas di pikiran pemandangan ibunya digantikan oleh seorang wanita paruh baya berambut putih lembut dengan mata silver penuh kelembutan. Berkedip kembali, menjadi fitur ibunya.
Cale terdiam selama wanita lain berbicara. Tetapi, ada senyuman di wajahnya. Seolah-olah berbicara dengan Kyunghye mengingatkan pria itu akan seseorang.
"Terima kasih untuk makanannya, Nyonya Sung. Kau baik sekali. Padahal kita belum saling mengenal," ucap Cale dengan nada bercanda. Kyunghye melebarkan matanya, ikut kaget karena sudah begitu ramah pada tamu mereka.
"Benarkah? Tetapi aku merasa ini bukanlah pertama kali kita bertemu." Senyum canggung ibu Jinwoo, meski matanya berbinar penuh suka saat menatap pria di atas kasur.
"Kalau begitu, bagaimana jika kita berkenalan? Namaku Cale Henituse, panggil saja Cale, Nyonya-"
"Nah, sekarang menjadi Kyung-Ahjumma untukmu, Cale-ya." Jinwoo mengamati dalam diam saat mata coklat kemerahan melebar penuh emosi. Bibir terkatub pelan, bergetar sebelum mengukir senyuman lemah dengan mata berbinar penuh kerinduan.
Dengungan mana Black Heart berdetak kencang, mengirimkan perasaan sama, ingin sekali menyentuh si rambut merah untuk menenangkan pria itu.
"Baiklah kalau begitu, aku akan mengurus Jinah, dulu. Pakaian ganti untuk Cale ada di atas mesin cuci, Jinwoo-ah." Sulung keluarga Sung mengangguk.
"Arasso, Eomma." Wanita itu memberikan senyuman kecil kepada Cale, sebelum berjalan keluar dari kamar. Meninggalkan kedua pria dalam kecanggungan sunyi.
"Jadi, langsung saja, Jinwoo-ssi." Wajah cantik dengan ekspresi tenang menoleh, menatap pria lain yang masih duduk di kursi.
"Bagaimana kau bisa memiliki Fragmen Kekuatan 'Ashborn'?" tanya Cale langsung to the point. Kedua manik permata coklat kemerahan bersinar ingin tahu, tidak ada penghakiman apa-apa, atau tuduhan kepada Jinwoo karena mencuri kekuatan. Sungguh sosok yang sangat perhitungan dan bijaksana.
Tidak keberatan sama sekali, Jinwoo menceritakan semua dari awal.
Dari ia sebagai Hunter Class-E.
Kemudian hampir mati di Dungeon yang mendadak berubah menjadi Class-S.
Mendapatkan System yang membuatnya tumbuh menjadi kuat sampai sekarang.
Kemudian mengalahkan The Architect, sosok yang memberikannya System, dimana Black Heart adalah item yang diberikan untuknya.
Ceritanya ringkas, tetapi sudah sangat jelas serta tidak ada kebohongan. Cale mendengarkan dengan baik dan perhatian. Setelah selesai, Jinwoo melihat ekspresi termenung di wajah si cantik kemerahan.
10 menit hampir berlalu saat Cale tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Dan Jinwoo menunggu pria itu dengan sabar.
"... jadi, Ash-ya sudah pergi," gumam Cale tiba-tiba dengan suara gemetar. Wajah tertunduk, membuat rambut merah panjang jatuh kedepan. Dua tangan ringkih terulur untuk menyentuhnya kemudian meremasnya erat.
"Waktu... sudah berlalu begitu lama..." Bahu Cale entah kenapa terlihat lebih kecil, membuat hati Jinwoo sakit melihat kekasih rembulan begitu sedih dalam menerima kenyataan.
"Semuanya telah pergi."
Wajah pria yang lebih kecil terangkat. Angin pagi berhembus melewati jendela serta mentari yang menembus membuat mata coklat kemerahan permata itu berkilau akan air mata tertahan. Ya Tuhan, ada rasa sakit tidak terkatakan, terukir di wajah indah itu. Bibirnya gemetar mencoba menahan tangis, namun gagal karena air mata sudah jatuh membasahi pipi tirusnya.
Rambut merah yang membingkai wajah itu seketika terlihat kusam.
"Aku sendirian..."
Tidak bisa membiarkan pria lain terlarut dalam kesedihannya, Jinwoo tanpa sadar membawa Cale kedalam pelukannya.
Tangan besar menyentuh ubun-ubun kepala merah, mendorong Cale ke bahunya yang lebar, sehingga pria yang lain bisa menangis sepuasnya disana. Tak lupa, ia mengelus helai rambutnya dengan gerakan menenangkan, mencium keningnya dan membisikkan dengungan lembut lullaby Kerajaan Velaris, membuat Cale menangis sejadi-jadinya.
"Aku ada disini, Altalune," bisik Jinwoo kembali, sangat tidak berdaya mencoba menghentikan tangisan Cale.
Ia memang kuat.
Tentara bayangannya banyak.
Ia Hunter Class-S.
Tetapi, dalam sekejab kekuatan itu tidak ada artinya bagi Jinwoo didepan air mata Cale Henituse.
Fragmen 'Ashborn' dalam Black Heart keluar begitu saja, sulur gelap membentuk tangan yang bergerak untuk mengusap ubun-ubun kepala Cale, membuat pria itu tersentak sesaat. Dengan gerakan pelan, Cale melepaskan diri dari pelukan Jinwoo, wajah mendongak saat sulur tangan gelap itu kini menyentuh pipinya.
Hati Jinwoo begitu sakit saat melihat pria rapuh itu bersandar di sulur tangan itu. Menutup mata dan berusaha mencari kehangatan dalam kegelapan yang begitu dingin dan menindas.
Tangan pria lain kemudian ikut terulur, untuk menggenggam sisi kanan pipi Cale. Jempolnya bergerak untuk menghapus air mata yang membasahi pipi tirusnya. Senyuman sedih terukir di wajah tampan Jinwoo.
"Cale." Mata coklat kemerahan terbuka. Menatap Jinwoo dengan tatapan begitu sedih.
"Aku masih ada disini."
Sung Jinwoo tidak tahu siapa yang mengucapkan itu.
Apakah dirinya atau Ashborn yang ada didalamnya.
Yang jelas, ia ingin mengatakan itu.
Bahwa Cale Henituse tidak sendirian.
Bahkan jika dalam kegelapan malam bulan bersinar sendirian, ada ribuan bintang yang mengintari disekitarnya.
"Te-tetapi, semua sudah pergi... aku pergi meninggalkan mereka...," isak Cale, masih menggelengkan kepalanya.
"Raon.. On.. Hong..."
"Kemudian Choi Han.. keluarga Henituse..."
"Hyungnim... Eruhaben-nim..."
"Bahkan Ash-ya-" Fragmen 'Ashborn' berdengung protes. Bahwa apa yang dikatakan Cale tidak benar.
"Ash-ya sudah kehilangan seluruh bagiannya demi diriku." Dua tangan Cale bergerak untuk menggenggam dua tangan, sulur gelap 'Ashborn' dan Jinwoo sendiri.
"Aku sangat egois, sampah, dan jahat-"
"TIDAK!"
Mata coklat kemerahan permata melebar terkejut saat melihat pria berambut hitam didepannya berteriak. Poni hitam membayang-bayang sepasang manik grey dengan bintik silver akrab, melirik penuh penyesalan kepada Cale sendiri yang terpaku melihat wajah di depannya.
"Akulah yang jahat, Altalune-ku."
Pria dengan Fragmen kekuatan 'Ashborn' membawa Cale kembali kedalam pelukannya. Tangan kuat mencekram bagian belakang kepala merah lembut dengan gerakan gemetar.
"Aku sudah berjanji untuk membawamu pergi dari sana."
"Aku berjanji kepada Raon. On. Hong"
"Aku berjanji kepada Choi Han."
"Aku berjanji kepada Alberu."
"Aku berjanji kepada Henituse."
"Aku berjanji kepada seluruh keluargamu."
"Aku... berjanji untuk membawamu kembali..."
Pelukan dilepaskan, dua tangan Jinwoo kini masing-masing menggenggam pipi pria rapuh itu. Sulur hitam 'Ashborn' bergantian untuk melingkupi mereka dengan perasaan penyesalan, cinta, kerinduan, dan kepedihan.
"Maafkan aku karena terlambat, Cale."
Cale hanya terdiam. Mata coklat kemerahannya menelusuri wajah Jinwoo dengan pandangan kesedihan dan nostalgia. Kemudian pria itu menggelengkan kepalanya dengan senyuman kecil, tetapi hal itu justru membuat Jinwoo semakin hancur melihatnya.
"Maaf... karena membuatmu begitu tersiksa oleh beban itu... Ash-ya."
"Maafkan aku..." Dan mata Cale tertutup begitu saja. Membuat sang Fragmen terakhir Shadow Monacrh terkejut dan memucat.
"Cale? Cale! CALE-!"
"Tenang, Tuanku." Igris muncul dari bayangan Cale. Mencoba membuat Jinwoo tenang melihat Cale tiba-tiba pingsan.
"Dia hanya kewalahan." Menghela napas lega, Jinwoo mengangguk enggan. Sulur kegelapan, yang semula panik sepertinya ikut memberikan perasaan bersyukur.
"Terima kasih, Igris." Bayangan mengangguk dan kembali ke tempatnya.
Dengan gerakan hati-hati, Jinwoo kembali membaringkan tubuh Cale ke tempat tidur, memperbaiki posisi yang lebih nyaman, dan mengusap pipi pria yang terlelap. Mata grey silverish menatap sedih pada wajah Cale.
Yang semula bersinar, kini meredup oleh rasa sakit.
Sakit yang Sung Jinwoo tahu tidak akan pulih begitu saja.
"Istiharat, Cale-ya," bisik pria itu ke ubun-ubun kepala merah. Matanya kemudian tertutup saat ia mencium kening Cale lembut.
"Aku akan menjagamu."
Janji terus terucap dalam hati bagai alunan doa.
.
.
.
[Cale Henituse's POV]
Tiga bulan berlalu semenjak ia tiba di Kerajaan Velaris.
Banyak surat juga sudah Cale kirimkan kepada Alberu. Atas izin dari Raja tentunya.
Mengenai sumber daya alam yang ada, kemudian mata uangnya, pekerjaan harian, struktur bangunan, adat istiadat penduduk, makanannya, cara kerja pemerintahannya dan masih banyak lagi. Mata Cale sering menatap kritis pada lembar suratnya kemudian pada Ashborn olie Velaris yang duduk dengan senyuman manis di depannya.
"Hei, bukankah kau seharusnya waspada saat aku menulis surat ini? Ini akan dikirimkan kepada hyungni-ekhem, maksudku Raja Roan." Ashborn mengangkat bahunya tidak peduli.
"Lagi pula, bukankah kau datang kesini dengan tujuan melihat Kerajaan-ku, Komandan Henituse?" wajah Cale terlihat seperti menahan jijik, membuat Raja tertawa terbahak-bahak. Sangat terhibur oleh reaksi pria berambut merah.
"Tolong, jangan membuat lelucon dengan panggilan mengerikan itu," gumam Cale tidak senang sembari mempersiapkan suratnya.
Mengapa tidak dilaporkan melalui bola komunikasi? Alasannya karena aliran mana di Benua Artlik berbeda dengan aliran mana yang biasanya.
Jika benua Kerajaan Roan berfokus pada alam, maka benua ini berfokus pada... astronomi? Langit menjadi dasar dari mana benua ini. Sehingga sulit menemukan fondasi yang kuat untuk terhubung ke benua seberang.
"Sudah selesai?" Cale mengangguk.
"Kalau begitu, kirim saja dengan Aris-ku." Elang putih bersih muncul dari ketiadaan dan hinggap di lengan Raja. Sejenak, Cale mengheningkan cipta untuk mengagumi pemandangan elang itu.
"Ini adalah salah satu kekuatan yang diwariskan kepada keturunan Velaris," jelas Ashborn dengan senyuman sayang, membelai bulu bagian depan elang, mendapatkan dengungan lembut dari makhluk mistis itu.
"Pesan elang kami, dikirimkan melalui bintang di langit." Mata coklat kemerahan Cale melebar dengan wajah tidak percaya. Jarak antar bintang jauh, bagaimana cara kerja-?
"Jangan berpikir logis dalam hal magis, Cale-ya." Cemberut karena begitu mudah Ashborn membacanya, Cale kemudian mengulurkan suratnya.
"Ini, tolong bawa kepada Alberu Crossman, Raja dari Kerajaan Roan dan hyungnim-ku." Sang elang, Aris, mengigit surat itu dengan paruhnya dan menghilang dalam detik itu segera.
Sayup-sayup, Cale bisa mendengar bahwa di luar sana sedang ribut sekali.
"Ah, dalam beberapa hari lagi, kami akan mengadakan festival penting." Mata coklat berbinar tidak senang, sekali lagi pada Ashborn yang tersenyum riang padanya.
"Jangan baca pikiranku-"
"Tidak tuh." Memukul orang jika kesal itu sangat sah, bukan?
"Datanglah bersamaku, Cale." Mantan komandan perang mendengus, dan bersandar malas di sofa-nya. Tidak peduli bahwa lawan bicaranya saat ini adalah seorang Raja dari benua asing.
"Yah, bagaimana pun juga, aku akan datang. Anak-anak dan Choi Han pasti akan kesana." Ashborn tersenyum geli, membayang Cale dengan wajah tertekan menemani keluarganya ke festival.
"Kalau begitu, aku akan ikut bersamamu." Wajah Cale berekspresi bingung.
"Tetapi, bagaimana dengan Putri Cassiopei-"
"Dia ada janji bersama Mary dan Hannah."
"... Lady Narci-"
"Ibunda tidak terlalu suka dengan festival. Tetapi, aku mendengar bahwa Ibunda ada janji minum teh dengan Eruhaben-nim." Senyum Ashborn kian melebar saat Cale terpaksa menghela napas pasrah. Mata coklat kemerahannya mencoba menghindar untuk melihat wajah penuh harap dari pria yang lebih muda di depannya.
Ya. Lebih muda.
Cale sendiri sudah berumur 26 tahun, hampir 27.
Sedangkan Raja Velaris di depannya ini berumur 25 tahun.
"Hahhh... kau adalah seorang Raja. Kau bisa berbuat sesuka hati dan pergi kemana saja, loh?" Celetuk Cale dibalas tawa oleh Ashborn.
"Hehe. Memang, tetapi tidak jika tentang Cale." Mata pria berambut kemerahan berkedip bingung.
"Aku?" Raja mengangguk dengan senyuman manis. Tidak berniat untuk memperjelas, membuat Cale mendengus. Ia tidak memaksa karena sedang merasa malas.
"Ceritakan padaku tentang festival ini." Setelah bosan dengan keheningan, Cale memberikan fokus penuh pada Raja.
"Ini adalah Festival yang selalu di adakan saat musim dingin akan tiba. Nenek moyang kami, penemu Velaris, membangun Kerajaan ini dimusim dingin, tepat dibawah ribuan bintang. Sehingga, sudah menjadi suatu adat bagi Kerajaan kami untuk melakukan ritual." Cale mengangguk dengan mata berbinar tertarik. Ashborn tersenyum dan melanjutkan ceritanya.
"Ritual ini dilakukan oleh keluarga Kerajaan, untuk memuja The Absolute One, karena sudah memberikan 'cahaya' di tengah-tengah badai musim dingin melanda Benua Artlik."
"The Absolute One?" Raja mengangguk, kemudian tangan menunjuk kepada langit-langit ruang yang mereka tempati.
Cale ikut mendongak, melihat lukisan-lukisan kuno di langit-langit ruang.
"Hampir seperti Tuhan. Tidak ada yang tahu pasti mengenai The Absolute One. Tetapi, Dia adalah satu-satunya titik yang sangat terang di dalam kegelapan." Senyuman Ashborn melembut seiring dengan angin masuk dan menerpa rambut putih secerah salju dibawah sinar mentari. Mata silvernya tampak beriak saat memikirkan Tuhan-Nya, sejenak membuat Cale hampir terpengarah dengan visual pria lainnya.
"Kedengarannya akan sangat megah." Senyuman lembut berubah menjadi senyuman sombong.
"Tentu saja! Aku yakin, pasti Cale akan menyukainya!" Batin Cale memasam. Ia lebih memilih untuk menetap di rumah dan tertidur di kasurnya yang hangat. Daripada menyibukkan diri di khalayak ramai.
Tetapi, melihat Ashborn yang begitu ceria, Cale mengurungkan niatnya.
"Baiklah. Aku menantikannya."
*****
Festival dan persiapan Ritual memang 'semegah' yang dikatakan oleh Ashborn.
"Whoah! Manusia! Semuanya tampak sangat bersinar!" Naga kecil (yang sebenarnya bertransformasi mengecilkan diri) menatap takjub pemandangan sekitar.
"Benar-nya! Cantik sekali! Penuh dengan bunga dan awan!"
"Hong! Jangan jauh-jauh!"
"Anak-anak, jangan berpencar!" Choi Han yang malang mengejar tiga anak hiperaktif dengan senyuman pasrah dan senang di wajahnya.
Cale, disisi lain berjalan lebih lambat. Dengan Ashborn disisinya.
Alis kemerahan berkedut sesaat. Menahan diri dari untuk segera kabur dari seluruh mata yang melihat ke arah mereka.
"Maafkan aku. Apa kehadiranku tidak menyenangkan untukmu?" Tampak sangat peka, Ashborn bertanya dengan wajah khawatir dan sedih. Sejenak, membuat hati Cale merasa langsung tidak enak.
"Tidak juga. Hanya saja, disini sangat ramai," jawab Cale lembut, tidak ingin sang Raja khawatir. Bisa-bisa nanti Cale kerepotan jika orang lain berpikir ia memarahi Raja mereka.
"Kalau begitu, mari perpindah tempat?" Cale melirik Choi Han yang masih setia menemani anak-anak semi-remaja bermain.
"Boleh." Cale kemudian memanggil Choi Han dan mengatakan bahwa ia akan menunggu di taman. Titik koordinasi akan dikirim kepada Raon.
Ksatria itu melirik bolak-balik antara Cale dan Ashborn, sebelum mengangguk dan memberikan pandangan tegas pada Raja.
"Tolong jaga Cale-nim dengan baik, Yang Mulia." Hei, bukannya kebalik? Mengapa Choi Han malah menyuruh seorang Raja untuk menjaga orang biasa seperti Cale?
Ashborn malah mengangguk dengan wajah tegas, seperti diberikan misi suci oleh Choi Han.
"Tentu saja, Choi Han-nim. Aku akan menjaga Cale dengan seluruh hidupku." Pria berambut merah entah kenapa merasa malu mendengar janji konyol itu.
Kenapa Ashborn harus seserius itu?
Tidak seperti Cale akan terluka atau semacamnya.
"Ayo, Cale." Menghela napas, pria yang lebih pendek mengangguk. Menepuk bahu Choi Han dua kali, melambaikan tangan kepada anak-anak, sebelum pergi mengikuti dibelakang Raja Velaris.
Ashborn membawanya ke taman dekat kuil untuk Ritual nanti malam. Tamannya agak jauh dari kuil, tetapi sepi oleh orang-orang. Karena semua sibuk untuk persiapan ritual nanti malam.
Kuil sendiri terletak di depan bangunan Kerajaan Velaris. Cale awalnya skeptis, merasa bahwa sang Raja malah membawanya ke tempat yang lebih ramai.
Tetapi, tempat ini lumayan sepi, dipadu dengan pemandangan indah dari bunga Silver Pelia yang mengelilingi taman dan juga kolam.
"Haahh... terima kasih sudah membawaku kemari," gumam Cale seketika merasa rileks saat duduk di kursi taman yang dibangun di atas kolam. Angin berhembus lembut, membuat rambut kemerahannya yang tidak terikat berterbangan dimanja angin.
Inilah... kehidupan pemalas, penuh dengan kedamaian yang Cale inginkan.
Semuanya baik.
Tidak ada masalah.
Damai dan sejahtera.
Matanya kemudian menangkap arsitektur kuil yang dibangun megah dengan marmer putih. Dibagian luarnya, ada kain berwarna putih berukir keemasan panjang yang menutupi bagian terbuka.
Indah sekali.
Kerajaan Velaris terasa seperti dunia dongeng yang di impikan oleh pecinta genre Fantasy saat ia di dunia Kim Rok Soo.
"-mana, Cale?"
"Hmmm, pemandangan yang indah," balas Cale yang entah kenapa nyambung. Membuat Ashborn tersenyum berseri-seri.
"Aku senang lahir dan besar di Kerajaan ini. Bahkan mengembang tugas sebagai Raja, terasa sangat naluriah dan tidak memberatkan. Seolah-olah Velaris memang diberkahi oleh setiap kebaikan dari The Absolute One dan dunia-Nya."
Ashborn tersenyum.
"Hm. Aku bisa melihat itu."
Keheningan kembali melanda mereka. Cale, yang bisa merasakan tatapan yang lain menahan diri untuk tidak berdecak.
"Katakan saja apa yang ingin kau katakan, Yang Mulia." Wajah Ashborn entah kenapa malah memerah kecil dan mengangguk.
"E-eh, tidak apa-apa... hanya saja, aku ingin mengundangmu secara pribadi saat ritual nanti malam... jika kau tidak keberatan?" Cale sebenarnya hampir ngeri dengan aspek yang diajukan sang Raja. Ia? Di undang ke ritual penting? Bersama keluarga Kerajaan? Dan di depan orang-orang-?
"Tidak akan ramai!" melihat wajah Cale yang kian memucat, membuat Ashborn segera mencoba menenangkan pria lain. Namun tidak bisa menahan tawa geli melihat reaksi ekstrim mantan komandan perang lainnya.
"Hanya orang terdekat dari keluarga yang bisa datang.. tidak perlu ikatan darah, selama orang itu adalah orang yang kau percayai..." dua tangan pria berambut silver itu mengepal, seiring dengan wajahnya kian memerah padam.
"... aku tersanjung kau begitu 'mempercayai'ku, Yang Mulia." Wajah Ashborn menjadi cemberut.
"Bukankah sudah kubilang panggil saja 'Ashborn'?"
"Iya, iya, Ashborn."
"Eheheheh, datang ya? Aku sudah menyiapkan baju untukmu." Sudah memikirkan sampai kesitu juga?
Melihat senyuman manis sang Raja, membuat Cale menghela napas pasrah. Biarpun Ashborn masih muda, pikirannya tidak luput dengan noda manipulatif. Bahkan sampai harus membuat Cale datang ke ritual keluarganya!
"Baiklah."
*****
"Whoah.. manusia... kau... kau terlihat seperti naga!"
"Benar-nya! Cale sangat indah!"
"Cale cantik!"
Atas pujian tiga anak-anaknya, Choi Han tersenyum puas dengan aura berbunga yang menguar di sekitarnya. Entah kenapa sangat senang melihat Cale mendapat perlakuan yang begitu istimewa dari Benua Asing.
Mata coklat kemerahan menatap cermin dan harus menahan diri untuk tidak menceburkan diri ke kasur.
Penampilannya saat ini sangat... bagus.
Ia merasa sangat suci memakai pakaian ini. Hampir mengingatkan Cale sensasi saat ia menyamar menjadi pendeta.
Melirik cermin, ia menatap setiap ukiran rumit berwarna silver si ujung pakaian putih halusnya. Hampir seperti pakaian adat Jepang, tetapi lebih polos tanpa Obi di pinggang, di balut dari bahu yang di ikat dengan pin silver yang memanjang hingga ke lutut. Di bagian rambut merah panjangnya, telah di hias dengan kepangan sederhana, di ikat kebelakang dengan pita putih dan hiasan bunga silver Pelia kecil di sekitar rambutnya.
Ketiga anak-anak dan Choi Han sebenarnya juga memakai pakaian yang sama, hanya saja tidak semegah milik Cale. Kecuali On yang di dandani seperti putri kecil.
Pintu di ketuk dan Ashborn masuk kedalam saat Cale mempersilahkannya.
Ia dapat merasakan pria lainnya membeku entah kenapa. Kedua manik silver-nya melebar, menatap Cale begitu lamat seolah-olah pemandangan ia di dandani sangat mengejutkan pria lainnya.
"... Ashborn?" Tawa anak-anak kemudian terdengar. Mereka mengelilingi sang Raja dengan mata menyeringai licik.
"Apa Cale kami sangat cantik, Yang Mulia?" On tersenyum begitu manis.
"Iya kan-nya? Iya kan?" sahut Hong sama manisnya.
"Tentu saja Ayahku mempesona! Dia adalah ayah seorang naga yang hebat dan perkasa!" timpal Raon tidak mau kalah, mengubah dirinya ke dalam bentuk manusia (didapatkannya setahun yang lalu), yang mirip dengan Cale, hanya dalam versi berambut hitam dan bermata biru.
"Iya.. sangat cantik." Choi Han menutup senyuman dengan tangannya. Menatap bolak-balik antara sang Raja yang masih terpesona dan Cale yang kebingungan.
Cale disisi lain mengamati penampilan Ashborn dan tidak bisa tidak mengaitkan betapa samanya penampilan mereka berdua. Berbedanya, sang Raja memakai mahkota di atas kepalanya dan memakai celana panjang sebetis. Jangan salah, Cale juga memakai celana, hanya saja lebih pendek dan tertutup oleh lapisan luar pakaiannya.
"Ah, sebelumnya, tolong terima hadiah dariku, Cale." Raja dengan malu-malu maju, mengeluarkan sesuatu dari jubahnya. Empat penonton segera membuat jalan, mengamati interaksi dua insan didepan dengan senyuman konyol identik.
"Ini."
Sebuah tiara.
Mata coklat kemerahan dengan kilauan permata menyipit enggan.
Oke. Tiaranya terlihat sangat sederhana, kecil, dan elegan. Tetapi, kualitasnya tidak menutupi betapa berharganya hadiah itu serta kemewahannya juga kualitasnya. Tetapi, tidak terpungkiri bahwa itu adalah hiasan untuk wanita. Mengapa seorang Raja yang baru saja mengenalnya selama tiga bulan memberikan Cale hadiah seperti ini? Terlebih lagi, ia seorang pria.
"Aku mengingatmu saat melihat tiara ini," gumam Ashborn, melangkah maju sehingga jarak mereka hanyalah tiga kaki. Cale terpaksa mendongak kecil karena perbedaan tinggi mereka.
"Jadi, aku memberikan hadiah ini untukmu." Cale ingin menolak. Sumpah. Harga dirinya sebagai laki-laki sudah tercoreng berulang kali. Tetapi, kembali lagi dengan tatapan 'puppy eyes', ia entah kenapa memiliki titik lemah dengan tatapan itu. Apa Ashborn diam-diam mempelajarinya dari anak-anak dan Choi Han?
"Baiklah." Senyuman Ashborn nyaris menyilaukan mata.
"Izinkan aku memakaikannya, Cale."
Dengan lembut dan penuh kehati-hatian, Ashborn mengangkat kedua tangannya. Cale tanpa sadar menundukkan kepala dan menutup matanya, merasakan saat jemari dingin sejuk Ashborn menyentuh dahinya, kemudian dengan gerakan menghipnotis dan memanjakan mulai memasangkan tiara itu.
Setelah dikira Cale selesai, ia membuka matanya pelan sambil mendongak.
Matanya kian melebar kemudian saat dua tangan besar bergerak untuk mengelus rambut merah di sekitar wajahnya yang hinggap di kedua pipinya.
Tatapan yang begitu hangat, lembut dan memuja membuat Cale kewalahan. Ada senyuman di wajahnya, terpahat di wajah yang begitu indah dengan rambut putih murni membayangi mata silver beriak berbintangnya.
Ashborn menyentuh Cale dengan bisikan hati, bahwa ia adalah hal yang sangat berharga.
"Kau indah sekali, Altalune."
.
.
.
Usapan lembut di pipi membuat Cale Henituse tersadar dari mimpi panjangnya. Sembab yang dirasakan disekitar wajah membuat Cale sadar bahwa ia kembali menangisi kenangan. Tangan terkepal, menyadari bahwa ia kembali ke kenyataan, dimana semua kenangan yang ia lihat, tidak akan pernah ada lagi.
Bahkan kesempatan pun tidak.
"Cale?" suara lembut penuh perhatian mengalihkan kekalutan Cale. Dengan mata yang berkaca-kaca, serta hati yang hancur oleh kesedihan, kerinduan, dan kepedihan tak terkatakan, Cale melirik Sung Jinwoo.
Sakit sekali.
Untuk menghadapi kenyataan.
Bahwa semua sudah pergi.
Meninggalkannya sendiri disini.
"A-aku..." Jinwoo berlutut dari duduknya, mendekatkan diri kepada Cale yang masih menyelimuti diri dengan tangisan tertahannya.
"Aku sendiri..." Cale merasa sangat hancur sekarang.
Ia tahu, bahwa sikap dan reaksinya sekarang bukanlah dirinya. Ia yang biasanya akan berpikir rasional, menenangkan diri dan mencari solusi jika ada kesempatan.
Namun, kenyataan yang lebih kejam menghancurkan tembok tenang itu.
Bahwa Cale sudah pergi ratusan tahun.
Keluarga-nya pasti sudah mati semua.
Rumahnya begitu jauh, ia berada di antah berantah.
Bahkan Ashborn... sudah kehilangan 'dirinya' karena mengorbankan diri untuk menyelamatkan Cale.
... mengapa semua harus terjadi padanya?
... apa salah Cale?
... apa salah Rok Soo?
... apakah salah untuk merasa bahagia? Damai? Malas?
Tangisan yang mencekik semakin menjadi-jadi. Cale merasa dirinya kehilangan kendali, di antara ambang kewarasan, kegilaan dan keputusasaan.
"Cale!" Suara Jinwoo dan kegelapan 'Ashborn' datang bagai kenyamanan asing. Mereka mencoba membantunya mengatur napas, meski suara-suara tidak mengenakkan masih menggema dalam batinnya.
Tangan penyelamatkan kemudian menyentuh pipinya kembali, mengalihkan tatapan mati Cale pada sepasang manik greyish dengan bintik-bintik silver akrab.
"Cale, tenangkan dirimu." Tidak bisa! Bagaimana ia bisa tenang saat menyadari bahwa hanya ia yang masih hidup sementara yang lain sudah pergi-!
"Ashborn akan hancur dengan rasa bersalah jika kau menghancurkan dirimu sendiri, Cale." Pada ucapan itu, pria berambut kemerahan membeku. Matanya melebar saat menatap dalam kesunyian pada fragmen terakhir Ashborn yang mengelilinginya.
"Aku tahu aku tidak pantas mengatakannya, Cale, tetapi-" Senyuman yang sangat familiar hadir di wajah tampan Jinwoo dengan binar mata yang begitu... penuh kasih...
"-biarkan Ashborn menyampaikan sesuatu." Kegelapan disekitarnya berdengung setuju. Menyampaikan apa...? Apa yang harus di sampaikan..?
Mata Cale menangkap kegelapan mengubah bentuk menjadi sulur tangan yang bergerak menyentuh pipinya. Membuat pria rapuh lainnya hampir kembali hancur dalam air mata. Sentuhan yang begitu dingin dan sejuk ini... Ash-ya...
Altalune-ku... Cale cintaku...
"Ya, Ash-ya.. ini aku, Cale-mu..." samar-samar, ia bisa merasakan kegelapan itu tersenyum padanya.
Kumohon.. jangan bersedih, ya? Aku tidak bisa tidur nyenyak jika memikirkan kekasih cemberutku menangis selalu... Cale tertawa basah, dengan air mata mulai mengalir lagi.
Kekuatanku terbatas sekarang... aku hanyalah Fragmen kekuatan Ashborn yang tersisa.. aku menyimpan semua kenangan kita di Velaris Temple...
"Tempat tidur yang kau buat?" Kegelapan berdengung geli.
Ya. Semua jawaban ada disana... Sedikit ditenangkan oleh suara lembut Ashborn, Cale mengangguk linglung meski masih segukkan setelah merasa sedikit lebih tenang.
Dan... apa kau masih ingat dengan Aris, Cale? Meski bingung, yang ditanya hanya mengangguk. Elang ajaib yang bisa mengirim pesan melalu bintang ke bintang. Samar-samar, pria berambut merah bisa merasakan kegelapan Ashborn berdengung lembut. Mengirimkan sejuta rasa cinta kedalam jiwanya membuat matanya kembali berkaca-kaca.
Carilah tempat yang bernaungan muara jutaan bintang dan panggil Aris. Ada kejutan untukmu disana, cintaku. Saat Cale ingin bertanya, suara jiwa Ashborn kembali menyela.
Untuk sekarang, istirahatlah, Cale. Benahi dirimu, makan yang teratur, dan tidur. Aku akan selalu bersamamu jika kau memanggilku... Dengan berat hati, Cale mengangguk, mendapatkan senyuman lain dari kegelapan Ashborn. Ia bisa merasakan fragmen kekuatan itu sedikit melemah dan kembali ke tubuh Jinwoo.
"Untuk saat ini, Ashborn akan beristirahat dulu." Melihat Cale yang begitu khawatir dan pucat, membuat Jinwoo mengangkat suara. Rasa kebas di kakinya pun tidak membuat ia mengeluh selama ia mengawasi pria berambut merah lainnya.
Cale, disisi lain mengangguk kembali dan berusaha untuk duduk. Sontak, Jinwoo membantu pria lainnya dengan sigap. Tangannya bergerak untuk membawa helai merah dari depan wajah kebelakang telinga Cale. Tersenyum sedih saat melihat mata merah dan bengkak pria lainnya. Keadaan yang sangat bertolak belakang dengan sifat yang Jinwoo lihat di ingatan Ashborn.
"Terima kasih, Jinwoo-ssi...," gumam Cale, setelah mendapatkan kembali ketenangannya. Rasa malu dan bersalah mulai merayapi hatinya. Karena sudah bertindak sangat tidak sepertinya tadi, menangis, meraung dan bahkan menghancurkan dirinya.
"Dan maafkan aku-"
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Cale." Potong Jinwoo tegas, membuat pria yang lebih kecil tersentak sesaat sebelum mengangguk linglung.
"Ingat apa yang dikatakan Ashborn?" Kepala merah tanpa sadar memikir dan mata coklat kemerahan kosong berkedip dua kali.
".. membenahi diri?" tersenyum, Jinwoo mengangguk.
"Kemudian?"
"... makan?"
"Ya! Jadi, untuk sekarang, kau harus membenahi diri, makan yang teratur dan istirahat."
"Tapi-!" Kuil Velaris!
"Ashborn akan sedih jika kau memaksakan diri untuk kesana, Cale." Menggigit bibirnya, Cale dengan enggan mengangguk. Kemudian, ia berpikir, keadaannya sekarang tentu akan menjadi beban untuk Jinwoo.
Ia sangat lemah sekarang. Piringannya bergetar dan tipis, bahkan tidak ada gema suara kekuatan kunonya. Badan, kaki dan tangannya semua kaku karena sudah lama tidak bergerak, rambut merah panjang yang terasa sedikit lepek, dan kurusnya ia karena sudah lama tidak makan normal.
Keadaan Cale sekarang... memalukan.
"Aku..."
"Makan ini dulu, Cale," ucap Jinwoo, mengangkat bubur yang sudah dipanaskan kembali. Cale mengamati makanan itu, merasakan perutnya sendiri sekarang bersuara karena lapar.
"...terima kasih, Jinwoo-ssi." Kedua tangan mencoba terangkat, dan berhasil walau lemah. Hal itu tentu tidak luput dari pandangan Jinwoo sendiri.
"Biarkan aku menyuapimu." Cale ingin memprotes, bahwa ia bukanlah anak kecil dan tidak selemah itu memerlukan bantuan untuk makan.
"Ayo, Cale. Tidak perlu malu. Bukan salahmu karena menjadi lemah seperti ini," ucapan Jinwoo tidak bermaksud menyakiti, ya. Mohon di maklumkan pemirsa (✿◠‿◠)✨
Pasrah, ia menerima suapan bubur itu dan matanya melebar saat rasa 'nyata' meledak di indra perasanya. Tanpa sadar, hal ini membuatnya merasa nostalgia. Karena sudah lama ia tidak merasakan makanan yang nyata, dan entah kenapa membuat matanya kembali berkaca-kaca.
.... ia merasa sangat emosional sekarang... maafkan Cale...
Sesi makan berakhir dengan Jinwoo yang telaten membersihkan area mulut Cale dengan tissu makan.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya pria yang lebih tinggi lagi, menyusun piring kotor dan gelas minuman di atas nakas samping tempat tidurnya.
"Sudah lebih baik," balas Cale patuh.
"Sekarang, apa yang ingin kau lakukan? Kecuali ke kuil Velaris." Alis Cale menahan kedutan. Jinwoo sengaja mengatakan kalimat terakhir karena tahu bahwa hal itu yang di inginkan Cale sekarang.
"... memotong rambutku dan mandi," gumam Cale malas melirik rambut panjangnya dari ujung mata.
"Baiklah." Jinwoo kemudian dengan sigap mencoba membawa Cale menuju kedalam gendongannya yang segera dihentikan oleh pria berambut merah.
"... apa yang kau lakukan?" Bingung dan polos, Jinwoo memiringkan kepalanya dengan pandangan bertanya.
"Menggendongmu?" Cale menahan diri untuk tidak mendecakkan lidahnya.
"Aku bisa berdiri sendiri-" Seolah-olah menulis, Jinwoo mengangkatnya begitu saja, membuat Cale terpaksa memeluk bahu kokoh dan lebar pria berambut hitam agar mendapatkan posisi yang stabil.
"Hei-"
"Jangan dulu. Memaksa bergerak bisa menyebabkan sarafmu terluka. Kau sudah lama tidak bergerak, Cale." Ugh... perkataan ini sebenarnya agak menyinggung batin Cale, tapi, ah yasudahlah...
Pintu kamar terbuka, dan Cale menahan rasa malu kecil mulai merayapi pipinya saat melihat ada dua wanita di ruang tamu yang menoleh menatap mereka.
"Ah, Cale-ya!" sapa Kyung-ahjumma dengan senyuman sumrigah. Cale menahan diri untuk tidak tersenyum miris. Melihat dengan mata kosong bagaimana bayangan Lady Narcissia von Velaris tumpah tindih dengan wajah Korea Sung Kyunghye.
"... Kyung-ahjumma." Wanita paruh baya itu tersenyum manis.
"Eomma, tolong bantu potong rambut Cale," pinta Jinwoo langsung tanpa basa-basi, sembali menyuruh wanita lain yang lebih muda, 'Jinah' untuk mengambil kursi panjang.
Saat dua wanita, Kyunghye dan Jinah hadir kembali dengan peralatan mereka, Cale di dudukkan di kursi, dipasangkan kain putih di bagian depat tubuhnya dan penjepit rambut, membuat wajah Cale kini tertampang jelas kepada dua wanita itu.
"Wow..." Cale menahan diri untuk tidak tersenyum. Melihat Jinah entah kenapa membuatnya teringat kepada Tuan Putri Cassiopeia olie Velaris.
"Kau ingin potongan rambut seperti apa, Cale-ya?" melirik sekali lagi pada rambut merah yang menjuntai di lantai, Cale bersenandung kecil.
"Tolong segini saja, Kyung-ahjumma." Tunjuk Cale sampai batas lengannya. Itu cukup panjang dan merupakan keadaan rambutnya sebelum tidur panjang.
"Baiklah, tolong tahan kepalamu sebentar, sayang." Memerah kecil pada perhatian asing, Cale mengangguk.
Baiklah.
Sudah ia putuskan.
Untuk saat ini, ia akan mengurus dirinya dulu. Membenahi, makan, dan istirahat sampai keadaannya bisa di ajak bekerja sama untuk ke kuil Velaris dan memanggil Aris.
Cale bisa dengan sabar menunggu selama itu.
Lagipula, ia sudah sabar menunggu bertahun-tahun untuk di bebaskan.
... ia bisa melakukannya lagi.
.
.
.
[Sung Jinwoo's POV]
Wajah tampan berukir senyuman kecil saat melihat Jinah yang memberanikan diri untuk berinteraksi dengan Cale. Ia juga senang melihat kedua anggota keluarganya tidak melewati batas saat melontarkan pertanyaan kepada Cale, mengingat bagaimana bengkak dan memerah wajah Cale karena sudah menangis, sehingga si rambut merah tidak akan kewalahan.
Ia juga mulai memikirkan diet yang harus Cale jalani, kemudian pakaiannya, mungkin apartemen baru agar ada ruang untuk Cale, dan mungkin membawa Cale melihat Seoul-
Ponselnya berdering.
Agak kesal karena rencana mentalnya di ganggu, Jinwoo mengambilnya, mendapati pesan Jinho yang bertanya dimana ia berada sekarang. Bahkan ada dari Woo Jin Chul, Ketua Asosiasi Hunter, dan notifikasi lainnya yang menyinggung soal Guild Ahjin.
Dengan keadaan Cale sekarang, ia tidak bisa memberi perhatian pada dunia Hunter.
Jadi, dengan tegas, dingin dan tepat sasaran, ia mengirimkan pesan singkat pada Jinho dan Go Gun Hee.
Puas, Jinwoo kembali memandang keluarganya, terpaku saat melihat gaya rambut baru Cale yang sudah terpotong sepinggangg, di area wajah yang sudah lebih pendek, membingkai wajah paripurna aristokrat, dan ekspresi malu-malu saat mendengar pujian Jinah serta tawa ibunya, Kyunghye.
Hal itu menghangatkan hati Jinwoo.
Agak mengejutkannya karena ia sendiri hampir berpikir betapa mati rasanya akhirn-akhir ini.
"Rajaku, sungguh Ratu sudah mendapatkan posisi absolute-nya di hati keluarga Rajaku. Hamba senang sekali-"
Diam. Beru pundung di pojokan. Samar-samar, ia bisa merasakan Iron menertawai Beru, yang membuat kedua shadow itu berdebat dalam benaknya. Dan segera di tengahi oleh Igris dan Tank.
"Kandidat yang layak sebagai seorang Ratu." Bahkan Tusk juga ikut sedeng gegara Beru? Jinwoo menghela napas dan mencubit pangkal hidungnya.
"Jinwoo-ah?"
"Ah, nde, Eomma?" Wanita yang memanggilnya tersenyum.
"Aku sudah siap memotong rambut Cale. Jika dia ingin mandi, pakaiannya masih ditempat semula." Jinwoo mengangguk.
"Kalau begitu, sampai jumpa nanti, Cale-Oppa!" Jinah tersenyum lebar saat Cale mengangguk singkat dengan wajah tenang biasanya.
Jinwoo bergerak, seolah-olah memang sudah kebiasaanya untuk memangku Cale kedalam pelukannya. Bahkan berat pria itu di dalam gendongannya terasa akrab juga memanjakan hatinya. Merasakan dengan degupan hangat saat kepala Cale bersandar di bahunya, merasa aman bersama Jinwoo.
Seruan Beru yang menangisi keindahan dan romantisme Raja-Ratu-nya dengan mudah Jinwoo abaikan.
Ia berjalan ke kamar mandi, dan tersenyum melihat kesiapan keluarganya yang sudah menyiapkan air hangat di bathtube.
"A-aku.. bisa membukanya sendirian." Tangan Jinwoo yang memang bergerak untuk membuka baju Cale segera terhenti. Jinwoo bahkan tidak sadar bahwa ia menganggap membuka pakaian Cale adalah kebiasaannya. Wajah tan Jinwoo memerah padam.
"A-ah, ma-maafkan aku, Cale." Si rambut merah menggelengkan kepala dan melirik ke sisi ruangan lain, menghindar untuk menatap Jinwoo.
"Ti-tidak apa-apa.. aku memaklumiya karena kau ingin membantu," gumam Cale. Yang lebih tinggi mengangguk dengan perasaan sedikit malu dan membara, mendapatkan decihan dari Iron di benaknya. Bayangan itu berteriak 'mengapa tidak menyentuh Ratu-!' yang segera membuat Jinwoo mengirim perintah pada Igris untuk menampar bayangan itu.
Tangannya yang sudah merasa lebih berenergi dengan telaten membuka pakaian putih yang dikenakanya. Jinwoo, bisa melirik bagaimana dengan lembut pria berambut merah mengelus pakaian itu dan tersenyum kecil.
"Tolong jangan buang pakaian ini..." Sulung keluarga Sung mengangguk dan menerima lipatan baju adat Kerajaan Velaris. Sejenak mengagumi kualitasnya yang masih terjaga dan terasa lembut juga sejuk di tangannya.
"Aku akan membantu mencuci rambutmu." Cale terlihat ingin menolak, tetapi segera menyadari betapa lemahnya ia sekarang, hanya bisa mengangguk.
Setelah membasahi tubuhnya dengan air hangat dan sabun, yang menutupi hampir seluruh bathtube, Cale membelakangi Jinwoo yang sudah siap dengan shampo di tangannya.
"Maaf merepotkanmu, Jinwoo-ssi." Pria yang dimaksud menggelengkan kepalanya. Tidak keberatan sama sekali untuk membantu pria berhati indah seperti Cale.
"Tidak apa. Aku senang bisa membantumu, Cale. Sekecil apapun itu, tidak akan pernah merepotkanku."
"Awww... sejak kapan Tuan menjadi sangat romantis?" Iron sudah sangat berani ya.
"Rajaku memang sudah berbakat! Bahkan dalam merayu Ratu! Inilah yang dibutuhkan dalam kelancaran rumah tangga Kerajaan kita."
"Benar!"
"Harmonis!"
"Ratu sangat indah!"
"Cantik!"
"Lehernya putih-!"
Igris. Shampo hampir remuk dalam genggaman tangan Jinwoo.
Cekik dan potong menjadi dua mereka semua.
"Aaaahhhh-!"
"Kyaakkk~!"
"Jinwoo-ssi?" Aura membunuh segera menghilang, dan Jinwoo menyesali (+mensyukuri) saat Cale melihat ke arahnya. Dengan wajah polos dan bingung, meski dengan kelelahan di raut wajahnya, tidak menghalangi keindahan yang di milikinya.
Wajahnya yang pucat kini memiliki tampak bersinar bagai mutiara. Dengan air yang menetes di dagu dengan rambut merah yang basah membingkai wajahnya, bagai sulur tanaman di sekitar pipi dan leher jenjangnya, membuat Cale terlihat sangat mistik, bagai dewi yang diciptakan untuk menggoda dan mempesona setiap mata insan.
Ditambah dengan kedua manik coklat kemerahan yang memiliki sinar bagai permata, tampak berkaca-kaca saat melihat ke arah Jinwoo. Di tambah mengintip kecil dari balik bahu nya, dua tangan yang meringkuk di air...
... indah sekali...
"Ratu kita indah sekali! Omaigat! Rajakuuuu huhuhuhu-!"
"Indah!"
"Cantik!"
"Ratuuuuuu!"
Jinwoo seketika ingin mengunci rapat-rapat agar para shadownya tidak keluar. Saat ia hendak melakukannya, mata greyish melebar merasakan kekuatan Ashborn justru keluar dan menguar hebat juga mengancam di dalam benak Shadow-nya.
"Jangan.. lihat-lihat.. kearah Cale.. dengan mata telanjang kalian! BAJINGAN-!"
"Arrhhh!"
"Kyaakkk!"
"AaaaAAaaHHhhh!"
Jinwoo menghela napas lelah, tanpa sadar mencubit kembali pangkan hidupnya, merasakan kepalanya mulai berdenyut pada perang di benak Shadow-nya.
"-Jinwoo-ssi? Kau baik-baik saja?" Lamunannya terbuyar saat suara Cale naik oktaf menjadi kekhawatiran murni.
"Uh Eh, a-aku baik-baik saja.. hanya saja tentara bayanganku sangat berisik." Senyuman mengerti dan nostalgia terukir di wajah Cale.
"Aku bisa mengerti hal itu. Terkadang, kekuatan kunoku juga sangat berisik dan banyak bertengkar." Jinwoo kemudian membuka shampo dan mulai menyuci rambut merah Cale.
"Benarkah? Kalau tidak salah, ada.. enam?" Cale mengangguk, sesekali bersenandung saat jemari Jinwoo memijat kepala sosok yang lebih tua.
"Hu uh.. ada Glutton (pelahap), Crybaby (cengeng), Thief (pencuri), Super Rock, Cheapskate (pelit), Crazy Kid (si gila Sky Eating Water)..." cerita Cale lembut saat Jinwoo mulai membersihkan setiap inchi rambut merah Cale.
Suasana di sekitar mereka damai saat ini. Dengan Cale yang sudah tenang, menceritakan setiap kenangan dan memorinya tentang rumah.
Bersama Jinwoo yang menanggapi, menceritakan tentang keluarganya, pengalaman saat menjelajahi Dungeon, dan saat-saat ia mendapatkan para Shadow Army-nya.
Mereka berbagi cerita dengan damai.
Tidak ada rahasia.
Sudah ada kenyamanan dan kepercayaan sendiri di antara mereka.
Aneh memang, tetapi tidak berbahaya.
*****
Jinwoo menahan gemas saar melihat rambut merah berantakan di bawah usapan handuknya.
Saat ini, Cale sudah selesai mandi, dan memakai baju sederhana milik Jinwoo dulu. Sangat mengejutkan pria yang bersangkutan, bahwa ia pernah berada dalam ukuran sekecil ini. Mengingat perubahan drastis yang dimilikinya setelah mendapatkan sistem dari Architect.
"Betapa nistanya! Tidak ada baju pasangan untuk Raja-Ratu kita!" seru Beru berapi-berapi. Tidak terima saat melihat Ratu-nya memakai baju sweater berwarna cream lembut bagaiman macaroni, sedangkan Raja-nya memakai baju serba hitam seperti pemakaman!
"Hamba segenap hati memintamu menganti pakaianmu, Rajaku! Seorang Raja haruslah selalu serasi dengan Ratu untuk meningkatkan keharmonisan dalam rumah tangga-!"
Igris.
"Tidak! Jangan kirim Hamba pergi!"
Merasa gangguan sudah pergi, kini giliran Jinwoo untuk fokus membenahi Cale.
Setelah mengeringkan rambut Cale dengan hair dryer, ia menyisir rambut kemerahan itu dengan pelan dan penuh kehati-hatian. Setelah selesai, ia mengambil ikat rambut, dengan lembut menarik rambut depan kebelakang dan mengikatnya dengan ahli.
Membuat Jinwoo berkedip bingung sesaat. Karena ia tidak pernah berhasil mengepang rambut Jinah saat mereka kecil.
Mendadak ia menjadi sangat bertalenta seperti ini, dalam mengurus Cale, apa karena pengaruh ingatan Ashborn?
"Sudah selesai."
Cale menoleh dengan hembusan rambut yang memanjakan mata, mata berbingkai bulu mata kemerahan lentik itu melirik penampilan barunya, pada sweater cream panjang yang menutupi lengan dan pahanya dipadu celana coklat gelap, kemudian pada rambutnya yang terikat rapi dan poni di sekitar dahi juga pipinya. Matanya kemudian melihat ke arah cermin di kamar Jinwoo dan melebar kecil saat menelusuri penampilannya.
Pasti karena outfit modern berbeda dengan outfit di masa kerajaannya.
"Ini pakaianmu saat...?"
"Ah, akhir SMA-ku." Jawaban Jinwoo medapat balasan tatapan datar.
"... bahkan di akhir SMA-mu, bajunya masih sebesar ini," gumam Cale, tidak percaya pada pakaiannya, kemudian menyadari betapa besar dan tingginya Jinwoo sekarang.
Pubertas laki-laki itu terkadang menakutkan.
Dari kecil, lembut dan menggemaskan, bisa menjadi besar dan mengintimidasi saat dewasanya.
... tapi, apa ini batas tubuh seorang Cale Henituse?
... padahal umurnya 27.. tidak, sudah lebih dari ratusan tahun?
"Haahh..." Helaan napas panjang dan lelah membuat Jinwoo gugup. Ada yang salah? Apa Cale kembali sedih? Mengingat sesuatu yang menyakitkan-?
"Jinwoo-ah, Cale-ya, sudah saatnya makan malam." Kedua kepala menoleh kompak saat pintu kamar di ketuk.
"Arasso, Eomma."
"Baik, Kyung-ahjumma."
Sahut mereka bersamaan lagi, membuat keduanya saling melirik dan tersenyum geli satu sama lain.
Saat sudah di meja makan yang sederhana, Jinah sudah duduk bersampingan dengan Kyunghye, berhadapan dengan Jinwoo dan Cale. Dimana Jinwoo berhadapan dengan Jinah, sedang Kyunghye dengan Cale.
"Acara makan malam keluarga Kerajaan kita!" Kasihan Igris. Mendadak menjadi pawang Beru yang sangat berisik sepanjang hari ini.
"Ratu sudah sangat di sayangi. Memang pilihan Raja kita no kaleng-kaleng." Dan Iron satu lagi, sengkleknya tidak bisa disembunyikan.
Setelah damai dalam batinnya, Jinwoo beralih kegiatan untuk mengamati dengan senyuman kecil pada Cale yang menelusuri masakan rumahan. Ada tatapan penuh ketertarikan di mata coklat kemerahan permatanya. Bulgogi, Gapchae, Kimchi, bahkan penutup Gimbap. Kedua anak Sung menatap ibu mereka yang kini tersenyum malu.
"Maaf, masakannya kebanyakan ya? Soalnya aku ingin pamer sedikit kepada Cale..." gumam Kyunghye menggaruk pipinya yang merona kecil.
"Tidak apa-apa, ahjumma. Sudah lama aku tidak makan masakan Korea," balas Cale menenangkan dengan senyuman kecil indahnya. Membuat kedua wanita bermarga Sung memerah kecil sebagai tanggapan.
"Benarkah? Kalau begitu, apa kau bisa memakan dengan sumpit, Cale-Oppa? Aku sudah membawa sendok dan garpu untukmu!" seru Jinah ceria -mendapatkan senyuman senang dari Jinwoo dan Kyunghye- pada si rambut merah yang mengangguk.
"Aku bisa menggunakan sumpit." Seolah-olah tergerak untuk membuktikan, Jinah dan Kyunghye bertepuk tangan ringan saat Cale dengan ahli memegang sumpit. Seperti sudah terbiasa makan menggunakan itu. Hal yang tidak luput dari pengawasan Jinwoo.
"Whoah! Kau memegangnya seperti seorang ahli! Coba angkat daging ini-!"
"Jinah, tidak sopan meminta hal itu pada tamu kita."
"Tapi, Eomma! Cale-Oppa orang barat! Tentu sangat menarik melihat mereka ahli makan dengan sumpit!"
"Tidak apa-apa, ahjumma. Biarkan aku memanjakan keingintahuan putrimu sedikit." Tersenyum jenaka, Cale dengan ahli membawa potongan daging Bulgogi ke atas nasi, dan dengan sumpit mengangkatnya dan memakannya dalam satu suapan besar. Membuat pipinya kembung bagai hamster, membuat Jinwoo menahan diri untuk tidak mencubit atau mengigit pipi putih susu itu.
"Oppa! Apa kau diam-diam belajar cara makan orang Asia di rumahmu? Kau sangat ahli!" seru Jinah dengan mata berbinar penuh bintang, mendapatkan tawa dari Kyunghye.
"Hmm... bisa dibilang begitu? Makanan Asia sangat enak dan menyehatkan." Cale kemudian memasang senyuman kecil penuh kenangan.
"Anak-anak sepertimu harus giat makan dan bahagia agar bisa tumbuh hebat dan kuat." Jinwoo bisa merasakan rindu dalam ucapan Cale, yang berbalut oleh kelembutan dan kehangatan. Perasaan Ashborn menggema penuh kasih dalam hatinya. Seiring jantungnya sendiri entah kenapa berdegup kencang sekarang.
"Uh... aku bukan anak-anak!" protes Jinah tidak terima dikatai begitu. Cale hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya.
"Tolong jangan cepat-cepat berharap menjadi dewasa, Jinah-ya. Menjadi dewasa itu membosankan." Cale mengirimkan pandangan maaf pada Kyunghye dan Jinwoo. Tetapi memang tidak terpungkiri menjadi dewasa itu menyebalkan dan melelahkan.
"Nikmati saja saat-saat kau bisa di manja dan bermain-main, Jinah. Tidak masalah untuk tidak kuat sekarang, karena menjadi kuat pun ada prosesnya." Senyuman Cale melebar menjadi sumrigah dan penuh cahaya.
"Bermain, tidur, dan makan salah satu proses panjangnya." Jinwoo tidak bisa menyembunyikan senyuman geli saat mendengarnya. Kyunghye yang tertawa kecil dan Jinah yang memerah dan mengangguk malu-malu.
"Kajja, mari kita makan?"
.
.
.
[Cale Henituse's POV]
Makan malam berakhir dengan Jinah dan Jinwoo yang meributkan Cale untuk tidak membantu menyuci piring dan Kyunghye yang menyimpan sisa makanan kedalam kulkas. Suasana yang begitu damai di antara keluarga Sung membuat apa yang Cale alami sebelumnya hampir terasa seperti mimpi belaka.
Bahwa yang ia lakukan saat ini adalah bertamu ke rumah Jinwoo, menunggu dijemput oleh Ashborn dan pulang ke rumah yang disambut oleh Raon, On, Hong, Choi Han, dan yang lainnya...
"Cale?" lamunan terbuyar cepat saat mendengar suara Jinwoo yang sudah masuk ke dalam kamar.
"Apa kau baik-baik saja?" tersenyum ironis, Cale mengangguk singkat. Ia akan berusaha untuk menjaga pikirannya tetap lurus dan tidak hancur, agar kejadian ia begitu 'rusak' tidak terjadi lagi seperti tadi.
Jinwoo yang tampaknya peka, segera berjongkok di depan Cale yang duduk dipinggiran kasur.
"Kau yakin, Cale?" menggigit bibirnya, menahan gemetar dan rasa tercekat, Cale mengangguk tidak berdaya.
"Kalau begitu, apa kau sudah siap?" pada pertanyaan ini, mata si pemilik rambut senja melebar.
"Siap untuk apa?" Sung Jinwoo tersenyum, membuat Cale sedikit terpana pada kelembutan yang dipancarkan oleh pria lainnya.
"Mencari Aris."
Cale membeku. Memori tentang Ashborn yang mengenalkan Aris kepadanya terlintas. Surat-surat, tatapan terkejut lucu Alberu saat menerima surat spesial dari elang putih, suara tawa anak-anak dan senyuman geli Choi Han...
Ya.
Aris. Salah satu kekuatan dari keluarga Ashborn yang konon di katakan tetap abadi dan terhubung disetiap bintang dan galaksi manapun. Fragmen kekuatan Ashborn juga mengatakan kepadanya untuk pergi mencari Aris.
Bagai terhipnotis oleh perkataan Jinwoo, Cale mengangguk. Tanpa sadar, tataletak bumi mereka yang begitu berbeda mulai terlintas. Jika di dunia Cale Henituse dulu, bagian benua yang memiliki pemandangan ribuan bintang di langitnya ada di Langit Artlik. Pada Kerajaan Benua Utara, Velaris, yang sesuai namanya merupakan kota dibawah naungan bintang. Sehingga pasti akan jauh berbeda dengan gambaran benua di bumi Sung Jinwoo maupun Kim Rok Soo.
"Jinwoo, dimana tempat yang memiliki pemandangan ribuan bintang di langitnya?" Cale melihat pria lainnya sedang berpikir dan membuka ponselnya.
Ah... sudah lama ia tidak melihat benda mewah modern itu. Sudah hampir 9 tahun? Eh.. maksud Cale ratusan tahun..
"Kurasa kita bisa pergi kesini?" tunjuk Jinwoo pada salah satu bacaan website, menunjukkan tempat pertama dipegang oleh San Pedro de Atacama di Cile. Beberapa foto juga terlampirkan bahwa di daerah ini menjadi spot terbaik untuk melihat bintang dan Milky Way.
"Ayo."
Cale mendapati dirinya berkedip saat Jinwoo dengan sigap menggendongnya ala bridal style, dan mereka di lahap oleh kegelapan. Itu menenangkan, dilahap oleh kegelapan aneh yang memiliki bau Ashborn di dalamnya. Membuat Cale tanpa sadar bersandar di bahu yang lebih muda, tidak menyadari bahwa Jinwoo tersentak dan memerah kecil pada tindakannya.
Jinwoo memindahkan mereka di atas gedung tinggi dan sedikit jauh dari kota.
"Kaisel."
Sebuah wyvern bayangan dengan tampilan megah dan hebat muncul di depan mereka. Cale tanya sadar mengucapkan 'whoah' kecil. Kepala salah satu bayangan Jinwoo itu kemudian menundukkan kepalanya kepada mereka, dan bergerak untuk menyapu pipi Cale, membuat si rambut merah kaget dan refleks menggerakkan tangannya untuk membelai bayangan itu.
Aneh.
Permukaannya terlihat padat, tapi secara bersamaan seperti sentuhan hantu dan berkabut.
Mereka kemudian menaiki wyvern itu, dan pergi dengan kecepatan tinggi menuju lokasi.
"Apa tidak bisa langsung kesana seperti pindah bayangan tadi, Jinwoo-ssi." Yang ditanya menggelengkan kepalanya.
"Aku belum menandai tempat itu, sehingga Shadow Exchange tidak bisa digunakan." Cale mengangguk paham dan saat dingin sedikit menerpanya, tanpa sadar ia meringkuk lebih dalam kepelukan Jinwoo.
"Apa kau kedinginan, Cale?" Kepala merah dengan lemah mengangkat kepalanya dan mengangguk.
Jinwoo mengirimkan mananya dan Fragmen kekuatan Ashborn, membuat Cale seketika dikelilingi oleh perasaan penuh kehangatan dari kekuatan kegelapan sang kekasih. Tak lupa juga pria yang lebih muda menutupi pria lainnya dengan mantel hitam miliknya, menyisakan kemeja hitam tipis sebagai atasannya.
Perjalanan terasa sangat panjang.
Cale mengamati pemandangan langit dan sekitar dengan tatapan diam. Mengamati awan di atas mereka, dedaunan diterpa angin malam, hutan dan lautan gelap, kemudian lautan cahaya dari perkotaan demi perkotaan. Sekilas membawa senyuman kecil ke wajah Cale. Rasa nostalgia kuat dari Kim Rok Soo menyeruak menguasi hatinya.
Kenangan bersama Choi Jungsoo dan Lee Soohyuk terlintas. Tawa penuh canda dari tim-nya selesai bekerja dan berkumpul makan minum bersama di restoran, kebiasaan menjengkelkan Jungsoo yang sangat suka menganggu waktu istirahatnnya, atau tepukan hangat Soohyuk di kepalanya saat mengingat akan mimpi petani Roksoo yang ia tempelkan di layar PC kantornya.
Kemudian, kenangan sebagai Cale Henituse juga terlintas. Bagaimana ia terbangun sebagai Cale, mencoba menghindari dari teh lemon Ron, masakan lezat Beacrox, Choi Han yang sulit di jauhkan, On dan Hong yang menggemaskan dalam bentuk kucing, Raon Miru yang selalu tertidur di sampingnya, Alberu yang stress dengan pekerjaannya, Rosalyn, Lock, Mary, Eruhaben-
"Cale. Kita sudah sampai."
Mata Cale yang berkaca-kaca terbuka lebar saat melihat langit yang dihiasi ribuan bintang menyambutnya. Mereka mendarat di dekat gunung yang berselimutkan salju, menjulang tinggi didepan mereka dan jauh dari khalayak orang-orang. Mengingat salah satu penelitian di dirikan disini karena ada beberapa daerah tidak mengalami hujan hampir 400 tahun lamanya dan kemiripan tempat ini dengan Mars.
Sung Jinwoo dan Cale Henituse berdiri berdampingan, dengan Kaisel sudah masuk kembali kedalam bayangan Jinwoo.
Kemudian, sulur gelap fragmen kekuatan Ashborn keluar, mengambil bentuk besar bagai selimut yang menutupi bahu Jinwoo dan Cale.
Apa perasaan Cale saja bahwa bintang-bintang di langit atas mereka bersinar semakin terang?
Panggil Aris, Cale.
Terdengar suara Ashborn menggema kedalam jiwanya.
"Bagaimana caranya? Bukankah hanya keturunan Velaris yang bisa memanggilnya?" Dengung geli penuh kasih mengeruak kedalam jiwanya.
Kau sudah menjadi Velaris, Cale.
Mata coklat kemerahan permata melebar pada pernyataan itu. Jinwoo, yang menyadari percakapan mereka hanya terdiam mengamati situasi dengan mata berbinar penuh ketertarikan.
Panggil saja. Aku ada disini. Jinwoo ada disini juga. Aris akan menanggapimu.
Meski masih ragu dan tidak yakin, Cale akhirnya menurut dan menatap langit-langit Atacama. Kehadiran Jinwoo dan Ashborn membantu menenangkannya. Menghirup dan mengembuskan napas, Cale memanggil dengan suara gemetar.
"Aris." Suaranya terasa menggema keseluruh tempat bersalju Atacama.
"Datanglah."
Sejenak, hening melanda mereka. Tidak ada tanggapan dan balasan apa-apa. Membuat Cale semakin gugup dengan tangan mulai berkeringat.
"Tenang, Cale," bisik Jinwoo di sisi kirinya. Berdiri agak kebelakang dengan tangan kanan menggenggam bahu yang lebih tua.
"Dia akan segera tiba." Pada suara resonansi Jinwoo dan Ashborn, Cale bisa merasakan bintang di langit bergerak.
Semula adalah cahaya kecil yang bersinar terang, kemudian menyambung ke bintang lain, ke sisi kanan, kiri, depan, belakang, sehingga saat semua membentuk seperti jaringan bintang yang sangat indah, turun dengan cepat mengambil bentuk familiar ke depan Cale.
Elang putih Ashborn.
Aris.
"Aris!" Senyuman lega dengan mata berkaca-kaca terukir di wajah Cale. Tangan kirinya terangkat, menahan elang putih indah itu di sana dan mendapat salam di pipinya. Salah satu peninggalan rumahnya! Ada disini menyambutnya!
Jinwoo tersenyum melihat pemandangan itu, tangannya bergerak mengelus bahu Cale, bermaksud menenangkan pria lainnya.
"Aris.. senang berjumpa denganmu lagi," bisik Cale tidak bisa menahan senyuman penuh kasihnya. Elang bergemuruh dengan suara senang dan kerinduan.
Sekarang. Tanyakan pada Aris mengenai surat, Cale.
Cale membeku pada perkataan Ashborn. Surat?
Ya, Altalune-ku. Surat dari keluarga untuk Cale Henituse.
Kepala merah menunduk. Mencoba menahan segala perasaan rumit yang menyeruak di benaknya. Ia kewalahan. Tidak pernah seumur hidupnya menjadi Kim Roksoo atau Cale Henituse di masa lalu untuk menghadapi berbagai perasaan semua sekaligus seperti ini.
Saat merasa sudah siap, ia memandang Aris, dimana mata elang silver itu sudah berkedip penuh tahu. Tetapi menunggu perintah dari Cale sendiri.
"Aris... apakah... ada surat untukku?" tanya Cale pelan, hampir takut-takut dan penuh harapan semu.
Elang terbang dari lengannya. Kemudiran bergemuruh penuh persetujuan dan anggukan singkat. Melebarkan mata coklat kemerahan Cale.
Elang menghilang sejenak dari depan mereka.
Dua menit kemudian, langit sekitar bercahaya terang.
Jinwoo hampir menganga kecil saat melihat semua bintang itu bagai berdengung, mengirimkan sinyal satu sama lain dalam kekuatan asing. Membuat jaring-jaring yang sama meski sekarang lebih luas dan hampir menutupi langit di atas mereka.
Cahaya kemudian berkumpul di sekitar Jinwoo dan Cale.
Dalam keindahan yang begitu mistik dan tidak duniawi, cahaya itu membentuk ribuan bintik-bintik kecil di sekitar mereka. Hampir seperti galaksi mengelilingi dan membentuk lautan. Jinwoo dan Cale saling menatap satu sama lain.
"... Aris..?"
Elang kembali muncul dalam kemegahannya, bersamaan dengan bintik-bintik yang bersinar terang dan mengambil bentuk menjadi ribuan surat.
Cale tertegun.
Sejauh mata memandang, hanya dipenuhi oleh lautan surat yang tertuju untuknya.
Untuk Cale Henituse.
"Semuanya...?" Elang mengangguk.
"Keluargaku...?" Aris terbang, memutari Cale, dan mendaratkan tiga surat di hadapan Cale.
Untuk Ayah, dari anakmu Raon Miru.
Untuk Ayah, dari anakmu On.
Untuk Ayah, dari anakmu Hong.
Surat lain melayang.
Untuk Cale-nim, Tuan dan Rumahku, dari Ksatria Abadimu, Choi Han.
Untuk Donsaeng-ku, calon Menteri-ku, dari hyungnim tercintamu, Alberu Crossman.
Untuk Unlucky Bastard, relatif Naga, dari Eruhaben.
Dan semua surat ia lihat, seiring Record aktif dengan sendirinya untuk merekam seluruh kenangan yang terlintas sekarang.
Hingga kesurat terakhir-
Untuk cintaku.
Altalune-ku.
Belahan jiwaku.
Separuh nafasku.
Cale Henituse.
Dari kekasihmu, Ashborn olie Velaris.
Dan Jinwoo menyaksikan dalam kemegahan itu bagaimana Cale tersenyum begitu lebar, begitu hidup, dan begitu cerah dalam kilauan bintang, di lautan surat yang bersinar.
Membuat sosoknya terlihat begitu memikat dan mencuri setiap napas Jinwoo setiap kali jantungnya berdegup kencang melihat mata coklat kemerahannya yang bersinar indah bagai permata berharga.
"Jinwoo-ya." Ash-ya.
Dalam landscape, Sung Jinwoo melihat Cale Henituse berjalan mendekatinya.
Masih dengan senyuman manis dengan mata berkilauan akan air mata.
Air mata kebahagiaan, kerinduan, dan cinta untuk mereka yang membuat jiwa indah Cale tetap bertahan dan bersinar semakin indah.
"Ya?" Jinwoo membalas dengan senyuman sama lebar dan penuh kasih juga kelembutan.
"Terima kasih banyak, Jinwoo-ya."
Tangan Jinwoo terangkat, untuk mengelus pipi Cale.
Senyuman menjadi kekehan geli memanjakan saat pria yang lebih kecil bersandar pada sentuhannya.
"Sama-sama, Cale."
⇺ FRAGMEN JIWA THE ABSOLUTE ONE SUDAH BEBAS ⇻
Guncangan hebat menggema di alam para Rulers yang mengepalkan tangan.
Semua Monarch bergetar dengan antisipasi menyeringai kejam.
Dan sosok ksatria abadi juga rekan naganya yang sedang dalam perjalanan untuk melindunginya.
~ BERSAMBUNG ~
Akhirnyaaaaa siap juga ini chapter ueueueu (;'༎ຶД༎ຶ')🤍✨
Tau nggak sih chingudeul? Membangun mood buat nulis ini ff susah :")
Hampir tiga minggu dan ini baru tuntas ngetiknya seharian sama Hanibaram juga 🤧
Setelah Neri pikir-pikir, mungkin cerita ini sedikit berat. Karena itu mungkin kurang peminat dalam cerita ini? Karena enggak sesuai dengan ekspetasi beberapa pembaca? ಥ_ಥ
Untuk itu, makasih banyak bagi yang tetap berkunjung ke FF ini! ('▽'ʃ♡ƪ)
Tapi, yasudahlah, mau gimana lagi kan ya? Saya penggemar cerita penuh kasih dan khidmat gini wkwkwk, rasanya romantis banget waktu ngebayangin dan ngetiknya. Dipadu sama musik romatis sedih dan aduhai mleyot nggak sih jantung gue 😭👌✨
Juga, untuk FF ini ceritanya bakal kompleks. Neri putusnya enggak bakal lebih dari 20 chapter. Jadi tiap chapter bakal panjang, semoga kalian suka! 🥺🌹
Salam Hangat,
Neri (❤'艸`❤)
PS. ilustrasi Bunga Silver Pelia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top