#1 - The Heartbeat of Black Heart
🖤❤️
.
.
.
.
.
Silahkan di baca dan di nikmati.
Apabila ada kesalahan, mohon di maklumkan
Dan beri kritik juga saran jika mau
Jangan lupa FOLLOW, VOTE dan KOMEN guys
👁👄👁👌💜

[Sung Jinwoo's POV]
Detak jantung kedua yang diterima pria berambut hitam itu sangat kencang, sehingga membuat Sung Jinwoo bersimpuh di tanah retak. Matanya menatap sekitar sesaat, pada patung-patung yang sudah berhasil ia hancurkan, dan menatap langit-langit dungeon, yang pernah menjadi tempat yang ia pikir sebagai tempat terakhirnya.
Detak itu kemudian menguat, mengirimkan aliran mana ke dalam otaknya, membuat kepala Jinwoo terasa berdenyut menyakitkan.
"Sshhhh, apa ini? Kenapa menyakitkan sekali?" Bahkan seruan para bayangannya menulikan Jinwoo karena rasa sakitnya.
Sentuhan di bahu dari Hunter lainnya juga menghilangkan indra perasanya.
Dan kepalanya terasa sangat berat sekarang. Ada sesuatu yang masuk kedalam memorinya dengan paksa.
"Keluar! Apa yang kau lakukan pada pikiranku-ugh!" Tangan kanan terangkat untuk mencekram kepalanya dan meremas erat rambutnya.
"Hunter Sung-?!"
"Apa kau baik-baik saja-?!"
Berat sekali.
Tampak seperti sebuah memori besar diwariskan ke ingatannya secara paksa.
"-Ash-ya-!"
"Siapa?" Jinwoo menatap sekelilingnya waspada, saat suara itu terdengar menggema di sekitarnya. Ada di pendengaran, ingatan, dan detak jantung Black Heart-nya.
"-le, apa yang kau lakukan?"
"Hmm tidak ada, hanya tidur menatap langit-"
"Dimana?! Keluar kau! Siapapun itu! Ugh-!"
"-nusia, apa koki sekarang sudah membuat kue baru?!"
"-aon, jangan ganggu Ash dari dokumennya-"
"Huwaaa, kekasihku menjadi kejam-!"
Ingatan-ingatan silih bergantian, membuat Jinwoo berdesis pada rasa sakitnya.
"-oi Han, sepertinya serangan musuh mengintai-"
"-beru-nim, di barak ini akan terjadi-"
"-pertimbangkan-"
"-tidak boleh, kau harus tetap bersama anak-anak-"
"-tapi-!"
Tidak dapat menahan sakitnya, kegelapan total menyambut Jinwoo saat ingatan terputus pada sosok rambut merah yang sedang memanggil nama seseorang.
"Ash-ya."
.
.
.
.
.
[Third Person's POV]
Park Kyunghye menatap khawatir pada Sung Jinwoo yang akhir-akhir ini memiliki kebiasaan baru, setelah menyelesaikan urusannya minggu lalu. Anak sulungnya itu tidak berhenti menatap bulan.
Sesuatu dari bulan telah menghipnotis pria itu dan tidak akan berhenti menatapnya jika tidak Kyunghye atau Jinah yang memanggilnya.
Bahkan panggilan dari Asosiasi Hunter juga tidak di ubrisnya.
Meninggalkan Jinwoo dalam kesendiriannya dengan malam hari dan bulan.
"Oppa." Tidak tahan pada tatapan penuh kekhawatiran ibunya, Jinah memanggil kakak laki-lakinya dan menyentuh bahunya.
"Huh..?" Hanya untuk dihadapkan dengan Jinwoo yang meneteskan air mata, membasahi pipinya.
"Jinwoo-ah." Seperti anak yang kehilangan, Jinwoo menerima pelukan Kyunghye. Tubuh tegap luar biasanya tiba-tiba terasa lebih kecil dan rapuh. Ibu beranak dua itu mengangkat tangan untuk menepuk-nepuk bahu anak lelakinya. Sedang Jinah hanya menatap khawatir pada kondisi tidak biasa Jinwoo.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku." Jinwoo melepaskan pelukannya. Matanya berkaca-kaca, dengan tawa basah menyakitkan. Membuat hati Kyunghye sakit melihat pemandangan itu.
Ingatan tentang Jinwoo yang menangis saat kecil menunjukkan gambar dan mencari-cari seseorang berambut merah terlintas di benaknya.
"Hatiku..." tunjuk Jinwoo pada jantungnya dengan ekspresi sedih dan bibir gemetar.
"Sangat sakit disini, Eomma," bisik Jinwoo kesakitan. Tanpa sadar, mata Kyunghye ikut berkaca-kaca, dengan tangan mencoba mengusap wajah anak sulungnya. Jemarinya bergerak untuk menghapus air mata dan memperbaiki letak rambut hitam lembutnya.
Kemudian, mereka melihat mata Jinwoo melebar dan pria itu tampak tenggelam dalam pikirannya, dengan air mata mulai mengalir lagi.
"Siapa dia? Kenapa dia terlihat kesepian? Dan kesakitan? Tolong dia, Eomma... tolong dia..."
Kyunghye, yang tidak tahan lagi, hanya bisa memeluk anaknya. Berharap dan berdoa untuk bisa meringankan rasa sakit apapun yang di derita Jinwoo.
Jinah disisi lain mengambil selimut, untuk menyelimut bahu yang biasanya tegap itu dan ikut memeluknya. Berharap dapat membuat bahu itu kembali tegak dan percaya diri seperti biasa.
Tapi, untuk saat ini, biarkan keluarga Sung menenangkan jiwa Jinwoo yang tengah kesakitan itu.
Biarkan kehangatan mereka membuai Jinwoo dalam tidurnya.
*****
Menatap bulan kini menjadi hobi baru Sung Jinwoo selain berlatih rutin, ke kantor Guild-nya, dan kunjungan dungeon.
Setelah malam menyakitkan itu berlalu, Jinwoo sangat bersyukur bahwa ibu dan adik perempuannya tidak banyak mengungkit kejadian itu. Hanya saja, ibunya terlihat lebih berhati-hati dan menyajikan apapun yang ia suka. Sedang Jinah mengurangi kurungannya di kamar, dan mulai memberikan skinship untuk kenyamanan.
Jinwoo bersyukur mereka mengerti dan tidak mengusiknya.
Kemudian, jantung Black Heart itu kembali berdetak, mengirimkan sejumlah memori dari 'Ashborn' kembali, tentang 'Altalune' kekasih hatinya.
Mata Jinwoo tertutup, agar visual mimpi-ingatan itu menjadi semakin jelas.
"Ash-ya," panggil seorang pria berambut merah. Pakaiannya kali ini berbeda dari militer, yang biasanya. Pria bermanik coklat kemerahan permata itu memakai pakaian putih sederhana, dengan celana coklat katun berkualitas yang lembut.
Namun, kali ini ada yang berbeda dari gaya rambutnya. Di kepang ke belakang, dengan beberapa hiasan bunga silver, khas kerajaan Ashborn yang di tata rumit tapi sangat bagus.
"Ah, apakah Cassie merangkai rambutmu?" Cemberut yang diberikan memberikan jawaban pada pertanyaan Ashborn, yang tengah mengatur dokumennya.
"Aku menghargainya. Dibandingkan Raon, On dan Hong, Putri Cassiopeia lebih pandai menatanya." Sosok itu berjalan, mendekati jendela balkon dan menatap pada langit cerah Kerajaan Velaris.
Tangan pucat itu kemudian terangkat, menyentuh bunga itu sebelum menoleh dengan seringai manis.
"Bukankah ini kepangan yang bagus, Ash-ya?" Dengan mentari bersinar sebagai latar belakang, menciptakan suasana yang begitu angelic. Sehingga mampu mencuri napas Ashborn saat melihat keindahan yang tertampang di depannya.
Cantiknya Komandan dari kerajaan Roan itu.
Dan sudah berhasil mencuri hati Raja dari Kerajaan Bintang hanya dengan senyumannya.
"Ya. Cantik sekali, Cale."
Ingatan berakhir, membuat Jinwoo kembali melamun, memikirkan ingatan-ingatan yang kerap menghantuinya selama seminggu setelah menerima Black Heart ini.
Awalnya, Jinwoo muak.
Muak melihat, mendengar, dan merasakan ingatan yang bukan miliknya. Berani-beraninya memasuki kepalanya, mengacak-acak ingatan serta perasaannya? Dungeon kemudian menjadi sarana pelampiasan kekesalannya, yang jika tidak dihentikan oleh Igris, mungkin akan hancur total.
Kemudian ia memutuskan untuk menerima dan membiarkan ingatan itu mengalir.
Segala perasaan 'Ashborn' ia terima.
Ia merasa bahagia.
Senang.
Gembira.
Penuh kasih.
Penuh senyuman.
Dan penuh cinta.
Kemudian ia merasa kesakitan.
Pedih.
Hancur.
Jauh.
Dan penuh kerinduan.
Tangan bergerak untuk mencekram bagian jantungnya yang berdetak kencang dengan ekspresi rumit di wajah tampan khas Korea itu.
"Cale..."
Nama asli dari 'Altalune', kekasih hati 'Ashborn', yang Jinwoo yakini pemilik asli Black Heart ini.
Lambat laun, menerima apa adanya ingatan sosok 'Ashborn' membuat Jinwoo mengenal juga pemuda berambut merah ini, 'Cale Henituse'. Mata tertutul sesaat, membayangkan semua kenangan tentang sosok pemilik mata coklat kemerahan permata itu dengan penuh penghayatan.
Ingatan itu tumbuh menjadi keinginan kuat.
Tangan terkepal erat dengan mata terbuka dan mulai bersinar kebiruan.
Keinginannya tumbuh menjadi obsesi ringan. Untuk bertemu secara langsung dengan Cale, yang detak jantung Black Heart-nya yakini masih ada di dunia ini. Hanya tersembunyi dalam kegelapan, yang sampai sekarang belum dapat di capai oleh 'Ashborn'.
"Dimana kau, Cale?" Mata abu-abu berkilat penuh kesedihan dan kerinduan.
"Aku akan mencarimu."
"Tidak peduli berapa lama waktu yang kubutuhkan, aku akan mencarimu, Altalune."
.
.
.
.
.
[Third Person's POV]
Panggilan dunia pada Jinwoo tentang Dungeon yang tengah pecah di Jepang menggema.
Mata greyish menatap apatis sesaat pada berita yang muncul di TV dengan suara-suara tak jelas menggema di pikirannya.
Sudah sehari berlalu dan ingatan tentang 'Ashborn' tidak hadir. Hal itu membuat Jinwoo kesal, karena tidak bisa mengingat kenangan lain dengan si rambut merah.
Tapi, situasi di Jepang semakin memperburuk mood-nya. Jika begini terus, Asia akan dalam berbahaya, mengingat potensinya sama berat dengan Raid di pulau Jeju sebelumnya. Dan jika hal itu terjadi, ia tidak bisa mencari 'Cale Henituse'.
Ia juga tidak bisa menenangkan pikirannya yang sangat berantakan saat ini. Semakin memperburuk suasana hati Jinwoo.
"Jangan pergi, Oppa." Menoleh ke arah pintu kamar, Jinwoo melihat adik perempuannya yang mencekram kusen pintu dengan wajah suram. Jelas, kejadian serangan Orc di sekolahnya itu masih mempengaruhi Jinah.
"Kau sudah menderita akhir-akhir ini. Jangan menyibukkan dirimu dengan Dungeon Raid itu," bisik Jinah dengan bibir mulai gemetar. Mata Jinwoo berkedip sesaat, menatap kaget pada bayangan seorang gadis lainnya yang berambut putih dengan mata silver menatapnya berkaca-kaca, yang menghilang di kedipan selanjutnya.
Siapa itu tadi?
Mirip seperti bayangan adik perempuan-
"-ugh!" Dan kepalanya kembali terasa berat saat Jinwoo berusaha mengingat sesuatu. Hal yang menjadi ia benci selamat 3 hari ini.
"Oppa!" Jinah keluar dari kamar dengan raut wajah khawatir.
Menghela napas, Jinwoo kemudian berdiri mencoba menenangkan adik perempuannya. Glitch tidak menyenangkan hadir, merusak citra Jinah dengan sosok rambut putih dan mata silver itu lagi. Sebelum hilang total dan hanya ada adik perempuannya.
"Aku baik-baik saja, Jinah. Dan jangan khawatir tentang Dungeon Raid itu." Tangan besar terangkat untuk mengelus kepala adik perempuannya. Meski di ganggu oleh penglihatan tidak menyenangkan, perasaannya masih sama.
Masih tetap sama.
"Istirahatlah, Jinah."
*****
Duduk di taman menenangkan pikiran Jinwoo sesaat.
Ia memilah pikirannya sebentar, dari Dungeon yang mempertemukannya kembali dengan The Architect, kemudian mendapatkan Black Heart, yang mengandung banyak sekali mana, dan kemudian ingatan-ingatan dari sosok 'Ashborn'. Menyipitkan mata, Jinwoo bahkan tidak bisa memilah ingatan dengan benar, karena diberikan dan muncul secara acak.
Bisa saat penuh dengan gelak tawa.
Bisa saat penuh dengan kesedihan.
Bisa dengan berperangan.
Bisa saat penuh dengan kehancuran.
Hingga memunculkan pertanyaan yang sama berulang kali dibenaknya. Pertanyaan yang sempat ia tanyakan kepada Architect. Ia dulu adalah sebuah wadah, untuk sesuatu. Tetapi, Shadow Monarch, Ashborn yang tidak diduga oleh Architect malah menyatu dengannya. Kemudian ia juga mengingat kilasan memori tentang perang yang dilakukan oleh Shadow Monarh, bersama dengan ribuan tentara bayangannya.
"Oh kekasihku... dimana engkau?"
Dibalik suaranya yang begitu agung dan hebat, ada selipan hati yang dipenuhi oleh tusukan pedang kerinduan.
Meski menghadapi musuh yang kuat, yang Jinwoo lihat tetaplah seorang pemuda bersurai putih cerah dengan sepasang manik silver yang selalu dipenuhi oleh air mata. Dan dalam angan-angan tengah memeluk pinggang pria berambut merah lainnya. Raja yang sudah lemah dan sedang dikuatkan oleh kekasihnya.
Hati Jinwoo sakit melihat ingatan itu.
Tanpa sadar, tangannya terangkat untuk mencekram hatinya.
"Rajaku." Beru tiba-tiba muncul tanpa di duga. Ada rasa khawatir yang dapat Jinwoo rasakan dari chimera bayangan itu.
"Apa Engkau baik-baik saja, Rajaku?" mendengar suaranya yang penuh dengan formalitas dan hormat membuat Jinwoo mendengus.
"Tontonan drama bersama Jinah sepertinya mengubah logatmu, ya." Beru gugup tetapi tidak menyangkal hal itu.
"Bagaimana keadaan Jinah selama aku pergi?" Bayangan itu mengirimkan rasa menenangkan.
"Sejauh ini baik-baik saja, Rajaku. Adikmu hanya beristirahat dan tidur." Mengangguk, Jinwoo kembali menghela napas dan menutupi wajahnya.
"Mewakili para bayangan lain, bolehkah Daku bertanya, Rajaku?" Berkedut pada aksen aneh yang dimiliki Beru, Jinwoo mengangguk singkat.
"Apa?"
"Apa Engkau baik-baik saja? Setelah menerima ingatan-ingatan itu?" Mata greyish melebar sesaat, kemudian menatap tajam pada bayangan lain.
"Kalian-?"
"Seperti yang pernah dikatakan Igris-nim, Rajaku, bahwa kami para bayangan juga dapat merasakan apa yang Engkau rasakan, Rajaku," jelas Beru dengan suara hati-hati, takut merusak suasanan hati Jinwoo yang tengah kalut saat ini.
"Hmm, lanjutkan." Menahan diri untuk bernapas lega, Beru melanjutkan.
"Setelah Engkau menerima jantung ini. Ada sesuatu yang aneh, selain ingatan-ingatan yang diberikan oleh pemilik sebelumnya, Rajaku." Mata Jinwoo melebar. Ia kemudian memberikan perhatian penuh pada bayangan semut itu dan bisa merasakan kegugupan beberapa bayangannya yang lain.
"... apa itu?"
"Sebuah item, Rajaku." Tangan gemetar bergerak terkepal. Ia menerima sebuah item? Dan tidak diberitahu oleh sistem?
"Item apa itu? Kenapa aku tidak diberitahu apa-apa? Kenapa aku tidak merasakannya?" Beru terdiam sesaat. Samar-samar, pria berambut hitam legam itu bisa merasakan bayangan-bayangannya bergumam dan bersuara.
"Item ini tidak terlihat, Rajaku. Dia ada, tetapi jauh dalam kegelapan jantung mana ini." Tangan Jinwoo otomatis bergerak ke area jantung itu berada dan kini berdetak kencang, mengirimkan lebih banyak mana lagi keseluruh tubuhnya.
"Tetapi, item ini ada di jantung Black Heart, bukan?" Beru mengangguk. Jinwoo menatap rembulan malam sesaat sebelum melihat sekitar. Ia harus mencari tempat yang lain untuk mencari tahu item ini.
Jadi, ia berjalan pergi dari taman, hanya untuk dihentikan oleh CEO dari Yoojin Construction, ayah dari Jinho.
.
.
.
.
.
[Sung Jinwoo's POV]
Mata bersinar keunguan itu menatap dingin pada langit-langit malam sesaat dari atas gedung tinggi. Berdiskusi dengan ayah Jinho sedikit memperburuk suasana hatinya, yang sedang mencari keberadaan item yang dimaksud oleh para bayangannya.
Setelah diberikan waktu sendiri, Jinwoo tidak membuang waktu lagi untuk naik ke gedung antah berantah dan berdiri dalam sepi disana. Angin berhembus, membuat mantel hitam yang dipakainya berterbangan. Matanya kemudian menatap kota yang bersinar di malam hari dan bintang-bintang di langit. Saat merasakan glitch tidak menyenangkan hadir, bayangan kota modern berubah menjadi bayangan kota era kerajaan, dengan pemandangan yang berbeda dratis, dan langit dipenuhi oleh ribuan bintang.
"-ugh!"
"Rajaku!" Beru, seperti biasa, selalu yang keluar pertama tanpa izinnya.
"Tenang, Beru. Ingatan ini hanya tidak terkendali sesaat." Jinwoo mencoba menenangkan dirinya.
"Sekarang, jelaskan kepadaku, Beru. Bagaimana cara menemukan item ini?" Karena ia merasa sistem tidak akan membantunya kali ini. Mengingat betapa diamnya sistem setelah insiden Architect dan saat ingatan-ingatan itu menyerang.
"Kurasa Rajaku, yang perlu Engkau lakukan adalah mencarinya." Alis pria tinggi itu mengerut bingung.
"Seperti, menyelam kedalam kegelapan jantung ini, Rajaku. Rasakan item ini dan genggam dia dengan kuat, Rajaku." Mengikuti instruksi Beru, Jinwoo duduk di pinggiran gedung tinggi itu dan menutup matanya, mencoba bermeditasi. Jantung Black Heart kemudian mulai berdetak kencang, mengirimkan mana dalam jumlah besar dan dalam sekejab saat Jinwoo membuka matanya, hanya kegelapan yang menyambutnya.
Sangat gelap disini.
Tidak ada cahaya.
Kegelapan total.
Inikah yang dimaksud tanpa batas yang di bicarakan oleh Nyonya Selner dulu? Menggelengkan kepalanya, Jinwoo mencoba kembali mengikuti arahan Beru. Bahwa, yang perlu ia lakukan adalah merasakan item itu.
Ingatan-ingatan 'Ashborn' kemudian berputar dengan sendirinya. Samar-samar, ia bisa melihat gambaran bergerak dalam kegelapan itu. Silih bergantian menunjukkan berbagai kenangan yang sebelumnya sudah Jinwoo lihat.
Tetapi, sosok gambaran yang paling besar adalah pemuda berambut merah panjang.
Cinta yang begitu besar dan kuat. Hati Jinwoo dipenuhi oleh berbagai perasaan aneh. Dan yang paling kuat sekarang hanyalah kerinduan untuk bertemu.
Kemudian, setitik cahaya kecil membuyarkan lamunannya. Jinwoo ingin meraih cahaya kecil itu. Tolong, biarkan ia meraih fragmen cahaya itu. Biarkan ia menuntaskan rindu ini. Biarkan Ashborn meraihnya-
"Aku... siapa?" Jinwoo terhenti saat menyadari pikirannya menyebut dirinya sendiri sebagai 'Ashborn'.
Siapa ia? Kenapa ingatan-ingatan ini bersinkronasi dengan perasaanya? Seolah-olah ia merasa deja vu saat menyelami ingatan itu. Seolah-olah memang pernah ia menjalani kenangan itu.
Tolong, raihlah dia.
Selamatkan dia.
Suara asing menggema dalam jiwanya. Menghipnotis Jinwoo untuk meraih cahaya kecil itu yang semakin mendekat dan membesar, yang kini hadir di antara kedua tangannya.
"Hangatnya...," bisik Jinwoo pada cahaya itu dengan mata berkaca-kaca. Perasaan yang dikirimkan 'Ashborn' menyatu pada dirinya.
"Aku merasa seperti Hiraeth." Ucapan yang pernah ia dengar dari sosok 'Altalune'. Merindukan rumah yang tidak dapat ia kunjungi lagi.
Cahaya itu kemudian ia genggam erat dan berubah menjadi sebuah kunci.
Bagai menemukan harta karun dunia, Jinwoo terdiam membisu. Menatap lamat-lamat pada kunci berukir dan berwarna putih itu dengan sejuta perasaan membuncah di dadanya. Ada lambang perisai di ujung kunci, dengan dua sayap melingkupinya serta rantai-rantai kecil yang menghiasinya.
"Kunci Dungeon?" Ungkap Jinwoo dengan wajah tidak percaya.
Bukan sembarang Dungeon... suara itu kembali menggema.
Lalu apa?
Ada dia disana... aku berhasil merebut kunci-nya. Bisik suara itu lagi, kini dipenuhi oleh kesedihan.
Kenapa tidak kau selamatkan?
Waktuku habis... selamatkan dia...
Altalune-ku...
Cale-ku yang kesepian... sendirian..
Maafkan aku, Sayang...
"Aku akan datang." Baik suara itu dan suara Jinwoo bergabung dan beresonansi.
*****
"Rajaku! Ada sesuatu yang muncul di hadapanmu!" Saat membuka matanya, Jinwoo melihat di pangkuannya, kunci yang sama melayang melawan gravitasi. Bulan bersinar semakin cerah, seiring dua tangan Jinwoo terangkat untuk meraihnya.
"Daku bisa merasakannya, Rajaku." Menggenggam erat kunci itu, Jinwoo menatap bayangannya.
"Ada seseorang yang sedang menunggumu, Rajaku."
"Dia menunggu..."
"Dia menunggu..."
"Selamatkan dia, Tuanku..." Seruan dari bayangan lainnya mulai menggema dan jantung Black Heart yang berdetak sangat kencang sesaat.
"Lokasi."
Tulisan muncul dengan sendirinya di atas kunci, yang menunjukkan wilayah Rusia, di suatu kota bernama Yakutsk. Mata greyish bersinar keunguan sesaat, menahan diri untuk tidak segera ke lokasi yang dimaksud sang Kunci. Matanya menatap layar lebar dari suatu mall sesaat, pada berita tentang Jepang yang meraung di mana-mana.
Bahwa Jepang membutuhkan bantuan dunia sekarang.
Jinwoo berdiri dari duduknya dan menyimpan kunci putih itu kembali kedalam Black Heart-nya. Berjanji kepada sang pemilik jantung dan sosok berambut merah lainnya, bahwa ia akan datang untuk menjemputnya kembali.
"Aku berjanji akan menjemputmu, Cale."
*****
[Jepang]
Mata grey yang bersinar keunguan menatap dingin pada kota yang sudah hancur berantakan. Suara helikopter tidak dihiraukannya, saat tatapan mata Jinwoo terfokus pada para Giant yang berkeliaran di kota.
Ia mengeluarkan semua bayangannya.
Menyaksikan dengan apatis saat pasukannya menyerbu para Giant dengan kejam dan tanpa ampun. Kilasan memori sejenak mengubah pemandangan menjadi area perang, sebelum terhenti. Jinwoo berdecak kesal. Mood-nya kembali hancur.
Jantung Black Heart juga tidak berhenti berdetak kencang. Di satu sisi sangat menyiksa Jinwoo betapa kerinduan ini sangat menyekiknya.
"Sabarlah.. aku akan datang dan menjemputnya," bisik Jinwoo, mencoba menenangkan jantung -atau dirinya?- dengan suara gemetar.
"Rajaku, aku sudah membunuh satu lagi dari Giant ini." Menatap Beru, dan mayat para Giant yang dikumpulkan, Jinwoo mengangguk. Mengangkat tangannya sebelum berkata,
"Arise."
Bayangan 6 para Giant menjulang tinggi didepannya. Mata Jinwoo mendatar jengkel, berpikir harus memberi nama 6 raksasa ini di waktunya yang sangat mepet sekarang, ugh.
"Baiklah, sekarang namamu Hana, Dul, Set.."
Setelah memberi nama kepada para Raksasa, mata Jinwoo tertutup, untuk merasakan para bayangannya yang telah tersebar ke seluruh Jepang untuk membantu para Hunter. Matanya berkedut kesal saat salah satu melaporkan muncul beberapa Dungeon lain, yang semakin membuat situasi runyam penuh monster.
"Jinho, aku akan pergi."
"A-ah, baik, hyung-nim!"
Mari kita tuntaskan ini dengan cepat Jinwoo. Semakin cepat, semakin dekat ia berjumpa dengan Cale.
*****
[Hari ke-7 Dungeon Break, Jepang]
Mata Jinwoo menatap raksasa di depan gerbang besar dengan sinar dingin. Setelah memastikan Hanekawa dan Jinho pergi menjauh darinya. Para bayangan mulai berkumpul di sekitarnya.
"Keluarlah." Menjulang tinggi di atasnya, semua raksasa yang sudah ia ubah menjadi bayangan muncul. Sejauh mata memandang, kota yang hancur itu bahkan langit-langitnya dipenuhi oleh tentara bayangannya.
Jinwoo menyeringai sesaat menatap semuanya sebelum pada raksasa terakhir.
"Tinggal kau sendiri," gumam pria berambut hitam itu. Mengirimkan detakan Black Heart lain ke seluruh tubuhnya.
"Sekarang, kau harus mati, bung." Beru dan Igris berdiri tegak dibelakangnya, mengeluarkan aura kuat masing-masing. Semakin mengagungkan suasana di sekitar sang pewaris Shadow Monarch.
"Aku punya seseorang untuk dijemput." Monster itu hanya diam, membuat Jinwoo mendengus. Pria itu kemudian mengangkat tangannya.
"Semuanya...," -dan berteriak dengan suara kuat.
"Serang!"
*****
"Apa itu Rulers?"
Pria, bisa ia katakan sebagai monster itu terkekeh. Matanya bersinar kemerahan saat menatap Jinwoo dengan tatapan menjengkelkan pria lainnya. Ia menahan diri untuk tidak menusuk mata itu. Kesabarannya saat ini sedang di uji oleh sikap serta tawa menjijikan pria ini.
"Rulers adalah musuh lama para King." Musuh para King... itu berarti musuhku juga? Menatap pada rantai yang mengikat pria di depannya, itu berarti-
"-kau salah satu dari King." Sosok menyebalkan itu terkekeh.
"Ya. Benar. Aku seorang King." Setelah kekehan terhenti, wajah salah satu Monarch itu menjadi serius, meski seringainya masih ada.
"Para Rulers dan Monarch pasti akan mengejarmu. Kau-"
"Apa kau tahu siapa itu 'Altalune'?" tanya Jinwoo langsung memotong. Berharap ada informasi lain, mengingat bahwa pemilik jantung Blach Heart ini sendiri dulu adalah seorang King.
"Kau... dari mana kau mengetahui nama itu?" tawa menghilang saat monster berkedok monster itu mulai mencoba menggerakkan tubuhnya.
"Kau mengetahuinya-?"
"SIAPA YANG TIDAK MENGENALNYA?! OBSESI SIALAN BAJINGAN ITU! KEINDAHAN YANG DI ANUGRAHKAN THE ABSOLUTE ONE HANYA UNTUK BAJINGAN-UGRH!" dari rantai, Jinwoo dapat melihat percikan listrik muncul, membuat sosok itu berteriak kesakitan. Hal itu terjadi hampir 10 menit dan Jinwoo mengamati dengan apatis.
"Rulers sialan... masih saja tidak boleh dibahas." Menghela napas, mantan Monarch itu kemudian menatap Jinwoo, dan menyeringai lemah.
"Bebaskan aku dan aku akan membantumu." Jinwoo menyeringai remeh.
"Kau berharap aku mempercayai itu, bajingan? Monster membantu manusia?" Anehnya, pria itu hanya terdiam. Berubah total setelah Jinwoo menanyakan perihal 'Altalune'.
Tak lama kemudian, sosok King itu mengatakan sesuatu dalam bahasa yang tidak dimengerti dan di depan Jinwoo, muncul tulisan dari System.
[The King of Giants, Monarch of the Beginning 'Legia' menggunakan skill 'Pledge of Trust (Negotiable)']
[Saat menerima 'Pledge of Trust (Negotiable)', Inisiator dan Penerima tidak boleh berbohong satu sama lain .]
[Apakah Anda menerima 'Pledge of Trust (Negotiable)?']
[Y/N']
Mata Jinwoo berbinar tertarik. Ia harus menerima ini. Jika hal itu dapat membantunya memberikan informasi lebih terkait situasi perang yang akan ia hadapi dan tentunya, tentang sosok 'Altalune', bernama Cale Henituse, yang ia cari sekarang.
"Baiklah, siapa 'Altalune' sebenarnya? Dan kenapa Rulers tampaknya melarang kau membicarakannya?" terdiam sesaat, Legia, Monarch of the Beginning itu hanya menatap Jinwoo lamat-lamat.
"Kau... benar-benar sepertinya, yang hanya memerdulikan tentang Altalune." Menyipitkan mata, Jinwoo semakin kesal karena arah penasaran yang hampir membunuhnya selama seminggu ini, seperti ditahan-tahan untuk tidak di katakan langsung.
"Aku hanya bisa mengatakan kepadamu sedikit."
"Altalune adalah Fragmen terakhir The Absolute One." Huh? Itu sedikit berbeda dari ingatan 'Ashborn'? Atau mungkin belum ia lihat?
"Dan dia adalah kekasih saat Ashborn, Shadow Monarch, menjadi manusia. Bahkan mungkin sampai sekarang," gumam Legia, menghela napas. Mengingat masa-masa yang sudah berlalu saat Ashborn tidak berhenti-henti bercerita tentang kekasihnya.
"Karena kau ada disini, dengan kekuatan yang bukan milikmu, pasti Altalune juga mendekat. Ramalan The Absolute One benar adanya."
"Ramalan apa itu?" Legia mengangkat bahu.
"Kau bisa mencari tahunya sendiri. Kekuatan itu akan mengingatkaannya padamu."
"Yang pasti, para Rulers dan Monarch lainnya akan mengejar Altalune, karena dia Fragmen terakhir kekuatan dunia The Absolute One."
"Dan juga mengejarmu, karena kau memiliki kekuatan pengkhianat."
Jinwoo terdiam sesaat, mencoba mencerna semuanya sebelum mengangguk 10 menit kemudian.
"Kenapa.. kau bisa berbicara tidak seperti makhluk-makhluk yang lain?"
"Makhluk yang lain?"
"Yang keluar dari Gate."
Percakapan panjang terjadi. Jinwoo menahan diri, mencoba, mencoba dan terus mencoba menahan diri. Semakin banyak info yang diberikan oleh Legia, semakin kuat keinginannya untuk bertemu 'Altalune' atau Cale Henituse. Bahkan jika peperangan antara Rulers dan Monarch yang di singgung, tidak sebesar keinginannya untuk mencari Cale.
"Kalau begitu, kau berada di pihak manusia?" Legia hanya terdiam saat Jinwoo tersenyum meremehkan.
[Anda berhasil mengalahkan Boss Dungeon]
[Anda mengalahkan salah satu dari 9 Monarch, Monarch of the Beginning 'Legia'.]
.
.
.
.
.
"Kaisel." Memunculkan Wyvern, Jinwoo menaikinya dan siap menuju lokasi tempat Altalune 'Cale Henituse' ditahan.
Ia sudah menitipkan pesan untuk Igris berikan kepada Jinho dan orang-orang yang menunggunya. Bahkan kepada keluarganya jika semisal ia lama berada di Dungeon.
Tiba di lokasi, Kaisel menurunkannya jauh dari pemukiman Yakutsk, dekat dengan laut. Wyvern bayangan itu terbang, menahan Jinwoo di atas lautan luas dengan cuaca dingin yang mematikan. Sekilas memang menusuk, tapi Jinwoo dihangatkan oleh mana yang mengelilingi sekujur tubuhnya.
"Jadi, siapapun itu, telah menguncinya di sini." Mata Jinwoo menatap teduh pada laut di malam hari. Jauh, dari kota dan pencahayaan, hanya desiran ombak yang membuktikan bahwa kegelapan total di bawah Jinwoo ini adalah laut.
Tangan terkepal. Memikirkan Cale Henituse, sosok dengan jiwa yang baik hati dan begitu indah di kurung sendirian di kedalaman laut yang menakutkan.
Kemudian, ia memanggil kunci itu keluar. Dalam keheningan alam, suatu cahaya indah keluar dari sisi kanan Jinwoo, membentuk kunci putih yang familiar dan bersinar.
"Kaisel, telusuri laut ini pelan-pelan." Patuh, wyvern bayangan itu mulai berterbangan mengintari laut sekitaran Yakutsk. Sampai tertuju di suatu titik yang jauh dari kota dan laut Jinwoo yakini sangat dalam.
Cahaya kunci itu sangat terang tiba-tiba, menandakan bahwa ia sudah dekat dengan lokasi yang ditujunya.
"Disini, Kaisel," bisik Jinwoo berjongkok di atas punggung wyvern bayangannya. Baru saja hendak melapisi mananya untuk membuat gelembung udara atau barier, sinar kunci semakin terang, menunjukkan laut dibawahnya mulai membentuk pusaran kuat yang memisahkan laut dan membuat sebuah jalan untuknya.
Aroma kekuatan alam aneh tercium olehnya.
Selamatkan... dia...
Bisik suara yang berbeda, suara perempuan mungkin, membuat Jinwoo mengangguk. Kaisel perlahan turun ke menuju dasar lautan, tempat sosok 'Altalune' di tahan. Kunci kemudian lepas dari tangan Jinwoo dan melayang sendiri menerangi kegelapan lautan di sekitarnya, membawa perasaan melankolis Jinwoo entah kenapa.
Kemudian, ada kekuatan aneh lain saat ia mencapai dasar. Mata Jinwoo memperhatikan tanah bergemuruh dan memunculkan suatu pintu dari bawah. Pintu menghadap horizontal ke atas, dengan ukiran-ukiran rumit yang dipandang lamat oleh Jinwoo.
Di sekitarannya, ada gambar dua orang, dengan dua tangan mencoba meraih satu sama lain. Kemudian ada beberapa lambang yang tidak diketahui olehnya, tapimasing-masing melingkari bentuk dua orang itu. Ukirannya sudah dimakan usia dan memiliki terumbu karang di sekitarnya, tetapi masih terjaga dan bisa ia identifikasi.
Dibawah... ada dibawah...
Bisik suara lain, kini terdengar seperti suara seorang pria tua. Membuat Jinwoo mengangguk lagi, kini dengan perasaan nostalgia kuat dan rindu yang semakin membuncah di hatinya.
"Kunci." Benda itu melayang ke arah tangannya, dan Jinwoo turun menuju pintu, Kaisel berdiri di belakangnya, berjaga-jaga.
Seperti terhipnotis, ia membawa kunci itu ke tempatnya dan hanya membutuhkan dorongan, mengeluarkan suara 'click' halus yang menggema ke seluruh lautan.
Ia kemudian mundur dari langkahnya, menyaksikan pintu itu terbuka dengan sendirinya, seiring bau alam kuat menguar dari sana. Ada suara sahut-sahutan terdengar. Suara lautan, angin, bau tanah, bahkan api. Seolah-olah semuanya menggema dari pendengaran hingga ke jiwanya.
Ada suka cita yang Sung Jinwoo rasakan dari alam sendiri.
Lautan dalam malam bahkan entah kenapa terlihat lebih cerah, memiliki bintik-bintik seperti cahaya bintang. Menciptakan suatu landscape Galaxy yang bergerak sangat indah.
Fragmen terakhir The Absolute One.
Itulah yang terlintas di benak pria berambut hitam itu saat melihat suasana sekitarnya. Seperti kehadiran sosok yang sangat di cintai telah kembali untuk menyambut dunia kedalam pelukannya.
Jadi, ia berjalan pelan menuju depan pintu dan berjongkok. Matanya menyipit sesaat pada tumpukan rantai yang tidak menyenangkan mengintari seluruh ruang aneh itu. Mengirimkan rasa kebencian kuat dalam hatinya entah kenapa.
Pasti perasaan 'Ashborn'.
"Tenanglah. Aku sudah berjanji untuk menyelamatkannya."
Perasaan itu berubah menjadi penyesalan ringan. Mana hitam kemudian berfluktuasi, keluar dengan sendirinya dari Jinwoo dan menuju ke arah rantai-rantai.
Dengan perasaan bergetar rindu, Jinwoo menyaksikan rantai-rantai itu hancur, seperti termakan usia. Pastilah sudah lama hal ini dipersiapkan oleh 'Ashborn', hanya saja kesempatan untuk membebaskannya tidak diberikan. Karena perperangan antara Rulers dan Monarch yang terjadi di masa lalu.
"Kau pasti sudah lama menantikan ini," bisik Jinwoo pada fragmen kekuatan itu yang berdengung setuju yang dipenuhi kesedihan dan kerinduan.
Senyuman lembut langka muncul di wajah Jinwoo.
"Aku akan menjaganya." Dengung kekuatan memberikan rasa terima kasih yang dibalas anggukan oleh pria berpakaian serba gelap itu.
"Kaisel, jaga disini." Bayangan mengambil posisinya.
Menatap sekali lagi pada pemandangan di depannya, tekad bersinar kuat dan senyuman lembut menjadi seringai lebar.
"Sudah saatnya bangun, Cale."
Pria itu kemudian melompat masuk ke dalam Dungeon.
.
.
.
.
.
[Di sisi Lain Dunia *****]
Mata biru bercelah terbuka saat ia merasakan lonjakan tidak asing memasuki Rune mantra-nya.
Kepala besar bersisikkan hitam bagai sinar baru bara yang terbakar terangkat dengan tubuh tegak.
Mencoba fokus sekali lagi pada perasaan itu dan masih sama, rune mantranya memberikan sinyal yang sama.
"Choi Han yang Kuat." Di sisi lain sang makhluk agung, adalah seorang pria berjubah hitam yang sudah lama di tutupi oleh tanama dan lumut, karena berdiam di posisi yang sama selama bertahun-tahun. Di bawah rambut hitam panjangnya, sepasang manik hitam legam tanpa cahaya terbuka.
"... Raon-nim." Naga bersisik hitam itu menggerakkan tubuh besarnya dengan sayap yang mulai terbuka lebar, mampu menutupi satu kota manusia.
"Salah satu Rune-ku memberikan sinyal yang sama. Sudah 5 menit dan tidak berhenti." Suara berat naga menggema dalam gua raksasa itu. Menatap pada ukiran Rune di depan mereka yang masih bersinar sama kuatnya. Lambat laun memunculkan senyuman di wajah makhluk alam itu.
"Kau benar, Raon-nim," bisik pendekar pedang, Choi Han, menatap lebar pada pemandangan yang sudah dinantikan oleh mereka selama ratusan tahun. Pria itu perlahan berdiri dari duduknya dengan bantuan pedang.
Bergetar, tapi kuat.
Tangan bergerak untuk menghapus tanaman dan lumut yang mengerayanginya.
"Ayah berhasil ditemukan." Raon Miru, Naga dewasa itu mengatakan dengan suara gemetar. Tangan kecil Choi Han terangkat, untuk mengelus tangan berkuku tajamnya dengan senyuman lembut.
"Kita harus datang kesana, Raon-nim."
"Benar, Choi Han yang Kuat... Kekasih Ayah, pasti juga sudah menunggu di sana." Naga kemudian mulai mengeluarkan kekuatannya, membuat Rune bersinar semakin kuat dan membentuk pusaran Galaxy, yang menghubungkan mereka dengan dunia dimana Cale Henituse telah ditahan bertahun-tahun.
"Setelah memastikan Ayah dan Kekasih Ayah baik-baik saja, kita akan membalaskan dendam kepada mereka, Choi Han yang Kuat."
Mata hitam bersinar menakutkan saat manusia lain mengangguk dengan kekuatan membara penuh dendam.
"Pasti, Raon-nim."
Tunggu kami datang... Cale-nim.
Saat terdengar suara pintu terbuka, tubuh yang terkunci oleh rantai itu tersentak.
Jauh dalam kegelapan, surai merah terlihat bersinar dengan pendar keemasan. Ada bintik-bintik keemasan yang mengintari pria itu. Tidak kehilangan cahayanya meski dalam kegelapan.
Dan sepasang manik coklat kemerahan yang berkilauan bak permata terbuka.
"... Ash-ya?"

BERSAMBUNG~
AKHIRNYAAA
Finally chapter 1 sudah kelarrr 👁💧👄💧👁
Selamat malmingan dengan FF baru ini gesss
Sumpah, susah bet ketik ini chapter saat lupa alur SoLev 😭🤌
Karena udah lama namatin ini Novel, Manhwa pun sampe lupa Chapter berapa bacanya, entah pas ngelawan Monarch 😭🤌
Tau nggak? Solo Leveling ini cinta pertama Neri sama Manhwa 🥺💙
Saat awal² genre Dungeon belum terlalu terkenal, SoLev muncul dan voilaaa, langsung ketagihan sama chara OP, nge solo mulu dan 'im sorry im anti-romantic' macam babang Jinwoo 😂
Walau enggak se-Big Fans ke Cale-nim, tapi keep pantau sama ni Manhwa juga, karena memang yaa first crushhhh 👁👄👁🤌
Semoga kalian suka dengan chapter 1 ini, walau agak aneh tapi bisalah ya, apalagi Prolog-nya udah 3 kali ketik ulang scene-nya looohh 😭🤌
Neri bahkan ngerasa alurnya agak goyah, maybe karena first time ngetik habis lama enggak baca balek. Entar saya marathon ulang biar lebih pas lagii 🥺
Dan Cale ada di chapter selanjutnya ❤️
Planning awal sekitar 2 sama 3 chapter lagi, tapi pasti para Readers-nim tercinta enggak sabar mereka jumpa 😂
Pokoknya kalian suka. Bikos ini sekali jalan, no edit² lagi.
Salam hangat,
Neri 💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top