-13. Senar Emas-

Sunoo mendapati kedua orang tuanya sedang bercengkrama dengan mesra di depan perapian. Laki-laki itu mendekatinya lalu duduk di antara keduanya.

“Tumben sekali Appa ada waktu di rumah? Apa karena kemarin Eomma merecoki Bliss?” tanya Sunoo tersenyum manis.

“Emm, Eomma sangat mengganggu, makanya Appa akan balas dendam sekarang!” jawab pria tersebut sambil menggoda anak juga istrinya.

“Oh, iya, Sunoo-ya, omong-omong ada yang Eomma ingin bicarakan padamu sejak lama. Tapi, Eomma masih ragu, sedikit. Jadi, bisakah beri Eomma sedikit waktu untuk memikirkannya?” tanya Kim Tae Ri pada Sunoo sambil tersenyum getir.

Kim DongSan, pria itu pun membelai pusat kepala Sunoo. “Ya, berikan kami waktu, untuk itu pergilah ke ruang musik dan lihat apa yang sedang menantimu di sana!” katanya dengan suara lembut.

“Ne, arassemnida.” Sunoo beranjak dari tempatnya duduk. Berjalan menyusuri setiap lorong rumahnya. Kakinya menuruni anak tangga menuju ruang musik di ruang bawah tanah.

Pintu dibukanya, tampak sebuah kotak besar berwarna merah marun dengan pita emas di lantai, seakan telah menanti Sunoo. Namun, laki-laki itu tidak segera mendekatkan dirinya pada kotak tersebut. Ia justru hanya memandanginya dengan sedikit perasaan waspada.

Kepalanya malah miring sana miring sini. Sunoo mengembuskan napasnya dengan lembut sebelum membuka kotak tersebut.

Sementara itu, Jay dan Sunghoon tengah menikmati waktu bicara mereka di bawah langit Seoul di atas En-Fever. Jay memandang Sunghoon yang asyik merokok, bahkan sudah habis enam batang.

“Jika kau tidak menghargai paru-paru, setidaknya pikirkan aku yang sedari tadi merasa terganggu,” protes Jay sambil mendesis.

“Suruh siapa ingin ikut aku bersantai di sini?” todong Sunghoon sewot.

“Niatnya aku ingin menjemput Sunoo, ternyata dia pulang bersama Jihoon-ssi.” Jay mendesis pelan. “Aku hanya melihat matamu tampak lelah apa kau kurang tidur?” tanya Jay dengan suara lembut.

“Ya, aku sibuk berlatih.”

“Kenapa atlet nasional sepertimu masih bekerja di tempat kecil seperti ini? Apa uang gajimu sedikit? Aku mendengar dari Sunoo dan adikmu, kalau kau banyak memenangkan emas. Apa itu biasa saja untuk ukuran atlet.”

“Selagi kau tidak melakukan kejahatan, tidak membuat onar, dan tidak mengonsumsi obat-obatan. Kau ama.”

Jay menekuk lututnya untuk dipeluk. “Kau sudah tau tentangku dan Sunoo di masa lalu, bukan?” tanya Jay. “Apa itu ada kaitannya dengan ucapan Sunoo tempo hari ketika dia memintaku untuk bekerja di toko jika kau pergi?”

Sunghoon mengangguk. “Aku tau.”

“Hari itu aku kabur dari tempatnya pelatih Hwang, jalanan tidak terlalu ramai karena angin musim gugur dan langit tengah mendung,” katanya sesekali mengembuskan napas.

“Aku melihat anak kecil Malang terkapar di jalanan dengan kaki penuh luka, sepatunya tampak noda darah, hidungnya pun. Aku pikir anak itu pasti berlari cukup jauh, dan dia tak terbiasa.”

“Bagaimana kau tau?” tanya Jay mengernyit samar.

“Kakinya tampak gemetar hebat meskipun dia tak sadarkan diri. Awalnya aku berpikiran mungkin dia hanya anak kecil yang tersesat. Aku tak berniat meninggalkannya, tetapi mulut anak itu terus memanggil seseorang, Jong Seong hyung Jong Seong hyung aku berlari untukmu, aku kabur dari tangan Eomma. Apa kau benar-benar akan pergi ke Amerika? Apa aku tak akan pernah bisa melihatmu lagi?”

“Kau tau Jay … apa yang kupikirkan detik itu?” tanya Sunghoon menatap Jay yang murung. Sunghoon tertawa renyah. “Aku menertawakannya, karena dia juga mengejar seseorang yang mungkin tak akan kembali. Seperti aku yang terus berharap Kim Tae Ri akan kembali ke atas es. Kau tau apa yang lebih gila dari orang mabuk yang berkeliaran di jalanan?”

Jay hanya terdiam dengan tatapan matanya yang temaram dan murung, membuat Sunghoon kembali tertawa renyah.

“Anak kecil itu putranya Kim Tae Ri. Dan takdir mengikatku pada Sunoo dan hidup malangnya yang terus terkurung di dalam rumah sampai detik ini. Hubungan kedua orang tuanya ditentang, hubungan itu terpaksa dimusnahkan, hubungan memaksa Sunoo untuk terus bersembunyi di balik tirai. Keegoisan yang akhirnya membuat Sunoo kecilku mati.”

Sunghoon merebahkan tubuhnya memandang langit malam. “Karena hanya ada aku, aku berdiri di sisi ranjangnya, tangan kecil itu terus memegangi tanganku, dia memanggil nama Jong Seong setiap detik. Entah apa yang diingatnya, didapatkannya, dan dijanjikan atau disepakati olehnya dan orang itu. Dia mengatakan, Eomma setelah menunggu selama tiga tahun aku bertemu dengannya, tapi dia pergi lagi, apa dia tak ingin melihatku?”

“Padahal aku ingin melihat dunia yang diceritakannya bersama. Eomma aku kabur, ya, aku pergi darimu!”

Air mata Sunghoon merinai, begitu juga air mata Jay yang perlahan-lahan bergumul di seluruh celah kantong matanya.

“Tonghun hyung apa Tonghun hyung mau berteman denganku? Bicaranya bahkan terdengar aneh. Kepalaku hanya mengangguk tanpa sebab. Dia melompat-lompat bahagia, dia menatap mataku lalu menatap mata ibunya. Eomma, Ddeonu punya teman sekarang, tidak kehilangan lagi. Ddeonu punya teman, iyakan, Junhun hyung?”

“Kepalaku kosong, aku merasa diakui, aku dibutuhkan, aku diinginkan. Padahal kau tau kenapa aku kabur dari pelatih Hwang? Karena aku merasa dibuang. Dia memelukku setiap waktu dan aku harus tetap dia di dekatnya atas janji yang kubuat dengan kedua orang tuanya, tentang skandal yang harus disembunyikan dan jadi rahasia. Mereka mengurung Sunoo, sementara aku merasa bahagia bisa menjadi muridnya. Seperti aku menusuk diriku setiap waktu, Jay-ya.”

Air matanya tak berhenti merinai.

“Aku selalu mengingat bagaimana kami selalu bersama, tetapi namamu yang selalu diucapkan. Lagi-lagi aku selalu berpikir apa yang pernah kalian lalui jauh sebelum bertemu denganku. Jawabannya, sederhana. Sunoo melihatmu sebagai orang asing pertama setelah ayah dan ibunya. Kau seberharga itu, Jay. Kau mengubah dunianya. Dunia yang dibicarakan selalu gelap, kau menentangnya, dan dia selalu tertawa setelahnya. Benar, dia berhasil menebus perkataan kedua orang tuanya jika suatu hari seorang teman akan datang. Dan teman itu adalah kau dan aku.”

“Hidup menjadi orang terkenal, atau dikenal itu terkadang membuatmu sulit, Jay-ya, tapi tak memiliki kenalan juga tak bagus. Kau kesepian.”

***

Tangannya bergetar sambil memegangi secarik kertas putih gading.

Teruntuk Sunoo, buah persik yang manis.
Pria tua ini hanya memberimu gitar kecil yang tak seberapa.
Melihatmu pagi itu benar-benar menjadi hal pertama yang membuatku sadar jika putriku benar-benar telah dewasa, dia pergi untuk dunia barunya. Dan aku egois, aku tamak nan serakah. Padahal sejak lama kulihat matanya selalu berkata kalau dia ingin hidup bahagia.
Ne, Sunoo-ya, berbahagialah bersama kedua orang tuamu.
Berlibur dan bersenang-senanglah.
Ayahmu, juga Ibumu tak perlu mencemaskan diriku lagi.
Aku bersyukur dapat melihat cucuku meski satu kali sebelum mati. Cucuku semanis itu, dia seperti embun pagi. Suaranya seperti kicau burung, bagaimana pundaknya turun memberi salam begitu indah. Seperti hangatnya mentari.
Ne, Sunoo-ya, kau harus berbahagia.

Sunoo tidak paham kenapa gitar yang tempo hari dibeli oleh seorang pria tua di En-Fever kini ada bersamanya. Sunoo juga tidak paham apa maksudnya. Ia lekas berjalan menuju perapian sambil membawa gitar tersebut.

Eomma, Appa, apa ini? Apa maksudnya?” tanya Sunoo sambil menatap nanar.

“Maaf jika selama ini kami tak pernah bicara banyak. Kemarilah, Appa, Eomma ingin memeluk Sunoo.”

Beragam cerita mulai ia dengarkan, air matanya merinai, kesedihan membeludak di dalam hatinya. Namun, ia justru merasa bahagia, ada perasaan lega yang asing dalam benaknya. Sunoo melihat senyuman juga tangisan yang lain dari kedua orang tuanya. Tangisan haru yang mendalam. Sunoo memeluk kedua orang tuanya.

“Berliburlah berdua, nikmatilah kebahagiaan kalian. Jika kalian ingin kembali menikah, menikahlah, aku akan senang sekali jika orang-orang akhirnya mengetahui cinta tulus dan setia kalian, tapi izinkan aku tetap begini. Cukup Appa, Eomma, Sunghoon hyung, Jay hyung, dan En-Fever untukku, karena kalian akan selalu jadi bagian dari dunia baruku. Aku bahagia untuk ini. Aku selalu menantikannya, aku ingin bahagia bersama mereka!” ungkap Sunoo.

“Aku ingin terbang bebas, tapi bukan berarti aku ingin orang-orang mengenalku ketika berjalan sebagai anak seorang bintang. Aku merasa cukup dikenali sebagai anaknya DongSan Appa, Tae Ri Eomma. Anak kalian berdua.”

“Emm, terbang, berjalan, dan berlayarlah ke tempat yang kau mau, karena kau akan selalu jadi Sunoo-nya Eomma dan Appa!”

Sunoo mengangguk dengan antusias.

Draft book 2 : 5 Mei 2023
Publikasi : 9 Mei 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top