-02. Harapan, Pertemuan-

Bunga bermekaran. Aroma semi yang magteh membuat siapa saja betah berlama-lama berjalan kaki sambil menikmati manisnya udara Seoul pagi ini di bawah langit yang biru cerah.

Jam menunjukkan pukul sembilan. Sunoo berencana bertemu dengan ayahnya di salah satu gedung agensi terkenal di Korea. Agensi besar dengan ragam aktris, aktor, grup dan solois. Sebuah gedung mewah di pusat Kota Seoul dan butuh waktu satu jam jalan kaki dari rumah menuju tempat itu. Khusus hari ini Sunoo diantar Eomma itupun hanya sampai jalan raya di depan, sisanya Sunoo harus jalan kaki selama lima belas menit.

Namun, ia tetap tersenyum karena untuk pertama kalinya Appa tidak menolak dan tidak mengulur jawaban. Ia seketika mengatakan iya ketika Sunoo merengek.

Sunoo memperbaiki topinya, tak lupa mengenakan masker untuk menutupi wajahnya. Appa pernah berpesan, untuk jalan jauh dari rumah atau lingkungan biasanya ia harus menyembunyikan wajah manisnya. Itu karena orang jahat selalu ada. Sunoo selalu mempercayainya sampai detik ini.

Di sudut kota lainnya, Shinefate sebuah studio kelas tari—balet, hip-hop, tari tradisional sampai tari poppin—tampak tak begitu ramai. Mungkin karena beberapa anak tak mengambil kelas di hari Senin sampai Jum'at.

Sunghoon berjalan memasuki salah satu ruangan, tampak Hong Eun-Chae tengah melakukan pemanasan, ia juga ditemani ibunya Sunoo.

Oppa!” teriaknya histeris membuat beberapa penghuni kelas balet hari ini terkejut.

Sunghoon tersenyum kecil. Ia membuka penutup kepalanya dan membuka jaketnya. “Apa aku perlu ganti baju juga?” tanyanya sedikit menggoda.

“Iya, Oppa sudah berjanji. Aku merelakan jam kelas poppin' demi kelas balet untuk latihan bersamamu!” Eun-Chae memanyunkan bibirnya yang kemerahan.

“Baiklah. Aku akan ganti baju.” Sunghoon menuju ruangan kecil di sudut untuk mengganti pakaiannya.

Hong Eun-Chae, ia menatap ke arah wanita yang tengah melakukan peregangan di dekat cermin. Gadis itu mengikat rambutnya dengan rapi.

Sonsaengnim, apa kau yang membujuknya? Beberapa bulan terakhir dia terus berlatih denganmu. Aku tidak menyangka akhirnya dia mengajakku, biasanya dia menolak dan mengatakan agar aku tetap tinggal di kelas hip-hop atau poppin'.” Eun-Chae menatap sedikit keheranan, alisnya bertaut rapat.

“Dia ingin kau terus bersinar. Jadi, di kelas mana pun, dia akan mendukungmu.”

“Aku siap!” ucap Sunghoon sambil tersenyum. Ia berdiri dengan tubuh tegaknya, berdiri anggun lalu melakukan pemanasan sebelum latihan pointe.

Pemanasan untuk beberapa gerakan dimulai. Kim Tae Ri, wanita itu mampu melihat betapa serius Sunghoon berlatih di dekat adik tersebut. Itu cukup membuatnya tersenyum.

Lima belas menit dihabiskan dengan pemanasan.

Sunghoon mengulurkan tangannya pada Eun-Chae. “Mau berlatih bersama?” tanyanya, gadis itu pun mengangguk.

Alunan musik mulai diputar, kaki Eun-Chae bergerak. Bre nan halus dari kakinya diimbangi kaki Sunghoon berputar keduanya dalam posisi saling berhadapan.

Kakinya melompat-lompat kecil, sementara itu Sunghoon berdiri di balik punggungnya, ia memegangi pinggang sang adik dengan lembut. Keduanya berputar dengan anggun, sampai akhirnya Sunghoon mengudarakan tubuh Eun-Chae, mengelilingi kepalanya.

Keduanya kembali berputar. Bre, bre, bre. Sunghoon mengingat bagaimana kaki adiknya berpindah, berputar lalu melompat. Kakinya benar-benar anggun, membuat hatinya sedikit berdenyut sakit hati.

Kau selalu jadi yang terbaik. Sunghoon tersenyum.

***

Bliss, studio tua yang terletak di lantai delapan gedung agensi tersebut. Tempatnya tidak terlalu luas, tidak juga kecil. Berada di paling ujung bangunan dan menjadi paling istimewa karena hanya dimiliki oleh Kim DongSan, musisi paling dikenal di agensi ini. Berkarir sejak umur belia dan sudah mengeluarkan lebih dari seribu single dan lebih dari lima ratus album. Ia adalah solois paling bersinar yang menduduki Bliss.

Pintu diketuk, Sunoo memandang pintu ruangan tersebut. Sayangnya, tidak ada jawaban untuk beberapa waktu hingga seorang pria sekiranya tiga puluh tahunan menyapa.

“Tuan muda, lama tidak bertemu, mencari Tuan, ya?” tanya pria itu. “Ia sedang bersama Tuan Koo. Mereka sedang rapat.”

“Lalu, kapan kiranya aku bisa berjumpa dengan Ayah?” tanya Sunoo dengan tatapan memelas. “Kami sudah janjian.”

“Nanti Paman sampaikan. Kau menunggulah di kafetaria. Biasanya Tuan Kim akan makan di jam tiga atau setengah empat.”

“Baiklah kalau begitu, tapi janji, ya, tolong katakan padanya aku datang!” tutur Sunoo dengan suara tegas.

*

Berjam-jam.

Sunoo sudah duduk di kafetaria selama berjam-jam, bahkan ia sudah menghabiskan lima botol jus jeruk selama menunggunya. Kepala laki-laki itu terkulai di meja. Ia menutup kepalanya dengan topi.

Selalu begitu, batinnya berkelit.

Suara meja diketuk membuat Sunoo mendongak, mata cokelatnya yang bersembunyi di antara poni dan topi mengintip. Bersinar. Matanya berbinar ketika sosok pria yang ditunggunya selama tiga jam itu berdiri di depan matanya sambil tersenyum manis.

Appa mengecewakan Sunoo lagi, ya?” tanyanya.

Sunoo kembali menutup wajahnya, menundukkan kepalanya di meja. Ia tak menjawab, tatapan matanya cukup kosong pada pria tersebut.

“Sunoo marah? Bagaimana jika hari ini kita menghabiskan waktu di studio? Sunoo mau main piano?” tanyanya dengan senyuman manis. Sayangnya, Sunoo tidak memberikan respons.

Appa harus membelikan apa untuk rubah kecil yang sedang merajuk ini?” Ia berguyon sambil tertawa renyah.

“Setidaknya katakan jika janji itu tidak akan ditepati.”

Appa benar-benar sibuk, Tuan Koo ingin album dan single terbaru ini diusung dengan konsep yang lebih menyegarnya. Makanya, rapat dan revisinya lama. Appa sungguhan tidak bisa mengabarimu karena tak ada waktu untuk main ponsel.”

“Aku tetap kecewa.”

“Ayo, Appa akan membelikan Sunoo cokelat.”

“Aku bukan anak kecil lagi yang jika marah dapat disogok. Aku pergi ke Bliss untuk melihat Appa bermain musik. Aku ingin melihat Appa hanya itu. Nyatanya sulit.”

Pria itu mengulurkan tangannya pada Sunoo. “Appa punya sesuatu untuk rubah kecil yang manis ini!” ujarnya sambil tersenyum genit.

Sunoo memandang kusut. Kalut isi kepalanya membuat ia ingin menangis. Namun, ia tau bagaimana sikap dan sifat ayahnya. Sunoo selalu berusaha memaklumi semuanya seorang diri.

“Sunoo rindu.” Ia mendaratkan keningnya di punggung tangan sang ayah. “Sunoo ingin bermusik bersama Appa lagi.”

“Kalau begitu ayo pulang, Appa juga rindu mendengarkan suara kalimba dari tanganmu.” Pria itu membelai pusat kepala Sunoo. Kedua bola matanya bergulir pada seorang pria dan wanita di dekat jendela kaca. “Tunggulah sebentar, Ayah akan bernego.”

Sunoo menganggukkan kepalanya lembut.

“Ayo, pulang. Negosiasinya berhasil. Ayah bisa pulang bersama rubah kecil ini.” Pria itu mengusap lembut pusat kepala Sunoo. “Mianhae, Appa selalu sibuk. Sekarang Appa akan menemani Sunoo keliling Seoul.” Ia berjalan menuju pintu keluar kafetaria.

Sunoo memandang punggung pria itu. Rasanya selalu asing tetapi ia selalu merindukannya sepanjang waktu.

Sunoo kembali menyandarkan kepalanya ke meja, merasakan sepi yang menyeruduk ulu hatinya. Ia ingin menangis, tetapi untuk apa pula.

“Sunoo-ya, gajja,” kata pria itu sambil melambaikan tangannya. “Choco mint meogeoshipeosaram?

Sunoo tersenyum lebar sambil berlari ke arahnya.

Sementara itu di Shinefate, Sunghoon masih menari, kakinya setia mengikuti setiap langkah Hong Eun-Chae. Manik matanya begitu tenang, ia mendapati adiknya berlatih lebih keras hari ini. Itu membuat hatinya kembali terasa sakit.

Ia masih berputar, sesekali mengangkat sebelah kakinya lalu melompat. Begitu sampai ia terhempas setelah kakinya mendadak keram.

Sunghoon menyangga tubuhnya, mendapati adiknya meringis kesakitan. “Beristirahatlah, kau berlatih begitu keras hari ini.” Ia berisik sambil memberikan pijatan ringan di kaki Eun-Chae.

Oppa, sakit!”

“Tahan sebentar saja. Kakimu bisa bengkak kalau dipaksa bergerak. Diam dan atur napasmu.”

Eun-Chae menatap, wajah kakak tirinya itu selalu terlihat tenang. Meskipun emosinya tampak meluap-luap, ia tetap tampak tenang. Hal yang Eun-Chae sukai adalah ia selalu berusaha menjadi kakak yang terbaik.

“Sudah,” katanya. “Apa lebih baik?”

Ia mengangguk.

“Kalau begitu, lakukan pendinginan. Lepas latihan Oppa akan mengajakmu makan malam. Kau ingin makan apa?”

Eun-Chae memeluk Sunghoon sambil menitikan air mata. Ia tersedu-sedu menyesap aroma tubuh Sunghoon yang manis. Sejak kecil Eun-Chae selalu menyenangi aromanya. Ia selalu terasa hangat dan lembut. “Oppa, aku sayang Oppa!”

“Oppa juga.”

“Aku sayang Hong Sunghoon yang tampan ini.”

“Ya, ya, aku sayang Hongra cengeng yang satu ini.” Manik matanya yang hitam tegas melirik ke arah wanita di dekat cermin. Sunghoon kembali berucap, “Oppa tak akan mengecewakan orang yang paling Oppa sayang. Tak akan.”


🦊

Kita kenalan sama emak bapak Sunoo di IN series yuk!!

CR : Pinterest
Ini Mama Sunoo, gatau kek cocok aja Kim Tae Ri jadi emaknya, soalnya imut, kecil mungil, manis, tapi kalau udah muka galak itu teges banget. Jadi suka:(


CR : Pinterest
Bummm Bumm oppa!
Kita jadikan bapaknya Sunoo soalnya dua2nya sama kiut, awet muda gemesin. Apalagi pas jadi Lee Rang! Sumpah best banget.
Kim DongSan, bapaknya Sunoo.


CR : Pinterest
Adik kesayangan Hoo. Eun-Chaeya.
Kek gatau kenapa ini cocok banget jadi adiknya Hoon. Aku suka banget Nona Hong ini, pertama liat dia tuh kek imut aja. Dulu di awal cerita Ignite sebenarnya adiknya Hoon itu bukan Eun-Chae tapi Kim Yu Jong, si artis kecil itu. Di cerita end pun masih pakai Yu Jong, cuma pas aku rewrite kayaknya kok Kim dan Park semua, kesannya kayak berputar di situ. Akhirnya pas Le Sserafim debut dengan mini albumnya, aku kepincut Eun-Chae dan Chaewon Akhirnya aku pakai mereka berdua sebagai adik Hoon dan kakak Jay. Chaewon juga awalnya itu aku pakai Jisoo BP, sama-sama Kim Jisoo tapi karena Jisoo kesannya lembut dan nggak bawel aku ubah ke Chaewon. Begitulah sekiranya kenapa para cast ini aku pakai dalam bentuk rewrite.

NNah ini Yu Jong.

Draft book 2 : 30 Maret 2023
Publikasi : 22 April 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top