Untuk Para Juri, Apakah Benda Punya Hati?
"Hari ini mau melakukan apa, ya?" ucapnya. Seorang lelaki tampan, anggun, juga memiliki tubuh yang indah. Dia sering mengenakan jubah merah muda mawar. Pemilik rambut keriting yang indah menjulai pada tengah dadanya. Sangat hati-hati sekali, dia terhadap mahkota, maksudku rambut, di kepalanya.
Seorang yang kuceritakan ini adalah seorang yang menggunakanku dengan baik. Penuh dengan gairah tapi juga malas, sering sekali dia menunda pekerjaannya. Namun, tidak apa, aku selalu suka bersama dengannya. Menggoreskan tubuhku pada kanvas, ah menyenangkan. Dia adalah Leonardo da Vinci dan aku adalah kuasnya.
Pagi ini seperti biasa aku tidur bersama peralatan lukis lainnya, aku tidak terlalu kenal namanya. Namun, beragam sekali tugas mereka. Ada yang digunakan untuk sketsa awal, ada yang digunakan sebelum aku, ada yang digunakan setelah aku. Pemilikku sangat lihai memainkan kami semua ketika membuat suatu karya meskipun kadang ada detail yang terlewat olehnya. Aku tidak tahu, aku merasa seperti tangannya semakin lama, semakin tidak luwes digerakkan. Mungkinkah dia sedang sakit?
Sambil menunggu pemilikku menjalankan aktivitas rutinnya seperti meminum secangkir kopi dan roti, melihat-lihat karyanya yang lain, atau sekadar duduk bersantai sambil entah apa yang sedang dipikirkannya. Aku selalu menunggu dirinya di sini, sampai dia mau menggunakan aku kembali.
Akhirnya tiba juga waktunya, dia mengambil aku yang sedang berbincang dengan peralatan lainnya soal saat-saat paling mendebarkan ketika pemilik kami menggunakan kami. Penggaris berkata, dia paling suka saat pemilik kami menggambar garis sketsa, garis yang tegas dan mewah. Penghapus paling suka menghapus sketsa, sebelum aku mengacaukan semuanya. Sebelum aku dan cat mengacaukan semuanya, membuatnya tidak bisa dihapus. Pensil paling suka melihat penghapus menghapus jejaknya di kanvas. Membuatnya ingin tertawa saja, karena sudah merepotkan penghapus, tapi nyatanya penghapus sangat suka melakukannya.
Dia mengambil aku dan mencelupkanku ke dalam air. Memijat bulu-buluku, membersihkan sisa cat yang tebalnya bukan main dan juga kering karena dia sering sekali menunda. Dia terus membersihkanku dengan sepenuh hatinya, terkadang senyuman kecil muncul sebagai penghias di wajahnya yang tampan itu. Membuatnya semakin indah terlihat. Sambil menyesap secangkir teh, dia masih berjuang membersihkan. Kadang keringat muncul pada pelipis. Membuatnya terlihat seperti seorang pekerja keras yang lembut.
Aku telah bersih dari sisa cat yang tebal. Dia mengelapku, mengeringkan sisa-sisa air pada bulu-bulu lebatku. Membuatnya semakin halus, lembut. Tak akan aku salahkan, ketika masih ada beberapa titik cat yang bandel, masih melekat pada bulu-buluku. Biarlah itu menyatu pada cat berikutnya lalu melekat pada kanvas.
Dia kembali mengambil aku dan mencelupkan aku pada cat yang sudah ditaruh pada palet. Palet berkata, ini adalah bagian pertama yang paling menyenangkan, ketika Leonardo menaruh cat pada dirinya. Kedua tentu saja ketika aku dan cat mulai bersetubuh, digesek penuh gairah. Palet merasakan dan terus merasakan sampai hormon bahagia melompat tinggi ke angkasa. Bergesek dan bergesek, warna yang semula satu melebur menjadi banyak sampai ada saja warna yang tidak aku ketahui dan ajaibnya warna itu kelak menyatu pada kanvas dan menjadi sesuatu yang terlihat nyata.
Dia mulai membuatku bersetubuh dengan kanvas, kami bertiga bercampur dan menjadi padu. Warna merah yang baru saja digoreskan membuatku mengenang akan karya-karya sebelumnya. Dia menggunakan warna merah sebagai awal dari segalanya. Entah apa yang ada di pikirannya. Dia membuatku kembali merasakan warna lain. Kali ini biru, dicampurlah warna itu pada merah yang masih basah. Seolah menggeliat, tak lama kedua warna itu menciptakan warna yang gelap.
Leonardo menarik garis ke atas, entah apa yang akan dibuatnya. Beberapa warna dicampur, dipadukan membentuk warna baru yang tidak dia punya. Dia kemudian mencampur warna putih untuk memberi sedikit efek cahaya. Lalu membuatnya sedikit gelap.
Terlihat dari sini, cahaya matahari sudah semakin panas. Keringat semakin membasahi Leonardo. Dia menghentikan kegiatannya dan beranjak ke kamar mandi. Tak lama, dia beranjak ke dapur untuk mencari beberapa makanan. Terdengar suara peralatan dapur yang hidup, mereka terdengar saling tertawa, bercengkerama satu sama lain. Lalu terlihat Leonardo membawa piring dengan makanan yang tidak begitu terlihat jelas, dia juga membawa segelas air putih.
Aku menyaksikan dirinya makan dengan damai. Seolah tak ada pekerjaan yang menantinya. Seolah tidak ada aku yang dia tinggalkan. Tak ada bulu-buluku yang mulai mengering karena ulah cat yang tidak dapat bertahan tanpa adanya air. Namun, kami selalu setia menunggu dan pemandangan ini tidak begitu buruk. Maksudku, seniman memang sangat membutuhkan asupan untuk memperlancar otak mencari inspirasi atau sekadar bertahan hidup.
Setelah menghabiskan makanannya, Leonardo pergi tidur di kasur tercintanya. Cinta Leonardo yang selalu diucapkan sebelum tidur terbalas juga. Akhirnya, sang kasur mengatakan hal yang serupa. Dia mencintai Leonardo, karena di sanalah tempat Leonardo melepas lelah. Belakangan ini, dia dan kasurnya sangat dekat dan intim saking seringnya mereka berduaan entah siang pun malam. Dia banyak juga berpikir di sana.
"Tidak ada yang sempurna," ucap kasur. Kiasan dari kalimat, "Seorang seniman juga pemikir, menggunakan otaknya dengan sangat berat. Mereka juga membutuhkan istirahat yang panjang. Jadi, tidak ada yang salah dari beristirahat sejenak ataupun lama."
Aku pernah dengar, Leonardo lahir dari hubungan di luar pernikahan. Namun, itu tidak membuatnya ragu menjalani kehidupan. Dia justru terbebas dari kewajiban meneruskan pekerjaan ayahnya yang menjadi seorang notaris dan memilih menjadi seorang pelukis, arsitek, pemahat patung, penulis, bahkan filsuf! Dia seolah tidak membiarkan hidupnya mendikte apa yang ingin dia lakukan.
Aku memang belum pernah melihat tulisannya. Namun, aku tahu dia menuliskan sesuatu yang luar biasa, terlihat dari raut wajahnya yang begitu serius. Aku pun sering sekali melihat dia keluar rumah membawa pahat untuk patung. Aku mendengar sendiri pembicaraan para pahat itu. Mereka terlihat sedikit sedih. Mungkinkah karena Leonardo memiliki pesanan patung tapi belum jadi juga sampai sekarang?
Pena itu berteriak girang, Leonardo kembali menuliskan sesuatu. Aku masih setia menantinya untuk menyelesaikan lukisannya. Berbicara soal lain, aku baru tahu kalau aku bisa bicara. Ada makhluk bernama juri di luar sana yang memintaku menceritakan sedikit keseharianku bersama pemilikku dan teman-teman yang lain. Aku memang benda mati, tapi aku punya perasaan yang kuat kepada pemilikku.
Atas nama lukisan yang belum terselesaikan. Sampai kapannya aku tidak tahu, tapi aku selalu menantikannya dan berharap waktunya sebentar lagi. Aku ingin bertanya pada para juri di sana, apakah kalian percaya kalau benda punya hati?
Menggambarkan perasaan Leonardo sepanjang hari membuatku sadar bahwa mungkin saja benda bisa merasakan sama halnya manusia. Siapa yang tahu? Sampai jumpa lagi. Sekian ceritaku.
Tamat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top