The Possesive Door
Aku adalah benda olahan kayu jati yang beruntung. Berbeda dengan kayu-kayu lain, aku dibuat oleh seniman yang merangkap sebagai pembuat lemari untuk orang-orang darah biru. Ukiranku rumit, dicat dengan warna cokelat elegan, memiliki kenop dan engsel pintu yang terbuat dari emas. Aku dilirik oleh seorang pembuat kapal. Karenanya, aku punya teman; lemari-lemari bergaya, berukiran, berwarna, berkenop, dan berengsel sama denganku. Kami dibeli dan dibawa ke sebuah kapal, ditempatkan di ruangan-ruangan berbeda bergaya klasik yang hanya para bangsawan yang bisa ke sana. Aku ditempatkan di salah satu kamar tidur para Kelas Atas penumpang kapal Titanic.
Silih berganti aku dipegang oleh orang-orang yang tidur di kamar itu. Aku memperhatikan mereka, memperhatikan cara mereka minum teh dan memegang sendok, juga memperhatikan hembusan cigaret yang keluar dari mulut mereka. Pengisi kamar itu selalu berganti-ganti jika kapal telah sampai di dermaga. Penumpang yang kulihat pun berbeda-beda. Terkadang ada yang tengah dimabuk asmara, tengah menangis menyesali nasib pernikahannya, sedang marah-marah pada istrinya—di depan anak mereka, dan ada juga berkehidupan normal layaknya seorang bangsawan.
Hingga kamar ini dihuni oleh seorang wanita muda. Dia cantik, kuanggap seperti rakyat biasa meski pakaian yang ia pakai adalah pakaian bangsawan. Mengapa aku menganggapnya begitu? Gadis itu merokok, tidak memiliki jiwa keibuan, nada bicaranya tidak seperti anak bangsawan. Namun, itulah yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Jarang ada bangsawan perempuan yang berperilaku begitu, khususnya penginap di kamarku ini.
Namanya Rose Dewitt Bukater, sesuai panggilan wanita tua yang kutebak merupakan ibunya. Rose dan ibunya pisah kamar. Aku menebak kalau hubungan mereka kurang akrab.
Rose adalah nama yang cocok untuk wanita camtik berdarah bangsawan yang menurutku tidak seperti bangsawan perempuan. Mawar cantik yang berduri, kata-kata inilah yang cocok menggambarkan dia. Ia jelita, tapi sepertinya tak sembarang orang yang bisa mendapatkannya. Kalau hendak meraihnya, mereka harus disakiti dulu oleh 'duri-duri' Rose. Aku penasaran bagaimana jika aku juga menjadi salah satu dari 'duri-duri'-nya guna melindunginya.
Beberapa jam kemudian, aku menyadari kalau Rose tidak kembali dari kamarnya setelah pergi makan malam. Kudengar ada keributan meriah di tempat yang kutebak merupakan lantai dasar kapal yang dihuni para Kelas Bawah. Sekali Rose kembali, mulutnya tercium bau alkohol. Menyengat—aku tak menyukainya, dan dia digendong seorang lelaki—aku juga tidak menyukainya. Untunglah laki-laki itu tidak mengapa-apakan penghuni kamarku yang ayu itu. Dia pergi setelah menyelimutinya, tidak membuka bajunya untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Aku muak dengan wajahnya. Jika saja aku manusia, maka aku akan membunuhnya.
Kurasa Rose tidak tertarik dengan lelaki gembel yang jika digambarkan ketika dia masih kecil, mirip seperti pengembala domba menyedihkan itu. Rupanya dia tertarik! Terbukti saat dia membawa laki-laki itu ke kamarnya dan si lelaki yang ia panggil Jack hanya bingung disodori sebuah buku dan sebatang pensil. "Kau seniman, 'kan? Bisakah kau menggambarku?" tanya Rose. Jika dia hanya bertanya, tidak mengapa. Tapi, dia menanggalkan semua pakaiannya hingga Jack terbelalak dan aku memuji punggung dan bokongnya. Dia berbaring di atas sofa, memosisikan tubuh, Jack menggambarnya dengan sesekali meneguk ludah dan Rose sama sekali tidak keberatan pria kelas bawah itu melihat tubuhnya untuk digambar. Tuhan, utuslah malaikat untuk membuka kunci pintu kamar yang dikunci, kumohon.
Aku muak, sangat muak.
Aku berkali-kali melihat Rose telanjang, tepat di depanku saat dirinya mengganti baju, tapi aku tidak suka dia telanjang saat aku dan lelaki lain bisa melihatnya secara bersamaan.
Itu membuatku membenci Jack dan menyumpahinya agar mati entah dibunuh orang dan dijatuhkan ke laut yang dingin, atau disiksa keluarga Rose yang berada. Karena lelaki itu, Rose tak kembali lagi ke kamarnya. Aku tak bisa mendengar dengkurannya lagi, tak bisa mendengar sumpah serapahnya kala pagi telah tiba, tak bisa melihatnya telanjang, sendirian. Sialan kau, Jack. Persetan! Sampai akhirnya aku mendengar sesuatu di depan kamar Rose. Beberapa orang berencana hendak membunuh Jack dan menikahkan paksa Rose kepada lelaki yang mereka panggil dengan nama Caledon—atau Cameron? Entahlah.
Aku senang karena Jack akan dibunuh dan pembunuhannya itu akan ditutupi dengan Titanic yang dibuat menabrak gunung es beberapa kilometer ke depan dengan sengaja. Akhirnya ada orang yang mengerti perasaan benda mati yang mati hanya ketika dibakar atau digigit rayap ini.
Beberapa jam kemudian, suara berdentum terdengar tiba-tiba. Penghuni kapal geger, seluruh tempat bergetar. Segala gelas, teko, dan benda dari keramik yang ada di kamar jatuh, pecah berserakan.
Ada perasaan takut saat semua itu terjadi terlebih aku merasa kapalnya terbelah dua. Aku condong ke kiri sebelum melayang di udara hendak jatuh. Aku melihat orang-orang berjatuhan di depanku, menghantam keras tiang-tiang kayu kamar hingga terdengar bunyi krek dari tulang pinggang atau tulang leher mereka. Dunia sekejap menjadi vertikal dan kapal turun perlahan-lahan ke dalam air. Semenjak itu, waktu kurasa diperlambat.
Bunyi benda-benda yang dijatuhkan ke dalam air terdengar, membuatku cemas. Aku tak tahu apakah aku bisa muncul dari permukaan air atau tidak. Aku, 'kan, kayu berat, didesain bukan untuk rumah orang-orang kelas bawah yang rumahnya sering dilanda banjir.
Hingga waktu kembali normal dan diriku terpecah menjadi beberapa keping, begitu mengerikan. Kayu-kayu di bagian bawahku hilang, entah ke mana mereka terlempar. Jika aku punya mulut, maka aku akan berteriak histeris setelah habis menghantam keras tiang kamar hingga patah.
Aku tenggelam sejenak di air, ditekan kapal. Aku menggeser posisiku perlahan-lahan dari sana, berhasil. Aku naik ke permukaan, tak menyangka kayu berat ini bisa mengambang di atas air. Aku mengikuti arus laut, mencoba mencari Rose untuk menyelamatkannya. Akhirnya aku menemukannya! Aku bergegas menghampiri dibantu angin laut.
Gadisku itu memeluk leher seseorang yang setelah kulihat merupakan lelaki yang aku benci. Jack berenang melawan dinginnya laut demi Rose yang menggigil tak kuat.
Dia meraihku. Ew! Tangan kotormu tak cocok menyentuh benda semewah diriku. Dia menjatuhkan Rose di atasku. Napas yang ngos-ngosan pertanda menggigil membuatku bergairah untuk menghangatkannya seandainya aku adalah seorang pria. Jack menekan-nekan diriku, memeriksa apakah diriku muat menahan beban sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara, sebelum berusaha naik guna menyelamatkan diri.
Sayangnya, Jack, aku lebih suka kau mati akibat kedinginan air laut. Aku menambah tekanan diriku hingga Jack yang ingin naik tak jadi karena terjatuh. Rose hampir menyentuh air lagi jika aku tidak segera mendatarkan diriku di atas permukaan air.
"Carilah kayu lain, Jack!" suruh Rose, dengan nada memohon. "Aku tidak ingin kehilanganmu."
Jika aku punya mulut, maka aku akan berdecak. Jika aku punya mata, maka aku akan memutarnya sebagai bentuk merendahkan.
"Maaf, Rose, kurasa aku harus berakhir di sini," jawab Jack, mengerang sebentar yang membuat Rose yang setengah menggigil panik. "Apa lukanya baik-baik saja?"
Semua luka pasti akan disangkut-pautkan dengan darah. Aku terbang ke beberapa jam yang lalu, saat sekelompok orang berencana membunuh Jack. Apakah luka itu hasil dari rencana mereka?
Kalau iya, rasakan! Kenapa kau tidak dilukai sampai mati saja, Tolol!
"Aku akan baik-baik saja," katanya, untuk beberapa detik. "Rose, aku rasa aku harus pergi. Aku tak bisa bertahan lebih lama lagi."
Rose terbelalak. "Jack, kau bisa bertahan. Kayu ini kuat, kok. Naiklah."
Sekali lagi, Jack menaikiku, tapi aku tidak sudi—kubuat oleng diriku hingga dia tercebur kembali ke laut yang dingin.
"Bahkan kayu pun tidak merestui cinta kita, Rose!" pekik Jack yang kemudian menangis. Rose ikut menangis. "Aku tidak bisa ikut denganmu. Maafkan aku."
"Tidak, jangan tinggalkan aku. Aku sudah nyaman denganmu. Apa yang bisa kulakukan tanpamu setelah ini?"
Bego! Kau bisa melakukan apa saja tanpa pria kelas bawah ini, Tolol!
"Sepertinya hanya kayu ini yang bisa menahan seseorang untuk tenggelam. Kayu lain tidak." Jack mengedarkan pandangan ke sana-sini, memperhatikan dengan jeli keadaan kayunya. "Biarkan kayu ini untukmu saja." Jack mengelus wajah Rose yang dipenuhi air mata. Rose menangis makin deras, menggeleng-geleng, lalu meraih wajah Jack, dan mencium bibirnya.
Rasanya saat itu mau kujatuhkan saja Rose dari papanku karena aku sudah muak dengannya. Dia berciuman dengan Jack tepat di atasku. Air mata mereka jatuh ke papanku sebelum berbaur dengan air laut yang naik-turun.
"Biarkan aku pergi," kata Jack untuk yang terakhir kalinya. "Aku tidak cocok bersanding denganmu lebih lama lagi. Aku tidak pantas untuk seorang yang kaya. Jadi, biarkan aku pergi."
Akhirnya, Jack memutuskan menenggelamkan dirinya sendiri, membuat Rose menangis kencang karena menyesal tak menahannya. Aku bersorak senang, Jack akhirnya pergi dari Rose. Untuk beberapa jam ke depan, Ros akan berbaring di papanku sampai tim penyelamat datang.
Tim penyelamat pun datang dan mengangkut tubuh Rose yang terkulai lemah. Aku kira mereka juga akan mengangkatku, ternyata tidak. Kapal bermesin yang salah satunya berpenumpang Rose pergi menjauh dariku, membiarkanku terapung-apung sendirian dalam kekecewaan. Hingga aku terdampar di sebuah pantai yang menyebabkan diriku diambil dan dipotong-potong hingga menjadi dinding sebuah rumah kumuh. Ew! Aku tidak menyukainya! Tapi mau bagaimana lagi?
Kisah ini sudah pasti tidak akan ditulis karena berasal dari benda mati, kecuali ada studi yang membahas tentang cara mendengarkan kisah-kasih benda mati. Titanic tidak seperti yang diceritakan, Titanic memiliki ceritanya sendiri. Atau sebenarnya ini bukan kisah dari Titanic atau Jack dan Rose, ini kisah dari sebuah pintu yang posesif. Apa pun itu , aku tidak ingin menceritakannya kembali. Diriku sudah menjadi partikel-partikel kecil di udara akibat kebakaran akan rumah yang kusebut kumuh tadi.
Bukannya berakhir di museum, aku malah berakhir menjadi debu. Menyebalkan!
SELESAI
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top