Patah Dua

Seorang gadis berambut panjang berwarna kecokelatan masuk ke dalam sebuah toko antik, aku sangat berharap dia melihatku dan membawaku dari toko antik ini. Wajahnya begitu meneduhkan ketika aku memandangnya, sekilas bibirnya selalu tersenyum namun aku melihat ada sorot kesedihan di dalam netra beningnya. Dia berjalan ke arahku, aku sudah menantikan sejak lama jika akan ada seseorang yang akan meminangku dan membawaku keluar dari toko antik ini setelah sekian tahun. Namun sangat disayangkan gadis berambut panjang berwarna kecokelatan itu melewatiku, aku berusaha menjatuhkan diri ke lantai dengan susah payah dan akhirnya.. aku terjatuh.

"Pak kuasnya jatuh," ucapnya seraya memungutku dari bawah lantai.

"Taruh saja di sana!"

Gadis itu menatapku dengan bibir tersungging ke atas. "Kuas yang cantik, tapi sayang aku tidak bisa melukis."

Sudah berapa lama aku tertidur di toko antik ini, mungkin sudah bertahun-tahun tapi entahlah, aku ingin bangun dan menyapu bulu-bulu halusku di atas kanvas, tapi tak ada seorang pun yang mau menggunakanku. Aku terbuat dari kayu kecil dan memiliki bulu halus di ujung yang sering di gunakan oleh orang untuk membuat sebuah karya, karya yang indah dan bahkan karya itu bisa di jual dengan harga yang fantastis.

Gadis berambut panjang berwarna cokelat menyimpanku kembali di antara benda-benda antik yang ada di toko. Semua benda yang ada di dalam toko menertawaiku mereka mengejekku karena sudah bertahu-tahun lamanya tidak ada yang mau membeliku, tapi aku tidak mempedulikannya karena aku sudah terbiasa dengan ejekan mereka.

Sehari setelah gadis berambut panjang berwarna cokelat datang ke toko, aku berharap dia kembali ke toko dan membawaku, tapi gadis itu sama sekali tidak terlihat batang hidungnya, aku terus menatap pintu toko berharap akan ada yang membukanya, pucuk di cinta ulam pun tiba, seorang pria muda gagah dan tampan masuk ke dalam toko sepertinya sedang mencari barang antik. Netra hitam pria muda itu terus menyapu lemari yang berisi benda-benda antik, semua benda yang ada di dalam toko harap-harap cemas, karena mereka juga ingin segera keluar dari dalam toko termasuk aku. Aku senang ketika pria muda itu berjalan mendekatiku, jantungku berdebar tidak karuan namun sangat disayangkan lagi-lagi pengunjung itu melewatiku dia mengambil jam weker antik yang ada di sebelahku. Terlihat jam weker itu tersenyum bahagia kepadaku, tapi tidak dengan diriku, aku hancur harapanku selalu menjadi sia-sia kapan akan ada orang yang akan meminangku dan menggunakan bulu-bulu halusku di atas kanvas, aku sudah rindu bermain dengan cat air, valet cat dan kanvas teman setiaku.

Orang-orang yang masuk ke dalam toko barang antik, bisa dihitung dengan hitungan jari. Mereka yang masuk ke dalam toko barang antik mungkin pencinta barang-barang antik, sudah seminggu semenjak kepergian jam weker belum ada lagi pengunjung yang masuk. Dulu aku begitu di puja dengan bulu-bulu halusku, aku bisa membuat seseorang menjadi pelukis terkenal. Siapa yang tak kenal dengan pelukis dan arsitek ternama Leonardo Da Vinci berkat keahliannya dan juga sapuan bulu-buluku lukisan hasil karyanya terkenal ke seluruh penjuru dunia, tapi kini semenjak ketiadaannya pada tanggal 2 mei 1951dan di makamkan di Kapel St. Hubert di kastil Amboise, Perancis. Aku tergolek di toko antik seperti tidak berharga. Hasil goresan tangannya di atas kanvas yang berjudul monalisa begitu terkenal ke seluruh dunia bahkan harganya tidaklah main-main, pecinta seni lukis rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya untuk lukisan monalisa karya Leonardo da Vinci, sampai saat ini belum ada yang menyamai kedudukan Leonardo Da Vinci, terbukti dengan adanya aku yang masih berada di dalam toko antik ini. Siapakah nanti yang akan meneruskan menyapu bulu-bulu halusku di atas kanvas seperti Leonardo Da Vinci? Ah, apa aku hanya bisa bermimpi? Memimpikan sosok Ledonardo Da Vinci versi baru.

Segerombolan anak berseragam putih-abu masuk ke dalam toko antik, mereka tertawa riang ketika menginjakkan kaki ke dalam toko, seperti biasa harapan baru muncul dalam benakku, aku berharap mereka seperti Leonardo Da Vinci yang mencintai seni lukis, yang akan menyapu bulu-bulu halusku di atas kanvas.

"Pak, kita cari guci antik yang bagus untuk hadiah ulang tahun guru kita, ada tidak?" ucap salah satu dari mereka, seketika aku merasa remuk redam karena mereka tidak sedang mencariku. Segerombolan anak berseragam putih-abu itu terus bercanda tanpa peduli aku yang ingin segera bebas dari toko antik ini. Mereka sama sekali tidak melihat benda di sekitar mereka selain benda yang mereka cari.

Pemilik toko antik mengeluarkan guci antik dari dalam lemari yang terbungkus oleh sebuah kardus, ketika pemilik toko itu mengeluarkan gucinya dari dalam kardus semua mata tertuju padanya begitu cantik dan indah. Gucinya berwarna merah muda dengan corak bunga-bunga, guci itu tersenyum padaku, senyuman yang ramah yang ditunjukkan padaku. Aku balas tersenyum padanya ini adalah kali pertama aku melihatnya karena pemilik toko tidak pernah mengeluarkannya dari dalam lemari, tapi beruntung guci itu tidak perlu di pajang lama sepertiku, tapi guci itu sudah ada yang mencari dan meminangnya.

Penantian yang cukup lama agar aku bisa keluar dari toko antik ini, menanti seseorang yang akan menggunakan bulu-bulu halusku di atas kanvas, tapi sepertinya penantianku hanya sebuah angan yang semu tidak ada orang yang mau meminangku, di era yang serba modern seperti sekarang orang-orang lebih suka membeli hasil karya instans, baik karya seni dua dimensi atau pun tiga dimensi, dibandingkan mereka harus susah payah membuatnya.

"Lebih baik aku tidur."

Aku mulai memejamkan mataku, karena aku tidak mau lagi terlalu berharap akan ada orang yang akan meminangku, aku seperti putri salju yang tertidur panjang, entah sudah berapa hari aku tidak membuka mata, aku sengaja karena aku tidak mau lagi berharap akan ada orang yang akan meminangku dan membawaku pergi keluar dari toko antik ini. Tapi tiba-tiba saja aku merasa tubuhku bergoyang-goyang, aku masih enggan untuk membuka mata, semakin lama aku merasa tubuhku terombang-ambing kesana kemari, aku berusaha untuk tidak terpancing dan tetap memejamkan mata, namun sangat disayangkan hantaman itu begitu keras hingga aku terpaksa harus membuka mata, sayup-sayup aku melihat dua orang anak laki-laki kembar memakai seragam TK sedang beradu mulut dan aku berada di tengah-tengah mereka.

"Aku yang melihatnya lebih dulu!"

"Tidak, aku yang lebih dulu!"

"Aku—"

"Aku—"

"Berikan padaku!"

"Tidak mau!"

Anak kembar itu beradu mulut dan tidak ada yang mau mengalah, mereka berdua menarik-narik aku hingga aku sampai pada akhirnya...

Tek

Suara berderak terdengar aku patah menjadi dua.

SELESAI

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top