Ma Reine, Mon Amant

Disclaimer : beberapa bagian dari cerita ini kuambil dari fakta-fakta Marie Antoinette yang ternyata berbeda dari yang diketahui sebelumnya, ibarat fakta bahwa Daendels sebenarnya menggaji pekerja jalan, tapi gaji itu dikorupsi oleh para petinggi. Sekitar 40% bagian cerita ini fiktif belaka (dari bagian menuju akhir sampai bagian akhir).

--*--

Jika ada seorang manusia yang selalu berkata bahwa tak pernah dia meminta untuk dilahirkan, maka bukankah aku juga boleh untuk berkata bahwa aku tak pernah meminta untuk diciptakan?

Aku cantik, namun berbahaya. Berwarna biru tua elegan dengan hiasan putih berkilauan yang membingkai wajah. Seandainya aku manusia, aku sudah pasti merasa tidak berguna di dunia ini. Acapkali aku berada di tangan seseorang, atau digantungkan di leher seseorang, pada akhirnya nyawa orang tersebutlah yang digantung karena kesalahanku. Sudah ada beberapa manusia yang sial dan kehilangan nyawa karena memilikiku.

Namun, di antara manusia-manusia tersebut, aku memiliki manusia favorit.

"Tuan Berlian terlihat cantik sekali, seperti biasa," ucap seorang gadis muda sambil mendekapku. Dia sangat cantik, dan mewah. Sebuah kehormatan bagiku untuk didekap oleh gadis secantik ini, apalagi dia menyandang gelar Ratu Perancis di usianya yang masih muda.

Namanya Maria Antonia Josepha Johanna. Namun, dia mengganti namanya menjadi Marie Antoinette setelah datang ke Perancis. Sambil menatapku dengan kedua netra cantiknya, sementara itu aku balas menatap wajahnya yang rupawan, dia bercerita bahwa dia orang Austria. Lalu, dia menikah dengan Louis XVI di Perancis dan menjadi putri mahkota. Baru setelah itu dia diangkat menjadi ratu.

"Di sini sangat menyenangkan." Marie membawaku berkeliling kamarnya. Ada begitu banyak kue, sepatu, dan perhiasan lain selain diriku. "Saat menjadi ratu, Anda harus banyak menjaga penampilan. Layaknya berlian seperti Tuan, harus rajin dipoles agar tetap cantik."

Dia mengatakannya sambil menatap bayangannya di cermin. Tak lama setelah itu, dia bercerita bahwa suaminya orang yang kaku. "Raja Perancis itu seperti tak bernyawa, dia tak seru! Raja sangat pemalu, tapi saya istrinya, 'kan? Raja senang berburu, jadi saya akan belajar menunggang kuda agar lebih dekat dengannya," katanya.

Setelah itu, sambil memakaiku, dia belajar menunggang kuda. Orang-orang istana memberinya keledai karena kuda terlalu bahaya bagi ratu. Ratu pun pergi bersamaku ke hutan dengan menunggangi keledai yang tenang dan penurut. Sebagai seorang ratu, dia ditemani oleh para pengawal. Padahal, aku tahu. Dia sangat ingin bercerita secara pribadi padaku, cerita apapun itu. Dengan berdua saja bersamaku, dia bisa membuka perasaannya. Bahkan, dia bisa menangis di hadapanku, sambil mengusapku dengan lembut.

Marie adalah orang yang periang, senang bersosialisasi, berjudi, dan berpesta. Tipikal ekstrover apabila kau menggunakan istilah orang pada zaman modern ini. Sebaliknya, Sang Raja Perancis adalah sosok introver yang tak seru bagi Marie. Tentu, orang-orang akan beranggapan bahwa Sang Raja adalah orang yang kesepian, dan Sang Ratu tentu saja tidak kesepian sama sekali karena punya banyak teman bangsawan. Namun, aku tahu apa yang tidak diketahui oleh orang lain.

Marie aslinya sangat kesepian.

Dia bisa saja tertawa di luar, tetapi suka menangis di dalam kamarnya. Orang-orang di luar istana tidak menyukainya. Keuangan negara terus memburuk setiap saat, dan dia dijadikan kambing hitam karena dianggap tak peduli pada rakyat jelata. Bukannya Marie tak peduli, tapi dia hanya ingin menyesuaikan dengan budaya istana.

"Sebanyak apapun teman saya, hanya Tuan yang bisa mendengarkan saya." Marie mengecupku lama, lalu mengelusku lagi dengan lembut. "Orang-orang di luar sana menyebarkan pamflet yang membuat hati saya teriris. Mereka menyalahkan gaya hidup saya yang seperti ini. Padahal, bukankah raja dan ratu sebelumnya juga seperti kita sekarang ini?" Dia menghela napas sejenak sebelum melanjutkan. "Ya sudahlah. Terima kasih sudah mendengarkan saya, saya menyayangi Tuan."

Setelah itu, dia mengecupku lagi, menaruhku di dalam kotak cantik yang terbuka. Membiarkan diriku melihatnya tidur semalaman.

Kalau diingat-ingat lagi sekarang, saat ini aku benar-benar merasa bersalah. Dulu Marie memercayaiku seperti itu, tanpa tahu bahwa aku mengandung kutukan. Pamflet yang disebut sejarah sebagai pamflet politik bertuliskan 'Madame defìcit' itu sebenarnya adalah peringatan. Marie sudah melewati masa-masa sulit, dan peringatan tersebut adalah peringatan bahwa dia akan merasakan hal yang lebih sulit lagi karena kutukanku.

Seiring waktu berjalan, aku selalu berdoa agar pamflet politik itu hanya angin lalu, dan provokasi bodoh agar seisi Perancis membenci ratu mereka sendiri. Bagiku, Marie adalah sosok yang berbeda dari rumor. Marie aslinya sangat penyayang, entah sudah ada berapa anak yang diadopsinya dan dirawatnya. Pernah pula suatu hari Marie melompat dari kereta hanya untuk menyelamatkan seorang petani anggur yang tertabrak kereta yang Marie tumpangi.

"Astaga, Tuan terluka!" Marie terlihat merasa bersalah, padahal pengemudi keretalah yang ceroboh. "Maafkan saya, Tuan."

Marie membiayai semua perawatannya, dan menghidupi keluarganya. Lalu ada lagi rumor kejam yang mengatakan bahwa Marie pernah menyindir rakyat jelata dengan berkata, "biarkan mereka makan kue" karena rakyat tak bisa makan roti, apalagi kue. Yang benar saja, ratuku yang berhati mulia tentu tidak akan berkata sekeji itu. Justru ratuku pernah menjual sendok dan garpu istana untuk membeli gandum pada masa sulit. Gandum tersebut diberikan untuk rakyat, sementara itu orang istana makan gandum yang lebih murah.

Waktu terus berjalan. Rumor makin menggila, kaum revolusioner semakin kuat hingga membuat Raja Louis XVI tak bisa lagi melakukan apapun. Aku melihat Marie menulis banyak surat, berusaha untuk terlihat tegar padahal dia ingin menangis keras. Dia adalah wanita paling kuat yang pernah kutemui selama aku terus berpindah Tuan.

Marie saat itu sedang menulis surat untuk Tuan Count Axel von Fersen. Laki-laki Swedia yang tampan itu, yang pernah dirumorkan menjadi pasangan senggama Marie.

"Sungguh, saya telah banyak melewati hari-hari yang berat sejak saya pertama datang ke sini," ucap Marie padaku. "Mungkin Tuan akan tahu rasanya apabila Tuan juga dikelilingi rumor yang menghancurkan hidup Tuan."

Dulu, aku tidak begitu berempati padanya, karena aku belum merasakan bagaimana rasanya menjadi Marie. Sama sepertinya, aku digambarkan sebagai sesuatu yang buruk dalam sejarah. Dari situlah aku merasakan hal yang sama dengan Marie, dan empatiku tumbuh. Aku justru merasa bersalah, seperti yang telah kuceritakan sebelumnya. Aku si Berlian Harapan yang terkutuk. Marie Antoinette, Sang Ratu Boros yang keji.

Kami sama-sama dimusuhi oleh sejarah.

"Tuan Berlian, saya sudah berfirasat bahwa saya akan mati digiring oleh orang-orang yang sudah termakan fitnah," ucap Marie. "Namun, saya tidak bisa meninggalkan anak-anak saya. Saya sangat menyayangi mereka."

Malam itu, pertama kalinya aku melihat Marie menangis sampai tersedu-sedu. Aku tahu, dia tidak ingin meninggalkan anak-anak itu. Anak-anak yang diadopsinya, yang telah dia anggap sebagai darah daging sendiri. Aku pun telah menganggap wanita kuat ini sebagai sahabatku dan cinta pertamaku. Aku tidak mau dia meninggalkanku.

"Baik-baiklah di sini, Tuan," ucap Marie sambil mengembalikanku ke tempat penyimpanan perhiasan. "Tuan Count Axel von Fersen akan membantu kami dalam menyelamatkan diri. Saya akan baik-baik saja."

Setelah itu, aku tak lagi mendengar kabar darinya. Yang kuingat, aku hendak menanyakan hal ini padanya.

"Apakah Yang Mulia Ratu benar-benar jatuh cinta pada Tuan Count?"

Sayangnya, aku tidak bisa berbicara. Aku hanyalah benda yang berusaha untuk mendapatkan hati seorang Marie Antoinette, bukan manusia yang menyandang gelar raja seperti Louis XVI ataupun aristokrat seperti Count Axel von Fersen. Aku tahu Marie mencintaiku. Hanya saja, dia mencintaiku sebagai benda.

Aku ingin menangis seperti manusia saat beberapa orang menculikku, memasukkanku ke dalam karung bersama perhiasan lainnya. Sungguh, aku merindukan Marie. Apakah dia berhasil kabur? Ataukah ditangkap?

Beberapa lama kemudian, aku dibawa diam-diam ke Swedia atas pesanan seseorang. Aku dibawa dengan hati-hati ke atas meja tempat orang itu bekerja.

"Berlian biru, Anda mengingatkan saya pada ratu yang akan selalu menjadi favorit saya," ucap orang itu dengan air mata berlinang.

Aku tak senang mendengarnya. Marie juga adalah favoritku.

Tuan Count Axel von Fersen. Firasatku mengatakan bahwa orang itu adalah dia, saingan cintaku. Dia menyalahkan dirinya sendiri atas kegagalannya dalam menyelamatkan Marie. Lalu, semua fakta terkuak. Marie, cinta pertamaku, dipenggal atas segala tuduhan yang tak masuk akal. Saat itu, aku tak begitu berempati pada Tuan Count, karena aku hanya memikirkan Marie. Namun, sekarang aku sadar.

Kami sama-sama merasa bersalah atas kejadian pemenggalan Marie.

Dari situlah empatiku tumbuh. Lalu aku dibawa pergi dari Tuan Count itu agar dia bisa melupakan Marie dengan tenang. Aku berpindah Tuan, tetapi memoriku tak bisa lepas dari Marie. Setiap malam, aku menderita. Saat aku dinyatakan sebagai berlian terkutuk, aku menyalahkan diriku sendiri atas kejadian tragis yang menimpa Marie. Marie menderita karena aku. Marie terkena kutukanku. Tidak seharusnya dia memiliki aku.

"Jaman sekarang ada aja yang percaya sama kutukan ...."

Ucapan seseorang membuatku tersadar dari lamunan. Di sinilah sekarang tempatku, di museum. Seorang anak berjaket abu-abu menatapku dengan binar kagum. "Halo, Berlian Harapan," sapanya dalam bahasa Perancis.

"Jamal, tinggalin aja yuk si Dimas. Dah gila tuh orang ngomong sama batu," ucap seorang anak lainnya sambil membawa temannya pergi.

"Sepertinya, kita sempat bertemu sebentar di Swedia," ucap anak berjaket abu-abu yang menyapaku tadi. "Saya dengar, Anda adalah berlian yang membuat ratu saya melalui hal yang cukup sulit."

Dari auranya, aku seperti pernah mengenalnya sebentar, walaupun raganya kali ini berwujud lain.

"Tapi, Anda tidak perlu khawatir. Saya tidak menyalahkan Anda, dan saya tidak lagi menyalahkan diri saya sendiri. Semua terjadi karena takdir. Mulailah memaafkan diri Anda, karena bagi saya, 'berlian harapan terkutuk' hanyalah rumor tidak masuk akal. Saya juga akan memaafkan diri saya sendiri atas kelalaian saya saat Revolusi Perancis kala itu."

Setelah mengatakan hal itu, dia pergi menuju teman-temannya yang nyaris hendak meninggalkannya. Sesungguhnya, aku ingin menanyakan hal ini padanya.

"Apakah Tuan Count benar-benar dicintai oleh Yang Mulia Ratu?"

Sayangnya, aku tidak bisa berbicara.

Selesai

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top