Roleplay 03 (A)
Setelah melintasi padang gurun selama empat hari, kepala rombongan memutuskan berkemah di bentangan padang pasir. Tidak terlalu aman, tapi tidak ada pilihan lain. Setelah tenda berdiri, masing-masing menjalankan aktivitas masing-masing.
Xi bertemu dengan pegawai AYX kenalannya, yang tempo hari membelanya saat diremehkan petugas registrasi. Ternyata selama beberapa hari terakhir, pegawai itu menempuh rute yang berbeda dengan rombongan mereka. Dia baru bergabung saat mereka singgah di koloni kecil kemarin.
"Aku sendiri tidak tahu tujuan rekrutmen kali ini. Kalaupun tahu, aku tidak bisa memberi tahumu," katanya tak berani balas menatap Xi.
Sadar tak akan mendapat informasi berguna, Xi memutuskan berkeliling perimeter perkemahan mereka.
Ada yang aneh.
Xi tidak melihat hewan-hewan kecil yang biasa ditemukan di bentangan padang pasir. Malam itu juga terasa jauh lebih sunyi. Terlalu tenang.
Gadis itu merapatkan jubah pemberian Raz untuk menghalau hawa dingin yang meniup tengkuknya. Suara desir pasir yang tertiup angin entah kenapa membuat Xi waspada.
Ada yang salah. Tapi, apa?
Masih dengan melamun, Xi berjalan ke arah api unggun, ke tempat Raz dan Edda tengah duduk dengan canggung. Orang-orang AYX tampak sibuk di api unggun mereka sendiri, seperti sengaja memisahkan diri dengan rombongan dari koloni AX-0976.
Xi duduk di dekat Edda. Firasatnya tidak enak. Seperti ada yang mengintai mereka, entah di mana. Dia melirik Edda sekilas, teringat bagaimana gadis mekanik itu mudah sekali panik.
"Kalau kau mau, besok aku bisa mengajarimu sedikit trik bela diri," tawar Xi. Dia memutuskan untuk menyimpan sendiri kekhawatirannya. Bisa saja dia hanya sekadar merasa gugup karena sebentar lagi akan tiba di Liberte.
"Benarkah?" Mata Edda berbinar mendengar tawaran Xi.
Raz yang duduk tak jauh dari mereka ikut nimbrung dalam percakapan, "Mau makan?"tawarnya sambil mengeluarkan daging kadal gurun yang mereka buru bersama tempo hari.
Xi mencomot selembar daging kadal gurun yang ditawarkan Raz, lalu mengunyahnya pelan-pelan. Sudut bibirnya sedikit terangkat ke atas saat mendengar jawaban Edda.
"Pertama-tama kau harus mengenali senjatamu. Bayangkan dia jadi perpanjangan tanganmu," lanjut Xi. "Anggap saja itu PR-mu malam ini."
Lima hari terakhir membuat Xi lebih mengenal Edda dan Raz. Awalnya, dia memang hanya menganggap mereka sebagai sekutu yang bisa dimanfaatkan. Tapi, pelan-pelan dia pun mulai menerima keberadaan mereka. Xi sadar, dulunya dia juga tidak tahu apa-apa seperti Edda, sampai Pratt datang dan mengajarinya banyak hal. Mungkin kini telah tiba gilirannya untuk memberikan bantuan pada orang lain. Orang seperti Edda.
Xi menoleh ke arah Raz dan menatap lelaki itu dengan tajam. "Kurasa kau mungkin bisa juga memberi Edda satu atau dua tips, Tuan Pemburu."
Raz tersenyum lebar saat mendengar ucapan Xi. Lelaki itu mengambil pedang dan busurnya, lalu memasang kuda-kuda.
"Hei, Xi," panggil Raz. "Bagaimana kalau kau menyerangku dan kutunjukkan bela diri senjata yang sesungguhnya?" Pemuda itu mengacungkan pedang pendeknya.
Xi menatap Raz sambil menaikkan sebelah alisnya. "Kau yakin?" Gadis itu menyeringai dan lanjut berkata dengan nada mencemooh, "Aku tidak ingin mempermalukanmu di depan Edda."
Sebenarnya Xi merasa saran Raz sungguh bagus. Edda mungkin dapat belajar banyak jika mengamati pertarungan dari jarak dekat. Tapi, harga diri yang tinggi membuatnya tergoda untuk sedikit meledek Raz.
"Tentu saja aku yakin." Raz menepuk dadanya. "Begini-begini aku jago berkelahi, tidak akan kalah hanya dengan gadis kecil—"
Lagi-lagi lelaki itu cari mati. Tanpa pikir panjang, Xi bangkit dari duduknya. Dia menurunkan kedua golok kesayangan dari punggungnya.
"A--Ahaha. A--aku ingin melihat bela diri kalian. Jika kalian bersedia," ucap Edda sambil tertawa canggung.
Sebenarnya, Xi sudah hendak memuntahkan makian kepada Raz, tapi ucapan Edda berhasil mengalihkan perhatiannya.
"Kalau begitu pinjamkan salah satu pisaumu, Raz." Xi melempar senyum penuh arti. "Gadis kecil ini akan menunjukkan pada Edda, bahwa dengan teknik yang tepat, monster sepertimu juga bisa dikalahkan."
"Nih, tangkap," kata Raz sambil melempar pisau kecil yang masih bersarung. "Maaf, kata-kataku menyinggungmu."
Sial! Raz melemparkan pisaunya terlalu tinggi. Lelaki itu sepertinya memang sengaja cari gara-gara.
Untung saja refleks Xi cukup bagus. Dia melentingkan tubuhnya ke atas, dan berhasil menangkap pisau dengan baik. Begitu kakinya kembali menjejak tanah, Xi langsung berlari ke arah Raz tanpa aba-aba, dengan mata pisau terarah ke perut Raz.
Raz memutar tubuh, membiarkan Xi menebas angin. Dengan cepat dia menggenggam tangan Xi yang memegang pisau, lalu tangan lainnya menepuk punggung gadis itu ke bawah. Mengunci tubuh gadis itu.
"Trik yang bagus," kata Raz. "Tapi butuh waktu yang lama untuk bisa mengalahkanku dengan trik murahan seperti itu."
Xi mendengkus. Sudah dia duga tidak mudah untuk mengalahkan seorang tentara bayaran yang terlatih seperti Raz. Lelaki itu berhasil menangkis serangannya, bahkan mengunci tubuhnya sehingga tidak dapat menyarangkan serangan baru.
Namun, tanpa Xi sangka, Raz melepaskan cengkeramannya. Xi memanfaatkan kesempatan itu untuk menyapukan kakinya ke tulang kering Raz, membuat lelaki itu oleng. Badannya yang besar berdebum jatuh ke pasir. Beberapa detik kemudian, Xi gantian mengunci tubuh Raz di bawah dan pura-pura menusukkan pisaunya ke leher Raz.
"Kau hanya perlu menunggu momen yang tepat untuk menyerang, Edda," ujar Xi setengah berteriak.
Belum sempat Xi melanjutkan nasihatnya, tanah di bawahnya bergetar hebat. Terdengar teriakan kencang dari arah rombongan petugas AYX. Senyum penuh kemenangan yang menghias bibir Xi langsung memudar.
Mata Xi membelalak lebar saat melihat sebentuk monster menjulang beberapa meter darinya. Lebih tinggi dari mobil dan truk yang membentuk barikade di sekitar mereka.
Xi pernah membunuh cacing gurun sendirian, tapi besarnya tidak sampai separuh monster yang tengah meraung di hadapannya. Tidak juga memiliki gigi-gigi tajam yang kini asyik mencabik salah satu kru AYX.
"Lari!" Suara Raz berhasil menyadarkan Xi. Lelaki itu menariknya ke arah bebatuan di dekat mereka.
Rombongan petugas AYX tercerai-berai. Beberapa dari mereka naik ke atas mobil dan truk. Beberapa ikut menyusul ke bebatuan. Sosok monster itu tidak terlihat lagi.
Xi belum sepenuhnya dapat berpikir jernih, jadi dia pasrah saja mengikuti Raz. Dia bahkan tidak sempat mengambil golok-goloknya yang tadi dia tinggalkan di dekat Edda.
Tunggu! Di mana Edda?
Genggaman tangan Raz terlepas. Xi mengedarkan pandangan untuk mencari-cari sosok Edda. Dia harus membantu gadis penakut itu. Dia sudah berjanji akan mengajarkan gadis itu bela diri ketika tiba di Liberte.
Mana Edda? Bersembunyi di mana dia?
Pertanyaan Xi terjawab ketika pasir kembali terbelah, lalu monster itu muncul disusul suara lengkingan tinggi. Suara Edda.
Raz memanggil-manggil Edda. Xi seolah melihat semuanya dalam gerakan lambat, tetapi tubuhnya tidak bisa bereaksi.
"Edda!" Jeritan Raz terdengar pilu.
Monster itu kembali menghilang, membawa Edda turut serta.
Sosok Edda membayang di pelupuk mata Xi. Baru kemarin gadis itu terlihat begitu senang hanya karena hadiah kecil yang Xi berikan.
Tanpa sadar, air mata luruh di mata Xi. Membuat pandangannya berkabut. Dia menggenggam gagang pisau yang dipinjamnya dari Raz erat-erat, bersiap melempar bila monster itu kembali menyerang.
----
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top