Roleplay 01 (C)
Raz
Raz kaget bukan main. Seingatnya, baru sekarang dia berhadapan dengan lawan jenis sedekat ini. Xi yang mengunci pergerakannya mengingatkan Raz pada adegan-adegan romantis di mana si tokoh utama akan ditembak—tunggu, kenapa malah ke sana?! Ini bukan waktu yang tepat! Dia harus segera keluar dari situasi ini sebelum semuanya runyam.
Xi
Dengan suara lirih yang hanya bisa didengar Raz, Xi berbisik, "Kalau kau mengejekku sekali lagi, aku berjanji suatu hari akan menyelinap saat kau tidur, mencuri barang yang paling kausayangi, dan ...," Xi memikirkan ancaman yang lebih menyeramkan. "melukai wajah tampanmu itu dengan golokku."
Eh, sebentar. Kenapa ancamanku terdengar salah? Xi terpaku di tempatnya. Dia hanya meniru gertakan para penyamun yang sering dia temui di gurun, tapi kenapa justru terdengar canggung saat dia yang mengucapkannya?
Edda
Tatapan horor tak lepas dari mata Edda. Terutama saat gadis itu tak bisa mendengar apapun yang dibicarakan Xi dan Raz. Dengan jarak sedekat itu, Xi dapat melakukan apapun pada Raz. Pikirannya teringat saat ia dipojokkan beberapa preman setelah aksi pencuriannya beberapa pekan lalu.
Edda merasa harus cepat bertindak sebelum suasana semakin runyam. Entah karena terburu-buru atau terlalu bersemangat, Edda cepat bangkit dari duduknya.
Terlalu cepat.
Rasa sakit menjalar dari kepalanya setelah bunyi benturan yang keras terdengar. Kepalanya terbentur salah satu muatan mobil. Secepat Edda berdiri, secepat itulah ia kembali menunduk. Kali ini kedua tangannya mengusap dengan cepat sumber rasa sakitnya.
"Awww"
Raz
Raz tertegun sejenak dengan ancaman Xi, bukan karena isinya, tapi karena ada sedikit pujian di dalamnya. Saat dia ingin membalas bahwa dia mengerti dan menyuruh gadis itu segera menjauh, Edda tiba-tiba mengerang kesakitan setelah terdengar bunyi benturan keras sebelumnya. Raz berpaling seketika pada Edda. "Edda, kau kenapa?"
Xi
Perhatian Xi segera teralihkan pada sebuah suara benturan yang kemudian disusul dengan erangan tertahan dari Edda. Saat Raz menoleh dan bertanya kepada Edda, Xi menarik tangannya dan kembali menegakkan tubuh. Dia pun turut memperhatikan Edda dengan penasaran.
Sepertinya, siang itu Xi memang sedang sial. Truk yang mereka tumpangi melindas sesuatu, membuat seluruh isi truk bergoncang. Xi yang tidak lagi berpegangan ke dinding terbanting ke depan.
Kenapa tidak sakit? Xi bertanya-tanya. Dia pikir tubuh mungilnya akan kembali beradu dengan lantai yang keras. Perlu beberapa saat bagi Xi untuk menyadari bahwa dia jatuh ke pangkuan Raz.
Tubuh mungilnya terlihat makin mungil dalam pelukan Raz. Xi seolah merasakan tungkai-tungkainya menjadi selembek agar-agar, membuatnya kesulitan untuk segera bangkit dan menyelamatkan muka.
Raz
"Eh?"
Raz merasakan sesuatu yang kenyal. Pemuda itu mematung. Kejadiannya begitu cepat. Truk berguncang, lalu tiba-tiba ada yang menggabruk dirinya. Butuh waktu sepuluh detik bagi Raz untuk memproses keadaan, sebelum akhirnya dia sadar.
Raz menyentuh Xi untuk kedua kalinya!!!
"Eeeeh?!!!"
Tanpa tedeng aling-aling, pemuda itu melempar si Kurir Mungil, lagi. Dia langsung pucat ketika sadar dia telah mengempaskan Xi untuk kedua kalinya. Deja Vu?!
"A ... Aku tidak bermaksud. Sungguh!" sesal Raz. Kali ini dia benar-benar akan dibenci dan harus berusaha keras untuk dapat permintaan maaf. Dia kan, tidak mau jadi orang yang berdosa banyak. Sungguh malang sekali nasib Raz.
Edda
Rasa sakit di kepalanya masih terasa saat mobil kembali bergoncang. Karena harus mempertahankan keseimbangan, mau tak mau Edda merentangkan kedua tangannya dan berpegangan pada kursi yang tadi ia duduki.
Dalam momen itu, Edda sama sekali tidak melihat sekitar. Begitu pandangannya terangkat, Xi sudah sudah duduk di pangkuan Raz. Kalau tidak ingat bagaimana marahnya Xi pada Raz tadi, Edda tentu sudah memuji keserasian kedua orang ini. Sayang memang muka Xi sangat tidak bersahabat.
Belum sempat melakukan apapun, Edda kembali dibuat kaget saat untuk kedua kalinya Raz mendorong Xi dari pangkuannya.
Sepertinya Raz memang sudah bosan hidup.
Sadar ia sudah diam terlalu lama, Edda lalu segera menolong Xi kembali. "Kau baik-baik saja? Ada yang luka?" tanya Edda seraya memeriksa keadaan Xi. Tubuh mungil Xi mempermudah Edda untuk memperhatikan setiap senti bagian tubuh perempuan mungil itu.
Xi
Untuk kedua kalinya, tubuh Xi terbanting ke lantai. Saking kagetnya Xi bahkan tidak sempat untuk mengomel. Lagi pula, dia sedikit bersyukur Raz melemparnya. Dia sendiri tadi tidak bisa bereaksi dengan cepat untuk mengeluarkan dirinya dari posisi super canggung tadi. "
"Aku baik-baik saja," kata Xi untuk menjawab pertanyaan Edda.
Edda
Tatapan Edda beralih pada Raz terlihat menyesal.
"A--anu ... sebaiknya kau se--sedikit lwbih berhati-hati. Terutama pada anak--"
Diam. Edda tak berani melanjutkan ucapannya.
"Kau harus lebih hati-hati terhadap siapapun. Terutama perempuan DEWASA seperti Kak Xi."
Dengan cepat Edda meralat perkataannya. Saat menekankan kata "dewasa" matanya melirik takut pada Xi. Semoga ia tidak sadar.
Raz
Tidak hanya Xi, sekarang Edda juga menyemprotnya! Gadis yang tidak banyak bersuara dan terlihat takut dengan segala hal itu telah berani berbicara dengan Raz akhirnya, dengan penekanan pula! Raz pasti telah berbuat kesalahan yang amat fatal. Mungkin sebaiknya dia diam dulu sampai keadaan membaik lagi.
"Maaf," kata Raz lirih. Dia tak bersuara setelahnya, dan hanya melihat keadaan dalam hening.
Namun, Raz tidak tahan dengan hal tersebut! Seseorang, keluarkan Raz dari situasi canggung ini!
Xi
Xi tertegun karena mendengar omelan Edda kepada Raz. Padahal sejak tadi Edda terlihat begitu pemalu dan kikuk, tapi justru membelanya seperti itu. Xi pun tidak jadi kesal walau Edda sempat nyaris keceplosan menyebutnya anak kecil lagi.
"Tahu begini, aku tidak akan mendaftar ke Liberte. Bertemu pria itu tidak sebanding dengan semua kesialan ini," gumam Xi tanpa sadar menyuarakan isi kepalanya sembari berusaha bangkit dari lantai.
Dia kemudian menatap Raz lekat-lekat, kali ini dalam jarak aman untuk menghindari terjadi hal-hal memalukan lagi.
"Yang barusan itu salah saya. Maaf telah merepotkan Anda. Untuk selanjutnya, sebaiknya kita urus urusan masing-masing. Perjalanan ke Liberte masih panjang, saya tidak ingin kita kembali terjebak dalam situasi yang canggung lagi," tutur Xi dengan sikap formal yang berlebihan.
Xi menghela napas panjang. Hari itu dia telah berbicara jauh lebih banyak dari biasanya. Benar-benar hari yang melelahkan.
Raz
Raz termangu. "O ... Okey," jawabnya. Dia kemudian tak sengaja mendengar gumaman Xi tentang Liberté. Raz lantas teringat kembali percakapannya tentang orang-orang sana. "Kau mau bertemu dengan seseorang di Liberté? Bukannya sebelumnya katamu orang-orang Liberté tidak bisa dipercaya?"
Raz seketika diam ketika sadar pertanyaannya itu sudah masuk ranah privasi dan dia sudah terlalu jauh mencampuri urusan orang lain. Xi pasti makin sebal padanya.
"Tidak jadi. Tidak apa kalau kau tidak mau cerita."
Munafik. Raz sebenarnya sangat ingin tahu. Tapi, kalau dia memaksa, Xi bisa lebih murka. Pemuda itu dilema. Kalau Xi sampai marah lagi, orang yang mungkin jadi rekan seperjalanan dan saling membantu bisa jadi hilang. Aah, susah amat jadi orang baik!
Xi
Xi menatap Raz tanpa ekspresi. "Sebaiknya kita urus urusan kita masing-masing, Tuan Raz." Dia menoleh ke arah Edda. "Begitu juga dengan Anda, Nona Edda."
Dia kemudian menganggukkan kepala dan berjalan menuju sebuah celah kosong di antara sebuah peti kemas dan dinding truk. Sekarang, dia benar-benar butuh istirahat. Hal-hal yang terjadi siang itu membuat energinya menyusut dengan cepat.
Edda
Apa ini pengusiran secara halus? Edda langsung kembali ke tempat duduknya semula di pojokan. Dibetulkannya jubah serta tudung yang tadi sempat berantakan. Walaupun begitu, matanya lurus mengarah ke Raz tanpa berkedip. Tanpa suara ia menghakimi Raz atas marahnya si gadis imut.
Tak begitu senang dengan ketegangan yang ada, sekali lagi Edda memberanikan dirinya untuk membuka suara. "K--Kak Raz sendiri ..."
Kalau aku boleh memanggilnya begitu
"... Se--sepertinya tidak ada masalah di koloni. Kenapa sekarang malah ingin ikut ke Liberté?" Walaupun sudah menyiapkan diri, tetap saja Edda merasa gugup. Mata yang semula menatap Raz dengan penuh penghakiman, sekarang malah bergerak tak tentu arah.
"Itu kalau Kak Raz tak keberatan memberitahu," cicitnya menutup keberaniannya tadi.
Raz
Raz yang canggung karena diabaikan akhirnya bisa bernapas lega sekali lagi. Edda mengajak bicara! Dan dia menanyakan motif kenapa Raz mau ikut ke Liberte. Hm, pertanyaan yang sulit. Pemuda itu mengerutkan kening sebentar sambil menyusun kata-kata yang tepat.
"Koloni baik. Aku saja yang tidak," mulai Raz dengan nada yang agak serius. "Sepertinya aku yang terlalu kaku sehingga mulai tidak nyaman dengan keadaan yang ada. Kuharap Liberté bisa lebih baik, kehidupannya dan idealisme yang mereka pegang." Raz tersenyum pada Edda. "Begitu."
Edda
Mendengar penjelasan Raz, Edda refleks merapatkan jubah di tubuhnya.
Jika Kak Raz bilang koloni itu baik, sejahat apa Kak Raz?
Lanjutan penjelasan Raz belum bisa membuat Edda tenang. Bisa saja Raz hanya berpura-pura baik. Melempar senyum sana-sini, tapi jahat seperti semua orang di koloninya. Ah, atau bisa dibilang mantan koloni?
Raz
Raz cukup senang karena masih ada yang mau bicara dengannya setelah kejadian memalukan sebelumnya. Dia harap perjalanan ini berjalan dengan baik.
"Rasanya senang bisa bicara denganmu, Edda," kata Raz masih melempar senyum.
Edda
Menanggapi senyuman Raz, Edda hanya mengangguk patah-patah. Ia sekali lagi melirik pada Xi yang terlihat tenang dan kembali lagi pada Raz.
Harusnya ini keputusan benar, kan? Pergi ke Liberté.
Raz
Tidak ada lagi percakapan setelah Raz bicara. Hening. Hanya ada suara deru mesin dan sesekali guncangan mobil yang menemani mereka. Raz melihat dari sela-sela ventilasi, warna jingga senja perlahan memudar. Matahari telah terbenam. Petang menyapa. Hari berganti.
Raz menutup matanya, mensyukuri setiap detik hari baru yang telah datang. Semoga masih ada harapan untuk esok.
-------
Katamela:
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa mampir ke tempat rafpieces dan Happy_Shell untuk membaca versi Raz dan Edda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top