Jurnal 05

Aku sudah sampai di Rogue, Pratt. Kecuali keberadaan obelisk dan oase, rasanya tidak jauh berbeda dengan koloni Direland lainnya. Yah, mungkin Rogue sedikit lebih maju karena menjadi tempat transit orang-orang yang keluar masuk Liberte. Namun, kesenjangan tetap dapat terlihat jelas di sini. Mereka punya koneksi saja yang bisa merasakan hidup nyaman dengan segala fasilitas yanga da.

Aku bertemu dua orang baru. Mereka datang dari koloni AX-0931. Seorang pria pemarah beserta anaknya. Oh, ada juga seekor kadal dan burung kondor yang terus mengikuti bocah bernama J itu. Ayahnya yang galak itu kalau tidak salah bernama Ducky. Mereka sama sekali tidak mirip, mungkin J lebih mirip ibunya.

Selain itu, ada juga petugas AYX yang datang memandu kami. Namanya Owen. Sikapnya kelewat ramah. Hal itu justru membuatku curiga. Aku merasa dia tengah menyembunyikan sesuatu.

Owen menjelaskan bahwa saat ini sedang ada yang merencanakan revolusi untuk mengambil alih kepemimpinan di Liberte. Namun, aku tidak bisa 100% mempercayainya. Firasatku mengatakan, ada beberapa hal yang tidak Owen utarakan kepada kami.

Yah, meski aku tidak suka Owen. Setidaknya aku berterima kasih padanya karena menyediakan penginapan bagi kami. Memang tidak mewah, tapi jauh lebih baik daripada berkemah di gurun pasir. Di sini, aku bisa bebas membuka masker dan tidak perlu selalu menutupi diri dengan jubah panjang. Tersedia makanan juga. Barusan aku mengambil beberapa potong roti dan membawanya ke kamar. Sebenarnya ada bar di penginapan ini, tapi aku sedang malas melihat orang-orang AYX. Lagi pula, aku ada janji dengan Raz malam ini.

Owen juga memberi kami uang, sebagai kompensasi bagi kami yang telah menyelamatkan rombongan AYX dari monster gurun. Jumlahnya lumayan, tapi tetap saja tidak bisa menggantikan nyawa Edda. Sepertinya, Ducky juga kehilangan putrinya. Mungkin Owen pikir, uang itu dapat menebus nyawa Edda dan putri Ducky.

Owen bilang, aku dapat mencari informasi tentang orang-orang yang pernah bekerja di liberte dengan mendatangi Biro Kependudukan. Tapi, jujur saja Pratt, aku ragu apakah ingin meneruskan misi mencari ayahku. Apakah menemukan ayahku sebanding dengan risiko yang harus kuhadapi? Untuk apa mempertaruhkan nyawa untuk pria yang bahkan tidak pernah mencariku?

Selain itu, aku tidak ingin menjadi alat AYX untuk menggulingkan Liberte. Aku memang tidak suka orang-orang Liberte. Tapi, apakah revolusi adalah jawaban dari semua permasalahan yang saat ini kita hadapi? Apa ada yang bisa menjamin bahwa pemerintahan yang baru akan lebih baik dan adil dari yang sekarang?

Kau tahu sendiri, kan, Pratt. Aku paling benci dimanfaatkan orang lain demi kepentingan mereka sendiri. Aku jadi kehilangan motivasi. Sambil menyantap roti, aku jadi berpikir kembali apakah aku benar-benar ingin bertemu ayahku. Aku tidak seperti Raz yang rela mengorbankan diri untuk orang lain, juga tidak senaif J yang beranggapan Liberte menawarkan hidup lebih baik. Seiring hilangnya keinginanku untuk mencari tahu tentang sosok ayahku, aku makin ragu untuk melanjutkan perjalanan.

Mirisnya, aku berusaha menentukan keputusanku dengan melempar koin peninggalan ayahku. Tampaknya, kebiasaan itu benar-benar sulit kutinggalkan. Tapi, anehnya, dari sepuluh lemparan, sembilan di antaranya mendorongku untuk membatalkan rencana ke Liberte. Apakah ini pertanda bahwa dia tidak ingin kutemui, Pratt?

Ah, banyak sekali pertanyaan yang mondar-mandir di kepalaku. Semoga saat Raz datang nanti, aku sudah bisa mengambil keputusan. Tadi sore, kuminta dia mampir ke kamarku untuk berdiskusi tentang rencana kami besok. Kalau dia jadi berangkat ke Liberte sementara aku tidak, mungkin sebagian uang yang kudapat dari Owen akan kuberikan kepadanya.

Hei, kau jangan salah paham dulu, Pratt.

Aku hanya tidak ingin kehilangan satu kenalan lagi. Cukup bagiku kehilangan kau dan Edda. Walau Raz sering membuatku emosi, tapi setidaknya dia juga sering membantuku. Tidak ada salahnya, kan, jika aku ingin membantunya juga? Kulihat baju pelindung dan senjatanya harus diperbaharui. Kurasa dengan sedikit tambahan uang dariku, dia bisa membeli perlengkapan lebih layak. Dia bisa cepat mati jika berangkat ke Liberte dengan perlengkapan seadanya seperti itu.

---------

Apa yang sebenarnya terjadi padaku, Pratt?

Jantungku berdebar tidak karuan, dan wajahku terasa sangat-sangat panas. Seolah ada bara api yang membakar dadaku.

Raz baru saja kembali ke kamarnya. Tapi, aku masih bisa merasakan kehadirannya di kamar ini, juga masih dapat mencium aroma tubuhnya. Yang entah kenapa, semua itu jadi sangat mengganggu pikiranku. Padahal, biasanya aku tidak pernah terlalu ambil pusing tentang orang-orang di sekelilingku.

Sebenarnya, tidak ada yang terjadi. Percakapan kami berjalan normal, kok, meski pada awalnya Raz memang bertingkah aneh.

Dia mengetuk pintu kamarku beberapa saat setelah aku menghabiskan makanan. Tidak ingin ada yang mendengar dan melihat kami, aku buru-buru membuka pintu. Bagaimanapun juga, penginapan ini penuh dengan orang-orang AYX. Aku tidak ingin ada yang menguping pembicaraan kami.

Tapi, bukannya segera masuk, Raz justru bengong seperti orang bodoh di depan pintu. Wajahnya merah dan gerak-geriknya terlihat gelisah. Dia seolah ingin kabur. Memangnya dia pikir aku monster yang akan menerkamnya kapan saja?

Aku mendengar suara pintu dibuka. Karena panik, aku segera menarik Raz masuk. Suatu hal yang tidak mudah, mengingat tubuhnya dua kali lebih besar dariku.

Raz justru bertingkah lebih aneh. Matanya sama sekali tidak berani menatapku. Bukannya mendengarkanku, dia justru bergumam tidak jelas, seperti orang yang sedang berkumur-kumur. Dia semacam berkata agar kami tidak melakukan hal-hal yang aneh. Padahal, dia yang sejak awal bertingkah aneh dan canggung. Aku yang awalnya tidak ingin marah-marah terpaksa harus membentaknya agar dia berbicara lebih jelas.

Akhirnya, setelah mengomel selama beberapa menit, Raz mulai fokus dan bisa diajak berbicara. Kami pun membahas rencana ke Liberte. Sepertinya, Raz tidak tergoyahkan. Dia tetap ingin melanjutkan perjalanan. Tidak terlalu mengagetkan karena memang sudah kutebak dia terpengaruh omongan Owen. Tapi, tetap saja aku sedikit kecewa. Kupikir kami bisa kabur seperti yang tempo hari kami bicarakan. Memang, saat itu kami hanya berandai-andai saja, tapi jika dipikir-pikir lagi, rasanya tidak terlalu buruk juga untuk dijalani.

Saat mengobrol, tanpa sadar aku menyebut-nyebut tentang ayahku. Aku bahkan sampai menunjukkan koinku kepadanya.

Awalnya, Raz tidak terlalu paham ceritaku. Kadang-kadang dia memang lambat saat merespons sesuatu. Namun, ketika aku bercerita tentang masa laluku, dapat kulihat sorot matanya tulus berempati kepadaku, bukan sekadar basa-basi seperti yang sering kuterima dari orang lain.

Aku jadi mendapat ide. Meski aku tidak berangkat ke Liberte, siapa tahu Raz dapat mencarikan informasi untukku. Jadi, kuminta dia agar tidak bersikap sok pahlawan saat keadaan bahaya, karena dia harus kembali menemuiku untuk memberi tahu informasi yang dia peroleh tentang ayahku.

Lalu setelah itu ...

Ah, aku bingung bagaimana cara menjelaskannya kepadamu. Sebelum ini, aku tidak pernah merasa secanggung ini.

Setelah membahas ayahku dan rencana Raz pergi ke Liberte. Aku mengajaknya untuk ke pasar besok pagi. Uang yang diberikan Owen harus kami manfaatkan sebaik-baiknya. Awalnya, aku tidak berpikiran macam-macam. Bukankah, dulu aku juga sering belanja bersamamu.

Tapi, ketika Raz bertanya apakah kami hanya akan pergi berdua. Otakku dengan kurang ajarnya justru melantur ke mana-mana.

Pertanyaan Raz menyadarkanku bahwa ajakanku terdengar seperti ajakan kencan. Rasanya benar-benar memalukan. Aku sampai tidak berani menatap Raz. Untuk menyembunyikan rasa maluku, aku membentaknya, "Tentu saja cuma berdua! Memangnya dengan siapa lagi?! Hanya kau yang kupercaya di sini."

Kurang lebih seperti itu.

Aku tidak habis pikir. Kenapa pula aku harus menyuarakan kalimat terakhir itu? Perasaanku jadi bertambah kacau. Ingin rasanya aku menghilang ditelan bumi. Bisa-bisanya aku berkata terang-terangan bahwa aku mempercayai Raz sedemikian besar. Bagaimana kalau Raz jadi berpikir macam-macam?

Begitu dia menyetujui ajakanku. Aku buru-buru membuka pintu dan mendorongnya keluar. Setelah itu, aku langsung membanting pintu di hadapannya.

Bahkan setelah menuliskan semua ini, jantungku masih saja berdebar tidak karuan. Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku, Pratt?

------------

Pratt. Aku jadi ragu lagi.

Semalam aku sudah sangat mantap akan tinggal di Rogue. Tapi sekarang, aku jadi ingin ikut Raz ke Liberte. Andai saja aku tidak telanjur menyanggupi permintaan Ducky untuk menjaga J, mungkin besok aku akan ikut rombongan AYX.

Akan kuceritakan dulu kepadamu apa saja yang terjadi hari ini.

Seperti rencana. Aku dan Raz pergi ke pasar untuk berbelanja perlengkapan. Sebelum itu, kami sarapan bersama, lalu mengambil uang yang dititipkan Owen ke pemilik penginapan. Semua berjalan normal, yah, masih sedikit canggung karena kejadian semalam. Tapi setidaknya, aku tidak berbuat sesuatu yang memalukan lagi.

Kami berkeliling pasar. Aku membeli beberapa obat-obatan dan sepatu kulit. Juga beberapa pakaian ganti yang lebih nyaman dipakai untuk beraktivitas. Pakaianku yang lama banyak robek karena dua kali bertarung melawan monster gurun.

Sisanya kugunakan untuk membelikan Raz senjata dan rompi pelindung. Anggap saja itu uang mukaku untuk informasi tentang ayahku yang kuminta Raz cari tahu di Liberte. Awalnya tentu saja dia menolak pemberianku, tapi aku berhasil membujuknya.

Lalu, kami tidak sengaja bertemu dengan ayah dan anak dari koloni AX-0931 itu. Ducky dan J. Ketika Raz dan J sedang sibuk melihat-lihat barang-barang yang dijual di pasar, Ducky mengajakku ke sudut yang sedikit tersembunyi.

Ducky bertanya kenapa aku tidak banyak berbelanja perbekalan untuk diriku sendiri. Lalu, dia langsung berhasil menebak bahwa aku berencana tidak ikut ke Liberte. Tidak kusangka di balik tampang culunnya itu, dia cukup cerdas juga. Kurasa benar kata orang-orang, tidak boleh menilai seseorang dari penampilan luarnya saja.

Aku pun balas bertanya kepadanya apakah dia sendiri akan berangkat dan mengajak anaknya.

Selama beberapa detik, dahi Ducky mengernyit. Dia terlihat bingung. Aku pun mengonfirmasi apakah J itu bukan anaknya. Di luar dugaanku, Ducky terlihat kesal. Mukanya memerah dan matanya menatapku tajam. Sepertinya dia tersinggung dengan pertanyaanku.

"Aku masih 30-an awal. Kau pikir aku bisa punya anak sebesar dia?"

Rupanya, dia jauh lebih muda dari yang kubayangkan.

Tidak ingin membuatnya lebih marah lagi, aku berusaha tidak menunjukkan kekagetanku. Jika dia jadi berangkat ke Liberte, aku butuh bantuannya untuk menjaga Raz, jadi aku berusaha bersikap baik kepadanya.

Namun ternyata dia justru memancing emosiku. Ducky menyindirku dan berkata, "Kau kelihatan tak ikut pacarmu, jadi kalau kutitipkan bocah itu kepadamu, bisa?" Yah, semacam itulah. Aku tidak ingat pasti kalimatnya karena terlalu emosi.

Tentu saja aku harus mengoreksinya. Jadi aku balas membentaknya, dan menjelaskan bahwa Raz bukan pacarku. Jangan sampai Raz mendengar potongan percakapan kami lalu salah paham. Nanti, Raz bisa besar kepala karena menyangka aku menyukainya.

Aku sadar, percakapan kami mulai keluar jalur, sementara waktu kami tidak banyak. Raz dan J bisa kapan saja menyadari kami tidak ada di belakang mereka. Jadi, aku mengalah dan meminta maaf kepada Ducky. Kebetulan, aku juga butuh bantuannya.

Aku menyanggupi permintaan Ducky dengan syarat dia juga balik mengawasi Raz untukku. Kuminta dia mencegah Raz melakukan hal-hal bodoh saat di Liberte dengan cara apa pun.

Ducky kemudian memberiku uang untuk keperluanku dan J. Ternyata dia benar-benar mengkhawatirkan J. Kami kemudian menyusul Raz dan J. Tampaknya mereka tidak menyadari bahwa aku dan Ducky sempat menghilang.

Setelah itu, kami berpencar. Ducky dan J entah pergi kemana, sementara Raz mengajakku ke oasis. Hanya jalan-jalan biasa, tapi justru di situlah masalahnya.

Jika ini sekadar jalan-jalan, kenapa aku merasa gugup? Seolah-olah kami sedang kencan sungguhan. Apalagi ketika Raz tiba-tiba saja membelikanku buah merah yang belum pernah kutemui sebelumnya. Katanya nama buah itu adalah apel. Rasanya manis dengan sedikit rasa asam.

Hanya sebuah apel. Harusnya tidak ada yang spesial, kan, Pratt?

Tapi, entah kenapa aku merasa senang sekali sampai-sampai ingin terus-terusan tersenyum. Perlu usaha ekstra keras untuk kembali memasang ekspresi datar di depan Raz. Aku menahan diri untuk tidak banyak bicara, khawatir nanti bibirku mengucapkan kalimat-kalimat yang akan kusesali nantinya.

Begitu sampai di penginapan, aku langsung masuk kamar. Dan sekarang, aku kembali galau. Aku khawatir tidak akan bertemu Raz lagi. Bagaimana kalau Ducky tidak menepati janjinya dan membiarkan Raz celaka? Bagaimana kalau Raz tidak kembali ke sini untuk menemuiku?

Aku coba melempar koin lagi. Tapi, hasilnya kurang lebih sama. Delapan dari sepuluh lemparan. Hasil lemparan koin tetap menyuruhku tinggal di Rogue.

Bagaimana ini, Pratt? Apa yang harus kulakukan.

--------

Pratt. Aku baru saja kembali dari kamar Raz.

Kuserahkan koinku kepadanya. Aku sendiri tidak paham benar kenapa aku melakukan hal itu.

"Aku menitipkan koin ini kepadamu. Nanti, kau harus mengembalikannya. Jadi, kau tidak boleh mati dulu."

Bahkan, aku masih dapat mendengar suaraku sendiri terus menggema di telingaku.

Ya, aku tahu. Tertawalah puas-puas, Pratt.

Kau boleh mengejek dan meledekku di sana.

Tapi, aku hanya tidak ingin menyesal lagi, seperti yang terjadi saat kau pergi. Selama bertahun-tahun kau membantuku, aku tidak pernah sekalipun berkata bahwa kau sangat berharga bagiku.

Aku juga tidak sempat meminta maaf kepada Edda atas sikap ketusku.

Sekarang, aku tidak ingin melakukan kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya.

Memang sangat memalukan. Setelah aku mengucapkannya, aku segera kabur kembali ke kamar dan mengunci pintu. Untung saja besok Raz sudah berangkat, jadi aku tidak perlu khawatir salah tingkah apabila bertemu dengannya.

Jantungku masih belum kembali ke ritmenya yang normal. Mungkin, aku bahkan tidak bisa tidur malam ini. Tapi, aku tidak menyesal telah menemui Raz dan memintanya untuk bertahan hidup agar kami dapat bertemu kembali.

-----
Katamela

Saya tidak akan bosan mengingatkan dan menghimbau kalian buat baca juga jurnal versi lain

Raz: rafpieces
J: justNHA
Ducky: Catsummoner

Atau cek reading list saya ya 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top