HEY CRUSH || 27

Assalamualaikum bestie...

Update masih sore nih, semoga rame ya...

***

Elzio masuk kembali dalam mobilnya ketika satpam rumah Ghufaira telah membukakan gerbang, masih dengan wajah lesu serta tatapan tidak fokus, lelaki itu duduk di samping sang Papa yang mengemudikan mobil mewah hitam tersebut.

Arumi yang juga kembali masuk dan duduk di kursi belakang menatap khawatir pada anaknya itu. Elzio jelas tidak terlihat baik-baik saja, sejak hari di mana Fahri mengatakan tidak bisa membatalkan perjodohan antara dia dan Ghufaira, Elzio berubah menjadi lebih pendiam dan hanya berbicara ketika di tanya saja.

"Barusan Shabira?" pertanyaan dari suara bariton yang mengalun tenang membuat Elzio menoleh pada sang Papa lantas mengangguk. Tanpa sepengetahuan Elzio, Fahri sontak meremas erat stir kemudian karena rasa bersalah merongrong hatinya. "Maafin Papa, El."

"Nggak apa-apa, Pa." Elzio membalas pelan.

Jika di tanya, apakah dia sedih, kecewa dan marah? Tentu saja, iya. Tapi apakah Elzio berani menolak keinginan Fahri? Tentu tidak. Yang bisa dia lakukan hanya mencoba melapangkan dada dan menerima keputusan sang Papa, karena Elzio yakin, orang tuanya memberikan yang terbaik untuknya, meski itu bukan hal yang Elzio suka.

Ghufaira adalah gadis baik, shaleha, cantik tentu saja. Idaman para mertua karena kepintarannya dalam pelajaran dan juga ilmu agama. Sungguh, siapapun tidak akan rugi mendapatkan gadis itu sebagai calon pendamping hidup. Namun hanya satu kurangnya, Elzio belum atau bahkan tidak punya perasaan apa-apa terhadap gadis itu.

Satu tahun lebih sering berinteraksi karena mereka satu organisasi tidak lantas membuat Elzio jatuh hati. Elzio murni hanya menganggap Ghufaira teman sekolah, meski sebenarnya dia tahu gadis itu tertarik padanya sejak lama.

"Papa orangnya nggak bisa ingkar janji, El."

"Aku paham Pa."

"Tpi seharusnya Papa tanya dulu sama anaknya. Karena gimanapun, ke depannya Elzio yang bakal—"

"Mama nggak percaya kalau Papa udah kasih keputusan yang terbaik buat El? Papa nggak akan asal-asalan pilih mantu, Ma. Papa jodohin El sama Ghufaira bukan karena bisnis aja, bukan karena bentuk balas budi aja, bukan karena pertemanan aja. Tapi, Papa lihat Ghufaira itu anak baik, shaleha, dia bisa mengimbangi El."

"Tapi kalau nggak saling cinta gimana, Pa?"

Fahri menghela napas. "Kita juga menikah karena perjodohan, Ma. Apa dulu kita saking kenal dan saling cinta?"

Arumi terdiam.

"Nggak, kan? Tapi, karena seiring waktu berjalan cinta itu tumbuh karena kita hidup berdampingan. Ketemu setiap hari, mau nggak mau berbagi banyak hal satu sama lain. Cinta itu bisa menyusul, lagi pula papa yakin, jatuh cinta sama Ghufaira itu bukan hal sulit."

"Tapi dulu kita memang sama-sama sendiri dan dalam kondisi hati kosong tanpa nama, Pa. Beda sama El. Ada nama Shbira di dalamnya, ada nama Shabira yang El sebut di sujud sama doa nya, tolong Pa..." ucap Arumi memelas. "Pikirin lagi. Mama mohon."

"Ma, nggak apa-apa." Inilah alasan Elzio pasrah saja menerima keputusan sang Papa, karena dia tahu betul keputusan Papa tidak bisa di ganggu gugat. Ayahnya adalah orang yang tegas, dan pantang ingkar janji. Jadi, mendebat dan menjelaskan apapun rasanya akan percuma karena hasil akhir akan tetap ada di tangan Fahri.

"El, percaya, kan, kalau Papa kasih yang terbaik buat kamu?"

Elzio mengangguk. "Tapi asal Papa tahu, Shabira adalah gadis terbaik menurut aku, belum ada yang lain sebaik dia di mata aku."

Fahri menepuk pundak anaknya. "Papa tahu, dan papa nyesel, andai aja papa dengar nama Shabira lebih awal, mungkin—"

"Nggak apa-apa." Elzio menyela ucapan Papanya, tidak baik menyesali hal yang sudah di putuskan apalagi hal itu bukanlah hal buruk. "Aku minta ijin ke rumah Shabira sesudah dari sini, gimanapun, aku harus bicara sama dia dan minta maaf sama adik dan keluarganya."

"Papa sama Mama temani kamu kalau gitu. Papa juga ingin minta maaf," putus Fahri.

***

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, udah sampai—kakak?! Kenapa sayang?" Bunda Khadijah menyambut kehadiran anaknya yang bercucuran air mata dengan tangan terentang dan dalam hitungan detik Shabira masuk dalam pelukan hangatnya. Gemetar bahu gadis itu sementara suara tangis seketika pecah memenuhi ruangan.

"Sayang, kenapa nak?" Wanita itu melerai pelukan hendak merangkum wajah anaknya namun tubuh Shabira terlebih dahulu merosot ke bawah, gadis itu terduduk lesu memeluk kaki sang Bunda masih dengan tangis sesenggukan.

"Shabira...." Bapak Ridwan datang, bergeming di ambang pintu melihat anaknya kembali kacau.

"Bunda, tolongin kakak, bunda..."

Bunda Khadijah menekuk lutut, bersimpuh demi menyejajarkan tingginya dengan sang anak. "Kenapa sayang, anak Bunda kenapa nangis?"

Shabira tak bisa menjawab, tiap kali mencoba bicara hanya isak tangis yang keluar karena rasa nyeri di dada. Gadis itu hanya mampu memukul dadanya dengan kepalan tangan seolah memberi tahu sang Ibu bahwa hatinya teramat sakit.

"Yah, kenapa?" Bunda akhirnya bertanya, namun Bapak Ridwan hanya menggeleng pelan sebagai jawab. "Ada yang bikin kakak sakit? Siapa yang bikin anak Bunda nangis begini, hmm?" di peluknya badan Shabira begitu erat selagi tangan sibuk mengelus punggungnya.

Shabira masih belum menjawab, diam merasakan elusan sang Bunda yang perlahan menghantarkan rasa hangat dan tenang sampai gadis itu bisa mengontrol diri dan coba menghentikan tangisnya. "Maafin kakak, ya, Bunda," ucapnya terbata.

"Maaf buat?"

"Maaf kalau kakak belum jadi anak shaleha."

"Nggak apa-apa, kan kakak udah mau belajar, Bunda bangga sama kakak yang sekarang."

"Bunda benar ternyata."

"Soal?"

"Tadi kakak baru aja nyalahin Allah karena udah ambil El dari kakak."

Bunda Khadijah berkerut kening. "Maksudnya?"

"El di jodohin, Bunda," terang Shabira akhirnya. Gadis itu mempererat pelukan demi menguatkan diri agar tangisnya tidak pecah lagi. "Sama perempuan cantik banget, shaleha, penghapal al qur'an. Mereka sama-sama sempurna, jauh sama kakak. Tadi kakak marah sama Allah, kakak salahin Allah. Kenapa Allah nggak kasih El buat kakak aja, padahal kakak udah rajin shalat dan berdoa."

"Nggak boleh marah sama Allah kakak. Kakak patah hati, nangis, hancur, karena harapan kakak sendiri," ucap Bunda Khadijah. "Nggak semua doa yang kakak panjatkan Allah kabulkan, Nak. Allah maha pengatur sebaik-baiknya, dan Allah pasti tahu yang terbaik buat kakak."

"Itu artinya kakak belum cukup baik buat El ya Bunda?"

"Wallahu a'lam." Bunda Khadijah melerai pelukan lantas mengusap lembut pipi anaknya. "Kak, kakak boleh berdoa sama Allah, sebut nama Elzio dalam doa kakak. Tapi terlalu berharap juga nggak bagus, nak. Bisa jadi jodoh kakak bukan orang yang sering kakak sebut namanya, melainkan orang yang sering sebut nama kakak dalam do'a nya."

"T-tapi, katanya El sering sebut nama kakak dalam do'anya dia."

Bunda Khadijah tersenyum kecil. "Sama kayak yang Bunda bilang ke kakak barusan, El boleh aja sebut nama kakak dalam do'anya, tapi belum tentu kalian berjodoh. Bisa jadi jodohnya El malah perempuan yang sering sebut nama El dalam doanya."

"Kan, kakak sering sebut nama El, Bun."

"Kita nggak tahu kak, siapa aja yang isi doanya sama kayak kakak. Mungkin, perempuan yang sekarang di jodohkan sama El, lebih kencang doanya. Atau mungkin perempuan itu malah pasrah sama takdir Allah walau di dalam hatinya udah ada nama Elzio tersimpan. Kak, perbaiki niat shalat kakak, fokus sama Allah. Berdoa boleh, ya kalau Allah kabulkan, alhamdulillah tapi kalau nggak, jangan marah dan kecewa. Ingat, tujuan kakak shalat itu karena Allah dan doa yang di kabulkan anggap aja sebagai bonus. Dari sini, kakak paham, kan, maksud Bunda?"

"Paham Bunda, kakak shalat cuma ada maunya, padahal tahu shalat itu kewajiban. Mau lagi susah, senang, harusnya kakak shalat karena Allah. Kakak juga akhir-akhir ini terlalu berharap dan ngejar Elzio, sampai lupa yang paling penting itu kejar Ridha nya Allah dulu."

Bunda Khadijah mengangguk puas. "Kakak tahu cerita nya Zulaikha sama Nabi Yusuf?" tanyanya kemudian, yang di jawab gelengan kepala oleh Shabira. "Ketika Zulaikha terlalu sibuk mengejar Nabi Yusuf, Allah jauhkan Nabi Yusuf darinya. Tapi, ketika Zulaikha sibuk mengejar Ridha Allah, maka Allah dekatkan Nabi Yusuf kepadanya. Indah bukan?"

*** 

Bersambung...

Senin, 23 Mei 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top