HEY CRUSH || 25

Assalamualaikum bestie...

Maaf baru update xixixi...

Happy Reading yaa...

***

Oh iya buat yang udah baca sampai bab 28 di KaryaKarsa, mohon jangan spoiler di sini ya 🥰

Untuk kesekian kalinya, shalat Shabira di tutup dengan do'a yang di dalamnya terdapat nama Elzio. Hampir satu minggu, do'a yang selalu ia panjatkan adalah meminta Allah menjaga Elzio di manapun lelaki itu berada. Gadis berparas elok itu juga tak bosan meminta agar hatinya di beri ketenangan karena jujur saja, setiap waktu hati Shabira selalu gelisah, tidak nyaman, dan kadang mendadak nyeri ketika mengingat Elzio.

Sebenarnya Shabira sudah akrab dengan perasaan macam ini, hatinya akan resah gelisah tanpa alasan jika akan terjadi sesuatu hal yang buruk. Tapi, Shabira coba menyangkalnya, karena dia tidak ingin hal buruk menimpa dirinya, keluarga atau bahkan Elzio. Sekeras mungkin, gadis itu meyakinkan diri, bahwa semuanya baik-baik saja.

Usai melipat mukena dan membereskan alat shalatnya, Shabira bergegas membuka tirai-tirai kamarnya. Sejenak, gadis itu terdiam di depan jendela memandangi langit yang perlahan mulai terang menghilangkan malam.

Menghirup udara segar beberapa kali, Shabira lantas menuju tempat tidurnya. Mengambil ponsel dari sana dan mengecek jam, niatnya untuk segera bersiap-siap pergi ke sekolah harus urung ketika sadar bahwa hari ini adalah hari Minggu dan tentu saja sekolah libur.

"Hari Minggu," gumamnya, itu berarti sudah satu minggu sejak Elzio menghilang tanpa kabar. Dan mengingat nama lelaki itu lagi membuat Shabira kembali menekuri ponsel kali ini untuk mengintip pesan.

Jantung Shabira berdetak keras dan terasa lepas kala melihat ada perubahan dari pesan yang dia kirim pada Elzio. Pesan yang beberapa hari ini hanya centang satu kini sudah centang dua bahkan berwarna biru yang artinya Elzio sudah membaca pesan-pesan Shabira.

Dengan semangat yang menggebu, Shabira meelakukan panggilan. Di dering ketiga, gadis itu tiba-tiba mematikan panggilan, bibir merah mudanya dia gigit kuat sementara tangannya meremas ponsel erat. "Nggak seharusnya gue telepon dia subuh gini," katanya tak enak hati. "Gue chat aja, deh."

Assalamualaikum, El.

Apa kabar?

Shabira kirim pesan itu lalu diam menatap ruang chatnya, Elzio terlihat aktif jam satu malam, Shabira jadi menyesal tidur lebih awal padahal selama beberapa hari ini dia selalu bergadang dan bangun untuk Shalat malam.

Dua menit menunggu dalam diam dan tidak mendapat balasan, karena Elzio tidak sedang online, Shabira akhirnya putuskan untuk menyimpan benda pipih tersebut dan bergegas keluar dari kamar.

Gadis itu menuju dapur dan berkerut kening ketika menemukan sang Bunda masih ada di sana padahal biasanya wanita itu sudah pergi ke pasar untuk menjaga kios. "Bun?"

"Eh kakak?" Bunda Khadijah menyambut kehadiran putrinya dengan senyum lembut seperti biasa. "Udah mandi? Seger banget, kak." tanyanya melihat rambut sang anak masih setengah basah.

Shabira mengangguk membenarkan, dia memang bangun pukul empat tadi dan langsung mandi sekaligus mengambil wudhu untuk menunaikan shalat subuhnya.

"Bunda, kok, nggak ke pasar?"

"Bunda ada pesanan." Bunda Khadijah mengedik dagu pada meja makan yang baru Shabira sadari banyak bahan untuk membuat brownies dan cookies. "Nggak banyak pesanannya, cuma minta di antar pagi dan pengennya masih hangat."

Shabira mengangguk-angguk. "Kakak bantu apa?" tanyanya. "Apa kakak ke pasar aja gantiin Bunda?"

Bunda Khadijah menggeleng. "Udah ada ceu Titin di kios, kakak di rumah aja, bantu Bunda beresin rumah, ya? Sama cuciin yang kotor-kotor bekas adonan biar nggak numpuk di bak cucian."

"Iya Bun." Shabira kemudian segera melakukan tugasnya, mulai dari menyapu seluruh lantai rumah baik di atas maupun bawah sekaligus dengan bagian dalam semua kamar.

Gadis itu sempat kesal karena Adam yang kembali tidur setelah shalat subuh, dan dengan banyak debat akhirnya adiknya itu mau keluar kamar sehingga bisa Shabira bereskan dalamnya. Usai menyapu, Shabira lanjut membersihkan lantai dengan kain pel. Gadis itu melakukannya dengan hati ikhlas dan rasanya semua terasa ringan dan cepat, berbeda jika dia melakukannya secara terpaksa.

Pukul tujuh lebih dua puluh menit, Shabira selesai membereskan rumah, menyapu halaman depan dan belakang, memutar cucian di mesin, membilas dan juga menjemurnya. Gadis bersurai kecoklatan dan tebal itu kembali ke dapur untuk mengintip sang Bunda. "Bun? Udah selesai?"

"Udah, Kak. Ini mau masukin ke kotak."

"Ya udah, berarti kakak tinggal cuci yang di bak ya?"

"Iya. Makasih ya, Kak." Bunda Khadijah tersenyum, memerhatikan sang anak yang berdiri di wastafle membersihkan cucian kotor. "Kak?"

"Hmm?"

"Elzio ada kabar?" tanya Bundanya pelan.

Gerakkan tangan Shabira yang sedang memutar spons di mangkuk sejenak berhenti, sambil menoleh pada Khadijah, Shabira menggeleng samar. "Belum ada, Bun. Tapi, nomornya sekarang udah aktif."

"Alhamdulillah," ucap Bundanya lega. "Terus, udah bicara sama kakak?"

"Tadi kakak kirim chat subuh, tapi, belum El balas, Bun." Shabira menjawab tenang. "Mungkin lagi ke masjid, nggak bawa hape," imbuhnya lagi mencoba berpikir positif.

"Iya, iya. Semoga cepet ada kabar, deh. Bunda khawatir." Masalahnya, Elzio menghilang tepat ketika lelaki itu menjanjikan akan datang menjemput Shabira dan Adam, sedikitnya Khadijah merasa tidak tenang takut kalau-kalau Elzio mengalami kecelakaan ketika menuju ke sini.

"Aamiin."

"Oh, iya kak, kemarin uang iyuran seligus daftar UTS udah Bunda bayarkan ke sekolah," beritahu Khadijah. "Bunda nggak ke sana, sih. Bunda bayar lewat transfer."

"Iya, Bunda. Makasih."

"Dua minggu lagi udah masuk UTS, kakak yang fokus ya belajarnya. Jangan mikirin cinta cintan terus," goda wanita itu. "Urusan cinta biar Kakak ngadunya sama Allah pas Shalat. Di luar itu, kakak harus fokus belajar, ngerti?"

Shabira terkekeh. "Ngerti Bunda," balasnya. "Nggak kerasa ya, udah tengah semester aja. Si gembul bentar lagi pindah, dong, Bun?"

"Ya iya, nanti selesai UTS dan nilai keluar, Adam udah harus urus pindahan."

"Sepi, deh, kalau Adam nanti mondok," keluh Shabira. "Bunda yakin, ijinin Adam mondok? Nggak akan kangen?"

Bunda Khadijah terkekeh, walaupun kedua anaknya jarang akur dan selalu saja ribut, namun sebenarnya mereka saling menyayangi satu sama lain. Bukan sekali dua kali Bund Khadijah mendapati Shabira yang diam-diam sering memeriksa kamar Adam saat malam untuk memastikan adiknya tidur nyenyak, atau terkadang dia juga mendapati Adam yang selama satu minggu ini terus memperhatikan sikap Shabira dan akan menganggu kakaknya itu dengan cara menyebalkan hanya untuk mengalihkan pikiran Shabira dari Elzio.

"Kalau kangen pasti iya, dong. Cuma, ini udah jadi keputusan Adam sendiri, Kak. Bunda sama ayah nggak ada maksa dia buat mondok," ucap Bunda Khadijah. "Dan bunda rasa, nggak ada yang salah dengan sekolah di sana. Ilmu agama Bunda sama Ayah itu masih sedikit banget, kak. Dan di umur segini, kecil kemungkinannya buat Bunda belajar dan menurunkan ilmunya sama anak-anak Bunda. Jadi, kalau Adam bisa dapat ilmu banyak yang berkah dari pondok, kenapa nggak?"

Shabira tersenyum dan mengangguk. "Kita nanti sering jengukin dia ya, Bun?"

"Insya Allah, kak."

Shabira melanjutkan pekerjaannya, fokus pada piring serta barang lain yang sedang dia cuci sambil sesekali melantunkan shalawat membuat Bunda Khadijah tersenyum. Sejak dekat dengan Elzio, banyak sekali hal positif yang wanita itu temukan pada anaknya. Dari hal kecil saja, seperti misalnya Shabira tersandung atau bahkan sedang bingung mencari barang, maka anaknya itu kan bergumam menyebut nama Allah.

"Ya Allah, jarum pentul aku ke mana."

"Ya Allah lantainya licin, untung nggak jatuh."

"Ya Allah lapar banget, Bunda udah masak belum?"

Dan banyak hal lagi yang Shabira adukan pada sang Khalik tanpa gadis itu sadar. Khadijah hanya bisa mendoakan, sekiranya Allah berbaik hati mau mempersatukan anaknya itu dengan lelaki sebaik Elzio.

"Kaaaakk!" teriakkan dari Adam di sertai derap kaki yang terburu-buru membuat Khadijah serta Shabira menoleh bingung. "Kak! Kak!"

"Apa, sih, Adam? Kakak di sini loh!" Shabira menyahut sebal.

"Ini..." Adam mendekat, menyodorkan ponselnya. "Ada telepon dari Bang El."

Shabira terbelalak persekian detik sebelum akhirnya tersadar dan segera menyeka tangannya dengan handuk kering. "Halo, assalamualaikum, El?" sapa Shabira dengan suara pelan nyaris berbisik.

"Waalaikumssalam, Shabira. Aku telepon ke nomor kamu, nggak di angkat."

"O-oh iya, maaf. Aku lagi nggak megang hape, El. Lagi bantu Bunda di dapur," jelas Shabira terburu-buru seolah takut Elzio salah paham padanya. "El, apa kabar?"

"Aku minta maaf, seminggu ini nggak ada balas chat kamu. Minta maaf juga, karena batal jemput kamu Minggu lalu," ucap Elzio di sana. Suara lelaki itu terdengar parau, tidak selembut dan tenang seperti yang biasa Shabira dengar. "Apa kamu ada acara hari ini?"

Shabira menggeleng. "Nggak ada, El. Mau ketemu?" tanyanya penuh harap.

"Insya Allah aku ke rumah, seudah dzuhur. Mau bicarain sesuatu, kamu bisa?"

***

Bersambung...

Kamis, 19 Mei 2022.

Baca Hey Crus lebih cepat, udah ada sampai bab 28 di KaryaKarsa ya, link ada di bio prodil aku 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top