HEY CRUSH || 24
Assalamualaikum bestie...
***
"Iya." Fahri mengangguk, tanpa kesusahan berarti pria itu membuka dompet lipatnya dan mengeluarkan selembar kertas dari sana. Mata hitamnya melirik Elzio dengan senyum terkembang. "Ini lihat," ujarnya memberikan kertas di tangannya.
Elzio terima kertas itu, berkerut kening mempertanyakan apa maksudnya. "Ini...."
"Foto calon istri kamu, El. Gimana? Suka?"
Elzio terdiam, tak sadar menahan napas memperhatikan selembar foto di tangannya. Terkejut, bingung, lelaki itu tak mengeluarkan sepatah katapun beberapa detik membuat sang ayah melirik cemas. "Kamu nggak suka, El? Namanya—"
"Aira," sela Elzio menatap sang ayah tanpa emosi apapun di matanya. "Namanya Ghufaira, tapi lebih sering di panggil Aira. Dia teman sekolah aku, Pa."
Arumi terdiam melihat anaknya yang tampak meluruhkan bahu dan sedikit murung, wanita itu tak bisa mengatakan apa-apa sebelum sang suami menjelaskan secara detail mengapa perjodohan ini di adakan secara mendadak.
Fahri mengangguk puas. "Dia juga teman kamu waktu kecil, El. Masa kamu lupa?" tanya pria itu namun tak Elzio gubris. "Teman PAUD dulu, kebetulan papa nya Ghufaira klien nya Papa di beberapa proyek Singapur ini."
"Jadi Papa jodohin aku sama Ghufaira karena bisnis?" tanya Elzio mulai mengerti alasan perjodohan ini namun tebakannya salah karena Fahri menggeleng kepala detik berikutnya .
"Bukan."
"Terus? Kenapa Papa ngedadak jodohin El?"
Fahri tersenyum tak enak, lantas mengenggam tangan sang anak erat. "Karena papa dapat donor ginjal ini dari keluarga dekatnya Ghufaira."
"Tapi pa..." Arumi mencoba menyela. "Tapi Elzio suka sama perempuan lain," ucapnya menatap sang suami yang seketika terbelalak.
"Kamu pacaran El?" tanya Fahri.
Elzio menggeleng.
"Nggak. Dia nggak pacaran, tapi udah lama naksir sama perempuan di sekolahnya Pa. Baru Mana mau usulin perjodohan mereka tapi..."
"Kenapa kamu nggak bilang dari lama, El?" Fahri bertanya dengan raut penyesalan. "Dua bulan lalu pas Papa pulang, kamu nggak ada bicara apa-apa sama Papa. Papa tanya kamu pacaran apa nggak kamu jawab nggak. Papa mana tahu kamu lagi suka sama perempuan, El."
Mama Arumi mengusap lengan sang suami. "El juga baru cerita sama Mama dua minggu kemarin, Pa."
Fahri menatap sang anak yang hanya diam. "Maafin papa El. Papa nggak bisa batalkan perjodohan kamu sama Ghufaira, karena sudah janji sebagai balas budi."
***
Ghufaira, gadis berkulit putih susu itu berjalan tergesa melewati selasar sekolah saat bel masuk terdengar menggemas di seluruh sudut sekolah. Dengan seragam panjang sert kerudung panjang nya gadis itu tampak tidak kesusahan untuk berlari agar cepat sampai di kelasnya.
Beberapa kali melewati kelas temannya, Ghufaira menyapa sambil melambai tangan, saat hendak belok gadis itu sedikit terhuyung karena bertubrukan dengan seseorang. "Ya Allah, maaf, maaf," katanya sambil menstabilkan posisi berdiri. "Aku nggak—" Ghufaira mendongak, beberapa detik terdiam menatap gadis cantik di depannya yang baru saja ia tabrak. "Shabira, maaf ya, aku tadi buru-buru," ringisnya tak enak.
Shabira tersenyum lembut. "Nggak apa-apa, Aira. Aku juga nggak fokus ke jalan tadi," balas Shabira. Dia barusan larut dalam lamunan sehingga tidak memperhatikan sekitar. "Kamu nggak apa-apa?"
Ghufaira menggeleng. "Nggak apa-apa. Sekali lagi maaf ya, aku duluan, buru-buru di tunggu pak Haidar."
"Iya iya, silakan." Shabira berujar masih dengan senyum sembari menatap lekat Ghufaira yang sudah berlalu, jujur saja dia kagum pada gadis berkulit putih itu dan bahkan pernah cemburu karena Elzio menyimpan nomornya.
Ghufaira terkenal karena kecantikannya, gadis itu juga sangat anggun dan lembut. Pintar dalam segala bidang pelajaran, dan yang membuat Shabira merasa iri adalah Ghufaira yang kabarnya sudah Khatam Alqur'an sejak SD, maka tak heran jika sekarang Ghufaira adalah seorang penghapal Al qur'an yang memiliki suara merdu nan syahdu.
"Beruntung banget yang jadi suaminya nanti," gumam Shabira, dia saja yang perempuan merasa bangga melihat sempurnanya Ghufaira apalagi seorang lelaki yang meminangnya nanti.
Shabira lantas melanjutkan langkah, tanpa gadis itu sadar, Ghufaira kembali menoleh dan memerhatikan gadis itu lekat-lekat. Rasa cemburu masih belum senyap sejak mata mereka saling tatap, Ghufaira akui, Shabira itu sangat cantik. Orang-orang sekitarnya bahkan mungkin akan menoleh dua kali demi memastikan gadis itu manusia atau bidadari.
Pantas saja jika Elzio menyukai Shabira. Gadis itu memang sangat asyik di ajak berteman, riang dan selalu bisa mencairkan suasana. Tidak seperti dirinya yang pemalu dan kaku, tidak heran Elzio tidak menyukainya.
"Malah ngelamun di sini, Ra!" Ghufaira terlonjak kaget saat bahunya di tepuk, menoleh sedikit ke belakang, gadis itu dapati April teman sebangkunya. "Liatin siapa, sih? Bira?"
Ghufaira tersenyum dan mengangguk. "Cantik banget dia semenjak pakai kerudung, pantes El suka."
April mengelus bahu gadis itu. "Dengar, percuma mau secantik apapun Shabira dan sesuka apapun Elzio sama dia, tapi, kalau nama kamu yang tertera di lauhul mahfudz nya Elzio sebagai jodoh, Bira bisa apa?"
"Eh kamu ini." Ghufaira menegur halus sementara pipi putihnya seketika berubah kemerahan membuat April gemas.
"Aaamin gitu, kan aku doain, Ra. Mudah-mudahan beneran jodoh, emang kamu nggak capek mengagaumi diam-diam?" goda April lagi.
"Iya aamiin. Tapi nggak boleh berharap berlebihan juga, April." Ghufaira hanya mampu mencintai dalam diam, berharap dalam doa, dan melangitkan nama Elzio melalui bisikan yang hanya dia perdengarkan pada sang Khalik.
April terkekeh. "Tuh, kan. Tapi aku beneran tulus doain kalian jodoh tahu," katanya. "Menurut aku, El lebih cocok sama kamu. Sefrekuensi. Ini aku bicara apa adanya ya bukan karena aku temen kamu loh. Jadi berhenti insecure, Ra."
April merasa kasihan terhadap Ghufaira yang akhir-akhir ini murung melihat kedekatan Elzio dan Shabira, gadis itu bahkan menangis diam-diam saat tak sengaja melihat Elzio mengantar Shabira pulang dengan motor nya minggu lalu. April paham rasanya cemburu namun tak berdaya dan tak bisa melakukan apa-apa itu memang sangat membuat sesak dan nyeri di dada.
"Eh tapi Elzio belum masuk sekolah lagi loh? Udah empat hari?"
Ghufaira mengangguk. "Dia masih di Singapura kayaknya belum pulang."
"Shabira tahu?"
"Tahu apaan?" tanya Ghufaira sembari melanjutkan langkah.
"Elzio di Singapura karena Papa nya sakit dan..."
"Dan?"
"Dan soal perjodohan kamu sama El?" April bertanya ragu.
Ghufaira menggeleng. "Kemarin aku lihat Shabira nanya-nanya soal El sama Fauzi. Kayaknya Bira belum tahu kalau El di Singapur."
"Kalau soal perjodohannya?"
Ghufaira tersenyum kecil. "Belum juga kayaknya." Karena jika gadis itu sudah tahu perjodohan mendadak ini, mungkin Shabira tidak akan melempar senyum seramah tadi. "Dia sedih nggak ya kalau tahu perjodohan aku sama El?"
"Sedih, sih, pasti. Tapi mau gimana lagi? Kamu suka El dari lama, dan sekarang Allah kasih jalan lewat perjodohan, mau kamu tolak memang?"
Ghufaira menarik napas lalu mengembuskannya pelan sampai bahunya turun perlahan. "Aku bisa apa kalau El yang nolak?"
April mencebik, lantas memeluk lengan teman baiknya itu sebagai upaya menenangkan. "Insya Allah El nggak akan nolak. Percaya sama aku, Ra."
"Aamiin." Ghufaira tersenyum. "Eh kamu tahu nggak toko brownies online gitu? Yang bisa pesan dadakan?"
"Kalau toko nya aku nggak tahu," geleng April. "Tapi kalau nggak salah Ibuku punya langganan deh brownies sama cookies dadakan. Nanti aku minta nomornya, ya?"
"Oke, makasih loh."
"Tapi buat kapan dan acara apaan sih?" Selidik April dengan mata memicing.
Ghufaira tertawa karena ekspresi temannya. "Insya Allah keluarga El minggu depan ke rumah. Doain supaya lancar ya Pril."
***
Bersambung...
Jum'at, 13 Mei 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top