HEY CRUSH || 22
Assalamualaikum...
Bestie, makasih buat 1.3K komentarnya di bab 20 sama 21, MasyaAllah baik banget kalian yang mau bantuin spam. Hanya As-syakuur yang bisa balas kebaikan kalian semua, terima kasih yaaa 🥰✨
Sesuai janji, aku updat cepet nih, semoga suka ya!
***
SHABIRA jalan mengendap-endap berusaha untuk tidak menimbulkan sedikitpun suara agar sampai di depan pintu kamar Adam. Di bukanya pintu itu lalu kepalanya melongok ke dalam, toleh kanan-kiri Shabira tidak temukan keberadaan sang adik di dalam sana.
Dengan seringai lebar yang mungkin jika Adam melihatnya, bocah itu pasti akan ketakutan karena Shabira persis seperti badut yang nememukan mangsa bocil untuk ia takuti ketika mendapati bahwa ponsel Adam tersimpan apik di nakas.
Shabira masuk ke dalam kamar adiknya dan mengunci pintu rapat. Adam memang tidak ada, sore hari bocah gemblung itu pergi mengaji dan benda pipih canggih itu tidak di perbolehkan di bawa.
"KESEMPATAN EMAS HAHAHA...." Tawa Shabira menggelegar menakutkan dengan gaya seperti seorang bajak laut yang menemukan kotak harta karun.
Gadis itu lantas meloncat ke kasur setelah mengambil ponsel Adam. Jangan di tanya apa alasan Shabira kepo terhadap ponsel adiknya, karena sudah pasti alasannya Elzio!
"Lah! Kok pakai kode sandi, sih?!" jeritnya memprotes. "Sandinya apaan ini?"
Shabira mencebik kesal setelah dua kali salah memasukan kode sandi, tidak ada cara lain maka gadis itu turun ke lantai bawah untuk menemui sang Bunda yang sedang bersantai di ruang tamu.
"Bun, kode sandi hape si gembul apaan?"
"Gembul siapa, Kak?"
"Adam." Begitu jawaban meluncur dari mulut Shabira, detik itu juga bantal sofa melayang mengenai wajahnya. Tentu pelakunya Bunda tercinta maka Shabira diam saja walau ingin membalasnya.
"Kamu ini! Gembul, kan, nama kucing mu! Kok di pakein ke Adam!" Bunda Khadijah mulai mengomel, tak terima jika ada yang menghina fisik Adam walau niat bercanda. "Jangan begitu, Kak! Adik kamu nanti nggak percaya diri kalau terus-terusan di panggil gendut."
"Oke oke mianhae." Shabira nyengir. "Cepet Bun, ini kode sandinya apa? Hape kakak lagi di cas, kaka butuh buat searching."
"Kan, bisa di laptop, kak."
"Nggak bisa. Mati juga."
Bunda Khadijah akhirnya memberi tahu kode sandi itu, Shabira bersiul senang ketika berhasil masuk. Dia kembali ke atas namun kini masuk ke kamarnya sendiri.
Sampai di kasur setelah mengunci pintu, Shabira segera membuka pesan. Mencari ruang obrol antar adiknya dengan si Calon Ayang.
"Kok, kosong banget, sih. Nggak pernah chattingan apa? Atau di hapus?" gumamnya heran. "Ah bodo amat, sih."
Dengan seringai yang belum musnah juga di wajah, Shabira mulai menarikan jemarinya di atas layar.
Assalamualaikum, Bang.
Abang nanti hari Minggu jadi kan ajak aku ke lapang futsal?
"Oke kirim!" Shabira tekan tombol send, beberapa detik menunggu, akhirnya Elzio online juga dan langsung membaca pesan yang dia kirim.
Namun, semenit berlalu, Elzio tak kunjung membalas membuat Shabira bertanya-tanya. Tidak biasanya Elzio membalas lama, gadis itu hendak mengetik lagi namun urung ketika Elzio juga melakukan hal yang sama.
Waalaikumssalam
Jadi, Adam.
Abang udah bilang sama Bunda tadi, Bunda udah kasih ijin.
Shabira tersenyum licik membaca balasan itu lantas mulai mengetik
Loh masa?
Tapi tadi Bunda bilang, aku boleh ikut kalau kaka juga ikut bang
"Oke send!" Shabira berseru girang. Namun kegirangannya tak bertahan lama, berubah menjadi syok ketika ponsel Adam bergetar panjang menandakan panggilan masuk.
Dan ya betul, panggilan itu dari Elzio!
Shabira kelabakan, panik bukan main dan otaknya mendadak semakin bodoh karena malah menyembunyikan ponsel itu di bawah bantal. Syukurlah tak lama kemudian getaran ponsel itu berhenti, membuat Shabira bisa mengembuskan napas lega dan segera mengambil kembali benda pipih tersebut.
Belum sempat napas leganya terembuskan, Shabira harus menahannya di tenggorokan ketika pesan yang Elzio kirim muncul di layar.
Angkat, Farahani
Ah tamat sudah kebohongan Shabira!
***
Elzio melipat sarung yang dia kenakan setelah usai membaca al-quran dan di tutup dzikir pada subuh hari ini, di liriknya jam digital yang tergantung pada dinding, pukul setengah enam. Waktu yang pas untuk berlari sebentar mengelilingi kompleks perumahan.
Lelaki berkulit putih itu bergegas membuka tirai kamarnya, mengembuskan napas panjang ketika melihat langit mendung dan rintik hujan sudah turun membasahi bumi. Agaknya, keinginannya untuk jogging di hari Minggu ini harus urung.
Daripada menghabiskan waktu sia-sia di kamarnya, Elzio lebih memilih untuk turun dari kamar. Sebagai info, Elzio bukanlah remaja yang senang bermain game online. Bukan juga remaja yang sering menghabiskan waktu untuk menatap layar ponsel dengan membuka sosial media. Dia lebih senang menghabiskan waktu membantu mama nya, membereskan rumah atau terkadang jika sempat, membantu mama nya masak.
Dan itulah yang dia lakukan kini, melihat isi rumah yang tidak serapih biasanya, Elzio tebak bahwa mama nya belum sempat beres-beres, maka dengan senang hati Elzio mengambil sapu beserta pengki, naik lagi untuk sampai di lantai dua dan membersihkan seluruh ruangan di sana sebelum kemudian turun dan membersihkan lantai bawah.
Tepat ketika lelaki itu keluar dari kamar mandi dengan tangan membawa serta alat pel, saat itu lah dia melihat sang Mama baru terlihat di dapur. "Pagi, Ma," sapanya.
Arumi menoleh, tersenyum lembut menatap sang anak yang sudah mengenakan setelan training. "El, biar mbak aja nanti yang beresin. Hari ini emang mbak telat datang. Mama juga lagi mager beres-beres," katanya menyengir.
"Nggak apa-apa biar aku aja, Ma. Mama istirahat aja," balas Elzio seraya berjalan melewati sang Mama, hendak meninggalkan dapur namun langkahnya tertahan karena seruan Arumi. "Kenapa, Ma?"
"Mama semalam dapat DM dari ... sebentar, siapa namanya ya? Itu loh temennya Shabira yang pernah mama kasih kerudung tuh siapa? Nita? Widia? Siapa, sih?"
"Nadia," koreksi Elzio tersenyum geli.
"Ah iya Nadia! Susah banget namanya!"
Elzio geleng kepala, padahal nama Shabira lebih susah di eja di banding nama Nadia. "Kenapa sama Nadia?"
"Itu kemarin malam seudah isya ada dm mama di instagram. Kok tau ig nya mama ya?"
Elzio mengedikkan bahu cuek. "Cari tahu mungkin di followingnya Bira," ujarnya. "Kemarin juga dia sempat minta nomor Mama. Katanya mau bilang makasih."
"Terus kamu kasih?"
"Belum," geleng Elzio. "Mama emang mau kasih?"
"Jangan ah. Buat apa?"
Elzio terkekeh, sudah dia duga, Mama nya tidak akan suka pada gadis yang mendekatinya duluan. Mama Arumi itu type perempuan yang harus suka duluan terdahap orang, mama nya justru akan risi jika ada orang yang sok kenal. Kecuali Shabira tentu saja.
"Dia dm apa ke mama?"
"Ya gitu, bilang makasih buat kerudungnya. Terus nanya-nanya, beli kerudungnya di mana katanya, dia minta anter mama buat ke toko nya milih kerudung lain," jelas Mama Arumi. "Mama langsung tolak, bilang kalau Mama sibuk hehe."
"Ya udah, jangan di tanggapi kalau Mama nggak nyaman."
"Lagian kenapa bukan Shabira yang ajak mama jalan coba?" Arumi mencebik seperti remaja perempuan yang menggemaskan. "Kalau Bira yang ajak Mama nggak akan nolak."
"Oh ya? Kenapa?"
"Ih! Shabira itu lucu El! Dia diem aja bisa bikin mama ketawa! Mama betah ngobrol sama Bira, anaknya asik, suka bercanda, wajahnya juga cantik nggak bosen di pandang. Pantesan kamu suka!"
Elzio tertawa pelan. "Nanti sore aku ke rumah Bira, mau jemput Adam, sekalian sama kakaknya juga. Mau ke lapang futsal. Mam—"
"Mama ikut boleh?"
"Mau ngapain?" Elzio berkerut kening. "Di sana remaja semua. Mama nanti bosen."
"Nggak. nggak akan bosen, kan, ada Bira."
"Nanti Bira nya malah nggak nyaman kalau ada Mama," dengkus Elzio geli. "Nanti aja pulang dari lapang, aku bawa mereka ke sini."
Mama Arumi manyun. "Emang Bira nggak nyaman sama Mama?"
"Ya kalau terus-terusn di pelototin Mama pasti nggak nyaman," jelas Elzio. Dia masih ingat dengan jelas, bagaimana Shabira terus-terusan menundukkan kepala dengan wajah merah saat Arumi tak berhenti menatapnya bahkan tanpa berkedip. "Serem kalau diliatin begitu," canda Elzio.
"Iya juga, ya?" Arumi malah tertawa. "Ya udah nanti Mama mau masak banyak buat Shabira, deh. Janji ya bawa ke sini?"
Elzio mengangguk. "InsyaAllah."
Namun, apalah daya rencana manusia jika di bandingkan dengan ketetapan dari Allah? Hari Minggu yang Elzio dan Shabira nantikan, ternyata tidak berjalan sesuai rencana. Karena tepat ketika pukul tiga saat Elzio keluar dari kamar setelah siap dengan barang bawaannya, Mama Arumi menghampiri dengan napas tersenggal serta wajah pucat pasi, memberikan kabar yang membuat Elzio tidak bisa menepati janji.
Janjinya pada Shabira dan Adam serta Bunda Khadijah yang kini diam menatap keluar jendela menanti kehadiran Elzio. Sudah lebih dari satu jam dari perjanjian, Elzio tak kunjung datang. Shabira cemas, beberapa kali coba menghubungi nomor lelaki itu namun tak kunjung tersambung.
"Gimana, Kak? Ada balasan dari El?"
Shabira menggeleng menjawab pertanyaan sang Bunda. "Nomor El nggak aktif, Bun."
Bunda Khadijah menghampiri Shabira dan mengelus lembut punggung putrinya. "Tunggu sebentar lagi, mungkin ada halangan."
Shabira mengangguk walau cemas tetap menggelayuti hatinya. Bahkan denyut nyeri tak berasalan mulai menyapa hatinya saat malam tiba. Shabira berdiri di depan jendela yang dia buka demi mendapat udara segar untuk melegakan hatinya. Mata cantik gadis itu memandang ke atas, pada langit yang gelap dan sesekali kilat putih menyambar bersamaan dengan hujan yang semakin deras.
Dalam diam, Shabira terus memanjatkan doa di dalam hatinya, semoga Allah senantiasa menjaga keselamatan Elzio di mana pun lelaki itu berada.
***
Bersambung....
05 Mei 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top