HEY CRUSH || 19

Assalamualaikum bestie...

Lama tak bersua yaakk wkwk

Sebagai info, aku ketik ini dalam keadaan mood buruk. Semoga kalian bisa menikmati walau isinya garing dan nggak jelas :)

***

Shabira menoleh ketika merasakan lengannya di sikut oleh Adam, lalu cepat-cepat menatap pada wanita yang kini menyapanya dengan salam.

            "W-walaikumssalam, tante." Shabira tatap mata indah milik Mama Elzio, seketika gugup itu kembali hadir lebih besar dari sebelumnya, Shabira bahkan menahan napas sambil mencengkeram erat tali slingbag nya.

            "Nama tante Arumi, mamanya Elzi— Ya Allah nak, kamu mimisan!" seru Arumi panik, mendekat pada Shabira lalu menyeka hidung gadis itu agar darah berhenti keluar.

            "Bawa tissue nggak, Ma?" tanya Elzio selagi membuka handbag Arumi.

            "Adanya sapu tangan, bersih kok, pakai aja."

            Di keluarkannya sapu tangan itu, lantas memberikannya pada Arumi. "Shabira—"

            "Nggak apa-apa, El. Nggak sakit, kok," sela Shabira meringis, "Duh tante, maaf ya ngerepotin."

            Arumi menggeleng. "Ngerepotin apa, sih? Kita ke Rumah sakit, ayok."

            "Jangan!" tolak Shabira panik. Buset, kalau dia di bawa ke rumah sakit, Shabira harus menjelaskan dengan cara apa bahwa akibat mimisan ini karena ketemu camer?

"Maksudku, aku nggak apa-apa, kok, Tan. Beneran. Aku ke air aja dulu bentar, ya. Permisi." Shabira berlari kecil sambil mendongakkan kepala sementara tangannya terus menyeka hidung agar darah tidak keluar lagi.

            Dalam hati gadis itu menggerutu, mengutuk diri sendiri yang bisa-bisanya mimisan ketemu calon mertua!

            "Sebenarnya lo ada masalah apa, sih?!" sentaknya, menekan hidung sendiri. "Kenapa lo selalu malu-maluin gue!"

            Sementara Shabira pergi ke toilet, Elzio hanya diam menatap khawatir pada punggung gadis itu yang semakin mengecil sebelum hilang di telan kerumunan. "El, kok, Shabira bisa mimisan, sih? Lagi sakit?" tanya Arumi.

            Elzio menggeleng. "Dia baik-baik aja sebelum ini, sempet ngambek tadi. Tapi nggak sakit sama sekali. Iya, kan, Adam?" lelaki itu menoleh pada Adam yang bisa-bisanya masih santai memakan Amos di tangannya. "Adam?"

            Adam mengangguk, menyelesaikan kunyahannya lalu menyahut. "Jangan khawatir bang. Kakak emang aneh."

            "Aneh gimana?" Arumi bertanya bingung.

            "Ya aneh kayak gitu," kata Adam nyengir.

            "Dia gugup kayaknya," simpul Elzio. Teringat kembali kejadian saat pertama kali dia menemui gadis itu ke kelas. "Mama bisa susul dia nggak?" pintanya pada sang Mama. Elzio khawatir Shabira tidak akan keluar dari toilet sampai Mall tutup karena gugup dan malu.

            Arumi mengangguk, wanita itu menitipkan beberapa kantung belanjaan lantas pergi menyusul Shabira. Syukurlah, di toilet itu tidak terlalu banyak orang sehingga Arumi bisa mengenali Shabira dengan mudah. "Shabira?"

            Shabira menoleh kaget. "Eh, tante. Aku udah selesai, kok."

            "Tenang. Tante nggak galak, kok. Jangan gugup gitu," tegur Arumi dengan senyum geli. Walau Shabira tidak bisa melihat senyumnya karena tertutup cadar, tapi mata bening Arumi menyorot demikian. "Kamu nggak apa-apa?"

            Shabira meringis. "Nggak apa-apa, Tan. Cuma akhir-akhir ini kalau terlalu gugup emang suka mimisan."

            "Waduh. Berarti ini bukan yang pertama kali?" Arumi bertanya seraya menyimpan satu paperbag di atas permukaan wastafle.

            "Iya bukan pertama kali, Tan." Shabira kembali meringis. "Pas pertama kali di samperin anaknya tante ke kelas, aku juga mimisan."

            Pergerakkan Arumi yang sedang mengubek-ubek paperbag nya berhenti, wanita itu menoleh pada Shabira dengan mata membulat tak percaya. "Kok bisa?"

            "Gugup, Tan. di datangin anaknya tante tiba-tiba," jawab Shabira, jadi tertawa sendiri mengingat kelakuan konyolnya. "Kayaknya aku waktu itu pusing juga sih, kelamaan jongkok di kolong meja," tambahnya lagi.

            Tawa Arumi mengudara begitu keras, mereka berdua bahkan harus menutup mulut agar tawanya tidak mengganggu. "Lucu banget, sih, kamu," celetuk Arumi. Di tatapnya sosok Shabira yang tersipu, pipi kemerahan dengan mata beningnya yang mengerjap-ngerjap salah tingkah membuat Arumi gemas sendiri. Pantesan anaknya kepincut, wong Shabira titisan bidadari.

            "Eh, dress kamu kotor, Nak. Kena tetesan darah kayaknya," beritahu Arumi. Menunjuk dress ungu milik Shabira yang lumayan banyak terkena bercak darah.

            Shabira meringis malu, baru sadar dressnya begitu kotor. "Tadi aku nggak hati-hati, Tan," katanya.

            "Biar tante minta Elzio buat bawakan baju bersih, ya. Tadi sebelum dia berangkat, tante ada titipan buat kamu yang isinya baju. Kamu ganti pakaian kamu soalnya cukup jelas darahnya."

            Shabira mengangguk kaku. "Maaf ya, Tan, aku jadi banyak ngerepotin."

            "Nggaklah," elak Arumi, mengibaskan tangan di udara. "Tante seneng malah ketemu kamu di sini. Bentar, ya, tante keluar dulu mau telepon nggak ada sinyal."

            Cukup lama Shabira menunggu, sampai akhirnya Arumi kembali dengan paper bag besar yang dia terima tadi di mobil. "Nih, ada beberapa baju di dalamnya, Bira pilih aja yang cocok."

            "Semuanya cocok, Tan. Gamis sama Abaya nya cantik-cantik. Makasih ya tante," ungkap Shabira tulus, menatap sosok wanita bercadar di depannya dengan binar kagum.

            Arumi memegangi kedua bahu Shabira. "Sama-sama. Gih, sana ganti pakaian kamu. Di dalamnya juga ada beberapa pashmina yang Elzio beli barusan."

            "Eh? Kok?"

Arumi tertawa. "Tante bilang, kerudung sama dress kamu kena darah. Terus minta tolong dia buat bawain baju di mobil, mungkin dia cek dulu di dalamnya ada kerudung atau nggak. Dan memang nggak ada, jadi kayaknya dia tadi mampir dulu ke toko buat beliin," terang wanita itu membuat Shabira semakin tidak enak hati saja. "Syuutt, jangan bilang makasih ke tante. Ke orangnya langsung aja nanti," tambahnya lagi saat peka bahwa Shabira hendak mengucapkan terima kasih. "Gih, sekarang kamu ganti pakaian dulu dan cepet-cepet keluar soalnya ada yang nunggu nggak sabaran."

***

Elzio berdiri bersisian dengan Adam, lelaki itu menyandarkan punggungnya pada dinding dengan kepala berulang kali menoleh pada pintu toilet wanita. Dan sepertinya gerak-gerik Elzio di sadari Adam karena bocah itu mendengkus geli. "Sabar, bang. Kakak kalau dandan suka lama."

            "Dandan?" Elzio membeo bingung. "Kakak kan ganti baju aja."

            Adam memutar bola mata. "Haduh bang, aku yakin, kakak bukan ganti baju doang. Tapi cuci muka dan betulin riasan make upnya. Bisa nyampe sejam itu, mungkin lebih karena sekarang dia pasti pengen dandan sampai cantik banget."

            "Ngapain dandan lagi, udah cantik juga," gumam Elzio tak sadar, keningnya mengernyit bingung.

            Adam kembali mendengkus kali ini lebih keras. "Cuma abang yang bilang kakak cantik," ucapnya sebal.

            Elzio berdeham, mengusap lehernya kaku. "Kan, memang cantik."

            "Abang belum tahu aja kalau Kakak bangun tidur, atau nggak pas lagi marah, beuh kayak kucing yang mendadak kesurupan reog Diponegoro."

            Elzio tertawa karena ucapan Adam. "Insya Allah nanti abang bisa lihat semua tentang kakak kamu, Adam, kalau udah nikahin." ujarnya tentu saja dalam hati. DA-LAM HA-TI.

            "Tuh, kakak!" seru Adam menunjuk dua perempuan yang baru saja keluar dari toilet.

            Elzio menoleh, terkesima melihat sosok perempuan di samping mama nya yang cantiknya berkali lipat. Shabira mengenakan Abaya coklat pemberian Mamanya, di padupadankan dengan pashmina bercorak warna senada yang Elzio pilih sendiri barusan.

            Melihat Elzio bergeming tanpa berkedip, Adam mendengus lagi. "Gadhul bashar, abang," peringatnya membuat Elzio seketika berdeham canggung dan menunduk sambil beristighfar.

            Shabira yang sedang berjalan seketika jadi bingung mendapati Elzio menundukkan kepala. Sangat menunduk sampai Shabira rasa sepertinya Elzio ingin mencopotkan kepala itu. Hadeuh, kenapa lagi tuh gebetan?

            "El," sapanya, dan luar biasa, Elzio mendongak tanpa menatapnya melainkan menatap mama Arumi. Shabira mencebik diam-diam karena itu.

            "Sudah?" tanya Elzio pada mama nya.

            Arumi tersenyum geli di balik cadar. Sadar betul bahwa anaknya salah tingkah.  "Udah, yuk. Kita makan dulu."

            "Eh? Nggak usah, tante. Aku sama Adam nggak lapar, kok," tolak Shabira merasa tak enak kalau harus lebih banyak merepotkan mama gebetan.

            "Eeeehh, nggak lapar gimana sekarang udah sore. Ayok kita makan bareng sekalian ngobrol bareng, kapan lagi kita bisa ketemu ya, kan?" tanya Arumi sedikit memaksa.

            Shabira menyengir tak enak, melirik Elzio untuk meminta bantuan tapi sayangnya Elzio malah langsung pergi begitu saja meninggalkannya setelah mengucapkan. "Ayok kita cari resto yang nggak penuh."

            Shabira saling lirik dengan Adam, lantas mau tak mau mengikuti langkah Elzio yang sudah lebih dulu berjalan di depannya bersampingan dengan sang Mama.

            "Cie, cie, cie...." bisik Mama Arumi dengan mata menggerling jahil pada sang anak. "Cantik, ya. Shabira."

            Elzio hanya mengangguk.

            "Lucu juga orangnya," kata mama Arumi lagi dan Elzio kembali mengangguk.

            "Gemesin banget."

            "Iya, Ma."

            "Mama cocok kayaknya sama Shabira."

            Kali ini Elzio menoleh. "Cocok buat?"

            "Buat MM an."

            "MM apa?"

            "Mertua-Menantuan," jawab Mama Arumi terkikik.

            Elzio menggeleng kepala melihat tingkah mama nya tersebut. "Bulan depan Papa pulang, El. Kalau udah di rumah Mama mau bicarain sama Papa, buat jodohkan kamu sama Shabira. Gimana?"

***

Bersambung....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top