HEY CRUSH || 16
Assalamualaikum <3
Ada yang nunggu lapak ini nggak? sksksk
Maaf ya baru bisa update lagi :(
Pren, aku udah edit dan cek dua kali, kalau masih ada typo, tolong tandai ya :)
***
"Kakak berangkat, El aku berangkat ya, assalamualaikum," ucap Shabira.
"Wa'alaikumsalam." Ada rasa sesak saat Elzio menjawab salam Shabira, sesak itu semakin pekat ia rasa ketika mendengar suara Alef di luar sana. Tanpa bisa di cegah, kepala Elzio menoleh ke belakang, mendapati wajah Alef yang tampak sekali terpukau atas apa yang dia lihat.
Shabira memang tampil cantik hari ini, anggun sekali dengan dress ungu yang gadis itu kenakan. Sungguh, cobaan terberat bagi Elzio untuk tidak menatap gadis itu lama-lama, harus Elzio syukuri karena Adam di sini sehingga dia bisa mengalihkan perhatian walau pikirannya tetap pada Shabira.
"Bang Elzio nggak ikut ke undangan Kak Nadia?" tanya Adam.
Elzio tersenyum. "Mungkin nanti berangkatnya agak siang, undangan nya jam dua." Elzio memang di undang, baru kemarin malam dia mendapatkan undangan dari Nadia, itupun di kirim lewat direct message di Instagramnya. Entah tahu dari mana Elzio mempunyai Instagram karena saat dia sampai rumah, ada banyak notif yang memberitahukan bahwa ada beberapa ratus orang yang memfollownya dan salah satu di antara mereka adalah Nadia Permatasari. Yang ternyata teman dekat Shabira.
Nadia mengatakan bahwa hari Minggu akan ada acara syukuran ulang tahunnya dan mengundang Elzio untuk datang, Nadia juga menyarankan agar Elzio berangkat bersama dengan Shabira. Tentu saja Elzio tidak keberatan, tapi anehnya, Shabira tidak ada mengirim pesan apapun padanya sejak Jum'at malam.
Syukurlah, kemarin malam Adam ada mengirim pesan padanya, menanyakan perihal tugas yang di berikan guru Agamanya. Elzio putuskan untuk datang kerumah Shabira saja, sekalian menjelaskan materi juga pada Adam. Selain dari itu, dia juga bisa bertemu dengan Shabira dan mengajaknya pergi bersama.
Namun belum sempat Elzio mengajaknya karena sedang fokus membantu Adam, perkataan Shabira saat menjawab pertanyaan Adam justru membuat Elzio terkejut dan sedikit kecewa. Ternyata Shabira akan berangkat bersama dengan Alef. Bukan itu saja, pakaian mereka juga terlihat serasi, atau memang sengaja di serasikan?
Kalau boleh jujur, Elzio merasakan hati nya tidak nyaman lagi. sesak, seperti seseorang meremas jantungnya di dalam sana tanpa ampun bersamaan dengan hatinya yang seolah terbakar api besar.
Dan semakin besar pula api itu ketika Elzio melihat Alef mengulurkan tangan pada Shabira, entah bagaimana kondisi hati Elzio jika Shabira menerima uluran itu. syukurlah, gadis tersebut menolak dan memilih jalan duluan.
"Ayok bang, berangkat sekarang aja, aku temani abang." Elzio menoleh pada Adam yang ternyata sudah berganti kausnya dengan kemeja. Kapan bocah ini berganti baju?
Elzio terkekeh kecil. "Adam mau temenin abang?"
Adam mengangguk dengan buru-buru. "Ayok bang!"
"Adam dengar, kakak kamu sekarang ada di mobil sama teman laki-lakinya. Adam tahu, bahwa perempuan sama laki-laki yang bukan mahrom itu sebaiknya menjauhi fitnah?"
Adam mengangguk. "Apa aku ajak kakak juga supaya bareng sama abang?"
"Jangan." Elzio menggeleng. "Jangan biarkan kakak mu ingkar janji, itu dosa. Kakak kamu mungkin udah janji sama temannya buat berangkat bareng."
"Terus gimana bang?" tanya Adam gelisah, Elzio justru tertawa karenanya.
"Adam lebih baik ikut sama Kak Bira sama kak Alef, ikut mobil mereka."
"Nggak!" tolak Adam. "Aku nggak mau, aku pengen sama abang."
"Jadi Adam mau biarin kak Bira berduaan? Adam tahu bahwa ketiga di antara mereka adalah syaitan?"
Adam merengut kesal. "Ya udah," putusnya sambil kemudian memanggil Bunda Khadijah. Mereka berdua pamit pergi, lalu keluar dari rumah. Adam bahkana berlari kecil untuk menyusul keberadaan kakaknya.
Sementara Elzio berdiri di depan gerbang memerhatikan, tadinya dia hendak mendekat untuk menyapa Alef karena bagaimanapun mereka saling kenal. Namun Alef masuk begitu saja sebelum sempat Elzio melangkah kaki. Berkerut kening Elzio dalam beberapa detik. Ada apa dengan Alef?
***
Shabira sampai di rumah Nadia dan langsung masuk ke kamar gadis itu setelah menyapa kedua orang tuanya sementara Alef dan Adam menunggu di bawah. "Nadiaaaa! Selamat berkurang umur bestaiii," ucapnya girang.
Nadia yang sedang berhias wajah hanya mendelik mendengar teriakan heboh itu. Bukannya tidak suka, hanya saja Shabira sudah mengucapkan selamat padanya dari tengah malam, bahkan sampai membuat panggilan video call dengan dua teman lainnya. "Lo udah ucapin selamat berulang kali, Bir. Mana kadonya, selamat doang mah gue nggak seneng," guraunya.
"Nihhh! Gue bawa hadiah buat lo!" Shabira memamerkan paperbag yang dia jinjing, "Lo pasti senang sama hadiah gue."
Nadia terkekeh. "Makasih ayang."
"Cih," decih Shabira tertawa.
"Eh, lo ke sini sama Elzio kan?"
Di tanyai begitu, wajah Shabira langsung murung. Dia menggeleng. "Nggak Nad."
"Lah, terus sama siapa?" tanya Nadia heran. "Padahal gue semalem udah undang si El, ya walaupun telat sih itupun lewat DM."
"Kok lo nggak ngomong undang dia sih?"
Nadia meringis. "Gue lupa, saking banyaknya pikiran di kepala gue. Gue juga nggak undang El aja, tapi beberapa yang lainnya juga. Jadi gue nggak ingat mau kasih tahu lo, keburu molor."
Shabira mencebik. "Ah lo mah."
"Emang El nggak jemput lo? Gue udah saranin dia buat jemput lo, Bir."
"Ada sih ke rumah, tapi nggak ngomongin soal undangan. Malah ngerjain bareng tugasnya adek gue." Shabira berdecak, tampak sekali gadis itu kesal dilihat dari bibirnya yang mengerucut.
Nadia terkekeh. "Modus kali, dia malu nyamperin lo. Atau emang sekalian, ambil hati adek lo juga biar di restuin."
Shabira mengedikkan bahu. "Tau ah, El tingkahnya bikin pusing."
"Terus lo ke sini sama siapa? Di anter Bapak Ridwan?" Nadia bertanya seraya memoleskan liptin di bibirnya.
"Nggak. Gue di jemput Alef."
Puukk
"Nad!" seru Shabira kaget, matanya melotot melihat dress Nadia terjatuhi liptin berwarna merah terang membuat dress tersebut kotor. "Nad Ya Allah, kok jatuh sih?"
Nadia tampak tidak fokus, gadis itu mengerjap beberapa kali. Alih-alih memerhatikan dressnya, gadis itu malah memerhatikan wajah Shabira yang kini ada di dekatnya. "Lo..., sama Alef, bareng?"
Shabira mengangguk.
"Kenapa sama dia?"
"Ya sama siapa lagi, Nad. Temen gue selain kalian bertiga kan cuma Alef, kalau bareng Shaga, gue di tembak mati Hazel gimana?" jawab Shabira dengan canda, belum sadar dengan air muka Nadia yang tadinya ceria menjadi bermuram durja.
"Kok lo mau sih, jalan sama Alef padahal lo lagi dekat sama Elzio?"
Shabira mengkerut kening. "Ya memang nggak boleh?" tanyanya.
Nadia tersenyum kaku. "Maksud gue..., nggak jadi. Lupain aja."
Shabira berdecak. "Apa sih, Nad. Gue sama El belum ada ikatan apa-apa. Jadi kayaknya nggak apa-apa kalau gue bareng Alef, lagian kita udah temenan hampir dua tahun. Nggak ada alasan buat gue jauhin dia."
Nadia tersenyum. "Cuma lo yang anggap temen Bir, beda sama Alef."
"Lo ngomong apaan, sih, Nad?"
"Alef suka sama lo, Bir."
Berputar bola mata Shabira mendengar itu. "Alef nggak suka sama gue. Alasan dia ajak bareng cuma mau manasin mantannya aja. udah gitu aja. udah jangan bahas beginian dah, pusing pala gue. Belum kelar sama El, omongan lo malah jadi beban pikiran aja."
***
"Lo bisa nggak jauh-jauh dari gue?!" Shabira berucap ketus pada Alef yang selalu membuntutinya ke mana-mana. Bahkan saat sekarang Shabira berniat mengambil salad buah untuk penutup makannya.
Syukuran ulang tahun yang Nadia gelar berjalan lancar. Mereka tadi mengawali perkumpulan dengan memanjatkan doa, lalu kemudian memotong kue berlilin tujuh belas, dan di akhiri dengan makan bersama. Banyak orang yang hadir, karena ternyata Papa Nadia mengundang anak-anak panti asuhan dari satu Yayasan. Anak-anak inilah yang lebih menikmati acara ketimbang teman-teman Nadia yang menganggap acara ini membosankan.
"Lo kan pasangan gue, jadi harus gue jagain," ucap Alef terkekeh.
Shabira begidik. "Jijik tau nggak?" decihnya namun Alef abaikan.
"Ambilin sekalian buat gue beb."
"Alef!" Shabira menegur tegas, sungguhan tidak suka dengan sikap Alef yang gemar sekali menggodanya. Mungkin kalau mood Shabira sedang baik, dia tidak akan mengomentari apa-apa. Namun di karenakan moodnya buruk, jangan salahkan Shabira kalau ada yang mengajaknya bercanda namun malah Shabira semprot.
"Lo kenapa sih, sensi banget sama gue. Semenjak lo di kerudung, lo berubah tahu nggak," decak Alef mengeluarkan unek-uneknya.
"Nggak ada hubungannya sikap gue sama kerudung gue!"
"Ada Shabira. Lo semenjak deket sama si tukang Adzan itu, lo berubah. Lo di kerundung, jadi sok alim, padahal lo dulu orang yang friendly Bir. Kalau sipat lo berubah gegara di kerudung, kayaknya menurut gue itu gak masuk akal."
"Alef!" Shabira menegur dengan nada tinggi. Dia menatap Alef bengis, membuat Alef terkesiap. Shabira adalah orang yang suka bercanda dan jarang sekali marah. Jadi sekalinya melihat emosi gadis itu, wajarlah Alef terkejut. "Gue di kerudung bukan hanya asal-asalan buat nutup aurat. Tapi sedikit demi sedikit gue juga belajar buat memahami aturan Allah. Di kerudung itu kewajiban, sementara sikap gue nggak ada sangkut pautnya sama kerudung. Maaf kalau perubahan gue bikin lo nggak nyaman, tapi sebenernya gue nggak peduli, karena gue tahu perubahan yang gue lakuin itu menuju arah yang lebih baik!"
Shabira mengucapkan itu dengan napas memburu dan dada naik turun. Jujur saja perkataan Alef benar-benar melukainya kali ini. "Kalau lo nggak bisa nerima perubahan gue, ya udah gampang, jauhi gue!" ucapnya sebelum kemudian berbalik badan untuk menuju di mana teman-temannya berkumpul.
Ada Karina dan Chelsea yang langsung menyambutnya dan dengan sigap mengusap punggung Shabira untuk menenangkan amarah Shabira. "Nadia mana?" tanya Shabira setelah tenang.
"Itu, lagi ngobrol sama adik lo, sama El juga," tunjuk Karina ke samping kiri mereka. Benar, ada Nadia, Elzio dan juga Adam sedang berdiri di pinggiran kolam renang, ketiga orang itu tampak bercakap-cakap dan terlihat akrab. Nadia bahkan tertawa entah karena apa, sebelum kemudian gadis itu menjerit senang saat Elzio memberikan sebuah paperbag kecil, sebagai hadiah.
Tangan Shabira terkepal erat di sisi badan, cemburu mulai menguasai hatinya tatkala melihat Nadia sedang menggunakan kerudung pashmina yang berukuran cukup panjang. Tentu saja itu adalah hadiah yang Elzio berikan, gadis itu tampak cantik walau tidak memakai kerudung dengan benar, hanya menyampirkan nya saja di kepala.
"Si El daritadi lihatin lo terus sama Alef. Lo berantem sama dia?" tanya Karina.
Shabira menggeleng sambil menyuap satu potong semangka. "Nggak, nggak berantem."
"Terus kenapa lo sama Alef terus? Kemana-mana berdua, ke toilet juga sampai di tungguin di depan pintu. Lo pacaran sama Alef?"
"Kagaakk!"
"Ya terus? Kenapa lo jauhin Elzio, dan terus barengan sama Alef?"
"Kenapa emang? El juga sekarang sama Nadia."
Karina dan Chelsea saling pandang. "Seriously Shabira? Wajar kali Nad nyamperin adik sama gebetan lo. Daritadi mereka cuma berdua kayak anak linglung sementara lo sama Alef terus. Nad juga nyamperin buat nyapa dan bilang makasih. Dia kan yang punya acara."
"Terus harus gitu cekikian sama Elzio sambil pakai kerudung di depan gebetan gue."
"Lah kenapa emang? Lo juga cekikan sama Alef, suap-suapan juga, lo bahkan pakai baju couple sama Alef," ucap Chelsea heran. "Lo tuh kenapa sih Bir?"
"Lo berdua yang kenapa?! Kok lo mojokon gue seolah gue yang salah disini karena jauhin El. Sementara lo berdua tahu, Alef yang daritadi ngikutin gue, gue jadi susah deketin El!"
"Ya tinggal bilang aja sama Alef kalau lo nggak nyaman di ikutin dia, selesai. Lo bisa deketin Elzio seudahnya. Kenapa ribet sih, Bir? Giliran liat El ngobrol deket sama Nadia, lo cemburu. nggak ngerti gue," ucap Karina menggebu terbawa emosi.
"Diem deh! Kalian nggak akan ngerti jadi gue!" elak Shabira.
Karina dan Chelsea menggeleng tidak paham dengan jalan pikir Shabira. "Tuh, Alef jalan ke sini, pasti mau minta maaf. lo ngomong sama dia kalau lo nggak nyaman di ikutin terus biar nggak runyem!" usul Karina.
Shabira mengusap wajah gusarnya lalu menoleh lagi ke samping bertepatan dengan Elzio yang juga menoleh ke arahnya. Rasanya Shabira ingin berteriak dan menangis sekarang juga, atau setidaknya dia ingin berlari kearah Elzio dan mengatakan bahwa hatinya tidak tenang berjauhan dengan lelaki itu.
Sementara di tempatnya, Elzio rasanya sudah tidak tahan untuk berdiam diri membiarkan Shabira berdekatan dengan Alef. Selain karena paham betul bahwa tidak seharusnya perempuan dan lelaki yang tidak halal berdekatan begitu, hati kecil Elzio juga tidak menerima jika ada lelaki mendekati Shabira. Elzio sadar sekarang, dia tengah cemburu.
Bagaimana tidak cemburu? Di saat dia berusaha kuat menahan pandangan, tapi di sisi lain ada lelaki yang bisa menatap Shabira dengan leluasa tanpa takut dosa. Bagaimana hatinya bisa tenang, saat dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak berdekatan dengan gadis itu sementara di sisi lain ada lelaki yang dengan mudahnya merangkul bahkan di suapi Shabira? Bagaimana hati Elzio tidak terbakar, di saat dia sekuat tenaga menghapus keinginannya untuk sebentar saja menggenggam tangan Shabira sementara di sisi lain ada lelaki yang dengan mudahnya mendapatkan apa yang dia inginkan.
Ya, Elzio menginginkan itu semua. Berdekatan dengan Shabira, bercanda dengan gadis itu, mengenggam tangannya dan menghabiskan waktu berdua. Tapi apa daya, dia tidak punya hak atas Shabira. Jangankan hak untuk menatap apalagi menyentuh tangannya, hak melarang Shabira berdekatan dengan lelaki lain saja dia belum punya. Tapi Elzio juga tidak bisa berdiam diri melihat semua yang Alef lakukan pada gadis itu. haruskah dia menegur? Haruskah dia melarang?
"Astagfirullah." Elzio beristighfar sembari mengusap wajah dengan kedua tangannya. Jatuh cinta ternyata serumit ini, dia mengerti sekarang, bahwa usia remaja memang bagusya tidak dulu memikirkan cinta. Karena rasanya Elzio ingin menghalalkan Shabira sekarang juga untuk dirinya. "Astagfirullahaladzim," gumamnya lagi sadar bahwa pikirannya sudah kemana-mana. Konyol, mereka bahkan terlalu kecil untuk membina rumah tangga. Ternyata rasa semburu bisa menutup akalnya.
Elzio hela napas, lalu matanya memicing saat melihat Alef tampak ingin mendekati Shabira. Elzio menepuk bahu Adam lalu keduanya berjalan untuk menghampiri Shabira juga.
"Biirr..." Shabira menoleh malas pada Alef yang datang dengan wajah melasnya. "Maafin gue soal yang tadi."
"Pergi Lef, gue lagi nggak mood."
"Bir, gue nggak bermaksud nyalahin kerudung lo atas sikap lo, hanya aja lo perubahan lo terlalu banyak. Lo bahkan nggak mau natap gue sekarang."
Shabira hela napas lelah. "Udah gue maafin, bisa lo pergi? Gue pengen sendiri," pintanya. Namun Alef masih saja diam bahkan semakin mendekat pada Shabira dan hal itu membuatnya tidak nyaman.
Shabira melengos, kemudian berbalik badan, berjalan dengan langkah lebar menjauhi Alef yang mengejar dan terus menyerukan namanya. "Pergi Lef!" teriak Shabira keras, tidak peduli bahwa kini teriakkannya mengundang banyak perhatian.
"Bir!" Alef berhasil mencekal pergelangan tangan gadis itu, dia pegang dengan erat.
Shabira mendesis, berbalik badan menatap Alef nyalang. "Lepas!" ucapnya, menyentak tangan mereka namun sia-sia. "ALEF!"
"Gue nggak akan lepas kalau lo belum maafin gue secar tulus."
Shabira benar-benar marah sekarang, emosinya mendidih dan siap meledak, gadis itu menyentak tangan kuat sampai terlepas cengkaraman Alef namun tak bertahan lama Alef berhasil menangkapnya lagi. "Lepas atau gue tendang kepala lo Alef!"
Alef tersenyum miring. "Lakuin kalau lo bisa."
"Gue ng—"
BUGH
BYUUURRR
Shabira melotot kaget melihat apa yang terjadi di depannya. Terlalu cepat untuk bisa dia cerna kapan Elzio datang memberikan satu tinju pada dagu Alef sampai cowok itu terjengkang sebelum kemudian tercebur ke dalam kolam.
"BANGSAT!" Alef mengumpat setelah kepalanya muncul di permukaan air. Cowok itu menatap bengis pada Elzio yang berdiri di pinggir kolam dengan kedua tangan yag tenggelam di saku celananya. "LO!"
"Lo nggak ngerti Bahasa manusia?" tanya Elzio datar, suaranya terdengar dingin membuat suasana terasa mencekam, bahkan Shabira sampai merinding di buatnya. "Kalimat mana yang lo nggak ngerti dari dia?" tunjuk Elzio pada Shabira. "Dia nyuruh lo pergi."
"BUKAN URUSAN LO!"
"Jelas urusan gue! Lo dan gue ada di tempat dan dalam waktu yang sama, lo ada di depan gue. Mata gue lihat lo yang terus maksa dia, bahkan sampai berani pegang tangan dia buat nahan pergi. Nggak masalah kalau Shabira nggak keberatan, masalahnya di sini, dia jelas nggak suka lo paksa!"
"Halah! Bilang aja lo cemburu! Lo cemburu kan lihat gue bisa akrab sampai bisa pegang tangan dia? Makanya jadi orang jang sok alim El!" Alef mencemooh. "Di depan banyak orang sok paham agama, tapi tetep ternyata lo sama aja, incer perempuan. Jangan jadi orang munafik lo!"
Elzio menarik napas panjang, hendak membalas namun urung saat merasakan tangannya di genggam. Menoleh, Elzio dapati Adam sedang menggeleng kepala. "Kita pulang bang."
Elzio berusaha tersenyum dan mengangguk, lalu kembali menatap Alef. "Gue emang nggak sebaik yang lo pikir, Lef. Tapi seenggaknya gue paham, gimana cara hormati dan hargai perempuan, apalagi perempuan yang berusaha menutup aurat dan ngejaga harga dirinya. Apa lo nggak mikir, gimana perasaan Shabira? Di saat dia berusaha ngehindari dosa, dia lagi berusaha buat jalanin kewajibannya atas perintah Allah, tapi lo malah mempertanyakan keputusannya? Mikir Lef! Kalau lo nggak suka Shabira yang sekarang, itu hak lo. Tapi jangan nyuruh dia buat jadi manusia yang lo mau, yang lo suka! Lo nggak berhak!"
"El, udah." Shabira membuka suara setelah cukup lama diam, gadis itu menatap takut pada Elzio yang tampak tenang tapi entah mengapa sangat mengintimidasi. "A-aku mau pulang, El."
Elzio mengangguk, lalu menggiring Adam dan juga Shabira keluar dari rumah Nadia setelah mereka berpamitan dan meminta maaf atas kekacauan yang mereka buat. Elzio masuk ke dalam mobil, di ikuti Adam yang mengambil kursi depan sementara Shabira di kursi belakang.
Mesin mobil sudah Elzio nyalakan, tapi mereka masih diam di parkiran. Suasana masih terasa mencekam, khususnya bagi Shabira. Dia cemas melihat bagaimana Elzio terdiam dengan kepala menunduk bertopang pada stir kemudi. Lelaki itu tampak beberapa kali menarik napas panjang lalu mengembuskannya sambil mengucap istighfar.
Adam menoleh ke belakang, memelototkan mata sebagai kode agar Shabira bicara, tapi gadis itu malah menggeleng sambil bergidik. Kali ini Elzio tampak menyeramkan baginya.
Adam mendelik lalu menghela napas. "Bang kit—"
"Shabira." Elzio menyela, menatap spion tengah demi mendapati perhatian gadis itu.
"I-iya El?"
"Dengar, aku nggak bermaksud menggurui, hanya saja mengingatkan bahwa, perempuan dan lelaki yang bukan mahrom berdekatan itu seringkali menimbulkan fitnah." Elzio memulai dengan nada bicara santai, tidak terdengar menghakimi. "Kamu ngerti arah pembicaraan kita ke mana?"
Shabira mengangguk. "Antara aku sama Alef tadi kan?"
"Antara kamu dan lelaki manapun," koreksi Elzio.
"T-tapi aku sama Alef itu temenan, dari dulu El. Kita deket juga dalam batas wajar kok, nggak menimbulkan fitnah selama ini," elak Shabira, suaranya mulai naik, menunjukkan dia tidak tidak terima. "Emang salah kalau aku temanan sama Alef?"
"Nggak salah. Tapi aku lihat tadi, kamu kayak nggak nyaman di dekati Alef yang berulang kali niat pegang tangan kamu," jelas Elzio sabar. "Menurut kamu, wajar memang teman saling rangkul? Pegangan? Suap-suapan di depan umum? Nggak menimbulkan fitnah? Kamu yakin?"
Shabira bersedekap dengan dagu terangkat tinggi. "Yakin kok," balasnya penuh percaya diri. "Yang menimbulkan fitnah itu kamu sama Nad."
Berkerut kening Elzio saat Shabira malah melempar kalimat begitu. "Aku sama Nadia? Memang kita kenapa?"
"Kamu juga temenan sama dia, kelihatan akrab. Ngobrol tatap-tatapan sambil ketawa-ketawa. Orang yang lihat mungkin bakal beranggapan bahwa kalian lagi pacaran?"
"Astagfirullah, nggak gitu."
"Menurutku begitu," sanggah Shabira dengan nada menyebalkan.
"Tapi Bang El nggak gitu." Adam ikut bersuara. Bukan bermaksud membela, tapi dialah yang menjadi saksi antara Elzio dan Nadia. "Bang El nggak lihatin kak Nad. Kak Nad yang lihatin bang El duluan, kita ketawa-ketawa juga karena Kak Nad berusaha ngelucu, dia ngehibur kita karena lihat Bang El ngelamun terus."
Elzio mengulum senyum sambil melirik Shabira yang mendelik pada adiknya. "Dengar?" tanyanya lembut. "Aku nggak kenal sama Nadia sebelumnya. Bahkan tahu namanya juga nggak."
"Terus, kenapa kamu mau datang ke acara ulang tahun dia kalau kamu nggak kenal?" tantang Shabira.
Elzio mengembuskan napas panjang. "Kalau bukan karena kamu, Demi Allah aku nggak akan datang ke sana, Shabira."
Shabira melongo, mulutnya terbuka setengah, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibir mungilnya.
Elzio melirik sebentar, lalu mulai menjalankan mobilnya. "Kamu cemburu aku ngobrol sama Nadia?" tanya lelaki itu tepat sasaran. Shabira hanya diam, kini gadis itu menunduk sambil memainkan jemari di pangkuannya. "Shabira?"
"Iya! Aku nggak suka lihat kamu akrab sama temenku sedangkan kamu cuek sama aku!" ungkap Shabira.
"Tapi aku ngg—"
"Udahlah, El. Kamu nggak akan ngerti gimana rasanya cemburu, karena kamu nggak pernah ngerasain. Kamu juga nggak ada rasa suka ke aku, makanya kamu nggak cemburu lihat aku deketan sama Alef. Aku yang salah di sini, udah," gerutu Shabira.
Elzio menggeleng pelan. "Andai rasa cemburu itu berbentuk tanah, Farahani. Kamu bakal kaget lihat gimana besarnya gundukan tanah yang aku punya."
***
Bersambung
Minggu, 13 Januari 2022.
Panjang nuh 3300 kata semoga bisa menebus rindu kalian 🤗
Btw, harapan kalian buat cerita Hey Crush apaa sih pren? Pasti pengen cepet Shabira sama El halal kan? Hmm 🌝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top