HEY CRUSH || 14
Assalamu'alaikum...
Baru bisa update lagi karena nggak punya draft dan ngedadak ngetik wkwk
Mau bilang makasih dulu sama kalian yang udah spam komentar, khususnya sama @mysjelee yang udah spam banyak banget sampai 500 komen lebih. Masya Allah, baik banget siihh. Semoga Allah balas kebaikan kamu dan kalian semua. Aamin 🤗
***
"AYOK EL SEMANGAT!" Jika kalian pikir kalimat itu di ucapkan dengan lantang, maka salah besar. Nyatanya Shabira mengucapkan itu dengan sangat pelan, seolah jika volumenya naik sedikit maka suaranya akan merobohkan bangunan.
"Kakak tuh nyemangatin apa nge doain sih?" tanya Adam sebal, gelagat Shabira yang menyimpan kedua telapak tangan di pinggir mulut itu seolah orang yang berteriak keras namun nyatanya suara gadis itu bahkan seperti bisikan syaitan, menurutnya. "Teriak dong, kalau bisik-bisik gitu mana bisa dengar Bang El!"
Shabira melotot. "Kamu diem deh! Bocil tuh nggak akan ngerti jaga image, masa udah anggun begini Kakak harus teriak-teriak kayak Tarzan!" omel Shabira. Jika dia adalah Shabira minggu lalu, mungkin dia tidak akan malu berteriak dan meloncat-loncat, dengan penampilan girly nya yang centil dan ceria, orang-orang pasti tidak akan menatapnya heran. Tapi kalau Shabira sudah anggun memakai jilbab dan rok begini? Apa kagak di katai aneh nanti?
Adam memutar bola mata, lalu menatap lurus ke lapangan di mana ada Elzio yang begitu lihainya merebut bola dari Shaga. "AYOK BANG EL! SEMANGAT!" teriak bocah itu lantang membuat Shabira tersenyum.
"Kamu suka sama abang El?" tanya nya geli.
"Kenapa harus nggak suka? Bang El baik, shaleh, pintar," jawab Adam heran.
"Cocok nggak sama Kakak?" Shabira mesem-mesem.
"Jawab jujur jangan?" tanya Adam iseng. "Kecocokan nya 20% menurutku."
"HEH! SEKATE-KATE LO!" sambar Shabira kesal. Salahnya juga, sih, bertanya sama curut satu ini. Adik yang membagongkan, mengharapkan jawaban apa memang Shabira dari adiknya itu?
"Dih, emang kok. Kakak sama Bang El tuh jauh beda sikapnya. Bang El kalem begitu, kakak tiap menit kayak ulet bulu, kagak mau diem uget-ugetan terus."
"Ya bagus dong! Berarti kakak sama Bang El bisa saling melengkapi! El tuh nggak pantas dapat cewek pendiem, duh, nggak kebayang sebosan apa nanti kalau lagi berduaan," gerutu Shabira. "Kakak sama Bang El, emang banyak bedanya. Tapi perbedaan itu indah tahu."
"Masalahnya aku takut Bang El kaget liat kelakuan Kakak! Bang El kan nggak tahu kakak gimana di rumah."
Shabira mendelik pada adiknya itu. "Terserah kamu deh, sok tahu banget jadi bocil!" cetusnya. "Tadi ngobrolin Kakak nggak pas di rumah? Bang El ada nanyain apa gitu tentang Kakak? Makanan kesukaan? Hari ulang tahun?"
Adam melirik jijik lalu memasukan kacang ke mulutnya. "Nggak ada," jawabnya singkat.
"Bohong lo! Gue doain bisulan di tengah pantat!" kutuk Shabira.
"Dih, emang nggak ada kok. Bang El Cuma nanya-nanya soal ngaji."
Shabira mengangguk-angguk. "Mungkin dia masih jaim," simpulnya mesem-mesem. "Kamu Adam! Kamu nggak ngomong yang aneh-aneh kan soal Kakak?" tanya nya curiga. Adam itu walaupun adik Shabira, tapi mereka berdua tak pernah akur. Mereka akan saling menjatuhkan dan mengejek dengan niat mempermalukan satu sama lain.
"Nggak ada."
"Bagus! Kalau El ada nanya-nanya tentang Kakak, kamu jawab yang bagus nya aja Dam.Yang jeleknya simpan aja, nanti biar dia tahu sendiri pas kita udah halal," kekeh Shabira sambil memposisikan duduk agar nyaman. Gadis itu lalu mengubek kantung belanjaan minimarket yang di beli Elzio sebelum masuk ke lapangan. Tidak lama, Shabira keluarkan minuman Mogu-mogu dari sana.
"Eh, tapi tadi aku ada ngomong sesuatu sih sama Bang El."
Shabira menoleh pada adiknya itu sambil memutar tutup botol kemasan, membukanya. "Oh ya?"
Adam mengangguk. "Tapi bukan yang jelek."
Shabira mengangguk, "Kamu ngomong apa emang?" tanyanya sebelum kemudian menenggak minumannya.
Adam menoleh. "Tadi aku nanyain, Abag El itu calon ayang kan?"
UHUK
UHUK
UHUK
HOOEEEKKK
Adam melotot, kaget melihat Shabira tersedak sampai nata de coco yang sudah masuk ke mulut keluar dengan cara tidak aesthetic: loncat dan jatuh di rok Shabira.
"IH KAKAK JOROK!" protes Adam menjauhkan diri dari Shabira.
Shabira yang masih panik coba untuk menenangkan diri, "LO NGOMONG APAAN TADI ADAM?!" tanya nya syok.
"Aku tadi nanyain ke Bang El, dia itu calon ayang nya kakak bukan?"
Copot sudah jantung Shabira menggelinding ke lutut. Gadis itu terlihat syok dan tidak bertenaga, "Are you okay?" tanya Adam.
"OKAY BISUL LO!" sambar Shabira emosi. "Kok lo cepu sih!! Kenapa nanya gitu sama El?!"
"Emang nggak boleh?"
"YA NGGAK BOLEH KAMPRET!" teriak Shabira mengundang beberapa mata penonton melirik ke arah mereka. "Mampus gue Adam mampus! Baru aja gue memperbaiki diri, masa udah di bikin malu lagi sih?!"
Adam berdecak. "Lebay banget, sih. Orang Bang El nya juga biasa aja tuh."
"Biasa aja menurut lo!" cecar Shabira dengan wajah memerah padam. "Ya Allah punya adik durhaka banget sama kakaknya," keluh Shabira. "Tuker tambah bisa nggak sih?!"
Adam mencebik dan dengan wajah tanpa dosanya kembali memakan kacang dan mengunyah nya keras-keras. Shabira ingin menangis saja rasanya, malu bukan main woy! Udah gak ketulungan ini!
"Kamu nggak bicara yang aneh-aneh lagI kan? Cuma itu doang kan?"
Adam menyengir, membuat bubuk kacang yang menempel di gigi terlihat. Shabira melotot jijik melihat itu. "Jawab! Bukan nyengir kayak keledai!"
"Aku bilang ini juga sih..., anu..., kalau kakak suka teriak-teriak di telepon calon Ayang terus, kakak juga suka loncat-loncat di kasur kayak pocong. Udah itu aja."
Shabira benar-benar lemas sekarang, adakah orang yang mau menolongnya dari kubangan rasa malu?
HELP! SHABIRA BUTUH KENDARAAN MENUJU MARS SEKARANG JUGA! BURAQ MANA BURAQ?! BAWA SHABIRA SEKARANG JUGA!
"LO! ADAM FAHREZA WIDJI! MULAI SEKARANG GUE BUKAN KAKAK LO LAGI!" Shabira berujar menggebu penuh emosi lalu turun dari tribun demi menemui Karina dan Nadia yang duduk di tribun sebelah terhalang sekat.
"BESTIIEEE BANTU GUE!" rengeknya begitu sampai di tempat duduk Karina dan Nadia.
Keduanya mendelik. "Elaahh giliran galau inget kita, giliran happy duduk di sono!" cibir Karina.
"Kok lo gitu sih? Gue lagi malu banget nih!"
Nadia menarik napas panjang. "Kejadian memalukan apalagi yang lo alami wahai Shabira? Ceritakanlah, hamba siap menertawakan," ucapnya dengan senyum lega.
Shabira mendelik, lalu duduk menyempil di tengah-tengah. "Gue malu banget sama Elzio."
"Kenapa lagi emang? Hal memalukan apa lagi selain nilai Bahasa Inggris lo 35?" tanya Karina semakin membuat Shabira malu.
"Lo tahu, adek gue si kampret Adam, ngadu sama El dong, bilang kalau gue suka manggil dia calon ayang."
"AHAHAHAHA."
"Dia juga bilang, gue loncat-loncat kayak pocong waktu El nelepon gue."
"AWOKWOKWOKWOK."
"Bangke! Lo berdua jangan dulu ketawa napa."
"Yaudah, sih, Bir. Tebelin muka aja, emang si El tadi ada nanya-nanya?"
"Nanya apa?"
"Iya nanya misal apa bener lo manggil dia Calon ayang?"
Shabira menggeleng. "Nggak ada."
Nadia menjentikkan jari. "Yaudin, masalah clear. Lo pura-pura nggak tahu aja. selama si El nggak nanyain secara langsung, lo aman."
Shabira menghela napas panjang, benar juga. "Ahhh padahal gue udah berusaha anggun di depan dia, sampe sampe dia bilang gue Bidadari. Eh si Adam ngerusak semuanya," keluh Shabira.
Karina merangkul bahu gadis itu. "Udah nggak apa bestie, tetaplah nggak tahu malu dan nggak tahu diri, karena cuma itu modal yang lo punya buat deketin El," katanya tertawa.
"Tapi gue jadi insecure, jauh banget sikap gue sama Sayyidina Fatimah," ucap Shabira lesu. "El pasti ilfil banget sama gue."
Nadia ikut merangkul gadis itu. "Jangan insecure bestie, walaupun lo nggak kayak Fatimah, tapi lo monyet paling good looking yang pernah gue lihat," canda gadis itu membuat Karina tertawa ngakak sementara Shabira mencebik.
"Tetap insecure Bestie, jangan semangat!" teriak Karina dan barulah Shabira ikut teratwa karena nya. Dasar sableng!
***
"Kamu sakit?" Elzio bertanya ragu, melirik Shabira diam-diam. Bukan tanpa alasan dia bertanya demikian, sesudah Elzio selesai main futsal dan menghampiri tribun di mana Shabira dan Adam duduk, Elzio sadar bahwa Shabira tidak seperti biasanya. Gadis itu tampak diam dan beberapa kali menghindari kontak mata dengannya. Tentu Elzio sadar itu karena biasanya Shabira akan melototinya tanpa henti tapi tadi, Shabira malah sering menunduk.
"Nggak kok El," jawab Shabira menyengir tak enak, dia letakkan nampan berisi segelas air dan makanan ringan di meja. Kini mereka berdua sudah di rumah Shabira, duduk berseberangan di ruang tamu sementara Adam sudah pergi mandi. Bunda sedang masak dan Ayah sedang di ruang kerja.
"Bunda lagi masak, katanya kamu makan malam di sini," beritahu Shabira menyampaikan apa yang Bundanya katakan. Mereka memang sampai di rumah pukul lima lebih dua puluh menit, Elzio tidak langsung pulang karena Ayah menyuruhnya masuk dengan niat mengajaknya makan malam.
"Aku pulang seudah Magrib aja, masjid di sini jauh nggak?"
"Dekat, nanti sama bereng aja sama Ayah ke sananya," tutur gadis itu. Elzio mengangguk, lalu hening menyapa mereka, hanya terdengar suara berisik dari dapur, suara TV menanyangkan berita dan suara air yang berjatuhan ke lantai dengan keras.
Suasana sore di rumah Shabira sungguh hangat dan terasa hidup. Elzio merasa betah berlama-lama di sini, cowok itu menyandarkan punggungnya di kepala kursi, diam-diam melirik Shabira yang hanya diam menunduk memainkan jari. Elzio tahu, ada yang beda dengan gadis itu.
"Kamu beneran nggak apa-apa?" tanya nya.
"Beneran, kenapa emang?"
Elzio berdeham. "Nggak kayak biasa, kamu pendiem." Dan jujur saja itu membuatnya tidak nyaman. Dia senang dengan celotehan Shabira, dia senang dengan tingkah lucu gadis itu, menjadi pendiam begini, Elzio merasa dia tidak sedang bersama Shabira, melainkan dengan orang lain.
"Nggak pecicilan maksud kamu?" tanya Shabira mendongakkan kepala bertepatan dengan Elzio yang langsung menundukkan pandangan.
"Kamu nggak banyak bicara, nggak bercanda juga. Kamu diem terus, aku bingung, kamu marah atau sakit?" tanya Elzio.
"Nggak dua-duanya."
"Terus kenapa?"
"Aku..., aku lagi coba buat jadi perempuan anggun," ujar Shabira malu.
Elzio menatap gadis itu sebentar. "Buat apa?"
"B-biar kamu nggak ilfil sama aku hehe," jawabnya. "Biar sikap aku nggak malu-maluin juga, sih. Kan, aku udah bilang, aku mau belajar mencontoh sikapnya sayyidina Fatimah."
"Contohlah hal baik dari beliau tanpa merubah jati diri kamu, Farahani," tegas Elzio. "Nggak bisa semuanya kamu tiru karena kalian berbeda. Berbeda jaman, berbeda pendidikan. Nggak akan ada perempuan sesempurna beliau dan nggak ada pula yang bisa menandinginya. Wanita akhir jaman hanya bisa meneladaninya, kamu dan perempuan lain pasti terlahir dengan sikap dan watak berbeda. Jangan karena ingin meniru beliau, kamu jadi kehilangan jati diri kamu, nggak gitu konsepnya, Farahani."
Shabira menunduk, memainkan jemari lentiknya. "Jadi nggak apa-apa kalau aku heboh, pecicilan, dan nggak tahu malu? Kamu nggak ilfil?" tanya gadis itu.
Elzio tersenyum. "Apa aku pernah bilang bahwa aku keganggu sama sikap kamu?"
Shabira menggeleng. "Tapi kamu nggak pernah bilang kalau kamu suka sama sikap aku," katanya tanpa sadar, Shabira lalu melotot dan mendongak, dia dapati Elzio tergah tersenyum. "M-maksud aku... aku..., aisshh! Udah jangan di bahas!" katanya ketus.
Elzio tertawa kecil, tawa yang menular pada Shabira hingga gadis itu mengulum senyum dengan pipi bersemu merah. "El?"
"Ya?"
"Aku beneran cantik?" tanya Shabira iseng.
"Cantik."
"Secantik apa?"
Elzio tersenyum kecil. "Ka'amsalil-lu'lu'il maknụn. Surah Al-Waqiah ayat dua tiga."
Shabira nyengir, garuk kepala. "Yang artinya?"
"Yang artinya, laksana mutiara yang tersimpan baik. Kecantikan kamu kaya gitu," tutur Elzio dengan mata menunduk menatap jemari halus Shabira di depan sana.
Shabira mengulum senyum, coba menenangkan debar jantungnya yang berantakan. Detakannya terlalu keras di dalam sana sampai-sampai Shabira takut Elzio bisa mendengarnya. "Gemes banget sih," gumam gadis itu memerhatikan Elzio yang tampak menunduk belum mau menatapnya.
"El boleh nggak aku nyuri?"
Elzio mengangkat kepala. "Nyuri apa?"
"Nyuri nama belakangmu buat aku dan anakku nanti," kata Shabira. Dia yang menggombal dia yang malu sendiri sampai menutup wajanhya dengan bantal sofa.
Elzio tak kuasa menahan tawa, cowok itu menutup mulutnya nya dengan tangan lalu menunduk lagi. "Kamu udah biasa gombal?"
"Nggak ih. Ke kamu doang, aku bisa lancar gombal karena aku sering belajar di depan kaca. Aku udah pernah bilang kan?"
"Hmm. Coba, gombal lagi."
Shabira berdeham, menyiapkan mental. "Elzio, jika senyum adalah sedekah, maka biarkan aku jadi kotak amalnya," lanjutnya dengan tawa kecil.
"Lagi," pinta lelaki itu.
Shabira yang semula bersemu jadi mencebik. "Udah ah, gentian, kamu gombalin aku."
Elzio mengkerut kening. "Aku nggak bisa gombal."
"Belajar, buat gombalin aku," kekeh Shabira.
"Kamu pantasnya di seriusin, Farahani, bukan di gombalin," tandas Elzio membuat Shabira kicep.
Woy! Woy! Woy! Seriusin sekarang juga kalau begitu!
Melihat Shabira yang hanya berkedip-kecip lucu, Elzio jadi canggung, lelaki itu berdeham sambil mengeluarkan ponselnya dari saku. Berkutat sebentar, Elzio lalu memperlihatkan layarnya pada Shabira. "Foto ini, boleh aku simpan?" tanyanya.
Shabira terlalu kaget atas permintaan Elzio. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa fotonya akan nangkring di galeri lelaki itu. berharap Elzio mengingat namanya saja, rasanya mustahil. Tapi sekarang, Masya Allah, Shabira jadi terharu.
"Nggak boleh?"
"Eh, boleh El," jawab Shabira cepat-cepat. "Kamu dapat dari mana?"
"Aku screenshot dari profil whatsapp kamu," ungkp Elzio menyimpan ponsel di meja.
"Oh, kirain dari instagram."
"Instagram?"
"Heem. Kamu punya Instagram nggak?"
Elzio menggeleng. "Nggak punya." Elzio tentu tahu aplikasi itu. Tapi, dia sama sekali tidak berniat menginstalnya apalagi mendaftarkan akunnya.
"Pantesan aku cari akun kamu nggak pernah nemu," keluh Shabira dengan wajah khasnya yang menggemaskan. "Bikin dong, El."
"Buat apaan?"
Shabira manyun, tidak menjawab karena dia sendiri bingung, untuk apa dia menyuruh Elzio membuat akun Instagram.
Hening tercipta kembali, Elzio sedang meneguk minuman yang dibuat Shabira sementara gadis itu hanya diam saja. Sampai suara Adzan Magrib berkumandang, barulah Elzio segera bangkit dari duduknya karena Bapak Ridwan sudah datang dengan sejadah di pundak.
"24434," ucap lelaki itu membuat Shabira melongo. Elzio berdeham canggung, mengusap lehernya. "Kode sandi hape ku, kamu download dan buatin akun Instagram punyaku," lanjutnya mendorong ponsel di meja dengan telunjuk sampai di dekat Shabira.
Cowok itu lalu pamit pergi ke Masjid bersama dengan Bapak Ridwan juga Adam setelah diberikan sarung serta sejadah oleh Bunda Khadijah. Elzio pergi begitu saja Meninggalkan Shabira yang rasanya ingin di nikahi sekarang juga. "Ahsfufhgskdofefld!"
***
Bersambung...
Rabu, 23 Febuari, 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top