HEY CRUSH || 11
Assalamu'alaikum, aku balik lagi wkwk
Double up nih, bismillah komentarnya ramai, insya Allah update besok 🥰
***
"Huuuhh!" Shabira membuang napas lelah sambil membuka kerudungnya kemudian mendudukan diri di sofa. Jam menunjukkan pukul enam pagi, dan Shabira baru saja pulang dari pasar setelah menemani Bundanya di kios.
Sudah menjadi kebiasaan Shabira memang, menemani Bundanya di sana jika hari libur termasuk Sabtu dan Minggu. Bunda berjualan ayam potong di pasar, kios nya lumayan besar sampai ada dua karyawan di dalamnya. Hanya saja, kalau Shabira libur sekolah, dia akan senang hati membantu bunda nya di sana walaupun tidak menemaninya sampai kios tutup.
Jika Bunda nya adalah pedagang ayam, maka lain hal dengan Ayah Ridwan. Beliau adalah seorang guru Matematika di salah satu Sekolah Menengah Pertama. Shabira bahkan bersekolah di sana dulu dan sempat merasakan belajar di bawah didikan ayahnya secara langsung di kelas dua SMP.
Selain seorang guru, Bapak Ridwan juga sebenarnya mempunyai warung grosir di pasar. Namun, grosir itu kini di kelola oleh Rama, adiknya. Bapak Ridwan akan sesekali berkunjung ke sana jika hari Sabtu. Kecuali hari Minggu, beliau akan diam di rumah dan kadang menghabiskan waktu mengajak istri dan anak tercintanya jalan-jalan.
"Kak, masak dong, aku lapar!" Adam datang dan ikut duduk di sofa sambil menyalakan TV dengan volume besar.
"Kamu itu budeg apa gimana sih, Adam?! Nonton TV sendiri kayak buat nonton sekampung!" omel Shabira sambil memperkecil volume.
Adam menyengir, entahlah memang sudah kebiasaan jika menyalakan TV lalu mengencangkan volume. "Kak lapar," keluh bocah usia delapan tahun itu.
"Goreng nugget sendiri sana! Udah gede juga."
Adam berdecak. "Tadi Bunda bilang ada ayam ungkep di kulkas, kalau aku lapar minta Kakak gorengin."
"Ya Allah!" Shabira bangkit sambil membuang kerudungnya pada muka Adam. Walau menggurutu, Shabira tetap menggoreng ayam-ayam tersebut kemudian sarapan bersama dengan Adam karena Ayah dan Bunda nya baru akan pulang nanti siang.
Selesai sarapan, kemudian memutar cucian di mesin sampai mengeringkan lanjut menjemurnya, lalu menyapu dan mengepel seluruh lantai di rumah. Akhirnya jam sebelas siang, Shabira bisa bersantai di kamar dengan keadaan segar selesai mandi.
Seperti biasa, dia rebahan sambil memegang ponsel di atas mukanya. Walau pernah ketimpa ponsel sendiri, nyatanya hal itu tidak membuatnya kapok. Seperti sudah menjadi kebiasaan baru, sebelum membuka pesan group teman-temannya, Shabira lebih dulu membuka ruang chatnya dengan Elzio. Gadis itu gigit bibir sendiri saat tak ada balasan juga dari Elzio padahal dari subuh Shabira sudah tahu bahwa pesaanya sudah di baca.
Elzio aktif jam sembilan pagi tadi, dan Shabira mulai tidak percaya diri untuk mengirim pesan pada lelaki itu lagi. Mungkin benar, Elzio lebih suka perempuan pendiam seperti Fatimah, bukan pecicilan dan agresif seperti dirinya.
Shabira jadi murung, dan lebih mematikan ponselnya. Dia kemudian berdiri di depan jendela kamarnya sambil menatap atap-atap rumah tetangga karena kebayakan rumah di sini berlantai satu sementara rumah Shabira berlantai dua dan kamarnya ada di lantai teratas.
Shabira senderkan kepalanya pada kusen jendela, memerhatikan semut-semut yang berjalan dan akan bersalam-salaman dengan semut lain ketika berpapasan. "Woy! Bukan mahrom! Pegangan tangan segala kalian," peringat Shabira sambil meniup semut-semut itu sampai hilang berterbangan.
"Kakak! Jangan bunuh semut aduh ya Allah!"
Shabira terlonjak kaget saat suara Bunda nya terdengar, buset, kapan masuknya?
"Nggak kakak bunuh, Bun. Kakak tiup biar mereka berpencar, soalnya mereka berkerumun dan salam-salaman. Kan bukan mahrom, pamali."
Bunda Khadijah memijat pangkal keningnya, begini banget punya anak, astagfirullah.
"Semut itu pembawa rejeki, Kak. Jangan di usir, nanti rejeki kita hilang," kata Bunda.
Shabira melotot. "Lah gimana, dong, Bun? Udah Kakak usir semua nya."
"Ya udah gimana lagi, kalau nanti Bunda sama Ayah nggak ada uang, jangan ngerengek minta uang ya, soalnya kan Kakak yang hilangin rejeki Bunda," canda Bunda nya.
"Isshh Bunda, nggak boleh gitu. Rejeki itu Allah yang ngatur," decak Shabira membuat Bundanya terkekeh lalu wanita itu pamit keluar setelah memberi uang jajan untuk Shabira.
Shabira duduk lagi di kasur, membuka lagi ponselnya karena dia belum membaca pesan-pesan group teman nya. "Nih nama Group bisa jadi doa nggak sih?" tanya Shabira menatap nama group mengerikan itu, 'Rombongan fix masuk neraka' tunggu, dia juga kan ikut di dalam nya. Bagaimana kalau mereka benar-benar masuk neraka? Naudzubillah.
Shabira segera membuka pengaturan di groupnya dan kemudian mengubah nama Group itu menjadi...
Rombongan Sayyidah Fatimah (Aamiin)
Karina | 11.20
Nama group nya, kode buat kita taubat ga sih?
Chelsea | 11.21
2in
Nadia | 11.21
3in
Anda | 11.21
Gue udah mulai, kalian kapan?
Karina | 11.22
Hehehe 🙈🙈
Hari libur nih, jalan yookk
Chelsea | 11.22
Gak bisa, gue ada keluarga besar ke rumah
Nadia | 11.23
Ikan hiu ikan paus
Hayuu cus
Karina | 11.23
Ibu hajah, gmn?
Mau ikut gaakk?
Kita ke game master
Anda | 11.24
Gak bisa, gue sibuk
Nadia | 11.24
Sibuk ngapain?
Anda | 11.24
Sibuk jongkok
Chelsea | 11.24
Jongkok buat?
Anda | 11.24
Cari semut
Karina | 11.25
Semut buat?
Anda | 11.25
Elah, banyak nanya lo pada kayak Dora!
Tadi gue di omel bunda gegara ngusir semut
Katanya nggak boleh, itu sama aja ngusir rejeki
Karina | 11.26
Teruuusss?
Anda | 11.26
Ya sekarang gue lagi sibuk ngumpulin semut yang gue usir
Biar rejekinya balik lagi
Pada ngerti gak siihh?
Chelsea | 11.26
GWS Bir
Karina | 11.26
GWS Bir (2)
Nadia | 11.27
Ihhh mau ikutan.
Gue bantu kumpulin semut di rumah gue deh
Nanti gue toplesin, kirim ke rumah lo
Biar rejekinya buat lo
Anda | 11.27
GWS Nad
***
Lima belas menit kemudian
***
Rombongan Sayyidah Fartimah (Aamiin)
Anda | 11.42
Tebak ini apa?
Karina | 11.42
Upil
Nadia | 11.42
Emot lope buat Elzio, basi Bir
Chelsea | 11.42
Segenggam harapan lo sama Elzio Bir
Anda | 11.43
Hasil buruan
Karina | 11.44
Gak seharusnya gue buka group emang, org gila semua isinya.
Chelsea | 11.44
Ternyata ternyata aku salah...
Nadia | 11.44
IHH ITU APAAN?!
Anda | 11.44
Itu upil lo Nad
***
Shabira keluar dari ruang obrolnya dengan group dan melihat satu pesan yang masuk dari Alef.
Nonton futsal gak nanti?
Begitu bunyi pesan itu, Shabira mengkerut kening lalu menepuk dahi nya sendiri, dia sampai lupa bahwa sore ini memang ada tanding Futsal. Setiap hari Jum'at sore, kelas nya memang selalu mengadakan pertandingan persahabatan. Shaga selaku kapten Futsal memang gemar mengajak anak kelasnya untuk bermain futsal juga. Walau mereka bukan team Futsal sekolah, tapi Shaga selalu mengajak anak laki-laki di kelasnya untuk tanding futsal dengan kelas lain.
Atau terkadang tiga bulan sekali, Shaga akan mengadakan tanding antar sekolah. Dan biasanya team Futsal sekolah lah yang di mana anggotanya campuran dari berbagai kelas yang akan ikut bermain. Shabira dan teman kelas lainnya, tentu selalu datang untuk menyemangati Shaga dan team.
Sama kelas mana sekarang?
Balas Shabira, dan semenit kemudian balasan dari Alef datang mengatakan bahwa pertandingan di adakan dengan kelas IPA 1 alias kelas Elzio. Sontak saja hal itu membuat Shabira senang dan semangat ingin ikut.
Saking senangnya, Shabira bahkan memberanikan diri untuk mengetik pesan pada Elzio lagi. Dan kebetulan, kini Elzio sedang aktif.
Jari-jari Shabira yang sedang mengetik sontak berhenti saat dia melihat Elzio sedang mengetik juga. Jantung Shabira jumpalitan, dan dia mulai menggila tapi untung saja tidak loncat-loncat ala pocica.
Shabira menunggu dengan cemas, bertanya-tanya, sedang mengetik apakah Elzio sampai lama begini. Gadis itu terus memperhatikan, dan satu menit kemudian dia sudah tidak sabar dan gemas sekali karena Elzio hanya mengetik, lalu diam, mengetik lagi lalu diam.
Tak bisa sesabar Fatimah, akhirnya Shabira putuskan untuk menelepon Elzio saja. Persetan dengan rasa malu, biar nanti saja dia urus.
"Halo, Assalamu'alaikum," sapa Elzio di seberang sana dengan suara khasnya yang lembut tapi berat dan rendah. Shabira meleyot seperti jeli, gadis itu bahkan seolah meleleh dan tergelincir dari kasur dan berakhir di lantai. "Shabiraaa?"
"Wa'alaikumsalam, El. Ada apa?" tanya Shabira setelah menguasai kesadarannya. Lalu gadis itu melotot karena pertanyaan nya. woy, kan Shabira yang menelepon, kok malah nanya Elzio ada apa, sih?!
"Itu anu, maksudku... aku lihat kamu lagi ngetik pesan buat aku, tapi lama banget. Kamu lagi bikin naskah?" tanya Shabira.
Elzio terkekeh di seberang sana. "Lama ya? Aku tadi lagi ngetik balesan buat chat kamu semalam. Baru sempet buka hape lagi, abis anter Mama."
"Oh iya, chat yang mana?" tanya Shabira. "Yang soal sayyidah Fatimah?"
"Hmm. Yang kamu bilang nggak bisa jadi kayak beliau."
Shabira berdiri lalu mondar mandir di tempat. "Gini El, aku ngerasa nggak bisa seperti beliau karena aku banyak baca tentang beliau kemarin dan aku rasa, sifat sama sikap aku aja udah jauh banget hehe. Beliau pendiam dan sabar, sementara aku pecicilan. Pasti kamu nggak suka ya El?"
Hening sebentar karena Elzio tidak langsung menjawab, sampai-sampai Shabira harus memastikan dulu apakah panggilan itu masih terhubung atau tidak. "El?"
"Aku nggak cari perempuan seperti para beliau yang ahli surga, Shabira."
Shabira tersenyum mendengar itu. lalu dia merebahkan diri di kasur sambil menatap langit kamar. "Terus yang kayak gimana, dong?"
"Yang mau bersedia dan ikhlas saat aku bimbing nanti, mau belajar bersama untuk menggapai Ridha Allah."
"Aamiin," balas Shabira sambil mengulum senyum. Apakah ini artinya dia ada kesempatan untuk bersama Elzio?
"Tapi aku beneran kagum sama Sayyidah Fatimah, kata Bunda, nggak ada kata terlambat buat belajar. Aku mau belajar sedikit demi sedikit dari beliau. Tapi mungkin nggak bisa sekaligus dalam waktu bersamaan," ucap Shabira semangat. "Kayak cara berpakaiannya. Aku baca, beliau itu tertutup banget. Aku lupa tadi baca di blog siapa, tapi penulisnya caritain bahwa sayyidah Fatimah saat keluar itu bener-bener ketutup. Antara depan dan belakang itu nggak ada bedanya. Cuma ada satu lubang kecil untuk beliau lihat jalan. Beliau juga kalau jalan selalu nunduk dan langkahnya cepet. Mungkin maksudnya di sini, beliau nggak cari perhatian. Gitu 'kan El?"
"Masya Allah, kamu udah belajar banyak, Shabira," puji Elzio.
"Hmm. Sayangnya aku belum bisa terapkan yang aku pelajari. Lingkungan rumah dan sekolah juga menurutku kurang mendukung kalau aku ingin berpakaian tetutup seperti itu sekarang-sekarang. Maksudnya, kalau sekolah kan juga pasti harus pakai seragam, kecuali memang pesantren."
"Nggak apa-apa kalau belum bisa. Laksanakan aja dulu yang wajib. Menutup separuh wajah atau bercadar hukumnya bukan wajib. Tapi nggak ada satupun orang yang bisa melarang kalau memang kamu ingin melakukannya, Shabira," jelas Elzio.
"Doain ya El, semoga suatu hari aku bisa. Doain juga supaya nanti jodoh aku mengerti dan paham Agama, supaya bisa bimbing aku," ucap Shabira iseng. Namun dalam hati sangat berharap bahwa orang itu adalah Elzio.
Shabira tidak tahu saja bahwa di sana Elzio tersenyum penuh harapan. Harapan bahwa dialah yang kelak akan bisa membimbing Shabira. "Aaamin Shabira. Insya Allah jodoh kamu bisa membimbing kamu nanti."
"Ya udah El, aku tutup ya teleponnya. Bentar lagi Dzuhur. Maaf ganggu waktu kamu, semangat ya nanti futsal nya!"
"Kamu tahu aku bakal futsal?"
"Heem. Di kasih tahu temen tadi, Insya Allah aku juga nonton ke sana. Mau dukung kelas aku," kata Shabira.
"Kamu ke sana sama siapa?"
"Hmm, mau coba ngajak Chelsea dulu apa nggak Nadia. Mudah-mudahan mereka mau aku tebengin hehe, mentok-mentok paling sama Alef."
"Jangan."
"Hah?" sahut Shabira tak mengerti. "Jangan apa El?"
Terdengar dehaman cukup keras dari seberang sana. "Kalau temen perempuan kamu nggak bisa jemput, telepon aku aja."
"Telepon kamu buat?" Shabira bingung.
"Buat jemput kamu."
***
Bersambung...
Jum'at, 18 Febuari, 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top