HEY CRUSH || 07
Assalamu'alaikum.
Ada yang nungguin nggak, sih? 👀
Jangan lupa vote bestie 🦋
***
"Bir, jalan lo elah, yang bener dong! Kaki gue ke tendang mulu perasaan," omel Nadia saat lagi-lagi Shabira tersandung kakinya.
"Hah? Apa, Nad?"
"Dih, malah melongo lagi," decak Karina. "Lo jalan emang pake kaki, tapi lihat juga pake mata. Jalan ke mana mata juling ke mana, lihat apaan si, lo tuh?"
Shabira nyengir. "Lagi nyari calon ayang, dia pasti di masjid jam segini," kata Shabira sembari menjinjit kaki agar bisa mengintip pada Masjid sekolahnya di jam pulang ini.
SMA Candra Buana bubar sekolah pukul 15.30, dan biasanya Elzio akan mampir terlebih dahulu ke Masjid untuk melaksanakan shalat Ashar, dan terkadang lelaki itu akan pulang telat karena menghabiskan sorenya di dalam.
"Dia belum datang kali, ya," gumam Shabira.
"Lo mending ke sono aja, deh. Sekalian shalat ashar di sini, biar bisa lihat si El," usul Chelsea.
Shabira menggeleng. "Demi Allah gue nggak akan fokus kalau shalat di satu masjid sama dia, Chel," ujarnya. Shabira berkata jujur, tidak bisa terbayang olehnya jika dia shalat di dalam masjid yang sama, walau bukan Elzio yang menjadi imam nya, tapi tetap saja, Shabira tidak akan bisa fokus. Pasti matanya akan melotot melihat setiap gerakan Shalat Elzio yang sudah ia jamin Masya Allah sekali.
"Lagian gue malu kalau harus kelihatan lagi shalat sama dia," kata Shabira dengan tatapan menerawang ke depan sana.
"Malu kenapa?"
"Takut di bilang cari perhatian, ya?" tebak Karina.
Shabira mengangguk. "Salah satunya itu. Tapi sebenernya gue malu kalau kelihatan Shalat sama dia, takut ketahuan kalau di dalam do'a gue ada nama dia yang gue sebut, soalnya kalau gue doa suaranya suka kenceng" gurau Shabira membuat ketiga sahabatnya tertawa.
"Tuh, tuh, tuh, si El baru datang!" heboh Nadia.
Jarak dari koridor kelas ke tempat di mana Masjid berada tidak lah jauh, sampai Shabira yakin, kalu dia tetap berdiri di sini dan memerhatikan Elzio, lelaki itu pasti akan bisa melihatnya.
Shabira perhatikan Elzio yang sempat beberapa kali tegur sapa dengan beberapa murid dan juga guru sebelum kemudian lelaki itu duduk di undakan tangga untuk melepas sepatunya. Dan saat itulah, Elzio menghadapnya, kemudian menemukan keberadaan Shabira.
Mereka saling pandang selama beberapa detik dan melempar senyum manis, sebelum kemudian Shabira terkesiap karena tiba-tiba di rangkul seseorang dari belakang. "Ngapain woy, ngantri di sini?!"
Shabira menoleh, dan menemukan Alef lah orangnya. Gadis itu berdecak dan mendelik sambil melepas rangkulan lelaki itu. "Apa, sih, Lef kebiasaan banget rangkul-rangkul orang!" tegurnya galak namun Alef abaikan.
Shabira alihkan pandangan lagi pada Elzio, hendak memberikan lambaian tangan sebagai pamit duluan namun ternyata lelaki itu sudah kembali menundukkan kepala, dan kemudian berlalu bergitu saja masuk ke halaman masjid.
Shabira manyun. "Yah dia masuk," keluhnya.
"Siapa?" tanya Alef sambil lagi-lagi merangkul Shabira dengan tangn kiri sementara tangan kanan merangkul Karina. "Lo liatin siapa sih Bir?"
"Kepo lo! Awas ah, singkirin tangan penuh najis lo dari pundak gue wahai Alef Nasrullah!" decak Shabira.
"Buset pedes amat bibirnya, Bir. Di jilbab kok malah jadi galak, sih," kata Alef. Alih-alih melepas rangkulan, lelaki itu malah semakin mempereratnya sampai-sampai Shabira dan Karina seperti tercekik, lalu Alef menggiring keduanya untuk segera berjalan melewati koridor di buntuti Chelsea dan Nadia.
Shabira tidak tahu saja bahwa Elzio masih memerhatikannya dari halaman masjid baru kemudian lelaki itu beranjak untuk mengambil wudhu.
***
Shabira melipat mukena yang baru selesai dia pakai sambil mendongak menatap jam digital yang tergantung dia atas, pukul 16.05. Gadis itu kini sedang berada di dalam masjid yang posisinya tidak terlalu jauh dari sekolah. Kenapa dia berada di sini? Karena Bapak Ridwan hari ini tidak menjemputnya, dan kebetulan sore ini hujan mulai turun.
Shabira yang tidak membawa payung dan ogah hujan-hujanan, lebih memilih meneduh dahulu di masjid sekitar sekolah sekaligus menunaikan shalat Ashar nya. Masjid agung yang memang sangat besar karena terletak di pusat kota, Shabira tidak sendiri di sini, hal yang membuatnya amat lega karena jujur saja Shabira selalu merasa merinding jika shalat sendirian di dalam masjid.
Selesai menyimpan mukena ke tempat semula, Shabira kemudian berjalan keluar sambil merogoh saku seragamnya. Mengeluarkan uang receh sisa jajan nya di sekolah tadi dan memasukkan uang tersebut pada kotak amal tepat di pinggir pintu.
Di liriknya langit yang masih mendung namun syukurlah hujan tidak terlalu deras, dan hanya berupa rintikan kecil. Segera, Shabira berjalan menuju rak sepatu, matanya melotot tatkala tidak menemukan sepasang sepatu nya yang tadi dia simpan.
Panik, Shabira toleh kanan dan kiri, menatap jejeran rak lima susun itu namun seberapa banyak kalipun mata Shabira mencari, sepatunya tetap tidak ada. Di rak itu hanya berisi sandal dan kebanyakan sepatu kerja, seperti pentofel hitam sedangkan sepatu Shabira adalah sepatu hitam putih seperti pada umumnya anak SMA.
"Cari apa, neng?" seseorang datang, pria berumur yang memakai peci lengkap dengan sarung nya.
"Sepatuku, Pak. Sepatu sekolah hitam putih, tadi di taruh di sini," jelas Shabira menunjuk rak yang dia gunakan.
"Wah kalau udah nggak ada di tempatnya pasti ada yang maling neng."
"Hah? Masa di maling, pak?"
Si Bapak itu tampak menghela napas. "Di sini sering yang ilang sandal dan sepatu, kadang kadang di ambil sama orang yang hilang akal."
"Hilang akal? Sakit jiwa maksudnya?" tanya Shabira.
"Iya, kalau kasarnya orang gila, Neng."
Shabira mengusap wajah gusarnya. Buset, mau-maunya maling spatu butut dan bau punya nya, apa kagak mau maling yang lebih bagus?
"Yaaaahh saya pulang gimana, dong?"
"Neng keluar dari masjid ini, terus nyeberang, tuh di depan sana kan ada halte, belakang halte itu ada gapura, nah neng masuk kesana, sebelah kirinya ada warung. Di sana ada sandal jepit," jelas Bapak itu.
Shabira mengangguk lesu, kemudian mulai berjalan keluar halaman masjid setelah pamit. Kaki telanjang nya melangkah dengan pelan dan hati-hati, ingin rasanya Shabira mengumpat namun takut mendadak ada petir dan di sambar. Amit-amit.
Shabira sampai di pinggir jalan, dia toleh kanan dan kiri untuk bersiap menyeberang. Sialnya, di saat bersamaan dia hendak melangkah saat itu juga sebuah motor yang sudah Shabira kenal menyisi ke bahu jalan.
Sadar bahwa itu adalah Elzio, Shabira segera menyeberang, menyerobot motor dan mobil sampai mereka protes dan menekan klakson namun tidak Shabira pedulikan. Di kepalanya hanya ada satu pikiran, segera kabur dari Elzio karena keadaan Shabira kini sangat-sangt memalukan!
Baju sedikit basah kena hujan, mana nyeker pula. Haduh, mau di taruh di mana muka Shabira yang pas-pas-an ini?
Shabira segera berlari kecil untuk memutar halte tanpa mau menoleh ke belakang, peduli amat Elzio mengejar atau tidak yang penting beli sandal dulu!
Tapi, sepertinya hari kemarin dan hari ini keberuntungan seperti enggan berpihak pada Shabira karena tepat saat Shabira belok ke kiri setelah masuk gapura, Shabira temukan warung itu ternyata tutup.
Buset serepeettt tetewww, harus gimana Shabira sekarang?
Tidak mungkin kan dia menggedor warung yang tutup agar di buka hanya untuk membeli sandal jepit?!
"Ya Allah gimana ini?" Shabira berseru frustrasi. Saking frustasinya dia sampai memegang kepala sambil berjongkok namun segera terperanjat karena mendadak petir terdengar.
"Shabira."
Tapi alih-alih suara petir, malah suara Elzio yang kini terdengar sangat horror menurutnya.
Elah, El! Ngapain malah nyusulin, sih? Kagak tahu apa Shabira sengaja kabur.
"Shabira..."
"Apa, sih, El?!"
Elzio yang berdiri di belakangnya mengkerut kening mendengar jawaban ketus itu dari gadis itu. Apakah dia ada salah pada Shabira?
"Bangun, Shabira."
"Ck, kamu kenapa susulin aku ke sini, sih, El? Pura-pura nggak lihat aja, bisa nggak, sih?" tanya Shabira masih enggan membalik badan.
Elzio menggaruk pelipisnya. "Tapi aku tadi lihat kamu di pinggir jalan kehujanan nggak pakai sepatu. Mana bisa aku nggak peduli?"
"Ya Allah malah di perjelas lagi," cibir Shbira kesal sendiri. Dia menundukkan kepala, menatap pada aspal basah. "Dengar El, ak—eh?!" Shabira terkejut ketika sepasang sepatu di simpan di kakinya. Dia mendongak dan menoleh ke belakang, mendapati Elzio tengah tersenyum kecil. "El ini..."
"Pakai, kaki kamu bisa luka kalau nggak pakai alas."
Shabira menatap ke bawah, pada kaki Elzio yang sudah telanjang dan terkena rintik hujan.
"Tapi kamu jadi nyeker..."
"Nggak apa, aku ada sandal di bagasi motor, kok. Cepet pakai, keburu hujan nya besar."
Shabira menatap sungkan, namun Elzio hanya tersenyum sambil mengedikan dagu, kode agar Shabira segera memakai sepatunya.
Shabira mengangguk, dan dengan cepat memakai sepatu hitam yang longgar di kaki mungilnya itu. "M-makasih ya, El."
"Hmm," jawab Elzio. "Udah, kan? Ayok kita pulang."
"K-kita?" beo Shabira. "Itu anu..., apa..., aku pakai angkot aja El."
"Nggak di jemput?"
"Nggak, Ayahku lagi ke pesantren."
"Ya udah aku antar aja."
"Eh? Nggak! Nggak usah, rumah kamu sama rumahku lawan arah El."
Elzio tersenyum. "Memang kamu tahu rumahku?"
"Tau, kan aku suka stalk— eheheee. Yah begitu pokoknya," kata Shabira kikuk.
"Ya udah ayok, aku antar sampai angkot, kasian juga kalau pakai motor soalnya hujan. Aku nggak bawa jas dua." Elzio segera berjalan duluan, sementara Shabira mengikuti dari belakang sambil senyum-senyum sendiri.
Mereka menepi di halte. "Kamu pakai jalur mana? Ini atau seberang?" tanya Elzio.
"Seberang," jawab Shabira. Gadis itu meringis saat melihat ke seberang sana dan menemukan motor Elzio terpakir di pinggir jalan.
"Ya udah kita nyeberang." Elzio berujar sambil menukar posisi berdirinya menjadi di kanan. Entah kenapa, Shabira bahkan kagum hanya karena hal sekecil ini.
Elzio menukar posisinya agar Shabira terlindung dari arah mobil dan motor kan?
Dan rasanya tebakkan Shabira benar 100% saat mereka sampai di tengah jalan, kemudian Elzio berganti posisi lagi menjadi di kiri sambil mengangkat sebelah tangan seolah meminta di beri jalan. sementara Shabira bisa menyeberang dengan aman.
"Makasih banyak El," ucap Shabira sembari mendongak untuk menatap Elzio. Berdebar hati gadis itu menemukan Elzio yang sedang mengacak rambut agar butiran air kecil di sana hilang. "Maaf aku rep—"
"Nggak repotin, kok," sela Elzio. "Itu angkot yang kamu pakai?"
Shabira menoleh ke jalan, melihat kendaraan umum berwarna ungu berpolet kuning yang biasa dia pakai untuk sampai ke rumah. "Iya yang itu El."
Angkot itu berhenti, dan Shabira segera masuk tanpa melihat isinya dulu saking terburu-burunya karena tidak mau merepotkan Elzio lebih banyak. "Makasih El, besok aku kembaliin sepatu kamu!" teriak Shabira saat angkot yang dia tumpangi mulai maju.
Elzio yang hendak menjawab segera menutup mulut dan geleng kepala. Padahal dia mau bilang kalau besok tanggal merah dan sekolah libur. Sesaat kemudian lelaki itu mengernyit memerhatikan angkot yang Shabira naiki. Hanya ada gadis itu sendiri di dalamnya, dan rasa cemas serta pikiran buruk masuk dalam pikiran Elzio.
Tanpa menunggu lama, lelaki itu memakai helm dan sandalnya dan segera menaiki motor maticnya. Mengendarainya secepat yang dia bisa agar bisa menyusul angkot itu. Setelah berhasil menyalip beberapa kendaraan lain barulah motor melaju tepat di belakang angkot tersebut, Elzio turunkan kecepatannya dan dengan santai mengikutinya dari belakang. Tidak peduli walau arah mobil itu berbeda jalur dengan arahnya pulang.
Elzio hanya tidak bisa diam saja membiarkan gadis itu pulang sendirian di angkot yang sepi. Apalagi kejahatan sekarang semakin marak dan pelakunya tidak takut melakukan hal keji di siang hari.
Mengikuti mobil itu sampai Shabira turun rasanya tidak terlalu buruk daripada mendengar berita buruk besok harinya. Naudzubillah min dzalik.
Selama di perjalanan membuti angkot itu, Elzio fokus menatap gadis di dalamnya, pada Shabira yang tidak sadar dengan keberadaan Elzio. Gadis berkulit putih itu tampak memeluk diri sendiri dan sesekali bergidik, mungkin karena dingin tersapu angin. Elzio tersenyum kecil karena itu.
Shabira..., gadis itu benar-benar menggemaskan bukan?
***
Bersambung...
Minggu, 13 Febuari, 2022.
Apa kalian punya referensi, cewek hijab yang pantas sama visualnya Elzio?
Kalau coba ayok komen hehe 😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top