HEY CRUSH || 06
Assalamu'alaikum :)
Selamat membaca, dan jangan lupa vote juga komen ya <3
Tandai typo juga hehehe
***
Dengan senyum semringah yang tercetak jelas di paras eloknya, Shabira menuruni undakan tangga sambil sesekali membenarkan kerudung yang ia pakai walau sebenarnya letak kerudung itu sudah benar dan sedikitpun tidak bergeser.
Sampai di meja makan yang di mana sudah ada keluarganya, Shabira menyapa mereka semua dengan riang, gadis belia itu bahkan mengulum senyum geli tatkala menemukan Bapak Ridwan yang melongo menatapnya. Tampak lucu di mata Shabira karena gerakan Bapak Ridwan yang hendak menyesap teh pun berhenti membuat tangannya yang mencengkeram mug, menggantung di udara. "Masya Allah, putri siapa ini, cantik kali," puji pria paruh baya yang memiliki janggut putih tipis tersebut.
Mata pria itu sedikit redup dan teduh, ada lapisan bening yang Shabira ketahui adalah air mata, yang mungkin saja akan segera luruh kalau-kalau ayahnya berkedip. "Ayah kok nangis?" tanya Shabira.
"Sini, nak," titah Bapak Ridwan, segera di peluknya anak gadis tersebut dengan erat penuh rasa sayang dan bangga, Shabira tersenyum haru di balik pelukan itu. Rasanya sangat senang dan melegakkan bisa merasakan betapa bangganya sang ayah melihat perubahannya, padahal perubahan tersebut memanglah kewajibannya.
"Udahan pelukannya, ayok kita sarapan dulu, nanti kalian kesiangan ke sekolah." Bunda Khadijah datang membawa nampan berisi masakannya, di hidangkannya masakan itu di meja dan mereka semua segera duduk di kursi masing-masing.
Setelah Bapak Ridwan selesai memanjaatkan doa, barulah mereka semua menyantap sarapan dengan tenang dan di selingi beberapa obrolan ringan.
"Oh iya, Kak. Kayaknya ayah nanti nggak bisa jemput kakak pulang sekolah."
"Kenapa yah?"
"Ayah mau ke Bandung, lihat langsung pesantren terbaik di sana. Bagus katanya menurut beberapa review, tapi Ayah harus pastikan langsung keasliannya ke sana."
Shabira melotot. "Yah, Bira emang udah mau berjilbab tapi Bira nggak mau ke pesantren."
"Lah, memang siapa yang bilang ayah cari pesantren buat kamu Shabira?"
"Terus?"
"Buat Adam. Adikmu mau pindah katanya jadi ke pesantren," kata Bunda dengan senyum manis.
Semakin melotot mata Shabira mendengar itu. "Hah? Adek mau ke sana? Adekku? Si Adam, Bun?"
"Ya memang adek mu ada berapa, Kak?"
Shabira langsung menoleh pada adiknya, Adam. "Dek, beneran?" tanyanya tak percaya, sedangkan Adam menjawab hanya dengan anggukan. "Kenapa? Di paksa Ayah?"
"Hus! Ayah nggak pernah maksa, adek mu sendiri yang mau."
"HAH?!" Yang benar saja! Adam ingin tinggal di pondok pesantren? Kesurupan apa itu anak? Setahunya, Adam itu pemasalas, di suruh Shalat saja harus ribut dulu sampai di ancam rampas hape baru adiknya itu akan menurut.
"Jadi, nanti ayah sama Bunda pergi ke Bandung. Kakak pulang naik angkot aja, nggak apa 'kan?"
Shabira mengangguk. "Iya nggak apa-apa," jawabnya. "Yuk, Bira udah selesai, kita berangkat sekarang?"
***
"Assalamualaikum!" Shabira masuk ke kelas sambil berteriak lantang membuat seisi kelas menoleh lantas melotot sampai mulut mereka terbuka. "Udah gue duga, wajah kalian pasti bakal begitu pas liat salah satu Bidadari Surga masuk ke kelas," tambah Shabira sambil berjalan lebih dalam ke kelasnya.
Shabira perhatikan Karina, Chelsea dan Nadia yang diam saja di meja mereka, ke tiga teman nya itu tampak sekali tercengang, membuat Shabira salah tingkah. Shabira menunduk, memerhatikan pakaiannya sendiri. Seragam di SMA Candra Buana memang seperti seragam pada SMA umumnya. Kemeja putih dan bawahan abu. Namun yang Shabira kenakan kini adalah seragam panjang.
Kemeja lengan pajang yang warnanya putih keunguan karena baru di belikan Bunda nya kemarin dan syukurnya bisa di cuci dan kering berkat bantuan steamer. Di padupadankan dengan bawahan rok abu berpotongan rempel dari atas sampai bawah.
"A-apa gue aneh banget?" tanya Shabira canggung, berdiri dengan sebelah kaki bergerak karena tak nyaman.
Di lihatnya Karina yang berdiri di ikuti oleh Chelsea juga Nadia, mereka meghambur memeluk Shabira. "Lo cantik banget, Bir," puji Karina yang paling erat memeluknya. "Cantik banget sahabat gue Ya Allah."
Shabira tidak mengatakan apa-apa, mendadak suaranya seolah hilang karena dadanya begitu sesak dan penuh oleh rasa haru. Sejujurnya, dia takut sekali ketiga teman dekatnya akan mengejek atau bahkan tidak setuju dengan keputusan yang Shabira ambil. Maka berlega hati lah Shabira saat mendapati dukungan dari teman terdekatnya seperti ini.
"Masya Allah, kapan gue bisa nyusul ya?" kini giliran Nadia memeluk Shabira. "Gue lihat lo kayak bercahaya banget, Bir."
"Bercahaya gimana nih? Jangan ngadi-ngadi lo!" sahut Shabira.
"Eh ukhti, bicaranya kok lo gue sih, ganti dong, ah. Nggak enak banget dengernya. Wajah udah ayu gini, lemah lembut, eh suaranya kayak petasan," kata Chelsea sambil memeluk Shabira. "Bir, gue seneng banget lo bisa ambil perubahan secepat ini. Gue harap lo tetap konsisten dan nggak ubah pikiran."
"Insya Allah nggak, Chel. Tapi kalau soal gaya bicara, mohon maaf nih, gue nggak bisa. Geli banget tau, aku kamu-an sama lo semua," katanya tertawa.
"Iya juga, sih. Kalau sama El mah nggak akan geli kayaknya," ejek Nadia.
"Oh, jelas tidak usah di tanyakan kalau itu," balas Shabira membenarkan.
"Jangan-jangan lo di kerudung gegara di tanyain si El kemarin, nih?" tanya Karina menyeringai.
Shabira tersenyum masam. "Iya gegara di tanyain dia, tapi doain gue guys biar pelan-pelan gue paham sama perintah dan semua larangan dari Allah."
"Belajar pelan-pelan, Bir. Nggak ada proses yang langsung sekali jadi, dengan lo berubah dalam satu malam aja udah Masyaallah banget. Gue iri sama lo karena bisa seyakin itu ambil keputusan, kalau hati gue mah belum siap, masih betah ngumupulin dosa kek nya," ucap Nadia bergurau.
"Suatu hari, kalian semua bakal nyusul. Kalau bisa lebih cepat lebih baik, sih."
"Aamiin..." jawab ketiga temannya kompak.
"Tapi by the way, itu anak rambut lo masih keliatan, Bir. Pake ciput elah, ciput murah shaaayy ceban!" tegur Chelsea dengan tawa.
Shabira meringis. "Gue udah di beliin Bunda, tapi kuping gue sakit Chel kejepit ciputnya, makanya pas di mobil tadi gue lepas, dan beneraja kuping gue merah mana panas lagi," jelas gadis itu.
"Biasakan aja, Bir. Nanti juga lama-kelamaan nggak kok. Sama kayak sendal atau sepatu baru, pas pertama kali pakai pasti sakit dan lecet, tapi lama kelamaan kan nyaman. Semua nya butuh penyesuaian termasuk ciput." Nasehat dari Anissa, teman satu kelas nya yang ternyata menguping pembicaraan mereka.
Shabira nyengir, dia menarik kerudungnya sampai hampir telepas membuat seisi kelas menjerit. "Lo mau ngapain kampret?!" tanya Nadia syok.
"Gue mau pake ciput, kan harus di biasain dari sekarang!" kata Shabira masih berusaha melepas kerudungnya namun ada banyak tangan yang memegangi kepalanya membuat dia kesusahan. "Heh! Kalian semua ngapain pegangin pala gue?!"
Anissa tertawa. "Ya nggak detik ini juga, Bir! Kalau mau sekarang kamu ke toilet gih, jangan buka kerudung di depan umum, mana ada banyak cowok."
"Ohhhhh...." balas Shabira. "Ya udah gue ke toilet dulu kalau gitu!"
***
"Bir! Elzio tuh, arah jam dua!"
Shabira yang sedang menunduk memakan siomay nya seketika menengakkan kepala dan tersenyum lebar melihat Elzio memasuki kantin. Rambut cowok itu sedikit basah, wajahnya bersinar, dan senyum tipis yang kadang Elzio berikan pada beberapa teman nya yang menyapa sungguh membuat hati Shabira meleleh.
"Masyaallah, jodoh gue ganteng pooolll! Pengen cepet halalin nih!"
Karina tertawa. "Aamiin aja dulu siapa tahu jodoh beneran."
"Kar! Ini kerudung gue menyon-menyon nggak?" tanya Shabira sambil membetulkan lipatan jilbabnya di sisi kiri dan kanan.
"Kagak! Itu jilbab tegak lurus dan kokoh," karina menjawab sambil mengangkat dua jempolnya.
"Okay dah, gue mau samperin dulu calon imam ya, kalian doain gue supaya gue nggak mimisan lagi," pamit Shabira sambil berdiri dan merapikan seragamnya. Dia perhatikan dulu Elzio yang sudah duduk sendirian di meja, setelah itu barulah dia mendekat ke sana.
"Assalamu'alaikum ganteng," sapa Shabira.
Elzio yang hendak membuka bekalnya seketika berhenti dan mendongakkan kepala. Dia terkesima, menatap Shabira yang tampak jauh lebih cantik dari biasanya. Tampak bercahaya dan bersinar, mata indah gadis itu bahkan berbinar sementara bibir merah muda nya melengkungkan senyum teramat manis. Cantik sekali, perempuan tercantik yang pernah Elzio lihat.
Astagfirullah...
Astagfirullah...
Astagfirullah...
Elzio menundukan kembali kepalanya, berdeham sebentar. "Wa'alaikumsalam, Shabira," jawabnya.
"Aku boleh duduk di sini nggak?" tanya Shabira menunjuk samping Elzio. "Kamu bisa geseran dikit biar bikin jarak."
"Duduk di situ boleh," kata Elzio menunjuk seberangnya.
Shabira menggeleng. "Nggak mau duduk depan El, takut mimisan," katanya membuat Elzio menahan senyum geli.
"Sampingan aja ya duduknya? Biar kayak di pelaminan—eh?!" kata Shabira kaget sendiri. "Aamin deh," lanjutnya cengengesan.
Elzio geleng-geleng kepala sambil menggeser posisi duduknya. Bangku kantin memang berbentuk panjang terbuat dari kayu jati. "Nggak makan?" tanya nya saat Shabira duduk.
"Udah kenyang."
"Kenyang?" beo Elzio sambil membuka botol minum lalu meneguknya.
"Hmm, kenyang liatin Elzio."
Uhuukk
Elzio tersedak sampai tenggrokan dan hidungnya perih namun kendati begitu tetap saja dia tidak bisa menahan senyum mendengar jawaban Shabira.
"Lo udah biasa ngegombal kayaknya?" tanya Elzio sedikit menelengkan kepalanya melirik Shabira.
Shabira nyengir. "Udah sering latihan depan kaca, Alhamdulillah sekarang di kasih kesempatan buat gombal depan orangnya langsung."
Lagi, Elzio geleng kepala, tanpa mau membalas ucapan Shabira. Mungkin bercanda, pikirnya. "Mau makan?" tawarnya.
Shabira menggeleng. "El aja makan, aku udah kenyang."
Elzio segera berdoa dan memakan bekalnya dalam diam, berusaha menundukan kepalanya walau keinginanya untuk menoleh dan menatap Shabira begitu besar. Sedangkan Shabira di sisinya, tampak santai menopang kepala dengan tangan yang dia tekuk di meja, gadis itu anteng menatap Elzio dari samping, lalu tersenyum geli karena perlahan ujung telinga lelaki itu merah.
"El kok bisa ganteng?" tanya Shabira setelah Elzio selesai makan.
Elzio meliriknya sebentar. "Lo kenapa bisa cantik?"
Shabira merona karena pertanyaan nya di balik. "Aku cantik?"
Elzio mengangguk. "Pakai kerudung tambah cantik," pujinya jujur.
"Kuping aku sakit tau El, kejepit ciput," adu Shabira tiba-tiba.
Elzio tersenyum geli. "Biasakan. Sakit kejepit ciput nggak sesakit siksaan di neraka bagi para perempuan yang nggak melaksanakan perintah Allah."
Shabira bergidik. "Semoga aku masuk Surga," celetuknya.
Elzio mengangguk dan bergumam Aamiin.
"Tahu nggak, ada beberapa perempuan yang di jamin masuk Surga sama Allah?" tanya Elzio.
"Oh ya, siapa El?" tanya Shabira antusias dan penasaran.
Elzio tersenyum. "Di sebutkan dalam suatu hadis, ada empat wanita ahli surga. Pertama, Maryam binti Imran. Kedua, sayyiditina Fatimah Az-Zahra binti Rasullah, istri Ali bin Abu Thalib. Ke tiga, Sayyiditina Khadijah bin Khawailid, istri pertama Rasulullah. Dan terakhir, Asiyah istri Fir'aun," terang lelaki itu.
Shabira terdiam, mendengarkan dengan serius.
"Keempat Ummul mukminin ini mendapat jaminan masuk surga Allah."
"Kok bisa?"
"Panjang ceritanya, tapi pada intinya beliau-beliau adalah perempuan yang taat kepada Allah dengan cerita berbeda-beda."
"Kapan-kapan kamu ceritain," kata Shabira tak tahu malu.
Elzio tersenyum. "Insya Allah..."
"Aku pengen jadi genk mereka juga."
"Genk siapa?" Elzio mengkerut kening.
"Iya itu genk masuk surga, masih nerima member nggak?" canda Shabira.
Elzio tertawa sampai giginya terlihat. "Lo bis—"
"Kamu," sela Shabira. "Keberatan nggak kalau bicara sama aku, pakai 'aku kamu' aja."
Elzio berdeham. "Kamu bisa menteladani salah satu di antara beliau, mencontoh sifat baik beliau, terapkan dalam hidup kamu dan jadikan prinsip. Insya Allah, kamu bisa masuk surga bersama mereka."
Shabira mengangguk dengan seyum semringah, senang rasanya di nasehati begini oleh Elzio. "Di antara keempat wanita Shaleh di atas, siapa yang harus aku teladan?"
"Uumm..., sayyiditina Fatimah, menurutku. Beliau adalah anak kesayangan Rasullah dan banyak umat yang kagum terhadap beliau bukan hanya kagu, nggak sedikit juga perempuan yang mencontoh sikap dan sifat beliau."
"Oh ya?"
"Hmm, sayyiditina Fatimah itu perempuan istimewa. Saking istimewanya bahkan saat nanti beliau berlalu di padang mahsyar, beliau menunggangi unta, malaikat Jibril akan berjalan di sisi kanan unta sementara malaikat Mikail di sisi kirinya. Suaminya, sayyidina Ali, akan memimpin di depan sedangkan anaknya Hasan dan Husein di belakang sementara Allah menjadi penjaganya. Allah akan bertanya, di mana umat pecinta dan pengikut Fatimah? Maka para pengikut sayyidina akan berkumpul dan kemudian mereka berjalan di belakang nya.
Saat nanti, beliau hendak melewati jembatan Shiratal Mustaqim, maka tedengar suara malaikat Jibril yang menggetarkan Arsy. 'Wahai seluruh makhluk, tundukkan kepala dan mata kalian, karena Fatimah Az-Zahra putri Rasulullah, istri Ali bin Abu Thalib akan lewat!' bisa kebayang, gimana mulianya beliau dan pengikutnya sampai mahluk lain harus menurunkan pandangan?"
Elzio selesai, dia tersenyum menutup ucapannya, lalu melirik Shabira yang ternyata sudah bercucuran air mata. "Kenapa kamu nangis?" tanya nya panik. Ini anak kalau nggak mimisan, malah nangis. Heran sekali Elzio di buatnya. "Shabira, kenapa?"
Shabira menyeka air matanya. "Cuma lagi mikir, apa aku bakal termasuk rombongan Fatimah?"
Elzio tertawa kecil karena pemilihan kata 'Rombongan' di kata rombongan tagonian, kali. "Insya Allah, Shabira. Semua tergantung dirimu sendiri. Mau kah mengikuti sedikit demi sedikit sikap dan sifat sayyiditina Fatimah?" tanya nya lembut.
***
Bersambung...
Jum'at, 11 Febuari, 2022.
Pren, kalau ada hadis di atas yang kurang tepat, mohon maaf ya dan mohon kereksinya <3
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top